Anda di halaman 1dari 8

PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE FIELD RESEARCH UNTUK PENELITIAN ARSITEKTUR VERNAKULAR DI INDONESIA

(Salman Priaji Martana)

PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE FIELD RESEARCH UNTUK


PENELITIAN ARSITEKTUR VERNAKULAR DI INDONESIA

Salmon Priaji Martana


Mahasiswa Program Doktor Arsitektur, Institut Teknologi Bandung
e-mail: ketuapt@telkom.net

ABSTRAK
Metode field research diperkenalkan di kancah akademik pada paruh kedua abad 19. Pada umumnya metode ini diterapkan
oleh peneliti antropologi. Menurut Bronislaw Malinoski -salah seorang pelopornya di tahun 1920an- peneliti sosial harus
berinteraksi langsung dan hidup bersama masyarakat pribumi, mempelajari adat istiadat, kepercayaan serta proses
sosialnya. Seiring berjalannya waktu, metode field research mulai digunakan pula oleh disiplin ilmu lain, di antaranya
arsitektur. Penerapan metode field research untuk penelitian arsitektur vernakular merupakan langkah yang tepat,
dikarenakan kemampuannya untuk sekaligus memetakan aspek artifak, tata nilai dan aktivitas dari masyarakat di mana
arsitektur tersebut tumbuh dan berkembang. Namun demikian, terdapat beberapa masalah yang perlu dicermati dalam
penerapan metode field research pada disiplin ilmu arsitektur, khususnya yang menyangkut penelitian arsitektur
vernakular. Di samping penelitian arsitektur itu sendiri yang masih relatif baru, terdapat keterbatasan-keterbatasan tertentu
dari arsitek dan peneliti arsitektur yang membuat mereka hingga saat ini belum berhasil sampai pada taraf yang setara
dengan peneliti-peneliti antropologi. Makalah ini memaparkan aspek-aspek field research beserta penerapannya dalam
penelitian arsitektur vernakular, khususnya di Indonesia.

Kata kunci: field research, penelitian arsitektur vernakular.

ABSTRACT
Field research method was introduced into the academic world on the second half of 19th century. This method
commonly used by anthropologist. According to Bronislaw Malinoski –field research pioneer in 1920s- social researcher
must interact directly and live together with the indigene to study their tradition, belief, as well as their social process. As
the time passing by, field research method also used by another branch of science, including architecture. The
implementation of field research method for vernacular architecture research is believed as an appropriate measure, for its
ability to portrait the aspects of artifacts, idea and activity within the community where the architecture takes place.
However, one has to be aware regarding several problems arise when using this method in the vernacular architecture
research. Alongside the fact that architectural research is still a rather new issue, there are quite a few limitations around
architect and architecture researcher which made them unable to equalize the anthropologist yet. This paper elucidates the
characteristic of field research and its implementation on vernacular architecture research in Indonesia perspective.
Keywords: field research, vernacular architecture research.

PENDAHULUAN Kedekatan pada lingkungan yang natural ini


membuat field research memiliki kecocokan untuk
Bagi banyak peneliti, field research merupakan diterapkan pada penelitian arsitektur vernakular,
tantangan sekaligus keasyikan tersendiri. Bergabung khususnya di Indonesia. Bagian-bagian dari makalah
dengan komunitas yang sama sekali asing, tinggal di ini akan membahas mengenai penerapan field
daerah pelosok yang jauh dari peradaban, bertemu research dalam penelitian arsitektur vernakular
dengan banyak hal baru dan lain sebagainya beserta problematikanya.
merupakan sebuah petualangan yang tidak dapat
diterangkan dengan sekedar kata-kata. Field
METODE FIELD RESEARCH
research, seperti halnya penelitian kualitatif lainnya
dirasakan lebih dekat pada kenyataan lapangan, Field research adalah bentuk penelitian yang
ketimbang penelitian kuantitatif yang dilakukan bertujuan mengungkapkan makna yang diberikan
dengan statistik yang rumit serta rumus-rumus oleh anggota masyarakat pada perilakunya dan
matematika yang cenderung lebih “dingin”. Field kenyataan sekitar. Metode field research digunakan
research lebih mengutamakan interaksi antar muka ketika metode survai ataupun eksperimen dirasakan
dengan komunitas masyarakat dalam lingkungannya tidak praktis, atau ketika lapangan penelitian masih
yang natural. terbentang dengan demikian luasnya. Field research

