KEPERAWATAN HIV/AIDS
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Sigit Setiawan
30901800162
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
1. RESUME MATERI DARI BALKESMAS
2.
1. SCREENING/PENJARINGAN MASYARAKAT
2. SAP DAN PENDIDIKAN KESEHATAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
A. Latar Belakang :
AIDS adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan
penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan. Peyakit ini merupakan persoalan kesehatan
masyarakat yang sangat penting di beberapa Negara dan bahkan mempunyai implikasi yang
besifat internasional dengan angka moralitas yang presentasenya diatas 80 pada penderita 3tahun
setelah timbulnya manisfestasi klinik AIDS.
B. Tujuan
A. Tujuan Umum : Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit, sasaran mampu
memahami dan mengerti tentang HIV
B. Tujuan Khusus : Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit diharapkan peserta
penyuluhan mampu:
1. Menyabutkan pengertian HIV
2. Menyebutkan gejala HIV
3. Mengetahui cara penularan HIV/AIDS
4. Mengetahui cara pencegahan HIV/AIDS
5. Mengetahui cara memberikan dukungan pada orang yang menderita HIV/AIDS
A. Kegiatan
No. Langkah- Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta Media
langkah
3. menjelaskan tujuan
penyuluhan
4. menyebutkan materi
yang akan diberikan
b. menanyakan kembali
pada peserta tentang
materi yang disampaikan
A. Metode : Ceramah
B. Media : Leaflet
C. Rencana Evaluasi Kegiatan (struktur, proses, hasil)
1) Evaluasi Struktur
2) Evaluasi Proses
6. PUSTAKA
Lampiran :
1. Leaflet
4. ANALISIS VIDEO
KONSELING PRE HIV
1. Nama tindakan yang dilakukan : Pemeriksaan rapid test HIV (HIV test kit)
2. Tujuan tindakan : Untuk mengetahui apakah klien terdiagnosa positif HIV atau negatif
HIV
3. Prinsip tindakan :
j. Indikasi : -
k. Kontra indikasi : -
l. Alat dan bahan : Whole blood, diluent, pipet steril, strip HIV, tissue
4. Prosedur tindakan dan rasionalisasinya :
1. Ambil setetes darah dengan pipet steril
2. Teteskan darah pada strip HIV
3. Teteskan diluent ke strip yang sudah ditetesi darah kurang lebih 4 atau 5 tetes
4. Tunggu kurang lebih 20 menit untuk membaca hasilnya
5. Bahaya yang mungkin terjadi dan antisipasinya :
6. Evaluasi tindakan : Jika hanya ada 1 strip maka klien negatif HIV
7. Daftar pustaka : https://youtu.be/rB0zCP96J4E
KONSELING PERAWATAN PALIATIF HIV
A. PENGKAJIAN
1. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
Demam 1 bulan pada saat malam hari dan pada saat pagi hari turun kembali,
sesak nafas, jamur dilidah dan pernah dirawat karena vertigo.
Saat ini : Tidak ada keluhan untuk saat ini
2) Upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasinya
Upaya untuk mengatasi penyakit yang di alami ( HIV AIDS) rutin mengonsumsi
ARV
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
Riwayat vertigo selama 4 hari
1) Penyakit yang pernah dialami
Vertigo saja , selain itu tidak ada penyakit penyerta lainya.
Pernah dirawat
Klien mengatakan pernah dirawat 4 hari karena vertigo, saat di rawa klien pernah
di perlakukan tidak enak dan diasingkan oleh perawatnya, tidak mendapat
penanganan atau tidak mendapatkan perawatan dengan sepenuh hati.
