Anda di halaman 1dari 31

PRA TUGAS AKHIR

KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP BAHAYA BANJIR DI KABUPATEN


BUOL

Disusun oleh
MOH IDHAM KHALID RIUH
610016014

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TERKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2021
HALAMAN PERSETUJUAN
UJIAN PRA TA

KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP BAHAYA BANJIR DI KABUPATEN


BUOL

Diajukan Guna Melengkapi Persyaratan


Untuk Mencapai Derajat Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota
Pada Institut Teknologi Nasional Yogyakarta

Disusun oleh
MOH IDHAM KHALID RIUH
610016014

Telah diperiksa dan disetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

NOVI MAULIDA NI’MAH, S.T., M.Sc. LULU MARI FITRIA, S.T., M.Sc.
NIDN/K.0524118501 NIDN/K.

ii
HALAMAN PENGESAHAN

KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP BAHAYA BANJIR DI KABUPATEN


BUOL

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota S1 Institut Teknologi Nasional Yogyakarta Pada Tanggal………….

Diterima guna memenuhi persyaratan untuk Mencapai Derajat Sarjana Perencanaan


Wilayah dan Kota

Dewan Penguji:

1. Novi Maulida Ni’mah, S.T., M.Sc. .........................


Ketua Tim Penguji

2. Lulu Mari Fitria, S.T., M.Sc. …………………


Anggota Tim Penguji

3. …………………

Mengetahui Dekan Fakultas Menyetujui Ketua Program Studi


Teknik Sipil dan Perencaan Perencanaan Wilayah dan Kota

LILIS ZULAICHA, S.T., M YUSLIANA, S.T., M.Eng


NIK. 1973 0089 NIK. 1973 0238

iii
ABSTRAK

Kerentanan menggambarkan tingkat kemudahan terkena atau ketidakmampuan suatu


sistem untuk menghadapi dampak buruk dari bencana banjir. Kerentanan terdiri dari
kerentanan fisik dan kerentanan non fisik. Kabupaten Buol termasuk suatu wilayah yang
sering terjadi banjir dikarenakan curah hujan tinggi, meluapnya air sungan dan banjir
kiriman. Masyarakat Buol menjadi rentan disebabkan oleh kondisi fisik seperti
pemanfaatan ruang dan kondisi infrastruktur serta kondisi non fisik seperti kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
tingkatat kerentanan masyarakat terhadap banjir. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan deduktif, dengan Metode penelitian yang bersifat
kuantitatif. Penelitian kuantitatif memusatkan pada gejala-gejala yang mempunyai
karakteristik tertentu di dalam kehidupan manusia yang disebut variabel. Variabel yang
digunakan untuk menilai tingkat kerentanan dikelompokkan berdasarkan aspek fisik, aspek
sosial dan aspek ekonomi di setiap komponen pembentuknya. Sehingga hasil yang
diharapkan peneliti dapat mengidentifikasi tingkat kerentanan masyarakat terhadap banjir
di Kabupaten Buol.

Kata Kunci: Benccana Banjir, Kerentanan, Masyarakat

iv
DAFTAR ISI

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia banjir adalah peristiwa terbenamnya
daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi
karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air
sungai, atau pecahnya bendungan sungai.
Dalam M Sukirman 2016, bencana banjir merupakan fenomena alam, yang terjadi
karena dipicu oleh proses alamiah dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam
mengeksploitasi alam. Proses alamiah sangat tergantung pada kondisi curah, tata air tanah
(geohidrologi), struktur geologi, jenis batuan, geomorfologi, dan topografi lahan,
sedangkan aktivitas manusia terkait dengan perilaku dalam mengeksploitasi alam untuk
kesejahteraan manusia, sehingga akan cenderung merusak lingkungan, apabila dilakukan
dengan intensitas tinggi dan kurang terkendali. Bencana banjir dapat terjadi setiap saat dan
sering mengakibatkan kerugian jiwa dan harta benda. Kejadian banjir tidak dapat dicegah,
namun hanya dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya.
Kerugian akibat banjir pada umumnya relatif dan sulit didefinisikan secara jelas, dimana
terdiri dari kerugian akibat banjir langsung dan tak langsung. Kerugian akibat banjir
langsung, merupakan kerugian fisik akibat banjir yang terjadi, berupa robohnya bangunan
tempat tinggal, sekolah, industri, rusaknya prasarana trasportasi, dan hilangnya harta
benda. Sedangkan kerugian akibat banjir tidak langsung berupa kerugian kesulitan yang
timbul secara tidak langsung diakibatkan oleh banjir, seperti komunikasi, pendidikan,
kesehatan, kegiatan bisnis terganggu, dan sebagainya.
Salah satu wilayah Indonesia yang sering dilanda banjir adalah Kabupaten Buol yang
terletak di Provinsi Sulawesi Tengah. Kabupaten Buol memiliki luas wilayah
4.043,57 km², berpenduduk kurang lebih 149.000 Jiwa dengan sebaran penduduk 37
jiwa/km2. Bencana banjir yang kerap menerjang masyarakat Buol tentunya menyisahkan
keresahan dilingkungan masyarakat. Adapun faktor dominan penyebab terjadinya banjir
adalah tegakan dikawasan penyangga berkurang, pembabatan hutan secara serampangan
diwilayah hutan vital dan peningkatan intensitas curah hujan yang tinggi. Sesuai yang
tertuang dalam dalam RTRW Kabupaten Buol, beberapa kawasan rawan bencana banjir
adalah Kecamatan Biau, Kecamatan Bokat, Kecamaan Bukal, Kecamatan Bunobogu,
Kecamatan Gadung, Kecamatan Karamat, Kecamatan Lakea, Kecamatan, Momunu,
Kecamatan Paleleh, Kecamatan Paleleh Barat, dan Kecamatan Tiloan. Berdasarkan isu
permasalahan yang sedang terjadi, dalam artikel mongabay.co.id tentang pelepasan
kawasan seluas 9,964 hektar oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan kepada
HIP melalui PT. Cipta Cakra Murdaya (CCM) juga menambah faktor terjadinya banjir
dimana kawasan tersebut merupakan kawasan tangkapan air. Berdasarkan kajian akademis
berupa KLHS, Kabupaten Buol sudah kritis sehingga tidak boleh ada lagi pembukaan
lahan skala besar karena sudah melewati daya dukung lingkungan. Mongabay.co.id
(Artikel oleh Minnie Rivai dan Lusia Arumingtyas)
Berdasarkan Sultengraya.com banjir terakhir kali terjadi pada 26 maret 2019. Banjir
yang terjadi mengakibatkan berbagai kerusakan serta terisolirnya Kecamatan Momunu dan

