Anda di halaman 1dari 16

MODUL INTI 2

LAYANAN TES HIV DAN SKRINING

I. Deskripsi Singkat
Program penanggulangan HIV AIDS mempunyai visi untuk menghentikan AIDS pada tahun 2030
dengan tujuan 1) Meniadakan kasus infeksi baru (Zero new infection); 2) Meniadakan kematian karena
AIDS (Zero AIDS Related Death) 3). Meniadakan diskriminasi (zero discrimination) . Target yang
ditentukan adalah: pada tahun 2027, 90% ODHA sudah mengetahui status HIV nya, 90% ODHA yang
tahu status HIVnya mendapatkan pengobatan ARV, 90 % yang mendapat ARV virusnya tersupresi.

Untuk tujuan meniadakan kasus infeksi baru dan target 90% ODHA sudah mengetahui status HIVnya,
salah satu upaya adalah dengan memperluas dan meningkatkan tes HIV di fasilitas-fasilitas pelayanan
kesehatan, termasuk di rutan/lapas. Dengan demikian perlu upaya peningkatan kemampuan tenaga
kesehatan di fasyankes dalam melakukan pemeriksaan HIV.

Modul ini akan membahas tentang: Konsep layanan tes HIV; Layanan tes HIV dan Skrining HIV

II. Tujuan Pembelajaran


A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi peserta mampu melakukan inisiasi tes HIV kepada pasien dan skrining.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi peserta mampu:
1. Menjelaskan konsep layanan tes HIV
2. Melakukan inisiasi tes HIV kepada pasien
3. Melakukan skrining HIV

III. Pokok Bahasan dan Subpokok Bahasan


1. Konsep layanan tes HIV
2. Layanan Tes HIV:
2.1. Prinsip 5 C
2.2. Penawaran rutin tes HIV
2.3. Alur layanan tes HIV (Algoritma)
2.4. Inisiasi tes HIV kepada pasien
3. Skrining HIV

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran. Waktu


Langkah 1. Pengkondisian (5-10 menit)
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila ini merupakan pertemuan pertama
di kelas ini, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja/pengalaman bekerja terkait dengan materi yang akan disampaikan.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan dibahas, sebaiknya
dengan menggunakan bahan tayang, lakukan penegasan dan jangan hanya membacakan saja.

Langkah 2. Pembahasan pokok bahasan 1 (45 menit)


1. Fasilitator memandu curah pendapat, dengan menanyakan kepada peserta, hal-hal apa menurut
pengetahuan peserta yang menjadi dasar pertimbangan atau konsep layanan tes HIV? Tuliskan
jawaban peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator mempresentasikan materi tentang Konsep layanan tes HIV, dengan menggunakan
bahan tayang, secara interaktif, mengajak peserta berpartisipasi dalam proses pembelajar an.
3. Beri kesempatan kepada peserta untuk tanya jawab, atau menjawab pertanyaan peserta lainnya.
4. Sampaikan bahwa peserta akan melakukan metode “World café”. Jelaskan tugas peserta sesuai
dengan petunjuk penugasan yang ada pada fasilitator. Selama peserta melakukan “world café”,
fasilitator melakukan pengamatan terhadap aktivitas peserta.
5. Setelah selesai, fasilitator memandu diskusi.
6. Fasilitator menyampaikan ulasan.

Langkah 3. Pembahasan pokok bahasan 2 .


Pembahasan subpokok bahasan 1.
1. Fasilitator menjajaki pengetahuan dan pengalaman peserta tentang layanan tes HIV. Tanyakan
selanjutnya, apa yang diketahui peserta tentang konsep 5 C? Tuliskan pendapat peserta pada
kertas flipchart.
2. Fasilitator mempresentasikan materi tentang Konsep 5C, dengan menggunakan bahan ta- yang,
secara interaktif, mengajak peserta berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dengan meminta
mengemukakan contoh-contoh, dan lain-lain.
3. Beri kesempatan kepada peserta untuk tanya jawab, atau menjawab pertanyaan peserta lainnya.
4. Katakan bahwa peserta akan mengerjakan Latihan soal. Jelaskan sesuai dengan petunjuk
penugasan yang ada pada fasilitator.
5. Setelah selesai, fasilitator memandu pembahasan jawaban soal.
6. Sampaikan ulasan singkat dan penegasan yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan di
tempat tugas.

Pembahasan subpokok bahasan 2.