Alergi
Klien tidak mempunyai elergi terhadap obat, makanan dan lain2
2) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Klien mengatakan tidak pernah merokok , minum kopi ataupun minuman keras
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan ibunya mempunyai penyakit yang sama seperti yag di derita
ya itu vertigo
4) Therapi yang pernah dilakukan
Mengkonsummsi obat (OAT) dan ARV
2. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Bernapas
- Sebelum sakit
Sebelum sakit klien bernafas dengan normal
- Saat sakit
Namun saat klien merasakan tanda-tanda hiv aids klien merasakan pernafasnya
sesak
b. Pola makan-minum
- Sebelum sakit :
Klien mengatakan pola makan ruting 3x sehari dengan porsi normal
- Saat sakit :
Klien berkata makan teratur 3x sehari namun dengan porsi sedikit
c. Pola Eliminasi
- Sebelum sakit :
Klien mengatakan untuk BAK dan BAB lancar tidak ada gangguan
- Saat sakit :
Begitu pun saat sakit klien mengatakan untuk BAK dan BAB lancar tidak ada
gangguan
d. Pola aktivitas dan latihan
- Sebelum sakit :
Klien mengatakan dapat beraktivitas dengan baik seperti bekerja dll
- Saat sakit :
Klien mengatakan masih tetap bisa beraktivitas dan bekerja tetapi imun nya
sudah mulai menurun sehingga agak kesulitan sedikit dalam beraktivitas
e. Pola istirahat dan tidur
- Sebelum sakit :
Klien mengatakan istirahat dan tidur normal, tidak ada masalah gangguan tidur
- Saat sakit :
Sering terbangun tengah malam
f. Pola Berpakaian
- Sebelum sakit :
Klien mengatakan untuk berpakaian klien mandiri tidak di bantu keluarga, bisa
memakai baju sendiri celana sendiri.
- Saat sakit :
Untuk pola berpakaina setelah sakit tidak banyak perubahan dari sebelum sakit
g. Pola rasa nyaman
- Sebelum sakit :
Untuk sebelum sakit klien mengatakan nyaman saja dengan dirinya
- Saat sakit :
Klien mengatakan biasa saja
h. Pola Aman
- Sebelum sakit :
Untuk keamanan klien sebelum sakit tidak ada gangguan atau ancaman dari
manapun
- Saat sakit
Saat sakit pun klien tetap merasa aman
i. Pola Kebersihan Diri
- Sebelum sakit :
Klien rajin membersihkan diri seperti mandi, dan bebersih yang lain
- Saat sakit :
Klien mengatakan tidak jauh beda dengan sebelum sakit, klien mengatakan
bahwa kebersihan itu nomer satu
j. Pola Komunikasi
- Sebelum sakit :
Komunikasi klien lancar dan baik sama keluarga maupun sama teman
temannya.
- Saat sakit :
Waktu awal Saat sakit komunikasi agak canggung, namun dengan beriring
nya waktu komunikasi nya dengan keluarga dan temannya semakin baik
seperti sebelum sakit
k. Pola Beribadah
- Sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum sakit klien tidak pernah beribadah, klien mengatakan
kalo ini mungkin teguuran dari tuhan karena dirinya tidak pernah beribadah
kepada Tuhan.
- Saat sakit :
Saat sakit klien rutin beribadah, dan berdoa pada Tuhan.
l. Pola Produktifitas
-Sebelum sakit :
Klien mengatakan produktif
-Saat sakit :
Klien mengatakan biasa saja
m. Pola Rekreasi
-Sebelum sakit :
Klien sering bepergian sama teman temannnya misal kepantai
-Saat sakit :
Saat sakitpun klien tetap bisa bepergian dengan teman tanpa ada halangan
n. Pola Kebutuhan Belajar
- Sebelum sakit :
Kebutuhan belajar klien sebelum sakit baik, dan klien pun sudah mengetahui
tentang penyakit nya.