vi
Kecamatan Tiloan yang paling terdampak banjir karena ruas jalan yang menjadi akses
utama untuk keluar dari wilayah tersebut digenangi luapan air. Salah satu banjir terparah
terjadi pada Januari 2017, berdasarkan Medcom.id 55 desa di 11 kecamatan di Kabupaten
Buol terendam banjir dengan ketinggian 50 cm hingga 2 meter. Intensitas curah hujan yang
tinggi mengakibatkan Sungai-sungai tidak dapat menampung debit air sehingga meluap
kepermukiman masyarakat. Akibat banjir tersebut, total 16.000 jiwa terdampak banjir dan
sekitar 354 ha sawah dan perkebunan gagal panen. Kerusakan fisik yang diakibatkan oleh
banjir antara lain rusaknya fasilitas sarana prasarana seperti putusnya jalan antar
kecamatan sehingga akses antar kecamatan terganggu, rusaknya fasilitas-fasilitas sarana
pelayanan umum, dan putusnya jembatan penghubung antar desa.
Untuk usaha penanganan, Pemerintah telah melalukakan pencegahan dan
meminimalisir dampak bencana banjir. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Buol nomor 04 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Buol tahun 2012-2032, beberapa upaya yang dilakukan pemerintah adalah membatasi
pemanfaatan ruang ditempat rawan bencana dan pegendalian kegiatan budidaya agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Karena banjir sering terjadi, maka wilayah yang berada di Kabupaten Buol yang
terdampak banjir ini, perlu siap siaga terhadap bencana dan perlu mewujudkan desa
Kabupaten Buol sebagai Kabupaten tangguh terhadap bencana banjir, diamna masyarakat
mempersiapkan diri dan dapat menegtahui tindakan adaptasi yang tepat, sehingga resiko
yang di terimah dapat berkurang. Sebelum itu, harus diketahui bagaimana kerentanan
masyarakat terhadap banjir, dengan melakukan penilaian tingkat kerentanan, karena hasil
dari penilaian kerentanan tersebut dapat menjadi tolak ukur pencapaian sebuah kota
tangguh.
Pada dasarnya, penilaian kerentanan dapat dibedakan secara keruangan maupun
komunitas/individu. Berkaitan dengan sistem yang terkena dampak terbesar akibat bencana
adalah masyarakat, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran dan
kapasitas masyarakat dalam mengantisipasi bencana yang terjadi di wilayahnya, sehingga
resiko bencana dapat dikurangi, dicegah atau bahkan dihilangkan (Kementerian Pekerjaan
Umum).
Oleh karena itu, penilaian kerentanan secara komunitas/individu dilakukan pada
penelitian ini untuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat di Kabupaten Buol,
sehingga masyarakat dapat berketahanan dalam menghadapi bahaya maupun bencana.
Seseorang atau komunitas yang berketahanan terhadap bahaya, lebih berpotensi untuk
menangkis bahaya menjadi bencana. Apabila bencana sudah terjadi, maka mereka dapat
dengan mudah bangkit dari bencana, dan bahaya yang terjadi tidak menjadi ancaman yang
berarti (Ghafur, Noorkamilah, & Gazali, 2012).
1.2. Rumusan Masalah
Kabupaten Buol adalah salah satu wilayah yang mengalami banjir. Banjir terakhir
kali terjadi pada Maret 2019 merendam ratusan rumah warga, merusak fasilatas sarana
prasarana hingga putusnya jalur penghubung antar desa dari permasalahan ini, untuk
mengantisipasi hal ini harus ada solusi, agar masyarakat dapat menaggulanginya, tetapi

vii
untuk mancapai itu, harus diketahui bagaimana kerentanan masyarakat terhadpa banjir ini,
maka peneliti merumuskan rumusan masalanya sebagai berikut ;
Bagaimana kerentanan masyarakat terhadap bencana banjir di Kabupaten Buol.
1.3. Tujuan dan Sasaran
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menetapkan indeks
kerentanan untuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat di Kabupaten Buol dalam
menghadapi bencana banjir.
Sedangkan sasaran dari penelitian ini adalah :
 Mengidentifikasi Variabel Karakteristik Kerentanan.
 Mengidentifikasi Tingkatan kerentanan masyarakat terhadap banjir.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup Materi Penelitian merupakan batasan batasan materi dalam
penelitian, tujuan dari ruang lingkup materi penelitian ini agar substansi dari penelitian
tidak keluar dari konteks yang telah ditentukan. Ruang lingkup materi penelitian terbagi
atas ruang lingkup wilayah dan Ruang lingkup Materi.
1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah yang ada dalam penelitian ini terletak di Kabupaten Buol tepatnya di 4
Kecamatan di Kabupaten Buol, yaitu Kecamatan Momunu, Kecamatan Bokat, Kecamatan
Bukal dan Kecamatan Tiloan.
PETA RUANG LINGKUP WILAYAH.

viii
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup Materi Penelitian ini membahas batasan materi dalam penelitian
agar tidak keluar dari konteks penelitian.
a. Bencana Banjir
Banjir merupakan peristiwa terjadinya genangan di daratan akibat luapan air sungai
yang disebabkan oleh debit aliran yang melebihi kapasitasnya. Selain itu luapan air sungai
yang menyebabkan banjir dapat terjadi akibat hujan yang ekstrim (Sukiyah dkk, 2004).
Banjir adalah peristiwa ekstrim atau tindakan alam, di mana aliran air tidak dapat
tertampung dalam sungai atau daerah retensi. Akibatnya meluap ke daerah-daerah
pemukiman manusia, fasilitas infrastruktur dan kegiatan ekonomi.
b. Kerentanan masyarakat
Kerentanan merupakan suatu kondisi masyarakat yang mengarah atau
menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya (BAKORNAS PB,
2007). Menurut IPCC (2001), komponen pembentuk kerentanan terdiri dari tiga faktor,
yaitu tingkat keterpaparan (exposure), tingkat sensitivitas (sensitivity) dan kemampuan
adaptasi (adaptive capacity). Penjelasan dari masing-masing faktor kerentanan adalah:
c. Tingkat Keterpaparan (Exposure)
Keterpaparan merupakan ukuran yang menunjukkan sejauh mana suatu sistem
bersentuhan dengan atau mengalami gangguan atau bahaya (Gallopın, 2006). Karakteristik
faktor gangguan atau tekanan meliputi ketinggian banjir, frekuensi, durasi dan luas areal
bahaya (Coulibaly et al., 2015). Keterpaparan yang berhubungan dengan potensi bahaya
akibat perubahan iklim seperti banjir, badai, cuaca ekstrim akan dapat dianalisa dengan
perubahannya pada jangka panjang maupun dalam variasi perubahan iklim termasuk
frekwensi dan besarannya. Adapun komponen keterpaparan menurut Turner et al. (2003)
antara lain individu, rumah tangga, flora dan fauna serta ekosistem yang ada di kawasan
tersebut.menunjukkan derajat atau besarnya peluang suatu sistem untuk kontak dengan
gangguan (Adger dan Kasperson, dalam Boer, dkk. (2013)). Menurut Boer, dkk. (2013)
tingkat keterpaparan dapat diidentifikasi melalui data tentang topografi dan kemiringan
untuk menggambarkan kondisi eksisting, atau besar peluang fasilitas infrastruktur,
permukiman dan sumber kehidupan dari lokasi bencana seperti garis pantai (rob), tebing
(longsor) dan cekungan (banjir). Penggunaan data geospasial untuk mengukur nilai
indikator keterpaparan sangat penting.
d. Tingkat Sensitivitas (Sensitivity)
Tingkat Sensivitas adalah kondisi internal suatu sistem yang menunjukkan tingkat
kerawanannya terhadap gangguan (IPCC, 2001). Selain itu Sensitivitas atau kepekaan
adalah tingkat di mana suatu sistem dapat dipengaruhi, baik secara negatif atau
menguntungkan, oleh rangsangan tekanan atau gangguan terkait iklim (IPCC, 2007).
Pandangan Turner et al. (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa sensitivitas
terdiri dari dua bagian yaitu, kondisi sensitivitas masyarakat yang mencakup modal sosial
seperti populasi, struktur ekonomi, hingga kelembagaan yang ada di masyarakat dan

