ABSTRAK
Metode field research diperkenalkan di kancah akademik pada paruh kedua abad 19. Pada umumnya metode ini diterapkan
oleh peneliti antropologi. Menurut Bronislaw Malinoski -salah seorang pelopornya di tahun 1920an- peneliti sosial harus
berinteraksi langsung dan hidup bersama masyarakat pribumi, mempelajari adat istiadat, kepercayaan serta proses
sosialnya. Seiring berjalannya waktu, metode field research mulai digunakan pula oleh disiplin ilmu lain, di antaranya
arsitektur. Penerapan metode field research untuk penelitian arsitektur vernakular merupakan langkah yang tepat,
dikarenakan kemampuannya untuk sekaligus memetakan aspek artifak, tata nilai dan aktivitas dari masyarakat di mana
arsitektur tersebut tumbuh dan berkembang. Namun demikian, terdapat beberapa masalah yang perlu dicermati dalam
penerapan metode field research pada disiplin ilmu arsitektur, khususnya yang menyangkut penelitian arsitektur
vernakular. Di samping penelitian arsitektur itu sendiri yang masih relatif baru, terdapat keterbatasan-keterbatasan tertentu
dari arsitek dan peneliti arsitektur yang membuat mereka hingga saat ini belum berhasil sampai pada taraf yang setara
dengan peneliti-peneliti antropologi. Makalah ini memaparkan aspek-aspek field research beserta penerapannya dalam
penelitian arsitektur vernakular, khususnya di Indonesia.
ABSTRACT
Field research method was introduced into the academic world on the second half of 19th century. This method
commonly used by anthropologist. According to Bronislaw Malinoski –field research pioneer in 1920s- social researcher
must interact directly and live together with the indigene to study their tradition, belief, as well as their social process. As
the time passing by, field research method also used by another branch of science, including architecture. The
implementation of field research method for vernacular architecture research is believed as an appropriate measure, for its
ability to portrait the aspects of artifacts, idea and activity within the community where the architecture takes place.
However, one has to be aware regarding several problems arise when using this method in the vernacular architecture
research. Alongside the fact that architectural research is still a rather new issue, there are quite a few limitations around
architect and architecture researcher which made them unable to equalize the anthropologist yet. This paper elucidates the
characteristic of field research and its implementation on vernacular architecture research in Indonesia perspective.
Keywords: field research, vernacular architecture research.
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 59
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 1, Juli 2006: 59 - 66
dapat pula diposisikan sebagai pembuka jalan kepada Metode survai dan eksperimen yang sering
metode survai dan eksperimen. diterapkan dalam penelitian arsitektur misalnya,
Unaradjan (2000) dengan jenaka menggambar- dapat dikontraskan dengan field research, seperti
kan perbedaan metode-metode survai dan eksperi- yang digambarkan oleh Unaradjan (2000). Survai
men dibandingkan dengan field research, melalui meliputi pembatasan yang drastis, ibarat melihat
sebuah kisah perumpamaan pemburu burung dan melalui teropong, tempat yang terlihat sangat
anjing pemburunya. Dituliskannya, “....pada suatu terbatas. Dengan demikian, apa yang hendak
lokasi perburuan yang cukup luas, pemburu datang dipelajari harus sudah diketahui sebelumnya, gagasan
bersama seekor anjing yang memang untuk berburu. atau prakonsepsi yang tidak boleh ada di field
Anjing tersebut berjalan memasuki lokasi tanpa arah research, dalam survai sangat berperan. Eksperimen,
dan tujuan yang jelas (I). Ia terus berjalan sampai merupakan pembatasan lebih lanjut lagi dari survai,
suatu ketika menemukan sesuatu; dari tempat dengan jumlah variabel sangat sedikit serta dapat
tersebut si anjing mulai mengubah kelakuannya dikendalikan.
dengan lebih terarah menuju arah bau tersebut (II). Dalam penelitian berkaitan dengan arsitektur,
Selanjutnya berhenti menunggu si pemburu. Pem- field research dipergunakan manakala subjek
buru memberi perintah untuk mendekati sasaran penelitian masih membuka kemungkinan eksplorasi
sampai burung terbang. Lalu pemburu menembak- yang seluas-luasnya, topik penelitian merupakan
nya. Sementara itu si anjing tiarap sampai burung suatu hal baru yang jarang atau tidak pernah terbahas
jatuh dan diperintahkan untuk mengambil burung
sebelumnya, sedemikian hingga gambaran seutuhnya
yang telah mati itu (III).”