1. Fasilitator menjajaki pengetahuan dan pengalaman peserta tentang penawaran rutin tes HIV di
fasyankes/poli rutan/lapas. Tuliskan pendapat peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator mempresentasikan materi tentang Penawaran rutin tes HIV , dengan menggunakan bahan
tayang, secara interaktif, mengajak peserta berpartisipasi dalam proses pembelajar an, dengan
meminta mengemukakan contoh-contoh, atau inovasi yang dilaksanakan di fasyankesnya dan lain-lain.
3. Beri kesempatan kepada peserta untuk tanya jawab, atau menjawab pertanyaan peserta lainnya.
4. Sampaikan ulasan singkat dan penegasan yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan di tempat
tugas.

Pembahasan subpokok bahasan 3 dan 4.


1. Fasilitator menjajaki pengetahuan dan pengalaman peserta tentang Alur layanan tes (Algoritma) dan
penerapannya di fasyankes/poli rutan/lapas. Tuliskan pendapat peserta pada kertas flipchart. Mungkin
ada peserta yang sudah bisa menggambarkan alur layanan tes HIV.
2. Fasilitator mempresentasikan materi tentang Alur layanan tes HIV (Algoritma), dengan menggunakan
bahan tayang, secara interaktif, mengajak peserta berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
3. Beri kesempatan kepada peserta untuk tanya jawab, atau menjawab pertanyaan peserta lainnya.
4. Fasilitator melanjutkan dengan penyampaian tentang Inisiasi tes HIV kepada pasien, secara interaktif,
mengajak peserta berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
5. Beri kesempatan kepada peserta untuk tanya jawab, atau menjawab pertanyaan peserta lainnya.
6. Sampaikan bahwa peserta akan melakukan bermain peran Melakukan inisiasi tes HIV kepada pasien.
Jelaskan kepada peserta sesuai dengan Petunjuk penugasan yang ada pada fasilitator.
7. Fasilitator melakukan pengamatan selama proses bermain peran.
8. Setelah selesai bermain peran, fasilitator memandu diskusi, sesuai dengan petunjuk.
9. Sampaikan ulasan singkat dan penegasan yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan di tempat
tugas.

Langkah 4. Pembahasan pokok bahasan 3


1. Fasilitator menjajaki pengetahuan dan pengalaman peserta tentang skrining HIV. Apakah ada
kendala dalam pelaksanaannya di fasyankes atau di poli rutan/lapas? Tuliskan poin-poin penting
jawaban peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator mempresentasikan materi tentang Skrining dengan reagen 1, dengan menggunakan
bahan tayang, secara interaktif, mengajak peserta berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
3. Beri kesempatan kepada peserta untuk tanya jawab, atau menjawab pertanyaan peserta lainnya.
4. Sampaikan bahwa peserta akan melakukan praktik skrining HIV. Jelaskan kepada peserta sesuai
dengan Petunjuk penugasan yang ada pada fasilitator.
5. Fasilitator melakukan pengamatan dan memberikan bantuan pada waktu praktik skriningHIV
6. Setelah selesai praktik, fasilitator memandu diskusi tentang hal-hal yang terjadi selama praktik.
7. Sampaikan ulasan singkat dan penegasan yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan di
tempat tugas.

Langkah 5. Rangkuman dan Penutup (10 menit)


1. Fasilitator mengajak peserta merangkum apa yang telah dipelajari peserta dalam pembahasan
materi ini.
2. Sampaikan bahwa dengan pembahasan materi ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan
peserta dalam melakukan inisiasi tes HIV kepada pasien dan skrining HIV secara benar.
3. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih dan salam

V. Uraian Materi

POKOK BAHASAN 1. KONSEP LAYANAN TES HIV


Istilah “layanan tes HIV” digunakan untuk memperbarui istilah “konseling dan tes HIV”, untuk mencakup kisaran
lengkap layanan tes HIV----Tes atas inisiasi petugas, linkage to care, correct test result, konseling berkelanjutan,
jaminan kualitas dan lain-lain.