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 59
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 1, Juli 2006: 59 - 66

dapat pula diposisikan sebagai pembuka jalan kepada Metode survai dan eksperimen yang sering
metode survai dan eksperimen. diterapkan dalam penelitian arsitektur misalnya,
Unaradjan (2000) dengan jenaka menggambar- dapat dikontraskan dengan field research, seperti
kan perbedaan metode-metode survai dan eksperi- yang digambarkan oleh Unaradjan (2000). Survai
men dibandingkan dengan field research, melalui meliputi pembatasan yang drastis, ibarat melihat
sebuah kisah perumpamaan pemburu burung dan melalui teropong, tempat yang terlihat sangat
anjing pemburunya. Dituliskannya, “....pada suatu terbatas. Dengan demikian, apa yang hendak
lokasi perburuan yang cukup luas, pemburu datang dipelajari harus sudah diketahui sebelumnya, gagasan
bersama seekor anjing yang memang untuk berburu. atau prakonsepsi yang tidak boleh ada di field
Anjing tersebut berjalan memasuki lokasi tanpa arah research, dalam survai sangat berperan. Eksperimen,
dan tujuan yang jelas (I). Ia terus berjalan sampai merupakan pembatasan lebih lanjut lagi dari survai,
suatu ketika menemukan sesuatu; dari tempat dengan jumlah variabel sangat sedikit serta dapat
tersebut si anjing mulai mengubah kelakuannya dikendalikan.
dengan lebih terarah menuju arah bau tersebut (II). Dalam penelitian berkaitan dengan arsitektur,
Selanjutnya berhenti menunggu si pemburu. Pem- field research dipergunakan manakala subjek
buru memberi perintah untuk mendekati sasaran penelitian masih membuka kemungkinan eksplorasi
sampai burung terbang. Lalu pemburu menembak- yang seluas-luasnya, topik penelitian merupakan
nya. Sementara itu si anjing tiarap sampai burung suatu hal baru yang jarang atau tidak pernah terbahas
jatuh dan diperintahkan untuk mengambil burung
sebelumnya, sedemikian hingga gambaran seutuhnya
yang telah mati itu (III).”
hanya dapat diperoleh dengan pendekatan pada real
Bagian (I) dalam cerita di atas merupakan groups untuk mencapai naturalness. Sebagaimana
proses field research, proses (II) menggambarkan halnya penelitian kualitatif lainnya, field research
metode survai, dan bagian (III) melukiskan meneliti permasalahan dalam setting yang natural
eksperimen. Dalam field research peneliti masuk ke dalam upaya untuk memaknai, menginterpretasi
lingkungan penelitian dengan benar-benar defocus, fenomena yang teramati (Groat & Wang, 2002).
bebas dari prakonsepsi dan mengalir mengikuti arus Sebagai contohnya, sebuah penelitian yang dilakukan
di lingkungan penelitiannya tersebut. Observasi untuk mengungkapkan ruang dan persepsi akan
merupakan teknik pengumpulan informasi utama ruang dari sebuah komunitas sekte kepercayaan
yang dilakukan. Berbeda dengan penelitian lain, data tertentu yang sangat tertutup, akan menjadi fenomena
dan informasi yang diperoleh pada field research menarik dalam masyarakat. Penelitian survai murni
langsung dianalisis pada kesempatan pertama, tidak akan mampu menjelaskan fenomena ini, karena
bersamaan dengan pengumpulan informasi berikut- “peta” jalan yang harus dilalui belum ada. Peta
nya. Proses ini berlangsung terus menerus, tanpa semacam itulah yang dapat diperoleh melalui field
perangkat pedoman yang pasti dan lebih mengikuti research.
perkembangan di lapangan. Bahkan, fokus pada Berdasarkan keterangan di atas, menurut Groat
aspek-aspek yang khusus baru dilakukan menjelang & Wang (2002), ada 4 komponen kunci berkaitan
akhir dari penelitian. Neuman (2003) melukiskan dengan field research sebagai bagian dari penelitian
langkah-langkah field research sebagai berikut. kualitatif:
1. Peneliti mempersiapkan diri, membaca literatur • Penekanan pada setting natural
dan defocus. Seting natural berarti subjek penelitian tidak
2. Cari lapangan penelitian dan dapatkan akses ke
berpindah dari tempat asli kejadian. Peneliti
dalamnya.
menerapkan berbagai taktik untuk menempatkan
3. Masuki lapangan penelitian, kembangkan
hubungan sosial dengan anggota komunitas. diri dalam konteks penelitiannya. Konteks tidak
4. Adopsi sebuah peran sosial ke dalam diri, bergaul perlu berubah demi pelaksanaan penelitian.
dengan anggota komunitas. • Fokus pada interpretasi dan makna
5. Lihat, dengar, kumpulkan data kualitatif. Peneliti tidak hanya mendasari penelitiannya pada
6. Mulai menganalisis data dan mengevaluasi realitas empiris dari observasi dan wawancara
hipotesa kerja. yang dilakukannya, namun juga memainkan
7. Fokus pada aspek spesifik dan gunakan sampling peran penting dalam menginterpretasi dan
teoritikal. memaknai data.
8. Gunakan wawancara lapangan dengan anggota • Fokus pada cara responden memaknai keadaan
komunitas dan informan. dirinya
9. Putuskan hubungan dan tinggalkan lapangan Tujuan dari peneliti adalah mempresentasikan
penelitian secara fisik. gambaran menyeluruh dari setting atau fenomena
10. Sempurnakan analisis dan tuliskan laporan studi, sesuai dengan pemahaman dari responden
penelitian. sendiri.