ix
kondisi sensitivitas lingkungan yang mencakup kondisi air, tanah, cuaca Contoh data untuk
mengidentifikasi tingkat sensitivitas adalah akses masyarakat terhadap air bersih, serta laju
produksi sampah dan kemampuan pengelolaannya (Boer, dkk., 2013).
e. Kapasitas Adaptasi (Adaptive Capacity)
Kapasitas Adaptasi adalah potensi atau kemampuan sistem, wilayah atau masyarakat untuk
beradaptasi dengan efek atau dampak yang timbul dari perubahan iklim (IPCC, 2001).
Boer, dkk. (2013) berpendapat bahwa tingkat pendapatan per kapita serta keberadaan dan
kekuatan kelembagaan masyarakat, dapat menjadi indikator yang lebih efektif dalam
menunjukkan kemampuan adaptasi suatu sistem.
f. Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran merupakan alur dari penelitian, kerangka pemikiran digunakan untuk
memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam kerangka pemikiran ini, peneliti
bagaimana pemikiran peneliti untuk melakukan penelitian dari tahap awal sampai dengan
akhir.

g. Luaran Penelitian
Luaran yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah publikasi jurnal dengan judul
Kerentanan Masyarakat Terhadap Bahaya Banjir di Kabupaten Buol.

x
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kerentanan
Menurut Bakornas (2007) kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu
komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam
menghadapi ancaman bahaya, sehingga apabila terjadi bencana akan memperburuk kondisi
masyarakat. Sedangkan menurut UN/ISDR (2005) kerentanan sebagai kondisikondisi yang
ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan,
yang bisa meningkatkan rawannya sebuah komunitas terhadap dampak bahaya. ADPC
(2006) mengelompokkan kerentanan kedalam lima kategori yaitu:
Kerentanan fisik ( physical vulnerability) yang meliputi: umur dan konstruksi
bangunan, materi penyusun bangunan, infrastruktur jalan, fasilitas umum).
Kerentanan sosial ( social vulnerability) yang meliputi: persepsi tentang risiko dan
pandangan hidup masyarakat yang berkaitan dengan budaya, agama, etnik, interaks isosial,
umur, jenis kelamin, kemiskinan).
Kerentanan ekonomi (economic vulnerability) yang meliputi: pendapatan,
investasi, potensi ke rugian barang/persediaan yang timbul. 4. Kerentanan lingkungan
(enviromental vulnerability) yang m eliputi: air, udara, tanah, flora and fauna.
Kerentanan kelembagaan (instititutional vulnerability) yang meliputi: tidak ada
sistem penanggulangan bencana, pem erintahan yang buruk dan tidak sinkronnya aturan
yang ada.
2.1.1 Faktor yang berpengaruh timbulnya kerentanan antara lain:
(1) berada di lokasi berbahaya (lereng gunung api, di sekitar tanggul sungai, di daerah
kelerengan yang labil, dll)
(2) kemiskinan,
(3) perpindahan penduduk desa ke kota,
(4) kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan,
(5) pertam bahan penduduk yang pesat,
(6) perubahan budaya,
(7) kurangnya informasi dan kesadaran (UNDP/UNDRO, 1992).
Berdasarkan pengertian diatas ke rentanan merupakan kondisi pra bencana yang berpotensi
menjadi bencana apabila bertemu dengan bahaya (hazard). Jadi apabila dalam suatu
wilayah rawan memiliki kerentanan tinggi maka akan m engakibatkan elem en risiko
(elementatrisk) untuk terpapar bahaya menjadi semakin besar kemudian akan
meningkatkan risiko bencana. Elemen risiko merupakan segala objek yang ada dalam suatu
wilayah bencana dapat berupa permukiman, lahan pertanian, prasarana umum (Sutikno,
2006).

xi
Namun risiko bencana dapat dikurangi apabila dalam suatu wilayah m emiliki
kapas itas baik. Kapasitas dapat diartikan sebagai segala sumber daya yang dimiliki
masyarakat baik bersifat individu, kelompok atau manajerial (leadership) (UN/ISDR,
2005). Jadi untuk memahami suatu bencana terdapat tiga hal penting yang saling berkaitan
yaitu kerentanan, kerawanan dan kemampuan.
Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak
dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya
air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Dalam
cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus
hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus
hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan
ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Pengertian banjir (Bakornas, 2007) memiliki dua pengertian yaitu:
Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari
palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air
limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang
biasanya tidak dilewati aliran air.
Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan
kenaikan muka air di muara akibat badai.
Menurut jenisnya banjir dibagi ke dalam tiga tipe yaitu:
(1) banjir bandang ( flash flood)
(2) Banjir luapan sung ai (river floods)
(3) Banjir pantai ( coastal floods) (UNDP, 20 04).
Faktor-Faktor Penyebab Banjir
Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002), ‘‘faktor penyebab terjadinya banjir dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu banjir alami dan banjir oleh tindakan manusia.
Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi,
kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat
aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan perubahan-
perubahan lingkungan seperti : perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan
pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali
banjir, rusaknya hutan (vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang
tidak tepat’’. Peraturan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 tahun 2015
tentang penetapangaris sepadan sungai dan garis sempadan danau pada pasal 15 berbunyi
untuk bangunan yang terdapat di sempadan sungai minimal jarak rumah dari tepi sungai
yaitu 10 meter dari tepi kiri dan kanan sungai, dan apabila sungai terlalu dalam melebihi 3
meter maka jarak dari sepadan sungai lebih dari 10 meter.
1. Penyebab banjir secara alami
Yang termasuk sebab-sebab alami diantaranya adalah :

xii
Curah hujan
Pengaruh fisiografi
Erosi dan Sedimentasi
Kapasitas sungai
Kapasitas drainasi yang tidak memadai
Pengaruh air pasang
2. Penyebab banjir akibat aktivitas manusia
Banjir juga dapat terjadi akibat ulah/aktivitas manusia sebagai berikut:
Perubahan kondisi DAS
Kawasan kumuh dan sampah
Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian
Kerusakan bangunan pengendali air
Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
Rusaknya hutan (hilangnya vegetasi alami)