hanya dapat diperoleh dengan pendekatan pada real
Bagian (I) dalam cerita di atas merupakan groups untuk mencapai naturalness. Sebagaimana
proses field research, proses (II) menggambarkan halnya penelitian kualitatif lainnya, field research
metode survai, dan bagian (III) melukiskan meneliti permasalahan dalam setting yang natural
eksperimen. Dalam field research peneliti masuk ke dalam upaya untuk memaknai, menginterpretasi
lingkungan penelitian dengan benar-benar defocus, fenomena yang teramati (Groat & Wang, 2002).
bebas dari prakonsepsi dan mengalir mengikuti arus Sebagai contohnya, sebuah penelitian yang dilakukan
di lingkungan penelitiannya tersebut. Observasi untuk mengungkapkan ruang dan persepsi akan
merupakan teknik pengumpulan informasi utama ruang dari sebuah komunitas sekte kepercayaan
yang dilakukan. Berbeda dengan penelitian lain, data tertentu yang sangat tertutup, akan menjadi fenomena
dan informasi yang diperoleh pada field research menarik dalam masyarakat. Penelitian survai murni
langsung dianalisis pada kesempatan pertama, tidak akan mampu menjelaskan fenomena ini, karena
bersamaan dengan pengumpulan informasi berikut- “peta” jalan yang harus dilalui belum ada. Peta
nya. Proses ini berlangsung terus menerus, tanpa semacam itulah yang dapat diperoleh melalui field
perangkat pedoman yang pasti dan lebih mengikuti research.
perkembangan di lapangan. Bahkan, fokus pada Berdasarkan keterangan di atas, menurut Groat
aspek-aspek yang khusus baru dilakukan menjelang & Wang (2002), ada 4 komponen kunci berkaitan
akhir dari penelitian. Neuman (2003) melukiskan dengan field research sebagai bagian dari penelitian
langkah-langkah field research sebagai berikut. kualitatif:
1. Peneliti mempersiapkan diri, membaca literatur • Penekanan pada setting natural
dan defocus. Seting natural berarti subjek penelitian tidak
2. Cari lapangan penelitian dan dapatkan akses ke
berpindah dari tempat asli kejadian. Peneliti
dalamnya.
menerapkan berbagai taktik untuk menempatkan
3. Masuki lapangan penelitian, kembangkan
hubungan sosial dengan anggota komunitas. diri dalam konteks penelitiannya. Konteks tidak
4. Adopsi sebuah peran sosial ke dalam diri, bergaul perlu berubah demi pelaksanaan penelitian.
dengan anggota komunitas. • Fokus pada interpretasi dan makna
5. Lihat, dengar, kumpulkan data kualitatif. Peneliti tidak hanya mendasari penelitiannya pada
6. Mulai menganalisis data dan mengevaluasi realitas empiris dari observasi dan wawancara
hipotesa kerja. yang dilakukannya, namun juga memainkan
7. Fokus pada aspek spesifik dan gunakan sampling peran penting dalam menginterpretasi dan
teoritikal. memaknai data.
8. Gunakan wawancara lapangan dengan anggota • Fokus pada cara responden memaknai keadaan
komunitas dan informan. dirinya
9. Putuskan hubungan dan tinggalkan lapangan Tujuan dari peneliti adalah mempresentasikan
penelitian secara fisik. gambaran menyeluruh dari setting atau fenomena
10. Sempurnakan analisis dan tuliskan laporan studi, sesuai dengan pemahaman dari responden
penelitian. sendiri.