60 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE FIELD RESEARCH UNTUK PENELITIAN ARSITEKTUR VERNAKULAR DI INDONESIA
(Salman Priaji Martana)

• Penggunaan beragam taktik dan dibesarkan di Lombok kemungkinan tidak akan


Sebagai bagian dari pengamatan realitas yang terlalu risau memikirkan bangunan Lombok bergaya
cenderung cair, field research tidak memiliki mirip bangunan tradisional Bali dengan hanya sedikit
kecenderungan untuk hanya mengandalkan taktik perbedaan di bagian atap, yang menggunakan bahan
tunggal, melainkan beragam sebagai paduan dari seng. Bagi peneliti yang sama sekali asing dengan
berbagai taktik sesuai keadaan lapangan. arsitektur Lombok, detail ini akan ditangkapnya
sebagai suatu hal yang menarik untuk dicari faktor
Dalam field research dikenal istilah verstehen, penyebab dan faktor-faktor lain yang terkait di
artinya melihat kenyataan melalui pandangan subjek dalamnya.
di lapangan. Demikianlah observasi dilakukan. Dengan demikian, berdasarkan pembahasan di
Namun begitu, analisisnya melibatkan diri peneliti atas, secara umum karakteristik field research dapat
sebagai instrumen penelitian. Dengan demikian, field disebutkan sebagai berikut:
research menjadi semacam pertemuan budaya, 1. Lingkup permasalahan belum tegas.
culture encounter antara budaya peneliti sendiri di 2. Variabel yang akan diteliti belum terlalu
satu pihak, budaya subjek penelitian di lain pihak dan dipahami.
bahkan budaya dari pembaca hasil penelitian 3. Model teoritis tidak tegas.
tersebut. Titik permulaannya adalah saat di mana 4. Operasionalisasi tidak dilakukan.
terjadi penyimpangan, atau dipersepsikannya 5. Tidak terdapat pembakuan teknik pengumpulan
penyimpangan antara si peneliti dengan lingkungan, data.
suatu pengamatan terhadap budaya, kejadian, 6. Tidak ada analisis statistika dengan rumus-rumus
manusia dan nilai-nilainya yang asing dan tidak dapat baku.
dimengerti serta dijelaskan menurut tradisi asli si 7. Dimulai dari breakdown.
peneliti. Hal ini dikenal sebagai breakdown, yang 8. Proses resolusi melalui verstehen.
timbulnya sangat tergantung pada tradisi si peneliti,
tradisi kelompok dan tradisi khalayak yang terlibat di ARSITEKTUR VERNAKULAR
dalamnya.
Breakdown amat penting dan menentukan Dalam pengertian umum, arsitektur vernakular
apakah field research yang dilakukan akan merupakan istilah yang banyak digunakan untuk
menghasilkan penelitian yang berhasil ataukah tidak. menunjuk arsitektur indigenous, kesukuan, tribal,
Oleh sebab itu, salah satu aspek penting dalam field arsitektur kaum petani atau arsitektur tradisional
research adalah si peneliti sebaiknya memiliki apa (Oliver, 1997). Wikipedia, The Free Encyclopedia
yang oleh Neuman (2003) diistilahkan sebagai sikap (2005) mendefinisikan arsitektur vernakular sebagai
keasingan. Peneliti sebaiknya berasal dari kalangan terminologi akademik untuk mengategorikan struktur
yang sama sekali berbeda latar belakang dengan yang dibangun di luar tradisi akademik. Termasuk di
subjek penelitian sehingga memiliki kemampuan dalamnya variasi yang luas meliputi berbagai
untuk menyerap informasi yang terasa asing dari bangunan dengan berbagai fungsi.
lingkungan penelitian, serta menjadi peka akan detail Yang membedakan arsitektur tradisional
vernakular adalah desain dan konstruksinya sering
yang sekecil mungkin. Apabila peneliti memiliki
dilakukan secara simultan di lokasi pembangunan,
latar belakang budaya yang relatif serupa, maka
oleh pembangun, individu atau kelompok yang sama.
kondisi breakdown tidak tercipta. Peneliti menjadi
Para pengguna bangunan terlibat di dalam proses ini,
lebih mudah “dibutakan” oleh aspek-aspek kesehari- atau setidak-tidaknya menyumbangkan pemikiran-
an rutin yang menurutnya sudah biasa dan tidak perlu nya ke dalam proses tersebut. Bentuk bangunan
tercatat sebagai informasi penting, padahal di mata vernakular, denah, material, teknik konstruksi dan
peneliti yang awas hal itu merupakan informasi yang karakteristik lainnya merupakan pola lokal yang
sangat berharga. diwariskan antar generasi melalui masa ratusan
Menurut Neuman (2003), pemilihan lokasi tahun. Pola ini memang mengalami perubahan,
penelitian field research harus didasari tiga hal yaitu namun sangat lambat.
kepantasan, kekayaan informasi dan keunikan. Bangunan baru yang dibangun dalam lingkup
Peneliti dengan latar belakang yang terlalu dekat arsitektur vernakular ini secara fisik memanifestasi
dengan subjek penelitian masih akan dapat melihat dan mengekalkan norma-norma kultural dan seni
kepantasan, namun akan lebih sulit memperoleh bangunan yang terakumulasi di dalamnya. Arsitektur
informasi yang kaya serta merasakan keunikan. vernakular dikagumi banyak kalangan oleh karena
Contoh sederhananya misalnya dalam penelitian adaptasinya yang mengagumkan terhadap ling-
tentang arsitektur vernakular bangunan di Pulau kungan alam serta kebutuhan-kebutuhan masyarakat
Lombok, peneliti yang memang berasal dari Lombok lokal.

