I. Deskripsi Singkat
Program penanggulangan HIV AIDS mempunyai visi untuk menghentikan AIDS pada tahun 2030
dengan tujuan 1) Meniadakan kasus infeksi baru (Zero new infection); 2) Meniadakan kematian karena
AIDS (Zero AIDS Related Death) 3). Meniadakan diskriminasi (zero discrimination) . Target yang
ditentukan adalah: pada tahun 2027, 90% ODHA sudah mengetahui status HIV nya, 90% ODHA yang
tahu status HIVnya mendapatkan pengobatan ARV, 90 % yang mendapat ARV virusnya tersupresi.
Untuk tujuan meniadakan kasus infeksi baru dan target 90% ODHA sudah mengetahui status HIVnya,
salah satu upaya adalah dengan memperluas dan meningkatkan tes HIV di fasilitas-fasilitas pelayanan
kesehatan, termasuk di rutan/lapas. Dengan demikian perlu upaya peningkatan kemampuan tenaga
kesehatan di fasyankes dalam melakukan pemeriksaan HIV.
Modul ini akan membahas tentang: Konsep layanan tes HIV; Layanan tes HIV dan Skrining HIV
1. Fasilitator menjajaki pengetahuan dan pengalaman peserta tentang penawaran rutin tes HIV di
fasyankes/poli rutan/lapas. Tuliskan pendapat peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator mempresentasikan materi tentang Penawaran rutin tes HIV , dengan menggunakan bahan
tayang, secara interaktif, mengajak peserta berpartisipasi dalam proses pembelajar an, dengan
meminta mengemukakan contoh-contoh, atau inovasi yang dilaksanakan di fasyankesnya dan lain-lain.
3. Beri kesempatan kepada peserta untuk tanya jawab, atau menjawab pertanyaan peserta lainnya.
4. Sampaikan ulasan singkat dan penegasan yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan di tempat
tugas.
V. Uraian Materi
Konsep layanan tes HIV mengacu pada konsep layanan komprehensif berkesinambungan. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal diantaranya adalah
Stadium klinis HIV dan fase pengobatan menentukan dimana pasien ini akan ditemukan, tipe fasyankes yang
akan menemukan dan mengobati pasien serta sistem jejaring rujukan dan komunikasi agar pasien tidak hilang,
terdiagnosis dan terkontrol dengan ARV.
Pengetahuan tentang stadium klinis diperlukan untuk membantu menemukan pasien, menentukan jenis
fasyankes yang mampu merawat dan mengobati serta mempertahankan pasien untuk tetap minum obat
Karakteristik penyakit HIV diatas perlu diterjemahkan dalam membangun bentuk layanan tes HIV yang meliputi
beberapa aspek yaitu
Layanan tes HIV di fasyankes dibangun terintegrasi sesuai dengan tatanan layanan kesehatan.
A. Prinsip 5 C
Layanan test HIV menganut prinsip 5 C yaitu 1) consent; 2) confidentiality; 3) counseling; 4) correct test
results;5) connection to care, treatment and prevention services.
1. Consent
Seseorang yang dites HIV perlu memberikan persetujuan atau informed consent. Orang itu perlu
diberitahu tentang manfaat tes baik klinis maupun pencegahan, klien/pasien mempunyai hak untuk
menolak tes, bila hasil tes positif maka klien/pasien wajib dihubungkan dengan layanan PDP dan
layanan pelacakan kontak. Persetujuan cukup diberikan secara lisan dalam hal pasien menolak,
diperlukan tanda tangan dari pasien
2. Confidential
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua informasi yang berkaitan dengan penyakit pasien dan
tercatat dalam rekam medis termasuk hasil tes HIV, adalah bersifat konfidensial. Artinya, petugas tidak
boleh memberitahu hasil tes pasien kepada orang lain yang tidak berkepentingan terhadap pengobatan
dan perawatan pasien tanpa seizin pasien.
Namun, ada kalanya informasi tentang hasil tes pasien perlu disampaikan kepada petugas lainnya
tatkala melakukan rujukan. Rujukan dibuat demi kepentingan perawatan dan pengobatan pasien dan
bukan untuk melepas tanggung jawab petugas atau mengalihkan masalah ke faskes rujukan.
Dalam konteks layanan, hanya pasien dan tim medis (mungkin lebih dari satu petugas) yang merawat
atau mengobati langsung pasien sajalah yang mengetahui status HIV pasien. Oleh karena itu perlu
dibicarakan dengan pasien tentang hal tersebut untuk mencegah timbulnya masalah dikemudian hari.
Pasien juga diminta untuk membuka status HIV waktu mengunjungi fasilitas kesehatan lain yang belum
mengetahui status HIV pasien agar pasien mendapat layanan yang lebih tepat.
3. Counseling
Tes HIV perlu disertai dengan informasi singkat tentang manfaat tespada pra-tes yang
memadai dan informasi tentang hasil tes beserta rencana kerja pada pasca-tes.