Daerah Rawan Banjir


Daerah rawan banjir adalah daerah yang sering dilanda banjir. Daerah tersebut
dapat diidentikasi dengan menggunakan pendekatan geomorfologi khususnya aspek
morfogenesa, karena kenampakan seperti teras sungai, tanggul alam, dataran banjir, rawa
belakang, kipas aluvial, dan delta yang merupakan bentukan banjir yang berulang-ulang
yang merupakan bentuk lahan detil yang mempunyai topografi datar (Dibyosaputro, 1984).
Menurut Pratomo (2008) dan Isnugroho (2006), daaerah rawan banjir dapat
diklasifikasikan menjadi empat daerah, yaitu daerah pantai, daerah dataran banjir, daerah
sempadan sungai, dan daerah cekungan”.

Manajemen Risiko Bencana


Menurut Syarief dan Kondoatie (2006) Manajemen Risiko Bencana adalah
pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari,
dengan melakukan observasi secara sistematis dan analisis bencana untuk meningkatkan
tindakan-tindakan (measures), terkait dengan pencegahan (preventif), pengurangan
(mitigasi), persiapan, respon darurat dan pemulihan. Manajemen dalam bantuan bencana
merupakan hal-hal yang penting bagi Manajemen puncak yang meliputi perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (directing), pengorganisasian
(coordinating) dan pengendalian (controlling).
Tujuan dari Manajemen Risiko Bencana di antaranya:

xiii
Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang dialami
oleh perorangan atau masyarakat dan negara.
Mengurangi penderitaan korban bencana.
Mempercepat pemulihan.
Memberikan perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat
ketika kehidupannya terancam.
Menurut Agus Rahmat (2006:12) Manajemen Risiko Bencana merupakan seluruh kegiatan
yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat, dan
sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus Manajemen Risiko Bencana yang
bertujuan antara lain:
Mencegah kehilangan jiwa seseorang.
Mengurangi penderitaan manusia.
Memberikan informasi kepada masyarakat dan juga kepada pihak yang berwenang
mengenai risiko.
Mengurangi kerusakan insfrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis
lainnya.

Komponen Risiko Bencana


WHO (2002) menyebutkan tiga komponen dalam bencana,
yaitu hazards, vulnerability, dan risk. Risk adalah kemungkinan mengalami dampak
merusak atau negatif dari bencana yang merupakan kombinasi
dari hazardsdan vulnerability. Dapat digambarkan bahwa risk merupakan fungsi
dari hazardsdan vulnerability.
Komponen risiko bencana terdiri dari ancaman, kerentanan dan
kapasitas. Komponen ini digunakan untuk memperoleh tingkat risiko bencana suatu
kawasan dengan menghitung potensi jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan
lingkungan.
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
ancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB) atau
disaster risk reduction (DRR), ketiga faktor tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikaji
guna menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan bencana.
Ancaman
Kejadian yang berpotensi mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerusakan harta benda, kehilangan rasa
aman, kelumpuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan serta dampak psikologis. Ancaman
dapat dipengaruhi oleh faktor :
Alam, seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung meletus.

xiv
Manusia, seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah penyakit, kegagalan
teknologi, pencemaran, terorisme.
Alam dan Manusia, seperti banjir, tanah longsor, kelaparan, kebakaran hutan dan
kekeringan.
Kerentanan
Suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor – faktor fisik, sosial, ekonomi, geografi yang
mengakibatkan menurunnya kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Kapasitas
Kemampuan sumber daya yang dimiliki tiap orang atau kelompok di suatu wilayah
yang dapat digunakan dan ditingkatkan untuk mengurangi resiko bencana. Kemampuan ini
dapat berupa pencegahan, mengurangi dampak, kesiapsiagaan dan keterampilan
mempertahankan hidup dalam situasi darurat.
Sehingga untuk mengurangi resiko bencana maka diperlukan upaya–upaya untuk
mengurangi ancaman, mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas. Dalam kajian
risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability) rendahnya daya tangkal masyarakat
dalam menerima ancaman, yang mempengaruhi tingkat risiko bencana, kerentanan dapat
dilihat dari faktor lingkungan, sosial budaya, kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan
sosial dan lingkungan yang tidak strategis, yang menurunkan daya tangkal masyarakat
dalam menerima ancaman.
Keaslian Peneliti
Keaslian penelitian dibutuhkan untuk membuktikan bahwa penelitian bersifat asli
dan otentik. Hal-hal penting perlu diungkapkan terkait hasil-hasil penelitian terdahulu
yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan penelitian ini yang mana peneliti ketahui.
Berikut merupakan tabrel daftar penelitian yang pernah dilakukan dapat dilihat pada tabel
beriku :

xv
Daftar Penelitian Yang Pernah Dilakukan
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Dian Adhietya Kerentanan Penelitian ini Kuantitatif Berdasarkan
Arif Masyarakat bertujuan hasil interpolasi
Perkotaan untuk kedalaman
terhadap memetakan banjir tahun
Bahaya Banjir bencana banjir 2004 maka
di Kelurahan serta penelitian ini
Legok, menganalisis menyimpulkan
Kecamatan kerentanan bahwa sebagian
Telanipura, fisik dan sosial besar wilayah
Kota Jambi ekonomi penelitian
masyarakat terkena dampak
perkotaan banjir dengan
terhadap kedalaman
bencana banjir maksimum
di Kelurahan mencapai 3
Legok, meter di bagian
Kecamatan timur wilayah
Telanipura, penelitian.
Kota Jambi
Rizsa Putri Tingkat Tujuan peneliti Kuantitatif Penelitian ini
Danianti Kerentanan dalam jurnal menunjukan
Masyarakat ini untuk bahwa kerentana
Terhadap menilai masyarakat pada
Bencana tingkay siang hari lebih
Banjir di kerentanan tinggi di
Perumahan masyarakat di bandingkan
Tlogosari, Perumahan pada malam
Semarang Tlogosari hari.
dalam
menghadapi
banjir pada
malam dan
siang hari
Agustinus Pemetaan Tujuan Kuantitatif Wilayah
Budi Prasetyo Lokasi Rawan penelitian penelitian
dan Resiko dalam jurnal termasuk dalam
Banjir di Kota ini adalah kelas rawan
Surakarta mengetahui banjir dengan
Tahun 2007 persebaran karakteristik
lokasi rawan wilayah rawan.
banjir di kota Serta
surakarta,meng memperoleh
etahui faktor- hasil peta
faktor kerawanan
penyebab banjir yang
banjir di kota menggunakan