60 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE FIELD RESEARCH UNTUK PENELITIAN ARSITEKTUR VERNAKULAR DI INDONESIA
(Salman Priaji Martana)
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 61
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 1, Juli 2006: 59 - 66
Penelitian Arsitektur Vernakular arsitektur Jawa, Bali, Toraja dan Nias. Sisanya masih
menunggu untuk diangkat ke permukaan. Maraknya
Penelitian berkaitan dengan arsitektur verna-
penelitian arsitektur vernakular mulai terlihat awal
kular mulai banyak dilakukan pada paruh kedua abad
tahun 1980an, ketika ramai didengung-dengungkan –
ke 20. Sebagian di antaranya terkait dengan isu-isu
antara lain di Kongres Nasional IAI- mengenai
pembangunan berkelanjutan yang mulai populer, di
pencarian terhadap apa yang disebut “Arsitektur
mana arsitektur vernakular dengan nilai-nilai
Indonesia”. Beberapa peneliti mencoba mencari
lokalnya dipandang sebagai bagian dari solusi.
akarnya di dalam arsitektur vernakular. Pencarian
Penelitian pada masa awal kepopuleran arsitektur
tersebut hingga hari ini masih berlangsung.
vernakular ditandai dengan terbitnya buku Architec-
Penelitian terhadap arsitektur vernakular
ture without Architect: a short introduction to non-
khususnya di Indonesia juga kerap dilandasi aspek
pedigreed architecture karya Bernard Rudofsky
kesejarahan. Oleh sebab sifatnya yang diwariskan
(1964). Karya paling komprehensif dicatat oleh Paul
generasi demi generasi, arsitektur vernakular
Oliver dan timnya yang menerbitkan Encyclopedia
digambarkan sebagai potret perkembangan sejarah
of Vernacular Architecture of the World (EVAW),
manusia khususnya dalam bidang arsitektur dan
dipublikasikan tahun 1997. Tujuan dari penyusunan
bangunan (Frick, 1996).
ensiklopedia ini adalah untuk mengoordinasi
pengetahuan tradisi bangunan dari seluruh dunia dan
mengompilasikannya menjadi kumpulan pengetahu- FIELD RESEARCH DALAM PENELITIAN
an yang dapat diakses. Sejumlah akademisi arsitektur ARSITEKTUR VERNAKULAR
dari seluruh belahan dunia termasuk Indonesia Arsitektur vernakular sudah tentu merupakan
terlibat di dalam projek ini. bagian dari budaya lokal. Budaya lokal, merupakan
Karena berada di luar tradisi akademik, banyak wahana proses sosial yang tersusun atas artifak, tata
orang beranggapan arsitektur vernakular kurang nilai dan aktivitas. Artifak merupakan benda mati,
bersifat ilmiah. Hal ini dibantah oleh Hassan Fathy, tata nilai dan aktivitas masyarakatnya yang membuat
dalam karyanya Natural Energy and Vernacular arsitektur vernakular memiliki jiwa, menjadi arsi-
Architecture (1986), “...walau arsitektur vernakular tektur yang hidup.
berkembang secara intuitif dalam waktu yang Penelitian yang dilakukan atas arsitektur
panjang, dasarnya sebenarnya sangat ilmiah dengan vernakular, seyogianya melibatkan ketiga unsur di
konsep yang sahih. Arsitektur vernakular berkem- atas sebagai suatu kesatuan yang utuh. Oleh sebab
bang melalui begitu banyak eksperimen serta itu, nampaklah bahwa untuk memperoleh hasil
pengalaman-pengalaman dari para pembangunnya penelitian yang sempurna, arsitektur vernakular tidak
yang terus menerus menggunakan apa yang dapat dibahas secara parsial. Sayangnya, hingga saat
dianggap baik dan membuang hal-hal yang buruk.” ini arsitektur vernakular jauh lebih banyak diteliti dan
Penelitian terhadap arsitektur vernakular ditinjau dari sisi artifaknya saja, dengan mengesam-
menjadi penting dan menarik berkaitan dengan dua pingkan sisi-sisi lainnya yang sebenarnya terkait
hal. Pertama, arsitektur vernakular dipelajari sebagai dengan erat. Akibatnya hasil penelitian menjadi bias.