Sebelum tes, pasien perlu diberikan informasi untuk menyakinkan pasien dalam memberikan persetujuan, ini
disebut informasi pra-tes. Pada keadaan tertentu, mungkin diperlukan konseling tambahan yang lebih lengkap
dan untuk itu pasien dapat dirujuk ke konselor.
Sesuai dengan situasi di tempat, informasi pra-tes dapat diberikan secara individual atau kelompok. Persetujuan
untuk menjalani tes HIV (informed consent) harus selalu diberikan secara individual, dan cukup diberikan secara
lisan.
Ke laboratorium F. Tanda tangan surat pernyataan, beri informasi manfaat tes, dan
edukasi pencegahan
Jelaskan makna hasil tes, jelaskan secara garis besar, apa langkah yang
akan dilakukan di klinik terpadu untuk akses layanan ARV beserta
semua paket perawatan
“Program pemerintah dan juga kebijakan puskesmas ini adalah semua ibu
hamil diminta untuk tes HIV, sifilis dan hepatitis. Ibu yang HIV, sifilis dan
hepatitis bisa menularkan pada bayinya. Akibat HIV, sifilis dan hepatitis pada
bayi akan membuat bayi sakit.
Jika ibu diketahui HIV positif, dan sifilis, ada obat yang dapat mencegah
penularannya HIV dan sifilis dari ibu ke bayi, dan juga merupakan pengobatan
untuk ibu.
Jika ibu diketahui hepatitis, maka bayi perlu diberikan imunisasi hepatitis dan
immunoglobulin sebelum 24 jam dari lahir.
Kami akan melakukan tes HIV, sifilis, hepatitis, dan pemeriksaan lainnya, kecuali
jika ibu menolak.
Sudah menjadi program pemerintah bahwa semua pasien TB dilakukan tes HIV.
Orang dengan TB yang juga HIV harus segera mendapatkan obat HIV (ARV), jika
tidak, dapat membahayakan Anda. Saya akan melakukan tes HIV, kecuali Anda
menolak. Apakah ada pertanyaan
“Hasil tes HIV hanya akan kami sampaikan kepada anda dan tim medis yang
berkepentingan di dalam perawatan dan pengobatan . Di luar dari itu,
hasilnya bersifat rahasia dan tidak boleh dibuka kepada siapa pun tanpa izin
dari anda. Anda ingin memberitahu orang lain mengenai hasil tes ini atau
tidak, sepenuhnya merupakan keputusan anda.”
Tes HIV
Tes antibodi HIV pertama tersedia pada tahun 1985. Sejak saat itu, tes antibodi baru telah dikembangkan dan
dievaluasi oleh Laboratorium Rujukan Nasional RSCM.. Tes-tes ini tidak mendeteksi keberadaan virus HIV itu
sendiri tetapi mendeteksi reaksi tubuh terhadap virus HIV (antibody). Saat ini, tes antibodi ini terdiri dari dua
tujuan yaitu tes skrining dan diagnosis.
Hasil tes positif berarti seseorang terinfeksi HIV dan terdeteksi antibodi HIV serta dapat menularkan orang lain..
Hasil negatif berarti tidak ada antibodi terhadap HIV dalam darah pada saat tes. Tidak adanya antibodi bisa
karena memang tidak terinfeksi atau sudah terinfeksi tetapi belum mempunyai antibodi yang cukup untuk
dideteksi oleh alat pemeriksaan tes HIV ( periode jendela).
Triase adalah suatu bentuk pendekatan dengan tujuan mencari orang yang dicurigai HIV ( suspect HIV) dengan
menggunakan satu jenis rapid tes saja. Hasil pemeriksaan reaktif akan dirujuk ke sarana yang memiliki fasilitas
pemeriksaan 3 rapid tes untuk diagnosis guna memastikan apakan orang tersebut benar positif terinfeksi atau
tidak.
Triase dilakukan oleh tenaga kesehatan pada tingkat pustu, polindes, petugas/penanggung jawab klinik/program
TB, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta, rumah bersalin dan layanan sunat untuk orang dewasa.
Tenaga kesehatan, pada kelompok yang menjadi target sasaran, memintakan pemeriksaan tes HIV, lalu pasien
membawa surat permintaan ke laboratorium dan petugas laboratorium melakukan pemeriksaan tes HIV HANYA
dengan 1 jenis rapid tes saja.
Hasil pemeriksan reaktif akan dirujuk ke layanan diagnosis HIV. Rujukan diagnosis dapat dilakukan dengan
beberapa cara:
Triase direkomendasikan untuk dilakukan pada layanan terdepan. Pengujian harus bersifat sukarela dan bebas
dari paksaan-pasien tidak boleh diuji tanpa sepengetahuan mereka. Persetujuan tertulis khusus untuk tes HIV
tidak diperlukan. Di sebagian besar rangkaian, persetujuan verbal dianggap cukup untuk mencakup informed
consent untuk tes HIV (Permenkes 21, 2013).