- Saat sakit :
Saat sakit klien semakin mengethaui temtag penyakitnya, dan mencoba untuk
terus belajar semakin dalamm tentanng penyakit yang di derita
B. ANALISA DATA
Setelah dilakukan Dx 3 :
tindakan Observasi :
keperawatan - Identifikasi kesiapan dan
diharapkan resiko kemampuan menerima
infeksi dapat informasi
teratasi dengan Terapeutik :
kriteria hasil : - Sediakan materi dan media
1. Kebersihan pendidikan kesehatan
tangan dan - Jadwalkan pendidikan
badan kesehatan sesuai kesepakatan
meningkat. - Berikan kesempatan untuk
2. Integritas kulit bertanya
membaik. Edukasi :
3. Integritas - Jelaskan perkembangan
mukosa seksualitas sepanjang siklus
membaik. kehidupan
4. Tifer antibodi - Jelaskan pemahaman tekanan
meningkat. kelompok dan sosial terhadap
aktivitas seksual
- Jelaskan risiko tertular
penyakit menular seksual dan
AIDS akibat seks bebas
Setelah dilakukan Dx 4 :
tindakan Observasi
keperawatan - Identifikasi pola aktivitas dan
diharapkan tidur
gangguan pola - Identifikasi faktor pengganggu
tidur teratasi tidur
dengan kriteria - Identifikasi makanan dan
hasil : minuman yang mengganggu
1. Keluhan sulit tidur
tidur menurun. Terapeutik
2. Keluhan - Modifikasi lingkungan
sering terjaga - Fasilitasi menghilangkan stres
menurun. sebelum tidur
3. Keluhan tidak - Tetapkan jadwal tidur rutin
puas tidur - Lakukan prosedur untuk
menurun. meningkatkan kenyamanan
4. Keluhan pola - Sesuaikan jadwal pemberian
tidur menurun. obat dan atau tindakan untuk
5. Keluhan menunjang siklus tidur-terjaga
istirahat tidak Edukasi
cukup - Jelaskan pentingnya tidur
menurun. selama sakit
- Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
menganggu tidur
- Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur
- Ajarkan relaksasi otot
autogenik cara non
farmakologi lainnya
Setelah dilakukan Dx 5 :
tindakan Observasi :
keperawatan - Identifikasi perasaan khawatir,
diharapkan kesepian dan ketidaberdayaan
distress spiritual - Identifikasi pandangan tentang
dapat teratasi hubungan antar spiritual dan
dengan kriteria kesehatan
hasil : - Identifikasi harapan dan
1. Kemampuan kekuatan pasien
beribadah - Identifikasi ketaatan dalam
meningkat. beragama
2. Perlaku marah Teraupetik :
terhadap tuhan - Berikan kesempatan
menurun. mengekspresikan perasaan
3. Verbalisasi tentang penyakit dan kematian
makna dan - Berikan kesempatan
tujuan hidup mengekspresikan dan
meningkat. meredakan marah secara tepat
4. Verbalisasi - Yakinkan bahwa perawat
kepuasan bersedia mendukung selama
terhadap masa ketidakberdayaan
makna hidup - Sediakan privasi dan waktu
meningkat. tenang untuk aktivitas spiritual
- Diskusikan keyakinan tentang
makna dan tujuan hidup, jika
perlu
- Fasilitasi melakukan kegiatan
ibadah
Edukasi :
- Anjurkan berinteraksi dengan
keluarga, teman, dan/atau
orang lain
- Anjurkan berpartisipasi dalam
kelompok pendukung
- Anjurkan metode relaksasi,
meditasi, dan imajinasi
terbimbing
Kolaborasi :
- Atur kunjungan dengan
rohaniawan (mis. ustadz,
pendeta, romo, biksu)
Setelah dilakukan Dx 6 :
tindakan Observasi :
keperawatan - Identifikasi saat tingkat
diharapkan ansietas berubah (mis, kondisi,
ansietas dapat waktu, strecor)
teratasi dengan - Identifikasi kemampuan
kriteria hasil : mengambil keputusan
1. Verbalisasi - Monitor tanda-tanda ansietas
kekhawatiran (verbal dan non verbal)
akibat kondisi Terapeutik :
yang dihadapi - Ciptakan suasana terapeutik
menurun. untuk menumbuhkan
2. Verbalisasi kepercayaan
kebingungan - Temani pasien untuk
menurun. mengurangi kecemasan, jika
3. Perilaku memungkinkan
gelisah - Pahami situasi yang membuat
menurun. ansietas dengarkan dengan
4. Perilaku penuh perhatian
tegang - Motivasi mengidentifikasi
menurun. situasi yang memicu
5. Konsentrasi kecemasan
membaik. Edukasi :
6. Pola tidur - Jelaskan tujuan dan mungkin
membaik. sensasi yang dialami