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 61
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 1, Juli 2006: 59 - 66

Penelitian Arsitektur Vernakular arsitektur Jawa, Bali, Toraja dan Nias. Sisanya masih
menunggu untuk diangkat ke permukaan. Maraknya
Penelitian berkaitan dengan arsitektur verna-
penelitian arsitektur vernakular mulai terlihat awal
kular mulai banyak dilakukan pada paruh kedua abad
tahun 1980an, ketika ramai didengung-dengungkan –
ke 20. Sebagian di antaranya terkait dengan isu-isu
antara lain di Kongres Nasional IAI- mengenai
pembangunan berkelanjutan yang mulai populer, di
pencarian terhadap apa yang disebut “Arsitektur
mana arsitektur vernakular dengan nilai-nilai
Indonesia”. Beberapa peneliti mencoba mencari
lokalnya dipandang sebagai bagian dari solusi.
akarnya di dalam arsitektur vernakular. Pencarian
Penelitian pada masa awal kepopuleran arsitektur
tersebut hingga hari ini masih berlangsung.
vernakular ditandai dengan terbitnya buku Architec-
Penelitian terhadap arsitektur vernakular
ture without Architect: a short introduction to non-
khususnya di Indonesia juga kerap dilandasi aspek
pedigreed architecture karya Bernard Rudofsky
kesejarahan. Oleh sebab sifatnya yang diwariskan
(1964). Karya paling komprehensif dicatat oleh Paul
generasi demi generasi, arsitektur vernakular
Oliver dan timnya yang menerbitkan Encyclopedia
digambarkan sebagai potret perkembangan sejarah
of Vernacular Architecture of the World (EVAW),
manusia khususnya dalam bidang arsitektur dan
dipublikasikan tahun 1997. Tujuan dari penyusunan
bangunan (Frick, 1996).
ensiklopedia ini adalah untuk mengoordinasi
pengetahuan tradisi bangunan dari seluruh dunia dan
mengompilasikannya menjadi kumpulan pengetahu- FIELD RESEARCH DALAM PENELITIAN
an yang dapat diakses. Sejumlah akademisi arsitektur ARSITEKTUR VERNAKULAR
dari seluruh belahan dunia termasuk Indonesia Arsitektur vernakular sudah tentu merupakan
terlibat di dalam projek ini. bagian dari budaya lokal. Budaya lokal, merupakan
Karena berada di luar tradisi akademik, banyak wahana proses sosial yang tersusun atas artifak, tata
orang beranggapan arsitektur vernakular kurang nilai dan aktivitas. Artifak merupakan benda mati,
bersifat ilmiah. Hal ini dibantah oleh Hassan Fathy, tata nilai dan aktivitas masyarakatnya yang membuat
dalam karyanya Natural Energy and Vernacular arsitektur vernakular memiliki jiwa, menjadi arsi-
Architecture (1986), “...walau arsitektur vernakular tektur yang hidup.
berkembang secara intuitif dalam waktu yang Penelitian yang dilakukan atas arsitektur
panjang, dasarnya sebenarnya sangat ilmiah dengan vernakular, seyogianya melibatkan ketiga unsur di
konsep yang sahih. Arsitektur vernakular berkem- atas sebagai suatu kesatuan yang utuh. Oleh sebab
bang melalui begitu banyak eksperimen serta itu, nampaklah bahwa untuk memperoleh hasil
pengalaman-pengalaman dari para pembangunnya penelitian yang sempurna, arsitektur vernakular tidak
yang terus menerus menggunakan apa yang dapat dibahas secara parsial. Sayangnya, hingga saat
dianggap baik dan membuang hal-hal yang buruk.” ini arsitektur vernakular jauh lebih banyak diteliti dan
Penelitian terhadap arsitektur vernakular ditinjau dari sisi artifaknya saja, dengan mengesam-
menjadi penting dan menarik berkaitan dengan dua pingkan sisi-sisi lainnya yang sebenarnya terkait
hal. Pertama, arsitektur vernakular dipelajari sebagai dengan erat. Akibatnya hasil penelitian menjadi bias.
tambang ilmu karena sifatnya yang bersahabat Penerapan dari hasil penelitian kemudian menjadi
dengan lingkungan, adaptif serta mengandung penuh tanda tanya. Banyak terjadi, simbolisme yang
kearifan lokal. Kedua, menurut Fathy, adalah demi diharapkan mengemuka dari penerapan arsitektur
menyelamatkan arsitektur vernakular sendiri dari vernakular yang digali dari penelitian menjadi kurang
perkembangan terkini yang sangat dipengaruhi pas dikarenakan tidak didukung aktivitas yang tepat,
globalisasi. Kegagalan dalam proses perkembangan atau karena nilai-nilai yang dikandungnya sudah
arsitektur vernakular dapat mengakibatkan matinya lama bergeser. Ibaratnya menyanyikan lagu daerah
seluruh konsep yang telah dikembangkan para tanpa mengerti benar arti syairnya. Lagu yang
pendahulu selama bertahun-tahun. Arsitektur tradi- seharusnya sedih atau mendayu-dayu, dilagukan
sional di sebagian daerah di Indonesia mengalami hal dengan irama mars yang riang gembira.
ini, antara lain nampak dari sifatnya yang statis dan Dalam konteks semacam inilah field research
tanpa inovasi, tidak berubah sepanjang 200 tahun diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang
lebih akurat. Dalam field research, peneliti benar-
terakhir sehingga dikatakan mengalami kematian
benar terlibat secara intensif dalam lapangan
(Frick, 1997).
penelitiannya, berpartisipasi sepanjang waktu tertentu
Indonesia dengan lebih dari 13.600 pulaunya
dalam kelompok sosial yang ditelitinya sehingga
memiliki khasanah arsitektur vernakular yang
diharapkan tata nilai, norma yang melandasi dan
mengagumkan. Dari jumlah yang begitu besar menghidupi arsitekturnya dapat terekam secara detail
tersebut, baru beberapa yang kerap diteliti seperti dan holistis oleh si peneliti.

