Anda di halaman 1dari 8

Mahasiswa UHW Perbanas Ciptakan Pop Up Book

Surabaya, Suara Publik

Mahasiswa Universitas Hayam Wuruk (UHW) Perbanas Surabaya membuat karya produk yang
diperuntukkan bagi anak TK dan SD. Produk bernama Pop Up Book itu merupakan media edukasi anak-
anak dalam menghadapi era new normal pasca pademi Covid 19.

Karya ini diciptakan untuk memberikan pemahamam kepada anak terkait hal yang harus dilakukan pasca
pandemi covid 19 selama bersekolah offline.

Di samping itu, Pop Up Book ini dilengkapi barcode yang ketika di-scan akan memunculkan suara. Tim
mahasiswa UHW Perbanas ini mengenalkan produk perdananya kepada para siswa SD Al Falah
Darussalam yang beralamatkan di Wisma Tropodo, Jl Nusa Indah Blok D1 Waru Sidoarjo.

Mereka akan masuk kelas untuk mengajar dan memberikan tutorial kepada siswa dalam menciptakan
Pop Up Book, pada  Jumat (9/9/2022)

Tim mahasiswa UHW Perbanas di balik karya Pop Up Book, di antaranya: Mardiah Mutiara Puspitasari,
Devany Septivaline Hadfiar, Fitri A’is Handayani, dan Rahmatul Ramadhani.

Mereka berasal dari fakultas ekonomi dan bisnis UHW Perbanas yang merealisasikan ide bisnis dari mata
kuliah kewirausahaan yang digelutinya.

Saat ditemui di SD Al Falah Darusalam, salah satu mahasiswa pembuat Pop Up Book, Madiah Mutiara
Puspitasari mengungkapkan bahwa ide dasar karya tersebut berasal dari fenomena anak-anak usia TK
dan SD yang sudah mulai masuk sekolah secara luring.

Padahal, pandemi covid 19 belum selesai sehingga perlu adanya edukasi yang menyenangkan bagi anak
dalam menerapkan protokol kesehatan.
karya Pop Up Book isinya ada 3 halaman dari setiap halaman itu terdapat banyak sekali isinya dan kalau
kita scan bakal keluar audionya tentang penjelasan dari masing-masing halamannya bercerita tentang
pembelajaran new normal pasca pademi Covid 19.

Menurut Mutiara di halaman pertamanya sendiri menceritakan tentang adanya virus Corona. Virus
Corona itu apa ?, terus di dalamnya itu ada tertera pembelajaran audio adanya berita tentang ternyata
pembelajaran disekolah itu udah dapat dilakukan secara offline atau tatap muka.

 Di halaman keduanya ini menceritakan keseluruhan manfaat apa aja yang kita dapatkan sekolah secara
offline seperti cara memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan seterusnya.

Di halaman terakhirnya itu juga jelaskan tentang kalau kita itu harus tetap menjaga protokol kesehatan
total ada tiga halaman.

”Harapannya, anak-anak ini bisa disiplin menjalani prokes setelah memahami isi materi dalam Pop Up
Book. Jadinya, mereka menerima materi dengan rasa senang hati karena juga dilengkapi suara-suara
dari barcode yang di-scan,” pungkas Mutiara. [Hms/Red]
Safety Goggles Myopi, Kacamata Bagi Pekerja Industri Karya Mahasiswa Unusa

Surabaya, Suara Publik

Mahasiswa Unusa Surabaya membuat inovasi Safety Goggles Myopi bagi pekerja. Mereka adalah Naufal
Ilham Saputra, Husnul Kirom Ramadhani, Amrina Rosyadah. Ketiganya mahasiswa dari Prodi D4
Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3) dan Violin Margaretha Puspita Ningrum dari prodi S1 Keperawatan.

Keempat mahasiswa itu lolos dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) program
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan teknologi (Kemdikbud Ristek) Direktorat Pendidikan
Tinggi (Dikti).

Alasan dibuatnya kacamata berankat dari banyaknya pekerja pada sektor industri dan kontraktor yang
mengalami masalah pada mata. Ditambah kurangnya pemahaman penggunaan kacamata pelindung di
saat melakukan pengelasan. "Jadi kami membuat kacamata ini biar para pekerja tidak kesulitan dalam
menjalankan pekerjaaan karena masalah pada matanya," ungkap salah satu mahasiswa, Naufal, Jumat
(9/9/2022).

Naufal menjelasakan, jika dalam dunia industri kontraktor tidak jarang adanya kejadian kecelakaan yang
diakibatkan kondisi kesehatan mata menurun atau minus. "Jadi kacamata ini bisa menyesuaikan lensa
kacamatanya dari penggunanya sehingga bisa melihat dengan nyaman," ujarnya.

Memiliki tiga lapis lensa membuat pekerja dengan muda melakukan aktivitas pekerjaan mereka. "Ada
tiga lapis lensa seperti lapisan terluar ada kaca pelindung untuk mata, lapir kedua lensa minus atau
silinder dari pekerja, dan lapis ketiga kaca hitam standart untuk mengelas," terangnya.
Naufal menjelaskan pada kacamata Safety Goggles Myopi kaca hitam untuk mengelas bisa dibongkar
pasang. "Ini bisa digunakan saat melakukan pengelasan saja," ungkap Mahasiswa K3 ini.

Naufal menceritakan jika dalam pembuatan Safety Goggles Myopi dirinya mencoba beberapa kali hingga
akhirnya bentuk kacamata ini yang bisa dimaksimalkan. "Jadi dua kali kami membuat konsep kacamata
bagi pekerja ini, dan yang terbaru ini serta mendapatkan tanggapan yang cukup bagus bagi
penggunanya," ungkapnya.

Safety Goggles Myopi memiliki keunggulan dengan memiliki tiga lapis kaca atau lensa atau 3 in 1, kedua
kenyamanan dari produk ini karena stripernya disesuaikan dengan ukuran kepala, lensa frame minusnya
bisa dilepas, dan looknya lebih sporty.

Mahasiswa ini sudah mulai menjual produk ini di market place seperti shoppe dengan nama SGM.goid
serta dibandrol dengan harga Rp 275 ribu. "Alhamdulillah sudah beberapa orang yang pesan dan sudah
digunakan lebih enak karena nyaman saat digunakan," pungkasnya. [Hms/Red]
Ikuti Student Exchange, Mahasiswa UNAIR Pelajari Budaya Disiplin Ala Negeri Ginseng

Jakarta, Suara Publik

Melalui program kerja sama student exchange antara UNAIR dengan Jeonbuk National University
(JBNU), enam mahasiswa UNAIR berhasil menapakkan kakinya di Negeri Ginseng. Mereka adalah Reno
Afriano, Yulia Mega Puspita, Aning Luthfiyah S., Ilmi Hafzah Nuraini, Filzah Thahirah Amanina, dan Widya
Rachmah. Keenam mahasiswa tersebut diketahui terbang ke Korea Selatan pada Agustus 2022.

Belajar Budaya Disiplin Ala Korea Selatan


Mendapatkan kesempatan menimba ilmu di luar negeri tidak saja menambah wawasan akademik, tetapi
juga wawasan secara sosial dan kultural. Selama menjalani masa perkuliahan di sana, Reno, salah satu
delegasi tak lupa memperhatikan budaya akademis yang dibangun di Korea Selatan dan
membandingkannya dengan Indonesia. Menurutnya, tidak terdapat perbedaan mencolok khususnya
dari segi pengajaran. Hanya saja, budaya disiplin dan menghargai waktu lebih dijunjung tinggi.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan belajar budaya baru, Reno juga turut mengamati gaya hidup dan
perilaku penduduk setempat. Menurutnya, budaya dan gaya hidup di Korea Selatan sangat patut untuk
ditiru, seperti halnya gaya hidup yang tertib, disiplin dan sadar akan privasi. “Korea Selatan itu budaya
menjaga privasinya tinggi banget. Jadi kita nggak boleh foto kelihatan orang gitu di dalamnya, harus
minta consent. Kalau ketahuan sama orangnya bisa ditegur,” ungkap Reno.

Tak lupa, Reno juga membagikan hal menarik terkait dengan sistem pengelolaan sampah di Korea
Selatan yang membuatnya kagum. Di Jeonju, kota tempatnya menimba ilmu, penduduk setempat
diharuskan melakukan pengelolaan sampah dengan memilah-milah sesuai jenisnya sehingga lebih
teratur. Jika tidak, maka akan dikenakan denda. Hal ini tentu saja berkaitan dengan budaya disiplin yang
terbangun di Korea Selatan. “Oh iya, di jalan aku lihat hampir gak ada sama sekali tong sampah tapi
jalanan bersih banget,” ujarnya.

Meskipun terbilang menikmati, harus diakui bahwa terdapat tantangan yang harus Reno dan kawan-
kawan hadapi. Kepada pihak UNAIR NEWS (5/9/2022), Reno menceritakan bahwa bahasa menjadi
tantangan utama. Lantaran, penggunaan bahasa Inggris—sebagai bahasa internasional—di Korea
Selatan masih minim sehingga menyulitkan komunikasi. “Bahkan sekalipun itu (bahasa Inggris, Red), di
bagian imigrasi atau lingkungan kampus. Kalau dikomparasi, orang Indonesia masih lumayan lebih
bagus,” pungkas Reno.

Pertukaran Mahasiswa sebagai Batu Loncatan

Berkesempatan mengikuti pertukaran mahasiswa di negara lain tentu saja menjadi hal yang berkesan
bagi Reno. Pasalnya, mahasiswa yang aktif mengikuti kompetisi debat tersebut telah memiliki keinginan
untuk belajar di luar negeri sejak lama. Selain itu, ia juga berencana melanjutkan pendidikan magister di
luar negeri. Oleh karena itu, ia merasa perlu memulainya melalui program student exchange sebagai
batu loncatan agar dapat lebih mudah beradaptasi dengan iklim yang baru, budaya akademik, hingga
masyarakat lokal di kemudian hari. [Hms/red]
Bantu Kinerja TNI, Mahasiswa ITS Kembangkan Lampu Morse Otomatis

Surabaya, Suara Publik

Dalam mengemban tugasnya sebagai garda terdepan pertahanan negara, Tentara Nasional Indonesia
(TNI) Angkatan Laut (AL) membutuhkan perangkat teknologi yang mumpuni. Namun, ujung tombak
kekuatan TNI AL yakni Kapal Republik Indonesia (KRI) masih menggunakan lampu komunikasi dengan
sistem manual. Melihat hal ini, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengembangkan
lampu canggih bernama Automorse.

Inovasi tersebut muncul untuk menyelesaikan masalah lampu komunikasi di KRI bersistem manual yang
bisa membuat pekerjaan menjadi lebih lambat dan rentan terjadi human error. Hal tersebut membuat
Sangsaka Wira Utama, seorang mahasiswa Departemen Teknik Fisika ITS, terbesit ide untuk
menciptakan sistem yang dapat menerjemahkan lampu morse secara otomatis yang diberi nama
Automorse.

Mahasiswa yang akrab disapa Wira ini mengungkapkan bahwa Automorse ini menggunakan sistem
pengirim dan penerima sandi flashlight, dengan sistem yang dapat bekerja secara otomatis dan
terenkripsi berbasis image processing. Sistem yang dikembangkan Wira bersama dua rekannya, yaitu
Tadeus Pantryan Simarmata dan Niza Rosyda, ini menggunakan sistem komputasi digital yakni Smart
Flash Processing System (SFPS).

Menurut Wira, awalnya dilakukan penyempurnaan SFPS dari hasil pengujian yang telah berhasil
mengirim dan menerima pesan secara akurat. Adapun penyempurnaan meliputi penggunaan material
sesuai standar militer, sistem keamanan data, baterai, dan banyaknya kalimat yang diterima serta
dikirim.

Dikatakan Wira, adanya penyempurnaan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
SFPS. Setelah disempurnakan, Automorse dapat dioperasikan di luar area ruangan kontrol. “Serta
meminimalisir risiko operator flashlight yang rentan terjadi human error,” ungkap Wira.

Ia menjelaskan, sistem Automorse ini memiliki bagian perangkat lunak yang berfungsi untuk
mengendalikan perangkat keras dan menerjemahkan sandi. Sementara, untuk perangkat keras ini
berbentuk persis lampu sorot berlapis baja dan mikrokontroler. Di dalam lampu sorot tersebut terdiri
dari beberapa komponen yaitu lampu LED, webcam, dan mikrokontroler.

Bersama timnya, Wira telah merencanakan strategi pemasaran produk, yakni dengan membidik target
pasar pada Koarmada II TNI AL. Inovasi ini diharapkan dapat menggantikan alat komunikasi sandi
konvensional yang terpasang di kapal laut. Tak berhenti di situ, Wira juga berencana akan menjalin kerja
sama dengan salah satu industri alutsista nasional yaitu PT PAL Indonesia.

Berbagai upaya akan terus dilakukan untuk pengembangan produk hingga dapat menginstalasi 20 KRI.
Namun sebagai innovator, mereka masih terkendala untuk menembus pasar jika tidak memiliki relasi
bisnis ke pemerintahan. “Kami berharap ITS membuka jalur khusus alumni agar dapat membantu
pemasaran produk kami dan melakukan pendampingan secara berkala,” ucap Wira dengan penuh
harap.[Hms/Red]

Anda mungkin juga menyukai