Penggunaan tes HIV yang cepat harus dipertimbangkan, terutama di klinik dimana sebagian besar pasien tidak
kembali untuk hasil tes HIV. Tes skrining positif untuk antibodi HIV harus dikonfirmasi dengan tes tambahan
dengan reagen ke 2 dan 3 di saran rujukan diagnosis sebelum diagnosis infeksi HIV dapat dilakukan.
Tes pertama yang dilakukan adalah tes skrining yang sensitifitas tinggi > 99%, menggunakan tes cepat/Rapid
tes dengan sampel berupa darah segar, serum/plasma. Tes menunjukkan adanya antibodi terhadap HIV,
dimana tubuh mulai memproduksi antibodi antara 2 dan 12 minggu setelah terinfeksi. Waktu yang diperlukan
untuk tes HIV maksimal 30
ALUR TES SKRINING HIV & SIFILIS di PUSTU/POSYANSDU/LAYANAN GARDA TERDEPAN
Pemeriksaan Anti HIV Metoda Rapid dan Interpretasi Hasil Pemeriksaan HIV
Persiapan Pasien
Setiap pasien yang akan diperiksa untuk HIV perlu mendapatkan informasi pra tes.
Pasien memberikan inform consent sebagai tanda persetujuan secara verbal, untuk dilakukan
pemeriksaan HIV.
Persiapan Petugas
Petugas yang melakukan pemeriksaan HIV sudah mendapatkan pelatihan dan pemeriksaan HIV harus
memenuhi syarat 5 C.
Persiapan Sampel
Pengambilan sampel darah vena dilakukan tenaga kesehatan yang berkompeten untuk melakukan
pengambilan sampel darah.
Sample darah harus dilakukan pengolahan sesuai petunjuk package insert reagensia yang dipakai
sebelum dilakukan pemeriksaan
Prosedur pengambilan dan pengolahan sample darah harus mengikuti Prosedur Kerja Standar (PKS).
Pemeriksaan menggunakan reagensia yang sudah terdaftar pada Kementerian Kesehatan dan pemilihan
reagensia yang dipakai pada pemeriksaan pertama, kedua dan ketiga harus mengikuti kaidah seperti yang
tertulis dalam PERMENKES 15 TAHUN 2015.
Selain itu perlu diperhatikan juga waktu kedaluarsa dan suhu penyimpanan dari tiap kemasan reagensia yang
diterima.
Peralatan yang dipakai harus terpelihara dan terkalibrasi secara teratur. Kebersihan peralatan perlu
mendapatkan perhatian untuk menjamin keselamatan kerja.
Mengatur tempat untuk melakukan pemerikaan
Mempunyai ruang kerja yang teratur adalah kunci untuk mendapatkan hasil yang berkualitas. Penting untuk:
menjaga ruangan bersih dan teratur
Menaruh peralatan pemeriksaan di tempat yang mudah diraih. Jika ditaruh sembarangan atau diletakkan di
depan pasien, berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja
Catat hasil print out pada Lembar kerja pemeriksaan HIV dan juga catat juga secara rinci hal – hal berikut ini :.
NON
REAKTIF
REAKTIF
15. Untuk hasil invalid ulangi tes dengan membran strip yang baru dan lakukan uji control dengan
sampel reaktif dan non reaktif
16. Untuk hasil Reaktif lakukan pemeriksaan lanjutan untuk reagensia 2 dan 3, atau rujuk sampel
ke puskesmas/klinik terdekat yang melakukan tes HIV.
Daftar Kepustakaan
1. Consolidated guidelines on HIV diagnosis, prevention and treatment among key populations.
Geneva:World Health Organization; 2014 (http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/128048/1/
9789241507431_eng.pdf?ua=1&ua=1, accessed 14 March 2015)
2. Wanyenze RK, Kamywa MR, Fatch R, Mayanja-Kizza H, Baveewo S, Szekeres G et al. Abbreviated
HIVcounselling and tes and enhanced referral to care in Uganda: a factorial randomised controlled
trial.Lancet Glob Health. 2013;1(3):e137-45
3. Shamu S, Zarowsky C, Shefer T, Temmerman M, Abrahams N. Intimate partner violence after
disclosure ofHIV test results among pregnant women in Harare, Zimbabwe. PLoS One.
2014;9(10):e109447.
4. 90–90–90. Ambitious treatment targets: writing the final chapter of the AIDS epidemic – a
discussionpaper. Geneva: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS; 2014
http://www.unaids.org/en/resources/documents/2014/90–90–90, accessed 3 March 2015).
5. Kennedy CE, Fonner VA, Sweat MD, Okero FA, Baggaley R, O'Reilly KR. Provider-initiated HIV tes
andcounseling in low- and middle-income countries: a systematic review. AIDS Behav.
2013;17(5):1571-90.
6. WHO information Note: Reminder to retest all newly diagnosed HIV-positive individuals in accordance
with WHO recommendations. Geneva: World Health Organization; 2014.
7. Consolidated guidelines on HIV testing services. Geneva: World Health Organization; 2015