62 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE FIELD RESEARCH UNTUK PENELITIAN ARSITEKTUR VERNAKULAR DI INDONESIA
(Salman Priaji Martana)

Partisipasi aktif dari peneliti dalam field inkulturasi misalnya, dilakukan dalam rentang
research menuntut agar peneliti: puluhan tahun. Peneliti datang dan tinggal bersama
• tinggal bersama kelompok masyarakat yang sebuah komunitas masyarakat selama beberapa bulan
diteliti, hingga satu tahun, untuk kemudian menuliskan
• mengunjungi kejadian dan menghadiri pertemuan laporan awal penelitiannya. Sepuluh tahun kemudian
atau upacara, si peneliti kembali ke lokasi yang sama dan memulai
• mengembangkan dan memelihara hubungan lagi penelitiannya. Dari sini, dibandingkanlah inkul-
informal dengan anggota-anggota kelompok turasi yang terjadi pada saat tersebut dan sepuluh
sosial, serta tahun silam. Proses apakah yang berlangsung, siapa
• menghabiskan sejumlah waktu yang umumnya yang terlibat, bagaimana saluran-saluran inkulturasi
cukup panjang untuk kegiatan-kegiatan tersebut tercipta serta bagaimana reaksi masyarakat terhadap
di atas. perubahan dalam jangka waktu sepuluh tahun
tersebut.
Keempat butir di atas, merupakan kekuatan dari Jika penelitian inkulturasi arsitektur dilakukan
field research di dalam memberikan gambaran dengan metode di atas, waktu yang dibutuhkan akan
mengenai subjek penelitian. Namun demikian, tidak panjang disertai biaya yang besar. Koentjaraningrat
jarang kelebihan-kelebihan tersebut, khususnya butir (1990) menawarkan kompromi dengan metode yang
keempat menerbitkan problematika tersendiri bagi disebut Controlled Comparison. Dalam hal ini
peneliti, terutama peneliti arsitektur. peneliti arsitektur dapat memilih tiga lokasi penelitian
yang diyakini mengalami proses inkulturasi yang
PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE senada. Lokasi pertama mengalami sedikit inkultu-
FIELD RESEARCH rasi dalam waktu yang singkat, lokasi kedua
mengalami lebih banyak inkulturasi dalam waktu
Secara umum harus diakui, penelitian yang yang lebih panjang, lokasi ketiga mengalami paling
dilakukan di ranah arsitektur khususnya oleh arsitek banyak inkulturasi dalam waktu yang relatif paling
sendiri, belum memiliki riwayat yang panjang panjang di antara ketiganya. Dengan membanding-
dibandingkan dengan penelitian cabang ilmu sosial kan fenomena yang terjadi pada ketiga lokasi,
lainnya. Bahkan, disebutkan penelitian arsitektur peneliti kemudian dapat membangun model dari
merupakan suatu hal yang relatif baru, ditandai sebuah proses inkulturasi arsitektur yang terjadi pada
dengan mulai lunturnya paradigma lama arsitek rentang waktu tertentu.
sebagai pengguna penelitian, bergeser ke arah arsitek Dalam hal komitmen waktu yang disediakan,
sebagai peneliti (Cohen & van Ryzin, 1984). Oleh sulitlah bagi peneliti field research arsitektur untuk
sebab itu agaknya masih membutuhkan waktu bagi menandingi peneliti-peneliti antropologi yang kerap
peneliti arsitektur untuk mencapai tingkatan yang mengabdikan sebagian besar waktu hidupnya untuk
setara dengan peneliti-peneliti dari antropologi penelitian. Timbul pertanyaan sejauh mana konsep
misalnya, baik dalam hal metode maupun komit- kedekatan untuk memotret realita lapangan penelitian
mennya terhadap penelitian. melalui observasi partisipasi dalam keadaannya yang
Tidak selalu problematika yang timbul paling natural bisa diwujudkan. Seperti yang dike-
berkaitan dengan kelemahan pada diri peneliti mukakan oleh Unaradjan (2000), perlu dipertim-
arsitektur. Ada kalanya, memang metode field bangkan secara teliti kapan dan pada kejadian apa
research itu sendiri yang beberapa bagiannya harus saja peneliti harus hadir. Berdasarkan pertimbangan
disesuaikan agar cocok dengan kondisi penelitian di tersebut observasi partisipasi dapat ditentukan
ranah arsitektur. Beberapa permasalahan tersebut derajatnya:
dapat disimak di bawah ini. • terbatas pada kegiatan-kegiatan tertentu,
• terbatas pada saat-saat tertentu,
Waktu • terbatas pada pengamatan kejadian-kejadian
tertentu.
Dalam field research yang umum dilakukan
sarjana antropologi, waktu yang dialokasikan untuk Penelitian yang dilakukan terhadap arsitektur
penelitian bisa sangat panjang. Neuman (2003) pura di Bali beserta aktivitasnya misalnya, dapat
melukiskannya dalam rentang antara beberapa dilakukan dengan mengamati kejadian-kejadian saat
minggu hingga bertahun-tahun. Hal ini bisa dipahami penampahan, Galungan, Kuningan, menjelang
karena subjek penelitian di lingkungan antropologi Nyepi dan saat Purnama di mana terjadi aktivitas-
umumnya memang memiliki karakteristik berubah aktivitas yang penting. Di luar pengamatan tersebut,
secara evolusi. Penelitian yang dilakukan mengenai dilakukan pula pada hari-hari yang mewakili