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
- Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian obat
anti ansietas, jika perlu
LAPORAN REVIEW ARTIKEL KELOMPOK
Pengetahuan HIV bagi remaja sangat penting karena untuk menghindari sesks bebas untuk
mencegah penularan HIV dan perilaku sesks beresiko serta menjaga kesehatan sistem
reproduksi.Pengetahuan, sikap dan kepercayaan merupakan faktor utama bagi terjadinya
perubahan perilaku Kesehatan seseorang. Sikap didasari oleh proses evaluative dalam diri
individu terhadap suatu objek. Respom akan timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus
yang menghendaki adanya reaksi perilaku individual. Penelitian ini bertujuaan untuk
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan remaja terhadap hiv aids. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus.Kasus yang diteliti
mengenai kebutuhan informasi artikel atau jurnal dan diambil dari beberapa juranl untuk
penentu dari stu kasus didalam penelitian ini, yaitu kebutuhan informasi kelompok pemustaka
yang dianalisis berdasarkan peran, dan lingkungan aktivitas sehari-hari.Hasil dari penelitian
ini adalah Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku pencegahan penularan HIV pada
remaja diperoleh melalui skoring hasil kuisioner, yang sudah diisi oleh responden pre-test dan
post-test.Selanjutnya dari hasil skor yang diperoleh dilakukan pengkategorian pengetahuan
dengan kategori pengetahuan kurang (≤60%), cukup (60% – 75%), dan baik (76% – 100%).
Hasil pre-test menunjukkan bahwa 12 respondenberpengetahuan kurang (40%), sedangkan 12
responden (40%) berpengatahuan cukup sebagai distribusi tertinggi, dan hanya sebagian kecil
yaitu 6 responden (20%) berpengetahuan baik. Kemudian setelah diberikan pendidikan
kesehatan dengan metode ceramah hasil nilai post-test menunjukkan tingkat pengetahuan
responden pada meningkat sebanyak 27 responden (90%) yang berpengetahuan baik sebagai
distribusi tertinggi, dan yang berpengetahuan kurang menurun menjadi 1 responden (3,3%).
Pembandingnya adalah pre-test dan post-test. Pre-test dilaksanakan sebelum pelaksanaan
pendidikan kesehatan diberikan kepada siswa, proses pre-test dilakukan dengan mengumpulkan
responden didalam satu aula, post-test dilakukan setelah pre-test. Tingkat pengetahuannya
sebagian besar saat pre-test adalah cukup yaitu 12 responden (40%) dan kurang yaitu 12
responden (40%), kemudian pada saat post-test tingkat pengetahuan meningkat menjadi baik
sebanyak 27 responden (90%). Hal ini menunjukkan terdapat peningkatan nilai pengetahuan
yang signifikan pada saat pre-te dan pos-test. HIV menjadi salah satu tantangan masalah
kesehatan yang paling serius dengan berbagai upaya pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS
yang telah dilakuka, namun, terlihat sangat jelas bahwa sikap penolakan (intoleran) pada
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) merupakan hambatan utama, sikap penolakan merupakan
salah satu bentuk stigma, dimana stigma terkait AIDS sendiri mengarah pada segala
persangkaan, sikap negatif dan penolakan yang ditujukan kepada ODHA serta individu,
kelompok atau komunitas yang berhubungan dengan ODHA tersebut. Hubungan antara
pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan sikap remaja terhadap pencegahan seks bebas
menunjukkan arah kecenderungan siswa dengan pengetahuan yang baik akan lebih ke
arah positif (kecenderungan untuk menghindari seks bebas), sedangkan pada remaja
dengan pengetahuan tentangn HIV/AIDS yang kurang akan mempunyai kecenderungan ke
arah yang negatif (kecenderungan mendekati seks bebas), ini dikarenakan siswa yang kurang
mengetahui tentang HIV/AIDS secara rinci yang disebabkan.karena seks bebas
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit Acquired Immuno
Deficiency Syndrome (AIDS).Virus ini dapat menyerang sel darah putih yang dapat