16
surakarta dan parameter kelas
mengetahui curah hujan rata-
besarnya rata bulanan dan
resiko bencana tahunan.
banjir di kota
surakarta
Martini Identifikasi Memberikan Kualitatif Wilayah
Sumber Gambaran sulawesi tengah
Bencana Alam yang merupakan
dan Upaya Komprehensif wilayah yang
Penanggulanga tentang sangat rawan
nnya di penyebab, bencana
Provinsi dampak dan terkhusus banjir.
Sulawesi akibat yang Penanggulangan
Tengah ditimbulkan yang dilakukan
oleh suatu untuk
bencana meminimalisasi
khususnya di dampak bencana
Provinsi lam tersebut
Sulawesi berupa mitigasi
Tengah. pasif berupa
pendidikan,
penyuluhan dan
pelatihan
tentang bencana
dan bangunan
ramah dan tahan
bencana. Serta
mitigasi aktif
berupa
membangun
infratruktur
yang ramah dan
tahan bencana
serta
memeliharanya.
Tingkat Tujuan kualitatif dan Hasil penelitian
Baharinawati Kerentanan penelitian ini kuantitatif menunjukkan
W. Hastanti Terhadap 1.Menganalisis tingkat
Banjir tingkat kerentanan
Bandang kerentanan sosial ekonomi
Berdasarkan terhadap banjir terhadap banjir
Faktor-Faktorn bandang di bandang
Sosial Wasior tergolong
Ekonomi dan berdasarkan sedang (total
Kelembagaan faktor-faktor skor 2,084),
di Wasior, sosial sedangkan
Teluk ekonomi, tingkat
Wondama, setelah kerentanan
Papua Barat kejadian banjir kelembagaan

17
bandang di tergolong
tahun 2010. rendah (total
2.Menganalisis skor 2,251).
tingkat
kerentanan
terhadap banjir
bandang di
Wasior
berdasarkan
faktor-faktor
kelembagaan.

18
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Geografis
Secara astronomis, Kabupaten Buol terletak pada posisi 120° - 122°09 Bujur Timur dan
0,35° - 1,20°Lintang Utara. Berdasarkan posisi geografisnya Kabupaten Buol memiliki
batasbatas:
Sebelah Utara : Laut Sulawesi berbatasan dengan Filipina
Sebelah Timur: Provinsi Gorontalo
Sebelah Selatan : Kabupaten Gorontalo dan Parigi Moutong
Sebelah Barat : Kabupaten Toli-toli
Kabupaten Buol terdiri dari 115 desa/kelurahan yang tersebar di 11 kecamatan, yaitu:
Kecamatan Lakea: Desa Tuinan, Lakea II, Lakea 1, Lakuan Buol, Bukaan, Ilambe, dan
Ngune.
Kecamatan Biau: Kelurahan Bugis, Kulango, Buol, Kali, Leok II, Leok 1, dan Kumaligon.
Kecamatan Karamat: Desa Lamakan, Busak II, Busak I, Monano, Baruga, Mendaan, dan
Mokupo.
Kecamatan Momunu: Desa Momunu, Taluan, Pinamula, Pujimulyo, Potugu, Tongon,
Panimbul, Pomayagon, Guamonial, Lamadong 2, Lamadong 1, Pajeko, Suraya, Wakat,
Mangubi, dan Pinamula Baru.
Kecamatan Tiloan: Desa Jatimulyo, Panilan Jaya, Kokobuka, Airterang, Boilan, Lomuli,
Balau, Maniala, dan Monggonit.
Kecamatan Bokat: Desa Poongan, Tayadun, Bongo, Bokat IV, Doulan, Kodolagon, Bokat,
Kantanan, Negeri Lama, Tikopo, Duwamayo, Butukan, Tang, Bukamog, dan Langudon
Kecamatan Bukal: Desa Unone, Winangun, Rantemaranu, Modo, Mopu, Potangoan, Diat,
Biau, Bungkudu, Yugut, Mooyong, Binuang, Bukal, dan Mulat.
Kecamatan Bunobogu: Desa Lonu, Bunobogu, Tamit, Konamukan, Ponipingan, Inalatan,
Botugolu, Domag Mekar, Pokobo, dan Bunobogu Selatan.
Kecamatan Gadung: Desa Diapatih, Bulagidun, Labuton, Lokodoka, Taat, Matinan,
Lokodidi, Lripubogu, Nandu, Bulagidun Tanjung, dan Pandangan.
Kecamatan Paleleh: Desa Lintidu, Paleleh, Tolau, Kuala Besar, Batu Rata, Talaki, Lilito,
UPT Lilito/Pionoto, Mulangato, Umu, Dopalak, dan Dutuno.
Kecamatan Paleleh Barat: Desa Bodi, Tayokan, Harmoni, Lunguto, Timbulon, Oyak, dan
Hulubalang

19
Kebupaten Buol dibagi kedalam 11 (sebelas) Kecamatan. Luas kawasan daratan adalah
378.240 Ha. Luasan wilayah kecamatan di Kabupaten Buol dapat di lihat tabel berikut.
Tabel Luas Kabupaten Buol Menurut Kecamatan.
No Kecamatan Luas Presentase
(km2)
1 Lakea 208,55 5,16
2 Biau 217,80 5,39
3 Karamat 153,10 3,79
4 Momunu 400,40 9,90
5 Tiloan 1.437,70 35,56
6 Bokat 196,10 4,85
7 Bukal 355,52 8,79
8 Bunobogu 327,15 8,09
9 Gadung 160,38 3,97
10 Paleleh 386,19 9,55
11 Paleleh Barat 200,68 4,96
Buol 4.043,57 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Buol, 2020

Kondisi Iklim
Suhu udara di Kabupaten Buol tahun 2020 berkisar pada rata-rata minimum 22,00oC sampai
dengan rata-rata maksimum mencapai 32,00oC.
Kecepatan Angain di Kabupaten Buol tahun 2020 berkisar pada rata-rata minimum 1,40
m/det sampai dengan rata-rata maksimum Tekanan Udara mencapai 1008,73.
Jumlah Curah Hujan di Kabupaten Buol tahun 2020 tertinggi di bulan Juni 727,30 mm, 27
hari dan penyinaran matahari 53,13%. Julah Curah Hujan terendah di bulan Maret 61,90 mm,
11 hari dan penyinaran matahari 80,36%.
Pengamatan Unsur Iklim Menurut Bulan di Stasiun Meteorologi Lalos, 2020.
Tabel Iklim Suhu Udara 2020.
Bulan Suhu (0 C) Kelembaban (%)

20
Minimum Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata Maksimum

1 2 3 4 5 6 7
Januari 22,30 27,33 34,00 61,00 84,50 98,00
Februar 21,00 27,19 33,80 61,00 84,68 100,00
Maret 21,70 27,34 34,70 50,00 84,67 99,00
Apri 22,50 27,61 34,60 54,00 82,61 99,00
Mei 21,00 27,92 34,10 61,00 84,62 99,00
Juni 22,70 27,04 32,80 62,00 85,92 100,00
Juli 22,40 26,33 32,50 58,00 87,56 98,00
Agustus 22,40 26,87 33,00 57,00 84,40 99,00
September 22,60 26,46 32,00 63,00 86,81 99,00
Oktober 22,00 26,79 33,00 61,00 86,50 100,00
November 23,00 27,11 32,60 62,00 85,51 98,00
Desember 23,00 27,41 34,10 49,00 83,50 99,00
Sumber: BPS Kabupaten Buol

Tabel Iklim Kecepatan Angin 2020.