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 63
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 1, Juli 2006: 59 - 66

aktivitas rutin. Dalam kasus lain, informasi mengenai Biaya


akan adanya kejadian-kejadian atau saat-saat penting
Berkaitan dengan masalah waktu adalah biaya.
dapat diperoleh melalui informan yang berkualitas
Penelitian arsitektur tidak terlampau banyak yang
serta memiliki kedekatan sedemikian rupa dengan
ditunjang biaya besar. Field research dalam hal ini
lokasi penelitian.
membutuhkan dana yang cukup besar. Sebagaimana
Observasi partisipasi secara terbatas diterapkan
penelitian ilmu sosial lainnya, 80% biaya penelitian
oleh Tunggadewi (2004) dalam penyusunan diser-
tercurah kepada biaya peneliti, menyisakan 20%
tasinya “Gagasan Pengaturan Tempat pada
untuk keperluan lain-lainnya. Bagi penentu kebi-
Komunitas Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya,
jakan, sering hal ini menjadi masalah karena
Jawa Barat.” Dalam penelitiannya, peneliti tidak
dianggap tidak efisien. Dengan biaya yang kecil,
terus menerus berada di lapangan seperti layaknya
permasalahan baru timbul, yaitu dengan waktu yang
peneliti antropologi, melainkan kehadirannya dise-
terpaksa disingkat, universum yang besar tidak dapat
suaikan dengan peristiwa-peristiwa penting yang
dijangkau.
diamati. Bahkan, keberadaannya di lokasi juga
dibedakan atas keterlibatan aktif dan pasif.
Etika
Keterlibatan pasif terjadi manakala peneliti berada di
lapangan namun tidak memiliki akses ke dalam Etika merupakan salah satu permasalahan yang
aktivitas yang tengah berlangsung, seperti upacara lain lagi. Dalam survai dan eksperimen, etika jarang
adat yang terlarang bagi orang luar. Dalam hal ini, disebut-sebut, namun etika menjadi kendala yang
peranan informan menjadi sangat vital. Tunggadewi mencolok dalam field research khususnya ketika
bergantung penuh pada informan untuk memperoleh penelitian dilakukan atas kelompok atau individu
pengetahuan tak teraga (tacit), baik melalui yang sifatnya tertutup atau dianggap menyimpang
wawancara maupun pengamatan perilaku. oleh masyarakat. Untuk memperoleh informasi
Keterbatasan akses juga dialami Erlinda (2002) mengenai ruang dan arsitektur yang dibentuk oleh
dalam penelitiannya “Pola Bermukim Jama’ah ritual atau liturgi dari kelompok tersebut, peneliti
Salafy di Kota Bandung.” Dengan berada di ling- mau tidak mau harus masuk ke inner circle
kungan komunitas yang teguh menerapkan syariat kelompok. Kelompok semacam ini kebanyakan
Islam, pergerakan peneliti terbatas hanya pada area sangat tertutup dan tidak ramah terhadap orang luar.
yang bisa dijangkau oleh perempuan. Ruang-ruang Dengan demikian untuk mengatasi kesulitan akses
untuk laki-laki dipelajari dengan bantuan informan peneliti kerap terpaksa melakukan penyamaran. Hal
laki-laki melalui tulisan atau rekaman suara, itupun ini merupakan permasalahan tersendiri, karena
harus dengan perantara istri dari informan, oleh penelitian seharusnya dilandasi dengan sikap jujur
karena hubungan secara langsung antara peneliti penuh keterbukaan. Sebaliknya, berterus terang
perempuan dan informan laki-laki berdasarkan tata mungkin pula bukan solusi yang tepat oleh karena
nilai yang dianut komunitas tidak dimungkinkan. dapat sangat membatasi akses peneliti, atau malahan
Serupa dengan Tunggadewi, Erlinda dalam pene- menimbulkan sikap reaktif. Padahal, field research
litiannya tidak terus menerus berada di lapangan. menuntut keadaan senatural mungkin, yang hanya
Namun demikian, serangkaian kegiatan dan dapat dicapai dengan keadaan non reaktif dari subjek.
peristiwa penting dihadirinya seperti pertemuan Erlinda (2002) merahasiakan benar identitas
ibadah, prosesi perkawinan dan kelahiran. sebenarnya sebagai peneliti, untuk menjaga sifat
Pada saat-saat tertentu dimungkinkan peneliti kewajaran dari subjek penelitian. Identitas sebagai
berada di luar lapangan penelitiannya, antara lain peneliti hanya dibuka kepada ustadz yang menjadi
dimanfaatkan untuk melihat keseluruhan informasi salah seorang informan kunci dalam penelitiannya.
secara utuh. Setelah memilih salah satu fokus, Dengan menjaga kerahasiaan identitas, peneliti
peneliti kembali lagi ke lapangan untuk pengamatan meyakini akan dapat memotret keadaan yang
terfokus. Dengan demikian, peneliti dapat masuk sebenarnya serta memperoleh akses yang lebih luas.
atau menarik diri dari lingkungan penelitian dengan Kekhawatiran akan hilangnya aspek kewajaran pada
kekerapan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan komunitas ditepis oleh Unaradjan (2000).
prinsip-prinsip enter dan withdraw yang disebutkan Menurutnya, ketidakwajaran hanya terjadi beberapa
oleh Neuman (2003) berkenaan dengan field saat di awal penelitian. Setelah beberapa minggu,
research. Cara ini terkesan sebagai simplifikasi, disertai dengan telah diterimanya peneliti menjadi
namun demikian, peneliti tetap harus masuk bagian dari komunitas maka irama kehidupan akan
sedalam-dalamnya ke dalam lingkaran subjek berjalan normal kembali.
penelitian; belajar bahasa, menyesuaikan diri dengan Masalah etika juga terkait dengan pelaporan
norma, nilai dan tata krama masyarakat penerima. atau publikasi hasil penelitian. Dalam banyak kasus,

64 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
PROBLEMATIKA PENERAPAN METODE FIELD RESEARCH UNTUK PENELITIAN ARSITEKTUR VERNAKULAR DI INDONESIA
(Salman Priaji Martana)

peneliti merahasiakan identitas dari informan untuk diimbuhi kekerasan. Jikapun akses dapat diperoleh,
melindungi privasi yang bersangkutan. Erlinda pengoleksian informasi serta pengodean merupakan
(2002) mengganti nama-nama informan dan tokoh- proses yang melelahkan, dengan hasil yang tidak bisa
tokoh dalam penelitiannya dengan nama-nama fiktif. dipastikan. Bukannya jarang terjadi, setelah
Bahkan lokasi lapangan penelitian pun hanya disebut berminggu-minggu meneliti tidak ditemui kemajuan
inisialnya saja. Cara penggambaran yang terkesan yang berarti. Dalam hal ini, ketekunan, keuletan dan
menutup-nutupi semacam ini membuat publikasi kesabaran benar-benar akan diuji, baik pada diri
penelitian dibaca sembari bertanya-tanya. peneliti sendiri, pengawas maupun juga informan
yang harus bolak balik meluangkan waktu bagi
Objektivitas Peneliti peneliti.