Konsep layanan tes HIV mengacu pada konsep layanan komprehensif berkesinambungan. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya adalah

 Karakter penyakit HIV


 Karakter pengobatan HIV
 Sistem layanan kesehatan di Indonesia
 Dampak sosial dan ekonomi terhadap pasien

Karakter penyakit HIV


HIV merupakan penyakit menular yang bersifat kronis yang menyebabkan penurunan kekebalan tubuh manusia.
Kondisi ini tidak dapat disembuhkan secara tuntas, akan tetapi dapat dikontrol dengan pemberian ARV seumur
hidup, kondisi seperti ini disebut kronis atau memerlukan pengobatan jangka panjang. Kerusakan sistem
kekebalan tubuh menyebabkan pasien rentan terhadap berbagai penyakit infeksi yang disebut dengan infeksi
oportunistik.

Karakter pengobatan HIV


HIV merupakan penyakit yang mempunyai fase akut dan kronis. Fase akut disini adalah fase dimana seseorang
sudah mendapatkan infeksi oportunistik yang memerlukan penanganan infeksi terlebih dahulu sebelum memulai
pengobatan fase kronis dengan menggunakan ARV. Fase kronis memerlukan pengobatan seumur hidup
sedangkan fase akut memerlukan waktu dalam kurun periode tertentu sesuai dengan penyakit infeksinya, contoh
TB memerlukan waktu 6 bulan untuk pengobatannya.

Stadium klinis HIV dan fase pengobatan menentukan dimana pasien ini akan ditemukan, tipe fasyankes yang
akan menemukan dan mengobati pasien serta sistem jejaring rujukan dan komunikasi agar pasien tidak hilang,
terdiagnosis dan terkontrol dengan ARV.

Pengetahuan tentang stadium klinis diperlukan untuk membantu menemukan pasien, menentukan jenis
fasyankes yang mampu merawat dan mengobati serta mempertahankan pasien untuk tetap minum obat

Karakteristik penyakit HIV diatas perlu diterjemahkan dalam membangun bentuk layanan tes HIV yang meliputi
beberapa aspek yaitu

 Bagaimana cara menemukan kasus


 Bagaimana kasus yang ditemukan dapat diobati dan ditindaklanjuti dengan membangun jejaring kerja
internal maupun eksternal
 Bagaimana membangun layanan yang dapat diakses oleh populasi kunci dan tidak memberikan
ketakutan dan stigma.
 Sistem promosi atau marketing agar masyarakat tahu, tersedia layanan diagnosis dan pengobat an HIV
serta

Layanan tes HIV di fasyankes dibangun terintegrasi sesuai dengan tatanan layanan kesehatan.

Layanan tes HIV dibangun secara terintegrasi, dalam pengertian


1. Terintegrasi dengan sistem pelayanan kesehatan yang ada tanpa menciptakan sistem yang baru,
sebagai contoh pasien HIV tetap mengantri dan mendaftar, catatan medis pasien HIV diletakkan di unit
rekam medis, tidak perlu laboratorium dan unit farmasi yang khusus untuk program HIV.
2. Terintegrasi untuk tujuan penemuan kasus, dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan di semua poli
rawat jalan, seperti poli TB, klinik hepatitis, klinik kebidanan dan kandungan, klinik TB dan rawat inap.
3. Terintegrasi dalam pengobatan dan pencatatan, dilakukan dalam poliklinik terpadu dengan penyakit
lainnya seperti poli TB-HIV-IMS. Integrasi dalam pengobatan diperlukan karena memerlukan tindak
lanjut untuk mencegah pasien hilang dan adanya pencatatan, pelaporan
4. Layanan tes HIV wajib dilakukan bersama dengan layanan IMS, dimana semua pasien HIV, ibu hamil,
populasi kunci apapun status HIVnya wajib dilakukan pemeriksaan IMS.
POKOK BAHASAN 2. LAYANAN TES HIV

A. Prinsip 5 C

Layanan test HIV menganut prinsip 5 C yaitu 1) consent; 2) confidentiality; 3) counseling; 4) correct test
results;5) connection to care, treatment and prevention services.

1. Consent
Seseorang yang dites HIV perlu memberikan persetujuan atau informed consent. Orang itu perlu
diberitahu tentang manfaat tes baik klinis maupun pencegahan, klien/pasien mempunyai hak untuk
menolak tes, bila hasil tes positif maka klien/pasien wajib dihubungkan dengan layanan PDP dan
layanan pelacakan kontak. Persetujuan cukup diberikan secara lisan dalam hal pasien menolak,
diperlukan tanda tangan dari pasien

2. Confidential
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua informasi yang berkaitan dengan penyakit pasien dan
tercatat dalam rekam medis termasuk hasil tes HIV, adalah bersifat konfidensial. Artinya, petugas tidak
boleh memberitahu hasil tes pasien kepada orang lain yang tidak berkepentingan terhadap pengobatan
dan perawatan pasien tanpa seizin pasien.