Bulan Kecepatan Angin (m/det) Tekanan Udara

Minimum Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata Maksimum

1 8 9 10 11 12 13
Januari calm 1,44 6,17 1005,20 1009,61 1014,10
Februar calm 1,34 6,17 1005,80 1010,46 1014,10
Maret calm 1,43 5,14 1005,00 1009,80 1013,90
Apri calm 1,78 7,20 1006,10 1009,70 1013,20
Mei calm 1,58 6,17 1000,30 1008,85 1013,30
Juni calm 1,60 6,69 1005,30 1008,98 1013,00
Juli calm 1,50 6,17 1005,20 1008,27 1012,00
Agustus calm 1,64 6,17 1003,30 1008,73 1012,40
September calm 1,44 7,20 1004,30 1008,71 1011,80
Oktober calm 1,68 9,26 1004,00 1008,03 1012,60
November calm 1,51 8,23 1004,40 1008,50 1012,50
Desember calm 1, 63 10,80 1003,60 1007,62 1012,20

21
Tabel Iklim Curah Hujan 2020.
Bulan Jumlah Curah Hujan Jumlah Hari Hujan Penyinaran
(mm) (hari) Matahari (%)

1 14 15 16
Januari 124,50 10 76,53
Februar 144,20 13 77,93
Maret 61,90 11 80,36
Apri 125,60 13 93,63
Mei 181,40 15 89,68
Juni 727,30 27 53,13
Juli 630,50 28 67,98
Agustus 214,80 25 83,79
September 406,00 28 66,54
Oktober 528,70 25 72,98
November 246,60 20 78,29
Desember 298,00 21 56,41

Kondisi Demografis
Jumlah penduduk di Kabupaten Buol pada tahun 2015 mencapai 149.004 jiwa. Pertumbuhan
penduduk tahun 2015 mencapai 2,14 persen. Dengan luas wilayah sekitar km2, setiap km2
ditempati penduduk sebanyak 37 orang pada tahun 2015.
Jumlah penduduk di Kabupaten Buol pada tahun 2020 mencapai 145.245 jiwa. Pertumbuhan
penduduk tahun 2020 mencapai - persen. Dengan luas wilayah sekitar km2, setiap km2
ditempati penduduk sebanyak 105 orang pada tahun 2020.
Tabel Indikator Kependudukan di Kabupaten Buol
Uraian 2015 2020
Jumlah Penduduk (jiwa) 149.004 145.245
Pertumbuhan Penduduk 2,14
(%)
Kepadatan Penduduk 37 105
(jiwa/km2)

22
Sumber: BPS Kabupaten Buol
Tabel Indikator Kependudukan di Kabupaten Buol Sesuai Wilayah Kecamatan Penelitian
2015 – 2020.
Sumber: BPS Kabupaten Buol
Momunu 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Jumlah Penduduk 14,786 14,938 15,081 15,204 15.337 16,665


(jiwa)
Luas Wilayah 400,40 400,40 400,40 400,40 400,40 400,40
(km2)
Kepadatan 37 37,31 37,66 37,97 38,30 39,1
Penduduk
(jiwa/km2)

Tiloan 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Jumlah Penduduk 12,283 12,771 13,268 13,768 14,292 9,384


(jiwa)
Luas Wilayah 1,438,70 1,438,70 1,438,7 1,438,7 1,438,7 1,438,7
(km2) 0 0 0 0
Kepadatan 9 8.88 9,23 9,58 9,94 6,5
Penduduk
(jiwa/km2)

Bokat 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Jumlah Penduduk 13,237 13,333 13,420 13,448 13,565 15,045


(jiwa)
Luas Wilayah 196,10 196,10 196,10 196,10 196,10 196,10
(km2)
Kepadatan 68 67.99 68,43 68,78 69,17 76,7
Penduduk
(jiwa/km2)

Bukal 2015 2016 2017 2018 2019 2020

23
Jumlah Penduduk 14,644 14,848 15,045 15,224 15,411 14,764
(jiwa)
Luas Wilayah 355,52 355,52 355,52 355,52 355,52 355,52
(km2)
Kepadatan 41 41.76 42,32 42,82 43,35 41,5
Penduduk
(jiwa/km2)