Karakteristik dari field research adalah saling KESIMPULAN


pengaruh-memengaruhi antara peneliti dengan
subjek penelitian, walaupun secara teori dapat Arsitektur vernakular, khususnya dalam kasus
dikatakan penelitian harus diusahakan senon reaktif Indonesia merupakan gudang ilmu pengetahuan
mungkin. Seiring lamanya waktu di lapangan, lokal yang arif dalam menyikapi lingkungan, baik
objektivitas peneliti dapat saja meluntur disertai lingkungan fisik maupun budaya setempat. Untuk
hilangnya sikap keasingan. Peneliti menjadi menarik pelajaran darinya, diperlukan kajian-kajian
kehilangan jati dirinya sebagai peneliti dan berubah menyeluruh meliputi pula aktivitas dan tata nilai dari
menjadi “orang dalam”. Lebih jauh dikemukakan masyarakat tempat arsitektur vernakular tersebut
oleh Neuman (2003), risikonya meliputi teradopsinya menginduk. Gambaran besar ini tidak dapat dikaji
nilai-nilai lokal secara berlebihan oleh peneliti secara parsial hanya satu-dua aspek saja, melainkan
sehingga menjadi pribadi yang sama sekali berbeda, harus dibahas secara komprehensif. Field research
termasuk di antaranya pindah agama. Bila hal ini yang karakternya dapat menyelam langsung ke pusat
terjadi tentu kurang menguntungkan. Untuk menga- komunitas sasaran menawarkan solusi yang menarik
tasinya, Unaradjan (2000) menyarankan peneliti agar untuk mengeliminasi keterbatasan-keterbatasan pene-
memiliki semacam pengawas yang berada di luar litian yang ditimbulkan penggunaan metode lain.
lokasi penelitian, dengan perspektif yang total “orang Di lain pihak pula, beberapa kendala yang
luar”. Dalam periode waktu tertentu, peneliti bertemu dihadapi tidak dapat dipandang remeh. Peneliti field
dengan pengawas ini untuk berdiskusi. Dengan research dikatakan oleh Neuman (2003) haruslah
masukan berupa pandangan-pandangan dari penga- mampu “berpikir sembari berdiri”. Maksudnya,
was ini, objektivitas peneliti dapat dengan cepat peneliti sebagai instrumen penelitian dalam
dikoreksi atau dipulihkan bila terjadi ketidak menghadapi kejadian yang serba tidak pasti di
akuratan. lapangan, perlu bereaksi dengan pemikiran yang
cepat. Keadaan ketidakpastian dibarengi dengan
informasi yang sangat besar jumlahnya juga
Masalah-Masalah Lainnya
membuat field research secara psikologis maupun
Field research secara umum menuntut peneliti fisik relatif lebih berat.
yang dalam banyak hal lebih tangguh dibandingkan
dengan peneliti metode lain, baik fisik maupun
DAFTAR PUSTAKA
mental. Secara intelektual, dibutuhkan peneliti yang
prima oleh karena beberapa kesulitan yang ditimbul- Cohen, U. & van Ryzin, L. Penelitian dalam
kan nantinya oleh metode field research sendiri. Arsitektur. dalam Snyder, J.C. & Catanese,
Misalnya, proses generalisasi yang dilakukan di field A.J. (ed). Pengantar Arsitektur. terjemahan
research adalah jauh lebih sulit dibandingkan Hendro Sangkayo. Jakarta: Erlangga. 1984.
penelitian lainnya. Field research sangat terkait
dengan tradisi si peneliti sendiri yang dibenturkan Erlinda, T. Pola Adaptasi Bermukim Jama’ah Salafy
dengan tradisi masyarakat subjek penelitian. Selain di Kota Bandung. Tesis Magister. Bandung:
itu, kejadian-kejadian yang timbul juga banyak yang Program Magister Arsitektur, Program
bersifat kebetulan meski banyak pula yang dibangun Pascasarjana Institut Teknologi Bandung.
dengan kesengajaan. 2002.
Secara mental, field research pada fase awal Frick, H. Arsitektur dan Lingkungan. Yogyakarta:
sangat berat. Tidak jarang terjadi penolakan dari Kanisius. 1996.
pihak masyarakat penerima. Y.B. Mangunwijaya
dalam action researchnya di Kali Code mengalami Frick, H. Pola Struktural dan Teknik Bangunan di
hal ini, penolakan yang kerap dilakukan pula dengan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. 1997.

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra 65
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 34, No. 1, Juli 2006: 59 - 66

Groat, L. & Wang, D. Architectural Research


Methods. New York: John Wiley & Sons.
2002.
Jencks, C. & Kropf, K. Theories and Manifestoes of
Contemporary Architecture. Boston: Aca-
demy Edition. 1997.
Koentjaraningrat. Pengantar Studi Antropologi.
Jakarta: Rineka Cipta. 1990.
Neuman, L.W. Social Research Methods, Qualitative
and Quantitative Approaches. New York:
Pearson Education. 2003.
Oliver, P. Encyclopedia of Vernacular Architecture
of the World. Oxford: Oxford Institute for
Sustainable Development. 1997.
Tunggadewi, S.R.L. Gagasan Pengaturan Tempat
pada Komunitas Kampung Naga Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat. Disertasi Doktor.
Bandung: Departemen Teknik Arsitektur,
Institut Teknologi Bandung. 2004.
Unaradjan, D. Pengantar Metode Penelitian Ilmu
Sosial. Jakarta: Grasindo. 2000.
Wikipedia. Vernacular Architecture. Diakses 03
Oktober, 2005 pada World Wide Web:
http://en.wikipedia.org/wiki/Vernacular_archit
ecture.

66 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra
http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=ARS

Anda mungkin juga menyukai