merusak system kekebalan tubuh manusia (Rini NA, 2017). Human Immunodeficiency
Virus (HIV) umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam
membrane mukosa atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti
darah, cairan vagina, air mani, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi
melalui hubungan intim (vagina, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta
bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tersebut (Zeth AHM, 2010).Remaja
merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, pada masa ini merupakan
masa peruubahan atau peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang meliputi,
perubahan fisik, perilaku, biologis dan emosi. Perubahan perilaku yang tidak sesuai akan
menimbulkan tinggnya angka kejadian HIV/AIDS pada remaja.
Penyebab terjadinya HIV/AIDS pada remaja yaitu remaja akan menjadi pecandu
narkoba yang khususnya pengguna jarum suntik, kurangnya pengetahuan tentang
informasi mengenai kesehatan reproduksi, seks bebas. Kurangnya informasi yang
diperoleh remaja tentang kesehatan reproduksi berdampak pada pengetahuan kesehatan
reproduksi mereka (Nursalam, dkk, 2007).Pengetahuan HIV bagi remaja sangat penting
karena untuk menghindari sesks bebas untuk mencegah penularan HIV dan perilaku
sesks beresiko serta menjaga kesehatan sistem reproduksi.Pengetahuan, sikap dan
kepercayaan merupakan faktor utama bagi terjadinya perubahan perilaku Kesehatan
seseorang. Sikap didasari oleh proses evaluative dalam diri individu terhadap suatu objek.
Respom akan timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki
adanya reaksi perilaku individual (Abrori, 2014). Rasa keingintahuan yang besar dan
keterkaitan yang tinggi serta terjadi berbagai perubahan fisik maupun psikis yang
akhirnya menyebabkan banyak masalah yang timbul pada remaja. Remaja saat ini kurang
pengetahuan mengenai HIV Jadinya, banyak remaja yang melakukan seks bebas yang
dapat menumbulkan HIV dari kasus tersebut Penyakit HIV/AIDS dapat dilakukan dengan
cara tidak mengkonsumsi narkoba penggunaan jarum suntik yang tidak steril serta alat
tindik anting, tato secara bersama dengan orang lain, tidak melakukan hubungan seksual
yang telah terinfeksi dan memastikan transfusi darah dari orang yang tidak terinfeksi.
Alasan kelompok kami memilih tema tentang pengetahuan remaja terhadap
HIV/AIDS yaitu karena pengetahuan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
terjadinya penyakit HIV/AIDS, karena pengetahuan yang kurang maka angka kejadian
HIV/AIDS di Indonesia tinggi, dengan ditelitinya faktor pengetahuan tersebut kami
berharap agar angka kejadian penyakit menular HIV/AIDS menurun.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja terhadap
HIV AIDS
2. Untuk mengetahui apa itu hiv aids
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sex bebas
4. Untuk mengetahui sikap sex remaja
5. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan remaja terhadap hiv aids
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HIV/AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang dapat melemahkan
kekebalan tubuh manusia dan orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
bisa memperlambat laju perkembangan pada virus, namun penyakit ini belum benar-
benar bisa di sembuhkan karena penyakit ini bisa memberikan dampak yang besar, baik
terhadap individu itu sendiri, kultur, demografi, ekonomi, bahkan sampai politik. Infeksi
pada HIV bisa menyebabkan sindrom yang disebut Acquired Immunodeficiency
Syndrome atau Acquired Immune deficiency Syndrome atau biasa disebut AIDS, adalah
sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya system kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lainnya yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (S & Ronoatmodjo, 2017).