Namun, ada kalanya informasi tentang hasil tes pasien perlu disampaikan kepada petugas lainnya
tatkala melakukan rujukan. Rujukan dibuat demi kepentingan perawatan dan pengobatan pasien dan
bukan untuk melepas tanggung jawab petugas atau mengalihkan masalah ke faskes rujukan.

Dalam konteks layanan, hanya pasien dan tim medis (mungkin lebih dari satu petugas) yang merawat
atau mengobati langsung pasien sajalah yang mengetahui status HIV pasien. Oleh karena itu perlu
dibicarakan dengan pasien tentang hal tersebut untuk mencegah timbulnya masalah dikemudian hari.
Pasien juga diminta untuk membuka status HIV waktu mengunjungi fasilitas kesehatan lain yang belum
mengetahui status HIV pasien agar pasien mendapat layanan yang lebih tepat.

3. Counseling
Tes HIV perlu disertai dengan informasi singkat tentang manfaat tespada pra-tes yang
memadai dan informasi tentang hasil tes beserta rencana kerja pada pasca-tes.

4. Correct test results


Tes dilakukan dengan mengikuti pedoman dan pemantapan mutu internal dan eksternal. Hasil
perlu disampaikan ke klien/pasien kecuali yang bersangkutan menolak.

5. Connections to HIV prevention, treatment and care and support services


Orang dengan HIV reaktif harus dipastikan mendapatkan pengobatan ARV, sesegera mungkin.
Layanan tes HIV dan akses terhadap perawatan dan pengobatan ARV merupakan satu bagian yang
tidak boleh dipisahkan. Perlu tersedianya layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP),
layanan pencegahan termasuk sistem rujukan dan pelacakan pasien.
B. Tes HIV
Permintaan tes HIV dilakukan pada semua pasien dewasa yang datang ke fasyankes. Pada daerah dengan
tingkat epidemi meluas tes HIV diberikan pada seluruh pasien apapun penyakitnya sedangkan pada daerah
dengan tingkat epidemi terkonsentrasi tes HIV dilakukan pada ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, pasien
hepatitis, orang yang datang pada layanan KB, sirkumsisi dewasa serta PTRM ( Program Terapi Rumatan
Metadon) pasangan ODHA dan populasi kunci.

Sebelum tes, pasien perlu diberikan informasi untuk menyakinkan pasien dalam memberikan persetujuan, ini
disebut informasi pra-tes. Pada keadaan tertentu, mungkin diperlukan konseling tambahan yang lebih lengkap
dan untuk itu pasien dapat dirujuk ke konselor.

Sesuai dengan situasi di tempat, informasi pra-tes dapat diberikan secara individual atau kelompok. Persetujuan
untuk menjalani tes HIV (informed consent) harus selalu diberikan secara individual, dan cukup diberikan secara
lisan.

Informasi pra-tes meliputi:

 Manfaat tes HIV pada tiap kelompok yang dites


 Kaitan TB/IMS/Hepatitis dengan HIV
 Risiko penularan HIV pada tiap kelompok juga kepada bayi
C. Alur layanan tes HIV
D. rawat jalan dan rawat inap
Pasien di sarana

Kelompok pasien yang di tes HIV

LSL, Waria, WPS/PPS, Penasun dan Pelanggan


Ibu hamil
Pasien TB
Pasien IMS atau dengan keluhan IMS
Pasien hepatitis
Pasien dengan gejala penurunan kekebalan tubuh
( gejala IO)
Pasangan ODHA
Di Tanah Papua, semua orang yang datang ke layanan
  E.
Menerima verbal consent

Menerima Tes Menolak tes

Ke laboratorium F. Tanda tangan surat pernyataan, beri informasi manfaat tes, dan
edukasi pencegahan

Hasil lab baik reaktif atau non reaktif dikembalikan ke nakes


pengirim

Positif Inkonklusif Negatif

Jelaskan makna hasil tes, jelaskan secara garis besar, apa langkah yang
akan dilakukan di klinik terpadu untuk akses layanan ARV beserta
semua paket perawatan

Bagan 1. Alur layanan tes (Algoritma)


D. Permintaan tes HIV kepada pasien
Setiap petugas kesehatan di layanan HIV diharapkan dapat meminta pemeriksaan tes HIV kepada pasien.
Pada dasarnya, meminta tes HIV kepada pasien adalah mengkomunikasikan kepada pasien , bahwa pasien
akan di tes HIV. Diharapkan pasien dapat memahami bahwa tes HIV sama dengan pemeriksaan rutin
lainnya seperti ANC pada ibu hamil, pemeriksaan dahak pada pasien TB paru dan lain-lain.