tambang ilmu karena sifatnya yang bersahabat Penerapan dari hasil penelitian kemudian menjadi
dengan lingkungan, adaptif serta mengandung penuh tanda tanya. Banyak terjadi, simbolisme yang
kearifan lokal. Kedua, menurut Fathy, adalah demi diharapkan mengemuka dari penerapan arsitektur
menyelamatkan arsitektur vernakular sendiri dari vernakular yang digali dari penelitian menjadi kurang
perkembangan terkini yang sangat dipengaruhi pas dikarenakan tidak didukung aktivitas yang tepat,
globalisasi. Kegagalan dalam proses perkembangan atau karena nilai-nilai yang dikandungnya sudah
arsitektur vernakular dapat mengakibatkan matinya lama bergeser. Ibaratnya menyanyikan lagu daerah
seluruh konsep yang telah dikembangkan para tanpa mengerti benar arti syairnya. Lagu yang
pendahulu selama bertahun-tahun. Arsitektur tradi- seharusnya sedih atau mendayu-dayu, dilagukan
sional di sebagian daerah di Indonesia mengalami hal dengan irama mars yang riang gembira.
ini, antara lain nampak dari sifatnya yang statis dan Dalam konteks semacam inilah field research
tanpa inovasi, tidak berubah sepanjang 200 tahun diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang
lebih akurat. Dalam field research, peneliti benar-
terakhir sehingga dikatakan mengalami kematian
benar terlibat secara intensif dalam lapangan
(Frick, 1997).
penelitiannya, berpartisipasi sepanjang waktu tertentu
Indonesia dengan lebih dari 13.600 pulaunya
dalam kelompok sosial yang ditelitinya sehingga
memiliki khasanah arsitektur vernakular yang
diharapkan tata nilai, norma yang melandasi dan
mengagumkan. Dari jumlah yang begitu besar menghidupi arsitekturnya dapat terekam secara detail
tersebut, baru beberapa yang kerap diteliti seperti dan holistis oleh si peneliti.
62 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE FIELD RESEARCH UNTUK PENELITIAN ARSITEKTUR VERNAKULAR DI INDONESIA
(Salman Priaji Martana)
Partisipasi aktif dari peneliti dalam field inkulturasi misalnya, dilakukan dalam rentang
research menuntut agar peneliti: puluhan tahun. Peneliti datang dan tinggal bersama
• tinggal bersama kelompok masyarakat yang sebuah komunitas masyarakat selama beberapa bulan
diteliti, hingga satu tahun, untuk kemudian menuliskan
• mengunjungi kejadian dan menghadiri pertemuan laporan awal penelitiannya. Sepuluh tahun kemudian
atau upacara, si peneliti kembali ke lokasi yang sama dan memulai
• mengembangkan dan memelihara hubungan lagi penelitiannya. Dari sini, dibandingkanlah inkul-
informal dengan anggota-anggota kelompok turasi yang terjadi pada saat tersebut dan sepuluh
sosial, serta tahun silam. Proses apakah yang berlangsung, siapa
• menghabiskan sejumlah waktu yang umumnya yang terlibat, bagaimana saluran-saluran inkulturasi
cukup panjang untuk kegiatan-kegiatan tersebut tercipta serta bagaimana reaksi masyarakat terhadap
di atas. perubahan dalam jangka waktu sepuluh tahun
tersebut.
Keempat butir di atas, merupakan kekuatan dari Jika penelitian inkulturasi arsitektur dilakukan
field research di dalam memberikan gambaran dengan metode di atas, waktu yang dibutuhkan akan
mengenai subjek penelitian. Namun demikian, tidak panjang disertai biaya yang besar. Koentjaraningrat
jarang kelebihan-kelebihan tersebut, khususnya butir (1990) menawarkan kompromi dengan metode yang
keempat menerbitkan problematika tersendiri bagi disebut Controlled Comparison. Dalam hal ini
peneliti, terutama peneliti arsitektur. peneliti arsitektur dapat memilih tiga lokasi penelitian
yang diyakini mengalami proses inkulturasi yang
PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE senada. Lokasi pertama mengalami sedikit inkultu-
FIELD RESEARCH rasi dalam waktu yang singkat, lokasi kedua
mengalami lebih banyak inkulturasi dalam waktu
Secara umum harus diakui, penelitian yang yang lebih panjang, lokasi ketiga mengalami paling
dilakukan di ranah arsitektur khususnya oleh arsitek banyak inkulturasi dalam waktu yang relatif paling
sendiri, belum memiliki riwayat yang panjang panjang di antara ketiganya. Dengan membanding-
dibandingkan dengan penelitian cabang ilmu sosial kan fenomena yang terjadi pada ketiga lokasi,
lainnya. Bahkan, disebutkan penelitian arsitektur peneliti kemudian dapat membangun model dari
merupakan suatu hal yang relatif baru, ditandai sebuah proses inkulturasi arsitektur yang terjadi pada
dengan mulai lunturnya paradigma lama arsitek rentang waktu tertentu.