Sejarah Bencana
Adapun berdasarkan data bencana yang diperoleh penulis dari Badan Penanggulangan
Bencana (BPBD) Kabupaten Buol tahun 2015-2019, bencana banjir di beberapa Kecamatan
di Kabupaten Buol terjadi hampir beberapa kali setiap tahun dan menyebabkan beberapa
kerusakan dan kerugian tiap tahunnya.
Pada tahun 2015, tercatat bencana banjir terjadi sebanyak 5 kali tepatnya pada tanggal 22
januari 2015 di Desa Baturata, Talaki, Paleleh dan Umu Kecamatan Paleleh yang berdampak
pada 541 KK. Kemudian pada tanggal 31 Januari 2015 banjir melanda desa Lakea 1, Ngune
dan Lakuan Buol Kecamatan Lakea yang berdampak pada 60 KK dan mengakibatkan 2
rumah rusak berat di desa Ngune. Pada tanggal 6 Februari 2015, banjir melanda Desa Tang,
Bokat, dan Bungkudu Kecamatan Bokat yang berdampak pada 115 KK dan mengakibatkan 1
unit jembatan rusak. Kemudian pada tanggal 10 Februari 2015 banjir terjadi di Desa Wakat,
Guamonial, dan Suraya Kecamatan Momunu yang berdampak pada 80 KK. Pada tanggal 21
2015 banjir melanda Desa Air Terang, Balau, Boilan, Lomuli dan Panilan Jaya Kecamatan
Tiloan yang berdampak pada 267 KK. Dan terakhir banjir terjadi pada tanggal 17 Juni 2015
di Desa Suraya Kecamatan Momunu dan Desa Bungkudu Kecamatan Bukal yang berdampak
pada 165 KK.
Pada tahun 2016, tercatat bencana banjir terjadi sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 21 sampai
25 januari 2015 di Desa Mopu, Potangoan, Unone, Yogut, Bungkudu, Biau dan Mulat
Kecamatan Bukal, Desa Panilan dan Biau di Kecamatan Tiloan serta desa Suraya dan Wakat
di Kecamatan Momunu yang berdampak pada 1.864 KK yang mengakibaatkan terendamnya
permukiman penduduk dan rusaknya 3 unit jembatan. Kemudian pada tanggal 12 Oktober
2016 banjir terjadi di Desa Bokat, Langudon dan Duamayo Kecamatan Bokat yang
mengakibatkan terendamnya permukiman penduduk. Dan pada tanggal 13-15 Oktober banjir
melanda Desa Tikopo Kecamatan Bokat yang berdampat pada 50 KK. Dan yang terakhir
banjir terjadi pada tanggal 25 oktober di Desa Lokodoka Kecamatan Gadung yang
mengakibatkan 2 korban jiwa.
Pada tahun 2017 tercatat dalam sejarah bencana banjir di Kabupaten Buol merupakan
bencana banjir terbesar yang mengakibatkan banyak kerugian. Pada tanggal 25 sampai 27
Januari 2017 di Desa Tayadun dan Tikopo Kecamatan Bokat. Di Kecamatan Tiloan desa
yang terdampak adalah Desa Air terang, Bukal, Boilan, Panilan, Lomuli, Maniala, Kokobuka,
dan Jatimulya. Kemudian Desa Wakat, Soraya, Pomayagon, Guamonial, Taluan, Pujimulyo,
Pinamula, Panimbul, Lamadong II, Tongon dan Potugu Kecamatan Momunu. Selanjutnya
Desa Domag mekar, Lonu, Botugolu, Bunobogu, Tamit, Konamukan, Bunobogu Selatan
Kecamatan Bunobogu. Desa Bungkudu, Biau, Mopu, Potangoan, Yugut, Unone, Diat, Modo
I, Mulat, dan Mooyong di Kecamatan Bukal. Desa Lokodoka, Pandangan, Bulagidun,

24
Matinan, di Kecamatan Gadung. Desa Lakea I, Lakea II, dan Ngune di Kecamatan Lakea.
Kelurahan/Desa Kali, Leok I, Buol, Kampung Bugis, Kumaligon, dan Kulango di Kecamatan
Biau. Kemudian yang terakhir Desa Lamakan, Busak I, Busak II di Kecamatan Karamat yang
berdampak pada 16.000 jiwa dengan total 2 korban jiwa dan sekitar 354 ha sawah dan
perkebunan gagal panen. Kerusakan fisik yang diakibatkan oleh banjir antara lain rusaknya
fasilitas sarana prasarana seperti putusnya jalan antar kecamatan sehingga akses antar
kecamatan terganggu, rusaknya fasilitas-fasilitas sarana pelayanan umum, dan putusnya
jembatan penghubung antar desa. Total Kerugian materi dan fasilitas umum atas bencana
banjir tersebut mencapai 5,9 milyar rupiah. Pada tahun 2018 bencana banjir tercatat terjadi
sebanyak 4 kali yaitu pada tanggal 7 Februari 2018 di Desa Lintidu Kecamatan Paleleh yang
mengakibatkan 50 KK mengungsi dan 178 rumah terendam. Kemudian tanggal 18 Februari
2018 banjir kembali melanda Desa Lintidu. Pada tanggal 18 Mei banjir terjadi di Desa Mulat
Kecamatan Bukal yang mengakibatkan 150 KK mengungsi. Kemudian pada tanggal 28 Mei
banjir terjadi di Desa Mooyong, Mulat dan Mopu Kecamatan Bukal.

Pada tahun 2019 banjir tercatat terjadi sebanyak kali. Pada tanggal 26 sampai 27 Maret banjir
melanda desa Busak I Kecamatan Karamat dan Desa Pinamula, Taluan, Guamonial,
Pujimulyo, dan Magubi Kecamatan Momunu yang berdampak pada 807 KK. Pada tanggal 1
sampai dua Mei banjir terjadi di Desa Potugu, Tongon, Pomayagon, dan Wakat Kecamatan
Momunu yang berdampak pada 398 KK. Pada tanggal 18 Desember Banjir terjadi di Desa
Harmoni dan Timbulon Kecamatan Paleleh Barat. Kemudian yang terakhir banjir terjadi pada
tanggal 23 Desember Kembali melanda Desa Harmoni Kecamatan Paleleh Barat. Berikut
adalah peta bahaya banjir Kabupaten Buol.

PETA RAWAN BENCANA

25
BAB IV
METODE PENELITIAN

Pendekatan dan Tahapan Penelitia


Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada analisis dan konstruksi
yang dilakukan secara sistematis, metodologis dan konsisten dan bertujuan untuk
mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu manifestasi keinginan manusia untuk
mengetahui apa yang sedang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2016).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deduktif, dengan
Metode penelitian yang bersifat kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah
yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.
Penelitian kuantitatif memusatkan pada gejala-gejala yang mempunyai karakteristik tertentu
di dalam kehidupan manusia yang disebut variabel. Variabel yang digunakan untuk menilai
tingkat kerentanan dikelompokkan berdasarkan aspek fisik, aspek sosial dan aspek ekonomi
di setiap komponen pembentuknya.
Proses dan tahapan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar beriku ini :

Te
kni
k

pemgumpulan data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membutuhkan beberapa data pendukung untuk
memenuhi sasaran penelitian yaitu dapat dilihat pada kebutuhan data dibawah ini :
Komponen
Sasaran Kerentanan Variabel
Penetapan Keterpaparan Frekwensi Genangan
IKS
Ketinggian Genangan

26
Lama Genangangan
Jenis Bangunan
Kondisi Drainase
Sumber Air Bersih
Pengolahan Sampah
Jumlah Anggota Keluarga
Rasio Usia Rentan
Sensitivitas Gender
Rekayasa Teknologi
Kesadaran dalam Bergotong
Royong
Kelembagaan yang Aktif
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendapatan
Mata Pencaharian
Penetapan
IKA Kapasitas Adaptasi Kemampuan Untuk Menabung

Indeks Kerentanan merupakan kombinasi dari IKA dan IKS yang kemudian diposisikan pada
diagram tipologi kerentanan. Dengan diketahui nya posisi masing masing variabel akan
mejelaskan sejauh mana tingkat kerentanan dari kelompok masyarakat pada masing masing
wilayah penelitian tersebut. (Boer, 2013)