Contoh komunikasi dalam rangka inisiasi tes HIV kepada pasien

“Program pemerintah dan juga kebijakan puskesmas ini adalah semua ibu
hamil diminta untuk tes HIV, sifilis dan hepatitis. Ibu yang HIV, sifilis dan
hepatitis bisa menularkan pada bayinya. Akibat HIV, sifilis dan hepatitis pada
bayi akan membuat bayi sakit.
Jika ibu diketahui HIV positif, dan sifilis, ada obat yang dapat mencegah
penularannya HIV dan sifilis dari ibu ke bayi, dan juga merupakan pengobatan
untuk ibu.

Jika ibu diketahui hepatitis, maka bayi perlu diberikan imunisasi hepatitis dan
immunoglobulin sebelum 24 jam dari lahir.

Kami akan melakukan tes HIV, sifilis, hepatitis, dan pemeriksaan lainnya, kecuali
jika ibu menolak.

Apakah ada pertanyaan?”

Sudah menjadi program pemerintah bahwa semua pasien TB dilakukan tes HIV.
Orang dengan TB yang juga HIV harus segera mendapatkan obat HIV (ARV), jika
tidak, dapat membahayakan Anda. Saya akan melakukan tes HIV, kecuali Anda
menolak. Apakah ada pertanyaan

“Hasil tes HIV hanya akan kami sampaikan kepada anda dan tim medis yang
berkepentingan di dalam perawatan dan pengobatan . Di luar dari itu,
hasilnya bersifat rahasia dan tidak boleh dibuka kepada siapa pun tanpa izin
dari anda. Anda ingin memberitahu orang lain mengenai hasil tes ini atau
tidak, sepenuhnya merupakan keputusan anda.”

Sampai disini peserta dapat mengerjakan penugasan


2. Bermain peran Melakukan inisiasi tes HIV kepada
pasien, sesuai dengan petunjuk dan skenario bermain
peran yang ada pada fasilitator.
POKOK BAHASAN 3. SKRINING HIV

Tes HIV

Tes antibodi HIV pertama tersedia pada tahun 1985. Sejak saat itu, tes antibodi baru telah dikembangkan dan
dievaluasi oleh Laboratorium Rujukan Nasional RSCM.. Tes-tes ini tidak mendeteksi keberadaan virus HIV itu
sendiri tetapi mendeteksi reaksi tubuh terhadap virus HIV (antibody). Saat ini, tes antibodi ini terdiri dari dua
tujuan yaitu tes skrining dan diagnosis.

Hasil tes positif berarti seseorang terinfeksi HIV dan terdeteksi antibodi HIV serta dapat menularkan orang lain..
Hasil negatif berarti tidak ada antibodi terhadap HIV dalam darah pada saat tes. Tidak adanya antibodi bisa
karena memang tidak terinfeksi atau sudah terinfeksi tetapi belum mempunyai antibodi yang cukup untuk
dideteksi oleh alat pemeriksaan tes HIV ( periode jendela).

Triase (Skrining/Penapisan oleh petugas kesehatan terdepan)

Triase adalah suatu bentuk pendekatan dengan tujuan mencari orang yang dicurigai HIV ( suspect HIV) dengan
menggunakan satu jenis rapid tes saja. Hasil pemeriksaan reaktif akan dirujuk ke sarana yang memiliki fasilitas
pemeriksaan 3 rapid tes untuk diagnosis guna memastikan apakan orang tersebut benar positif terinfeksi atau
tidak.

Triase dilakukan oleh tenaga kesehatan pada tingkat pustu, polindes, petugas/penanggung jawab klinik/program
TB, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta, rumah bersalin dan layanan sunat untuk orang dewasa.
Tenaga kesehatan, pada kelompok yang menjadi target sasaran, memintakan pemeriksaan tes HIV, lalu pasien
membawa surat permintaan ke laboratorium dan petugas laboratorium melakukan pemeriksaan tes HIV HANYA
dengan 1 jenis rapid tes saja.