sebagai pengguna penelitian, bergeser ke arah arsitek Dalam hal komitmen waktu yang disediakan,
sebagai peneliti (Cohen & van Ryzin, 1984). Oleh sulitlah bagi peneliti field research arsitektur untuk
sebab itu agaknya masih membutuhkan waktu bagi menandingi peneliti-peneliti antropologi yang kerap
peneliti arsitektur untuk mencapai tingkatan yang mengabdikan sebagian besar waktu hidupnya untuk
setara dengan peneliti-peneliti dari antropologi penelitian. Timbul pertanyaan sejauh mana konsep
misalnya, baik dalam hal metode maupun komit- kedekatan untuk memotret realita lapangan penelitian
mennya terhadap penelitian. melalui observasi partisipasi dalam keadaannya yang
Tidak selalu problematika yang timbul paling natural bisa diwujudkan. Seperti yang dike-
berkaitan dengan kelemahan pada diri peneliti mukakan oleh Unaradjan (2000), perlu dipertim-
arsitektur. Ada kalanya, memang metode field bangkan secara teliti kapan dan pada kejadian apa
research itu sendiri yang beberapa bagiannya harus saja peneliti harus hadir. Berdasarkan pertimbangan
disesuaikan agar cocok dengan kondisi penelitian di tersebut observasi partisipasi dapat ditentukan
ranah arsitektur. Beberapa permasalahan tersebut derajatnya:
dapat disimak di bawah ini. • terbatas pada kegiatan-kegiatan tertentu,
• terbatas pada saat-saat tertentu,
Waktu • terbatas pada pengamatan kejadian-kejadian
tertentu.
Dalam field research yang umum dilakukan
sarjana antropologi, waktu yang dialokasikan untuk Penelitian yang dilakukan terhadap arsitektur
penelitian bisa sangat panjang. Neuman (2003) pura di Bali beserta aktivitasnya misalnya, dapat
melukiskannya dalam rentang antara beberapa dilakukan dengan mengamati kejadian-kejadian saat
minggu hingga bertahun-tahun. Hal ini bisa dipahami penampahan, Galungan, Kuningan, menjelang
karena subjek penelitian di lingkungan antropologi Nyepi dan saat Purnama di mana terjadi aktivitas-
umumnya memang memiliki karakteristik berubah aktivitas yang penting. Di luar pengamatan tersebut,
secara evolusi. Penelitian yang dilakukan mengenai dilakukan pula pada hari-hari yang mewakili
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 63
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 1, Juli 2006: 59 - 66
64 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE FIELD RESEARCH UNTUK PENELITIAN ARSITEKTUR VERNAKULAR DI INDONESIA
(Salman Priaji Martana)
peneliti merahasiakan identitas dari informan untuk diimbuhi kekerasan. Jikapun akses dapat diperoleh,
melindungi privasi yang bersangkutan. Erlinda pengoleksian informasi serta pengodean merupakan
(2002) mengganti nama-nama informan dan tokoh- proses yang melelahkan, dengan hasil yang tidak bisa
tokoh dalam penelitiannya dengan nama-nama fiktif. dipastikan. Bukannya jarang terjadi, setelah
Bahkan lokasi lapangan penelitian pun hanya disebut berminggu-minggu meneliti tidak ditemui kemajuan
inisialnya saja. Cara penggambaran yang terkesan yang berarti. Dalam hal ini, ketekunan, keuletan dan
menutup-nutupi semacam ini membuat publikasi kesabaran benar-benar akan diuji, baik pada diri
penelitian dibaca sembari bertanya-tanya. peneliti sendiri, pengawas maupun juga informan
yang harus bolak balik meluangkan waktu bagi
Objektivitas Peneliti peneliti.
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 65
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 1, Juli 2006: 59 - 66
66 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS