ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret sampai dengan Bulan April 2014
di peternakan puyuh Agung Quail Farm di Soreang Kabupaten Bandung. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahuisistem penetapan harga pokok penjualan telur puyuh di
peternakan Agung Quail Farm dan mekanisme pembentukan harga pada sistem tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus, dalam metode studi kasus terdapat
informan kunci (key informan) sebanyak 2 orang, terdiri dari pemilik peternakan
(owner) dan pedagang pengecer (retailer).Model analisis data yang digunakan pada
penelitian ini adalah model deskriptif kualitatif. Hasil analisis data menunjukan bahwa
sistem/metode penetapan harga pokok penjualan Agung Quail Farm menggunakan
metode cost plus pricing, dimana hasil perhitungan mendekati harga pasar yaitu
Rp 210,00/butir. Mekanisme pembentukan harga dari sistem tersebut adalah
berdasarkan pengaruh dari azas permintaan dan penawaran antara Agung Quail Farm
dengan pedagang pengecer, dan masih di pengaruhi harga telur puyuh dari wilayah
Jawa Timur.
ABSTRACT
This research had been conducted from on March to April 2014 at Agung Quail
Farm, Soreang-Bandung District. The research aimed to know determination system of
selling primary price quail egg and price pattern mechanism of its at Agung Quail
Farm. The research used case study method, which there are two persons as key
informant, such as owner of farm quail and egg retailer. Analysis model which is used
by the research is qualitative description model. Results of the research showed that
determination system/method of selling primary price quail egg at Agung Quail Farm
used Cost Plus Pricing Method, which calculation result of its is closely similarly to
market equilibrium price, namely IDR 210/unit. Mechanism price has been formed by
supply and demand between Agung Quail Farm with retailer, and quail egg price still
effected by price of Java East territory quail egg.
Sistem Penetapan Harga Pokok Penjualan………………………………Gilang Muhammad Putra
Pembangunan peternakan merupakan bagian dari suatu totalitas kinerja agribisnis, khususnya
subsistem usahatani ternak dengan output berupa produksi primer ternak. Subsistem ini akan
menjadi suatu kesatuan kinerja yang tidak terpisahkan dari subsistem agribisnis hulu (kegiatan
ekonomi input, produksi peternakan, informasi, dan teknologi) dan subsistem agribisnis hilir
(perdagangan, pengolahan, dan jasa agribisnis). Usaha agribisnis dalam bidang usahatani ternak
merupakan salah satu pembangunan usaha peternakan yang berpotensi.Potensi yang dihasilkan
dapat berupa sumber protein yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat
Indonesia, maka dari itu usaha agribisnis di bidang peternakan akan mengalami peningkatan dan
Salah satu sumber protein hewani adalah telur puyuh. Telur puyuh merupakan salah satu
komoditas peternakan dari jenis produksi telur yang menunjukkan adanya peningkatan
permintaan sejak Tahun 2006 dan 2007 bahkan hingga sekarang. Pada Tahun 2006 penduduk
Jawa Barat rata–rata mengkonsumsi telur puyuh sebesar 0,07 per kapita per tahun dengan jumlah
penduduk 40.371.976 dan meningkat menjadi 0,088 pada Tahun 2007 dengan jumlah penduduk
baik dalam rangka pemerataan pembangunan, maupun perluasan lapangan kerja dan peningkatan
itu meliputi waktu berproduksi relatif cepat, tidak memerlukan tempat pemeliharaan yang luas,
produktivitas telurnya tinggi, hasil telurnya banyak diminati konsumen, mutu gizi dan rasanya
Agung Quail Farm merupakan salah satu usaha peternakan puyuh di Soreang Kab. Bandung.
Agung Quail Farm mulai berdiri sejak awal bulan Mei 2013 dengan komoditas telur puyuh
sebagai produk utama. Populasi yang berada di peternakan ini adalah 2.000 ekor pada masa awal
produksi dan sekarang telah berkembang hingga 3.000 ekor dengan target populasi yaitu: 5.000
Sistem Penetapan Harga Pokok Penjualan………………………………Gilang Muhammad Putra
ekor, dengan luas kandang 200 m2 di atas lahan seluas 700 m2dan dilengkapi dengan kolam lele
sebagai pembuangan limbah puyuh yang mati dan ayam kampung sebagai usaha sampingan.
Pesatnya perkembangan potensi ternak puyuh menandakan usaha ini dapat dijadikan sebagai
usaha yang kompetitif. Ternak puyuh mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan, tak
kalah dibandingkan dengan unggas lain. Produksi telur yang dapat mencapai 200–300 butir/tahun
dengan masa penetasan yang singkat ± 16hari/telur menjadikan usaha ternak puyuh ini dapat
berkembang dengan cukup baik. Namun, seperti kita ketahui salah satu penunjang perekonomian
suatu usaha adalah kesehatan pasar, baik pasar barang jasa, pasar uang, maupun pasar tenaga
kerja. Kesehatan pasar sangat tergantung pada makanisme pasar yang mampu menciptakan
tingkat harga yang seimbang, yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan
Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk
karena harga adalah satu dari empat bauran pemasaran/marketing mix (4P = product, price, place,
promotion / produk, harga, distribusi, promosi). Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang
maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter. Penetapan harga pokok penjualan terlalu
tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan
mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh para pelaku usaha. Dalam hal ini penetapan harga
pokok penjualan telur puyuh juga menjadi sangat penting bagi peternak. Harga merupakan salah
satu penentu keberhasilan suatu usaha karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang
Harga telur puyuh yang berlaku di masyarakat ada dua macam yaitu harga butiran dan harga
kiloan, Agung Quail Farm menetapkan secara butiran dengan harga Rp 210,00/butir namun
mengharapkan harga pasar sebesar Rp 230,00. Melihat produsen telur puyuh didaerah lainnya
seperti di Jawa Timur, para pelaku usaha didaerah setempat menetapkan harga telur puyuh
sebesar Rp 190,00/butir. Harga yang berbeda antar wilayah ini dapat dipengaruhi oleh sistem
penetapan harga yang berlaku di peternakan tersebut tergantung dari kondisi peternakan itu
sendiri.
Sistem Penetapan Harga Pokok Penjualan………………………………Gilang Muhammad Putra
Bertitik tolak dari kondisi tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
penetapan harga pokok penjualan telur puyuh dengan judul “Sistem Penetapan Harga Pokok
Telur Puyuh (Coturnix – coturnix japonica) pada Usaha Ternak Puyuh (Studi Kasus di
Objek penelitian yang terkait dalam penelitian ini adalah sistem penetapan harga pokok
penjualan telur puyuh di Agung Quail Farm dan subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah
pemilik peternakan, pekerja kandang sebagai pelaku produsen telur puyuh dan pedagang
pengecer (retailer).
Metode yang digunakan adalah metode studi kasus. Metode studi kasus adalah
penelitian tentang subjek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas (Maxfield, 1930 dalam Nazir, 2005). Metode ini dapat memberikan
gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat dan karakter-karakter yang khas
dari kasus ataupun status dari individu yang kemudian dari sifat–sifat khas di atas akan
dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Penelitian studi kasus karena sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu ingin mempelajari secara mendalam dan terperinci tentang sistem penetapan
harga pokok penjualan telur puyuh di peternakan Agung Quail Farm, Soreang Kab. Bandung
serta mengetahui secara mendalam dan mengatahui mekanisme pembentukan harga yang
Studi kasus ini mengutamakan teknik pengumpulan data melalui observasi peran sentral
atau pelibatan (participant observation), yaitu dengan melakukan observasi pada peternakan
puyuh Agung Quail Farm dikarenakan Agung Quail Farm merupakan peternakan puyuh yang
menggunakan suatu sistem yang belum teridentifikasi dalam menetapkan suatu harga pokok
yakni harga pokok telur puyuh. Informan dalam metode studi kasus ini dapat dijadikan sebagai
informan kunci, informasi yang diperoleh dapat luas sehingga analisis dapat dilakukan dengan
baik dan benar. Analisis data tersebut dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif adalah
Sistem Penetapan Harga Pokok Penjualan………………………………Gilang Muhammad Putra
suatu analisis penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan hal-hal yang ditanyakan dalam
yang mana banyak metode dalam hal menetapkan harga pokok penjualan. Dalam penelitian ini,
metode yang akan digunakan adalah metode menurut Basu Swastha (2005) yaitu cost plus
Metode cost plus pricing merumuskan bahwa harga pokok penjualan merupakan hasil
akumulasi dari total biaya produksi dengan margin; dan mark up pricing method merumuskan
bahwa harga pokok penjualan merupakan hasil akumulasi harga beli dengan mark up harga.
Bertitik tolak dari konsep kedua metode tersebut, maka metode penetapan harga pokok
penjualan di Agung Quail Farm dapat dianalisis dengan menggunakan data yang diperoleh
Harga
Volume Jumlah Biaya Jumlah Biaya
No Jenis Biaya /Satuan Unit
Kebutuhan (Rp) /ekor/hari (Rp)
(Rp)
1 Pullet* 10.000 2.000 (ekor) 20.000.000 30,8
18 (pack/3000
ekor/tahun)
5 Susu Skim 20.000 360.000
*penggunaan 0,33
untuk
2bln/3pack
12 (liter/3000
ekor/tahun)
6 Bioprima 20.000 240.000
*penggunaan 0,21
untuk
1bln/liter
60 (pack/3000
ekor/tahun)
*penggunaan 0,82
7 Egg Pro 15.000 untuk 900.000
1bln/5pack
2 (liter/3000
ekor/tahun)
8 Obat -Obatan 100.000 *penggunaan 200.000 0,18
(Primaflox) untuk
6bln/liter
12 (3000
9 Listrik dan Air 600.000 7.200.000
ekor/ tahun) 6,5
12
10 Tenaga Kerja 2.100.000 (3000 25.200.000 23
ekor/ tahun)
Berdasarkan Tabel 1, hasil perhitungan menunjukkan bahwa total biaya pokok produksi
adalah Rp 161.2/ekor/hari. Nilai tersebut diasumsikan sama dengan biaya pokok produksi untuk
1butir/hari, atas dasar pertimbangan bahwa dalam perhitungan 1 ekor puyuh menghasilkan 0.65
butir telur/hari. Namun pada produksi mahluk hidup angka desimal tidak digunakan sehingga
nilai 0.65 dibulatkan menjadi 1. Oleh karena itu biaya pokok produksi untuk 1 ekor/hari bernilai
sama dengan biaya pokok produksi 1 butir/hari. Total biaya pokok produksi ini diakumulasikan
dengan besaran margin akan membentuk harga pokok penjualan sebagaimana yang dipersaratkan
dalam Cost plus pricing method. Hasil wawancara menyatakan bahwa margin harga yang
diinginkan oleh pemilik usaha ternak ini, yaitu sebesar Rp 50/butir,dengan demikian harga pokok
= Rp 161.2 + Rp 50/butir
= Rp 211.2/butir
Metode yang dibahas selanjutnya yaitu metode mark up pricing, metode ini digunakan untuk
memperoleh harga pokok penjualan berdasarkan hasil kalkulasi dari harga beli dan mark up.
Berdasarkan hal tersebut jika Agung Quail Farm memposisiskan sebagai pedagang yang
Sistem Penetapan Harga Pokok Penjualan………………………………Gilang Muhammad Putra
mengambil telur puyuh dari Jawa Timur dengan harga beli sebesar Rp 190/butir,dengan mark up
harga yang diinginkan yaitu sebesar 25% dari harga beli. Maka akan membentuk hasil akumulasi
dari harga beli dengan mark upharga. Berikut hasil perhitungan untuk mark up pricing method:
= Rp 190/butir + Rp 47.5
= Rp 237.5/butir
Meninjau hasil perhitungan kedua metode tersebut terdapat selisih harga pokok penjualan
yang jauh berbeda. Harga yang berlaku di pasar Palasari, yaitu Rp 210/butir, jika membandingkan
kedua metode tersebut metode cost plus pricing yang paling mendekati dari harga jual di pasar,
yaitu Rp 210/butir dengan Rp 211.2/butir yakni selisih harga Rp 1.2,00/butir. Bertitik tolak dari
hasil perhitungan maka hal tersebut dapat menjelaskan bahwa sistem atau metode yang digunakan
Agung Quail Farm yaitu metode cost plus pricing method. Perhitungan hasil akumulasi
mendekati harga jual yang berlaku di pasar dimana terjadi penawaran dan permintaan sehingga
terbentuknya kesepakatan harga antara Agung Quail Farm dan pedagang pengecer.
Agung Quail Farm melakukan penetapan harga pokok penjualan berdasarkan metode Cost
Plus Pricing, walapun metode tersebut telah digunakan dan telah dihitung jumlah nominal harga
telur puyuh tetap saja mekanisme pembentukan harga berperan dalam hal harga pokok penjualan.
Harga yang telah ditetapkan dipengaruhi oleh permintaan dari pihak konsumen, sehingga terjadi
penawaran harga yang menjadikan harga turun. Namun walapun harga telah ditawar oleh pihak
PD Telur Segar, Agung Quail Farm menahan harga agar keuntungan dapat maksimal dengan
jaminan telur yang diberikan terjamin kualitasnya. Berikut kurva pembentukan harga
(Agung Quail
212
Farm + Harga
211 E1● Telur Puyuh
210 E2● Jatim)
209
Kurva di atas menggambarkan posisi tarik-menarik harga antara Agung Quail Farm dengan
pedagang pengecer, harga pokok penjualan yang ditetapkan Agung Quail Farm Rp 211,2/butir.
Namun akibat ada desakan harga telur puyuh dari wilayah Jawa Timur maka harga pokok
penjualan yang telah ditetapkan turun menjadi Rp 210/butir. Hal ini terjadi karena wilayah Jawa
Timur merupakan pemasok telur puyuh terbesar di pulau Jawa sehingga besar pengaruhnya
terhadap harga telur puyuh di Jawa Barat. Profit yang diharapkan Agung Quail Farm tidak serta
merta dapat diwujudkan dengan mudah, harga pasar yang lebih dahulu menguasai wilayah Jawa
Barat lebih besar pengaruhnya pada hal mekanisme pembentukan harga jual. Mengapa demikian
karena masih ada pengaruh patokan harga dari peternak telur puyuh Jawa Timur. Sehingga harga
produk lokal masih dipengaruhi harga dari luar wilayah Jawa Barat yaitu wilayah Jawa Timur,
karena segmen pasar peternak telur puyuh dari Jawa Timur mengambil andil yang paling besar
untuk wilayah Jawa Barat. Hal ini didasari karena harga telur puyuh dari wilayah Jawa Timur
lebih murah, ini terjadi karena biaya produksi di wilayah Jawa Timur lebih rendah dibandingkan
dengan wilayah Jawa Barat, contohnya upah pegawai kandang yang lebih murah, sewa lahan
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem penetapan harga pokok penjualan telur puyuh yang digunakan Agung Quail Farm
2. Mekanisme pembentukan harga pokok penjualan telur puyuh dari sistem tersebut
dilengkapi dengan adanya azas permintaan dan penawaran, hal ini terkait dengan adanya
pengaruh dari tekanan harga telur puyuh dari wilayah Jawa Timur, sehingga peternak
lokal yang telah mengeluarkan harga pokok penjualan masih dipengaruhi oleh harga telur
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2008. Ekonomi Manajerial. Edisi Empat. BPFE. Yogyakarta.
Campbell, J.R. dan J.F Lasley. 1977. The Science of Animal that Serve Mankind. Tata Mcgraw
Hill. New Delhi.
Carter, W.K dan Usry, M.F. 2009. Akutansi Biaya. Diterjemahkan oleh Krista. Salemba
Empat. Jakarta
Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis.Bumi Akasara. Jakarta
Kotler, P. 1997, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, Dan Kontrol Jilid
1 (Edisi Bahasa Indonesia Dari Principles Of Marketing), PT. Prenhalindo, Jakarta
Listiyowati E dan Roospitasari K. 2007. Puyuh Tata Laksana Budi Daya secara Komersial,
EdisiRevisi. Penebar swadaya. Jakarta.
Mulyadi. 2001. Akuntansi Manajemen Konsep, Manfaat, dan Rekayasa. Edisi 3. Salemba Empat:
Jakarta.
Nafarin. 2004. Akuntansi: Pendekatan Siklus dan Pajak untuk Perusahaan Industri dan Dagang.
Cetakan Pertama. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Edisi Enam. Ghalia Indonesia. Bogor.
Sastry, N.S.R., C.K Thomas and R.A Singh. 1982. Farm Animal Management and Poultry
Pruduction. Vikas Publshingb House PVT LTD. New Delhi
Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. EdisiTiga. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta
Swastha, Basu dan Irawan, 2005. Manajemen Pemasaran Modern. Liberty, Yogyakarta
Tim Karya Seni Tani Mandiri, 2009. Beternak Burung Puyuh. Nuansa Aulia. Bandung
Woodard, A.E., H Abplanalp., W.O Wilson dan P. Vohra.1972.Japanese Quail Husbandry In The
Laboratory. University of California. Davis.
Wuryadi, Slamet. 2010. Buku Pintar Beternak Dan Bisnis Puyuh (cetakan 1). Agromedia
Pustaka. Jakarta