Hasil pemeriksan reaktif akan dirujuk ke layanan diagnosis HIV. Rujukan diagnosis dapat dilakukan dengan
beberapa cara:

1) mengirim sampel darah pasien;

2) petugas kesehatan dari layanan rujukan datang untuk melakukan tes;

3) pasien dikirim ke layanan rujukan .

Triase direkomendasikan untuk dilakukan pada layanan terdepan. Pengujian harus bersifat sukarela dan bebas
dari paksaan-pasien tidak boleh diuji tanpa sepengetahuan mereka. Persetujuan tertulis khusus untuk tes HIV
tidak diperlukan. Di sebagian besar rangkaian, persetujuan verbal dianggap cukup untuk mencakup informed
consent untuk tes HIV (Permenkes 21, 2013).

Penggunaan tes HIV yang cepat harus dipertimbangkan, terutama di klinik dimana sebagian besar pasien tidak
kembali untuk hasil tes HIV. Tes skrining positif untuk antibodi HIV harus dikonfirmasi dengan tes tambahan
dengan reagen ke 2 dan 3 di saran rujukan diagnosis sebelum diagnosis infeksi HIV dapat dilakukan.

Tes pertama yang dilakukan adalah tes skrining yang sensitifitas tinggi > 99%, menggunakan tes cepat/Rapid
tes dengan sampel berupa darah segar, serum/plasma. Tes menunjukkan adanya antibodi terhadap HIV,
dimana tubuh mulai memproduksi antibodi antara 2 dan 12 minggu setelah terinfeksi. Waktu yang diperlukan
untuk tes HIV maksimal 30
ALUR TES SKRINING HIV & SIFILIS di PUSTU/POSYANSDU/LAYANAN GARDA TERDEPAN

Skrining HIV dan


Sifilis

Edukasi dan Informasi

Ambil darah perifer/ujung jari

Lakukan Pemeriksaan HIV dan


Sifilis dengan Tes Cepat/Rapid tes

Non Reaktif Reaktif


Ambil darah vena
--> Rujuk sampel Rujuk Pasien untuk datang
Informasikan hasil ke Puskesmas/klinik untuk
ke Layanan statis
ke Pasien pemeriksaan lanjutan
HIV
(puskesmas/klinik)
Jadwalkan pemeriksaan
ulang sesuai faktor risiko

Pemeriksaan Anti HIV Metoda Rapid dan Interpretasi Hasil Pemeriksaan HIV

Persiapan Pasien
 Setiap pasien yang akan diperiksa untuk HIV perlu mendapatkan informasi pra tes.
 Pasien memberikan inform consent sebagai tanda persetujuan secara verbal, untuk dilakukan
pemeriksaan HIV.

Persiapan Petugas
 Petugas yang melakukan pemeriksaan HIV sudah mendapatkan pelatihan dan pemeriksaan HIV harus
memenuhi syarat 5 C.

Persiapan Sampel
 Pengambilan sampel darah vena dilakukan tenaga kesehatan yang berkompeten untuk melakukan
pengambilan sampel darah.
 Sample darah harus dilakukan pengolahan sesuai petunjuk package insert reagensia yang dipakai
sebelum dilakukan pemeriksaan
Prosedur pengambilan dan pengolahan sample darah harus mengikuti Prosedur Kerja Standar (PKS).

Reagensia dan alat

Pemeriksaan menggunakan reagensia yang sudah terdaftar pada Kementerian Kesehatan dan pemilihan
reagensia yang dipakai pada pemeriksaan pertama, kedua dan ketiga harus mengikuti kaidah seperti yang
tertulis dalam PERMENKES 15 TAHUN 2015.
Selain itu perlu diperhatikan juga waktu kedaluarsa dan suhu penyimpanan dari tiap kemasan reagensia yang
diterima.
Peralatan yang dipakai harus terpelihara dan terkalibrasi secara teratur. Kebersihan peralatan perlu
mendapatkan perhatian untuk menjamin keselamatan kerja.
Mengatur tempat untuk melakukan pemerikaan

Mempunyai ruang kerja yang teratur adalah kunci untuk mendapatkan hasil yang berkualitas. Penting untuk:
menjaga ruangan bersih dan teratur
Menaruh peralatan pemeriksaan di tempat yang mudah diraih. Jika ditaruh sembarangan atau diletakkan di
depan pasien, berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja

Prosedur Pemeriksaan HIV


1. Ambil darah dari ujung jari dengan menggunakan lancet
2. Teteskan darah pada membran dengan volume sesuai dengan package insert (beda
reagensia beda volume dan prosedur)
3. Teteskan buffer dengan volume sesuai dengan package insert (beda reagensia beda volume
dan prosedur)
4. Tunggu selama 15-20 menit (tergantung reagensia yang digunakan)
5. Baca Hasil langsung
6. Tulis hasil dilembar hasil dan di lembar kerja pemeriksaan laboratorium
7. Bila hasil Reaktif  ambil darah vena (rujuk sampel) / rujuk pasien ke layanan statis
(Puskesmas/klinik)

Cara Membaca hasil :

REAKTIF REAKTIF NON REAKTIF

Catat hasil print out pada Lembar kerja pemeriksaan HIV dan juga catat juga secara rinci hal – hal berikut ini :.

1. Tanggal pemeriksaan dilakukan


2. Nama reagensia yang digunakan
3. Tanggal Kadaluarsa dan Nomor Lot reagensia
4. Nama/Initial Pemeriksa serta Penanggung Jawab yang melakukan verifikasi hasil.
5. Hasil yang reaktif ditulis dengan tinta merah.
6. Tulis hasil pemeriksaan pada lembar hasil pemeriksaan yang akan diserahkan kepada pasien/klien.
PROSEDUR PENGAMBILAN DARAH PERIFER

PROSEDUR PEMERIKSAAN HIV (HANYA CONTOH) REAGENSIA SD HIV BIOLINE 3.0

1. Siapkan alat dan bahan


 Strip tes SD HIV 1/2 3.0 Bioline
 Buffer SD HIV 1/2 3.0 Bioline
 Mikropipet ukuran 5-50 ul atau pipet tetes
 Tip Kuning
 Timer

2. Siapkan strip tes yang baru


3. Cek warna silica Gel

4. Pakai Sarung tangan

5. Buka kemasan dan keluarkan reagensia

6. Tuliskan ID Pasien diatas Membran


7. Lakukan pengambilan darah perifer (lihat prosedur diatas)
8. Ambil darah sebanyak 20 ul

9. Cek volume darah bila menggunakan pipet tetes

10. Teteskan 20 ul darah ke dalam membran

11. Teteskan 4 tetes buffer ke dalam membran


12. Biarkan buffer menyerap dan nyalakan timer
13. Baca hasil dalam 20 menit

14. Pembacaan Hasil

NON
REAKTIF

REAKTIF

15. Untuk hasil invalid ulangi tes dengan membran strip yang baru dan lakukan uji control dengan
sampel reaktif dan non reaktif
16. Untuk hasil Reaktif lakukan pemeriksaan lanjutan untuk reagensia 2 dan 3, atau rujuk sampel
ke puskesmas/klinik terdekat yang melakukan tes HIV.

Daftar Kepustakaan
1. Consolidated guidelines on HIV diagnosis, prevention and treatment among key populations.
Geneva:World Health Organization; 2014 (http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/128048/1/
9789241507431_eng.pdf?ua=1&ua=1, accessed 14 March 2015)
2. Wanyenze RK, Kamywa MR, Fatch R, Mayanja-Kizza H, Baveewo S, Szekeres G et al. Abbreviated
HIVcounselling and tes and enhanced referral to care in Uganda: a factorial randomised controlled
trial.Lancet Glob Health. 2013;1(3):e137-45
3. Shamu S, Zarowsky C, Shefer T, Temmerman M, Abrahams N. Intimate partner violence after
disclosure ofHIV test results among pregnant women in Harare, Zimbabwe. PLoS One.
2014;9(10):e109447.
4. 90–90–90. Ambitious treatment targets: writing the final chapter of the AIDS epidemic – a
discussionpaper. Geneva: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS; 2014
http://www.unaids.org/en/resources/documents/2014/90–90–90, accessed 3 March 2015).
5. Kennedy CE, Fonner VA, Sweat MD, Okero FA, Baggaley R, O'Reilly KR. Provider-initiated HIV tes
andcounseling in low- and middle-income countries: a systematic review. AIDS Behav.
2013;17(5):1571-90.
6. WHO information Note: Reminder to retest all newly diagnosed HIV-positive individuals in accordance
with WHO recommendations. Geneva: World Health Organization; 2014.
7. Consolidated guidelines on HIV testing services. Geneva: World Health Organization; 2015

Anda mungkin juga menyukai