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan
HIV dan AIDS menyatakan Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Program
penanggulangan HIV/AIDS terdiri atas promosi kesehatan, pencegahan penularan HIV,
pemeriksaan diagnosis HIV, pengobatan, perawatan, dan dukungan serta rehabilitasi.
Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan
komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV serta menghilangkan stigma dan
diskriminasi (Angela et al., 2019).
HIV menjadi salah satu tantangan masalah kesehatan yang paling serius dengan
berbagai upaya pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS yang telah dilakuka, namun,
terlihat sangat jelas bahwa sikap penolakan (intoleran) pada orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) merupakan hambatan utama, sikap penolakan merupakan salah satu bentuk
stigma, dimana stigma terkait AIDS sendiri mengarah pada segala persangkaan, sikap
negatif dan penolakan yang ditujukan kepada ODHA serta individu, kelompok atau
komunitas yang berhubungan dengan ODHA tersebut. Sikap penolakan dan diskriminasi
pada ODHA di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa banyak faktor, salah satunya yaitu
pengetahuan tentang HIV/AIDS itu sendiri. Di Asia didapatkan suatu hasil survei
menyatakan bahwa 80 % orang mengalami sikap penolakan dan diskriminasi termasuk di
dalamnya pada sektor kesehatan (54%), komunitas (31%), keluarga (18%) dan tempat
kerja (18%). Pada penelitian Oktarina tentang sikap masyarakat Indonesia terhadap
ODHA menyebutkan bahwa sebagian besar responden memperlihatkan sikap penolakan
terhadap ODHA (62,7%) dan sisanya (37,3%) memperlihatkan sikap positif atau
menerima (S & Ronoatmodjo, 2017).
E. METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
studi kasus.Kasus yang diteliti mengenai kebutuhan informasi artikel atau jurnal dan
diambil dari beberapa juranl untuk penentu dari stu kasus didalam penelitian ini, yaitu
kebutuhan informasi kelompok pemustaka yang dianalisis berdasarkan peran, dan
lingkungan aktivitas sehari-hari. Penelitian yang dilakukan (Situmeang et al., 2017)
menyatakan penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional. Data yang
digunakan adalah data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja (SDKI KRR) Tahun 2012. Populasi adalah
seluruh remaja pria dan wanita usia 15-19 tahun dan belum kawin di Indonesia sebanyak
12.935. Kriteria inklusi sudah pernah mendengar tentang HIV/AIDS dan pernah
bersekolah, sedangkan kriteria eksklusi data missing. Pengetahuan HIV/AIDS terdiri atas
empat bagian pengetahuan, yaitu: HIV/AIDS, cara penularan, dan cara pencegahan18
serta Prevention Mother to Child Transmission (PMTCT). Pengetahuan dikelompokkan
ke dalam dua kategori, yaitu pengetahuan kurang dan pengetahuan cukup.Pengetahuan
kurang jika jawaban responden yang benar < 8 dari 12 pertanyaan, sedangkan
pengetahuan cukup jika jawaban responden yang benar > 8 dari 12 pertanyaan.Stigma
terhadap ODHA adalah sikap negatif responden terhadap ODHA.Stigma dikelompokkan
ke dalam dua kategori, yaitu stigma dan tidak stigma.Tidak stigma jika jawaban
responden yang benar > tiga pertanyaan, sedangkan stigma jika jawaban responden yang
benar < tiga pertanyaan dan jawaban yang salah pada semua pertanyaan. Variabel
kovariat terdiri atas jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal, keterpaparan media massa,
dan pelajaran HIV di sekolah.