Teknik Analisis data


Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan deduktif dengan metode
kuantitatif. Penelitian kuantitatif memusatkan pada gejala-gejala yang mempunyai
karakteristik tertentu di dalam kehidupan manusia yang disebut variabel. metode kuantitatif
dalam penelitian ini yiaitu dengan mengelompokkan suatu komunitas dengan karakteristik
wilayah dan batasan administrasi yang ada di masyarakat dengan skala mikro. Masing
masing variabel kerentanan diuraikan berdasarkan komponen pembentuk kerentanan
berdasarkan IPCC. Komponen variabel keterpaparan antara lain frekwensi banjir, ketinggian
genangan air, lama waktu genangan air, kondisi drainase dan kondisi jalan lingkungan di
kawasan tersebut. Untuk komponen sensitivitas terdiri dari jumlah anggota keluarga usia
rentan, jenis rumah, status kepemilikan, jenis sumber air bersih, kelancaran air bersih, jumlah
masyarakat yang sakit. Sedangkan untuk kapasitas adaptasi antara lain tingkat pendapatan,

27
kemampuan masyarakat untuk menabung, tingkat pendidikan, dan kesadaran masyarakat
untuk gotong royong. Adapun teknis pengumpulan data dilakukan dengan proportional
random sampling dimana sebaran masing masing wilayah dibagi sesuai jumlah secara
proporsional, penetapan pengambilan sampling ini akan dirumusan dengan rumus slovin.
Rumus slovin adalah sebuah rumus atau formula untuk menghitung jumlah sampel minimal,
apabilah prilaku dari sebuah populasi tidak diketahui secara pasti
Rumus Slovin n : N/ (1+(N x e 2))
Keterangan :
n: Jumlah sampel minimal
N: populasi
e: error margin
Analisis Data Penentuan Wilayah Terdampak
Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi wilayah penelitian yang terdampak bencana
adalah metode analisis spasial, yakni Overlay atau tumpang tindih dengan menggunakan
software ArcGIS 10.3. Peta - peta yang akan di overlay adalah :
Peta Curah Hujan Tahun 2014 – 2016 yang dibuat berdasarkan data curah hujan di musim
penghujan (November – Februari).
Peta Kemiringan Lereng. Peta Kemiringan Lereng dibuat dengan memotong data DEM
(Digital Elevation Model)
Peta Kejadian Historis Bencana Banjir. Peta kejadian historis adalah peta lokasi terdampak
banjir, tahun 2014 – 2016.

Analisis Kerentanan Bencana Banjir


Nilai kerentanan (V) satu wilayah disusun dengan mengkombinasikan nilai keterpaparan
(exposure), sensitivitas (sensitivity) dan kapasitas adaptasi (adaptive capacity), atau dapat
dijelaskan menggunakan rumus :
V = f(E, S, AC)
Indeks Keterpaparan Sensitivitas (IKS) adalah penjumlahan dari nilai indeks keterpaparan (E)
dan sensivitas (S). Nilai indeks kerentanan adalah fungsi dari keterpaparan dan sensivitas
(IKS) terhadap dampak dan kemampuan atau ketidakmampuan untuk menanggulangi atau
beradaptasi (IKA) atau dapat disimpulkan :
Indeks Kerentanan = Indeks Keterpaparan + Indeks Sensitivitas – Indeks Kapasitas Adaptasi

28
Proses penentuan nilai indeks kerentanan adalah sebagai berikut :
Kelompokan data variabel ke dalam masing-masing indeks keterpaparan, sensitivitas dan
kapasitas adaptasi.
Tetapkan standarisasi skor dengan skala untuk mendapatkan nilai bersama dalam
membandingkan variabel-variabel yang digunakan (Ardiansyah, 2015). Rumus yang
digunakan sebagai berikut :
(x−nilai minimum)
X’ =
(nilai maksimum−nilai minimum)
Dimana : X’ adalah nilai yang distandarisasi; X adalah nilai sebelumnya.
Tahap selanjutnya adalah penetapan bobot untuk setiap variabel. Nilai bobot (W) berkisar
antara 0 sampai 1 sehingga jumlah bobot W1+W2+…+Wn = 1. Nilai bobot akan
dinormalisasi berdasarkan urutan (peringkat) langsung dan peringkat tersebut ditentukan
dengan mempertimbangkan dampak yang dihasilkan (Ristianto dalam Daniati, 2011). Rumus
yang digunakan untuk normalisasi pembobotan adalah :
n – rj+1
Wj ¿
∑ ❑ ( n−rj+1 )

Dimana : Wj = nilai/bobot yang dinormalkan; n = jumlah variabel (k = 1,2,3,…n); rj = posisi


urutan variabel.
Hasil perkalian antara harkat dan bobot pada semua variabel merupakan nilai indeks IKS dan
hasil perkalian skor dan bobot semua variabel tingkat kapasitas adaptasi merupakan nilai
IKA.
Nilai IKS dan IKA yang diperoleh akan digambarkan dalam bentuk grafik radar dengan
bantuan software Microsoft Excel sehingga dapat dilihat pengelompokan menurut tingkat
kerentanan dalam sistem kuadran.
Tahapan analisis yang digunakan dalam penelitian, untuk menjawab pertanyaan dan
mencapai tujuan penelitian sesuai dengan sasaran penelitian yang akan dicapai yaitu:
Mengidentifikasi Indeks Keterpaparan dan Sensitivitas (IKS) dan Indeks Kapasitas Adaptasi
(IKA)
Tahapan ini peneliti melakukan analisis, yang dilakukan dengan sistem skoring dimana
terlebih dahulu diberikan pembobotan pada masing masing varibelnya. Skala pengukuran
yang digunakan menggunakan likert dimana akan dikelompokkan menjadi lima tingkatan.
Nilai yang didapat akan dikalikan dengan bobot masing masing variabel. Indeks Ketepaparan
dan Sensitivitas (IKS) merupakan perkalian antara bobot dan skoring pada variabel yang
dimilikinya. Sedangkan Indeks Kapasitas Adaptasi (IKA) adalah hasil perkalian bobot dan
skoring variabelnya.
Menetapkan Indeks Kerentanan untuk Tipologi Kerentanan

29
Setelah melakukan identifikasi IKS dan IKA, maka dilanjutkan dengan penetapan indeks
Kerentanan, sehingga dapat diketahui Tipologi kerentanan. Indeks Kerentanan merupakan
kombinasi dari IKA dan IKS yang kemudian diposisikan pada diagram tipologi kerentanan.
Dengan diketahuinya posisi masing masing variabel akan mejelaskan sejauh mana tingkat
kerentanan dari kelompok masyarakat pada masing masing wilayah penelitian tersebut.
Berikut adalahal gambar skema Kuadran Tipologi Kerentanan menurut Boer, 2013 :

Gambar Tipologi Kerentanan (Boer, 2013)


Keterangan :
kuadran 1 : Sangat Rendah, IKA Tinggi, IKS Rendah
Kuadran 2 : Rendah, IKA Tinggi, IKS Tinggi
Kuadran 3 : Sedang, IKA Sedang, IKS Sedang
Kuadran 4 : Tinggi, IKA Rendah, IKS Rendah
Kuadran 5 : Sangat Tinggi, IKA Rendah, IKS Tinggi

30
31

Anda mungkin juga menyukai