Data yang telah diperoleh dari Demographic Health Survey (DHS) dilakukan
analisa secara bertahap dari analisa univariat dengan tabulasi distribusi frekuensi masing-
masing variabel; analisa bivariat dengan tabulasi silang antara variabel independen,
variabel kovariat dengan variabel dependen, dilanjutkan analisa stratifikasi.Analisis
multivariat menggunakan cox regression yang dimodifikasi.Hal ini disebabkan prevalensi
outcome (stigma terhadap ODHA) di masyarakat >10%, sehingga lebih tepat jika
mengeluarkan prevalence ratio. Cox Regression yang dimodifikasi artinya waktu
terjadinya stigma terhadap ODHA dianggap konstan/pada hari yang sama, survival time
dalam Cox Regression, ditentukan angka yang sama (1) dengan asumsi stigma terhadap
ODHA terjadi pada hari saat survei (wawancara). Uji statistik menggunakan software
STATA.Analisis multivariat dilakukan untuk menemukan permodelan dengan tujuan
mengestimasi hubungan variabel independen dengan variabel dependen.Estimasi efek
variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengontrol semua variabel
confounder dan variabel interaksi.Langkah yang dilakukan dengan membuat
Hierarchically Well Formulated Model (HWF), lalu uji interaksi kemudian dilanjutkan
dengan uji confounding menggunakan Backward Elimination Method.Metode ini
mengeluarkan variabel interaksi dan potensial confounder dari permodelan sehingga
diperoleh model akhir.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh (Han & goleman, daniel; boyatzis,
Richard; Mckee, 2019) jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif quasi
experiment dengan menggunakan rancangan penelitian berupa one group pre test –
postest design. Jenis rancangan penelitian “one group pre test – postest design” adalah
penelitian yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen (pretest) dan
sesudah eksperimen (posttest) dengan suatu kelompok subjek. Pada penelitian ini peneliti
memberikan kuesioner sebelum pemberian materi kemudian memberikan pendidikan
kesehatan serta leaflet dan terakhir membandingkan pengetahuan dengan melakukan
posttest. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku pencegahan penularan HIV
pada remaja diperoleh melalui skoring hasil kuisioner, yang sudah diisi oleh responden
pre-test dan post-test. Selanjutnya dari hasil skor yang diperoleh dilakukan
pengkategorian pengetahuan dengan kategori pengetahuan kurang(≤60%), cukup (60% –
75%), dan baik (76% – 100%). Hasil pre-test menunjukkan bahwa 12
respondenberpengetahuan kurang (40%), sedangkan 12 responden (40%) berpengatahuan
cukup sebagai distribusi tertinggi, dan hanya sebagian kecil yaitu 6 responden (20%)
berpengetahuan baik. Kemudian setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan metode
ceramah hasil nilai post-test menunjukkan tingkat pengetahuan responden pada
meningkat sebanyak 27 responden (90%) yang berpengetahuan baik sebagai distribusi
tertinggi, dan yang berpengetahuan kurang menurun menjadi 1 responden (3,3%).
Pembandingnya adalah pre-test dan post-test. Pre-test dilaksanakan sebelum pelaksanaan
pendidikan kesehatan diberikan kepada siswa, proses pre-test dilakukan dengan
mengumpulkan responden didalam satu aula, post-test dilakukan setelah pre-test. Tingkat
pengetahuannya sebagian besar saat pre-test adalah cukup yaitu 12 responden (40%) dan
kurang yaitu 12 responden (40%), kemudian pada saat post-test tingkat pengetahuan
meningkat menjadi baik sebanyak 27 responden (90%). Hal ini menunjukkan terdapat
peningkatan nilai pengetahuan yang signifikan pada saat pre-te dan pos-test.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HIV menjadi salah satu tantangan masalah kesehatan yang paling serius dengan
berbagai upaya pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS yang telah dilakuka, namun,
terlihat sangat jelas bahwa sikap penolakan (intoleran) pada orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) merupakan hambatan utama, sikap penolakan merupakan salah satu bentuk
stigma, dimana stigma terkait AIDS sendiri mengarah pada segala persangkaan, sikap
negatif dan penolakan yang ditujukan kepada ODHA serta individu, kelompok atau
komunitas yang berhubungan dengan ODHA tersebut.
Hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan sikap remaja
terhadap pencegahan seks bebas menunjukkan arah kecenderungan siswa dengan
pengetahuan yang baik akan lebih ke arah positif (kecenderungan untuk
menghindari seks bebas), sedangkan pada remaja dengan pengetahuan tentangn
HIV/AIDS yang kurang akan mempunyai kecenderungan ke arah yang negatif
(kecenderungan mendekati seks bebas), ini dikarenakan siswa yang kurang mengetahui
tentang HIV/AIDS secara rinci yang disebabkan karena seks bebas.
B. Saran
Guru diharapkan dapat memberikan fasilitas pendidikan kesehatan reproduksi, khususnya
terkait HIV/AIDS, kepada siswa-siswi melalui penyuluhan dan bimbingan konseling yang sudah
ada. Selain itu, peran wali kelas atau guru yang mengajar di kelas agar dapat memberikan edukasi
tambahan kepada siswa-siswi mengenai penularan dan stigma HIV/ AIDS agar siswa-siswi
paham dan dapat menerapkan perilaku pencegahan HIV/AIDS secara nyata. Di samping itu pihak
sekolah diharapkan bisa bekerja sama dengan petugas kesehatan sekitar seperti puskesmas untuk
mengadakan program UKS di sekolah dalam mengembangkan kebiasaan hidup sehat yang
dilakukan secara terpadu. Ini dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan sehingga
pengetahuan siswa-siswi meningkat, membentuk sikap dan perilaku siswasiswi yang lebih baik
agar dapat terhindar dari hal-hal negatif.Peran orang tua dibutuhkan dalam pencegahan
HIV/AIDS, dengan memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anaknya sehingga anak tidak
terjerumus dalam mencari kesenangan atau perhatian secara tidak baik, seperti pergaulan bebas
dan hubungan seks bebas. Perhatian kecil sangat diperlukan bagi remaja, seperti makan bersama,
menanyakan kesulitan di sekolah, menjadi teman berbagi cerita dan menghabiskan waktu
bersama.
Peningkatan pengetahuan mengenai HIV/AIDS menjadi fokus utama untuk mengurangi
sikap penolakan, stigma dan diskriminasi.Upaya peningkatan pendidikan masyarakat sebagai
langkah awal untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai HIV/AIDS sehingga
mengurangi sikap penolakan terhadap ODHA. Selain itu, mengoptimalkan pemberian informasi
mengenai HIV/AIDS menggunakan mediamedia yang benar-benar bisa menjangkau semua
kalangan seperti televisi menjadi langkah yang perlu dipertimbangkan pula.Informasi dan
pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan harus fokus pada membongkar mitos,
mengklarifikasi kesalahpahaman mengenai HIV/AIDS agar tidak terjadi kekhawatiran dan
ketakutan masyarakat terhadap ODHA yang dapat berujung kepada sikap penolakan dan
diskriminasi.
Daftar Pustaka
Angela, M., Sianturi, S. R., Supardi, S., Senen, K., & Senen, K. (2019). Hubungan antara
Pengetahuan , Sikap dan Perilaku Pencegahan HIV / AIDS pada Siswa SMPN 251 Jakarta
Relationship between Knowledge , Attitudes and Behavior regarding HIV /. 3(2), 67–72.
Han, E. S., & goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). 済無 No Title No Title.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Situmeang, B., Syarif, S., & Mahkota, R. (2017). Hubungan Pengetahuan HIV/AIDS dengan
Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS di Kalangan Remaja 15-19 Tahun di Indonesia
(Analisis Data SDKI Tahun 2012). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 1(2), 35–43.
https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i2.1803