Anda di halaman 1dari 10

Peran Pemerintah Desa dalam Upaya Pengendalian

Pernikahan Dini di Desa Darmaraja, Kecamatan Darmaraja,


Kabupaten Sumedang, Jawa Barat Tahun 2022

Tsabita Az Zahra (041679355)


041679355@ecampus.ut.ac.id
Pendidikan Ilmu Pemerintahan - Universitas Terbuka

Abstrak
Pernikahan dini adalah sebuah fanomena yang terjadi dalam masyarakat dimana, ketika
pernikahan itu dilangsungkan usia pasangan berada di bawah usia 19 tahun. Penelitian ini
mengkaji fenomena tersebut dengan mengambil sudut pandang peran pemerintah terkait
dengan solusi untuk mengendalikannya dan mengambil Desa Darmaraja sebagai lokus
penelitian karena posisi desa berada tepat di titik kecamatan. Penelitian ini menggunakan
konsep efektivitas yang dicetuskan oleh William. N. Dunn dan fungsi pemerintahan
berdasarkan UUD Nomor 30 Tahun 2014 Pasal 1 No. 2. Metodologi penelitian yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui
wawancara dan studi literatur. Hasil temuan penelitian ini lalu menunjukkan bahwa di
Desa Darmaraja tingkat pernikahan dini cukup tinggi meskipun status tingkat indeks
pertumbuhan manusia desa juga tinggi. Fenomena pernikahan dini ini dilatarbelakangi
oleh beberapa faktor yang beragam, salah satunya adalah menjadikan pernikahan sebagai
sebuah sarana solusi alternatif
Kata Kunci: Pernikahan dini, Peran pemerintah, Desa Darmaraja

Latar Belakang

Pernikahan merupakan sebuah proses penyatuan antara pria dan wanita dalam sebuah
ikatan rumah tangga yang secara sah di mata hukum dan adat istiadat yang berlaku. Akan
tetapi meski pernikahan merupakan sebuah cara menyatukan hubungan antara pria dan
wanita secara sah. Banyak aspek-aspek yang kadang-kadang diabaikan dalam
persiapannya, salah satunya adalah aspek usia, yang nantinya akan menjadi topik
pembahasan dalam karya ilmiah ini.

Seperti yang diketahui, pernikahan di bawah usia 20 tahun masih menjadi sebuah
fenomena yang marak terjadi pada beberapa daerah di Indonesia (Maudina, 2019) dan
diharapkan tidak terjadi. Ini dikarenakan faktor usia yang belum matang bagi organ
reproduksi sehingga pernikahan dini ini dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan
sang ibu dan anak kelak. Ini sesuai dengan dokter Julianto Witjaksono (2014) yang
dikutip dalam artikel hukumonline.com, merupakan konsultan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi. Menurutnya, pernikahan wanita di bawah usia 20 tahun memiliki
resiko tinggi akan kematian, Adapun risiko kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan
kehamilan pada usia reproduksi sehat yaitu di usia 20-35 tahun, antara lain terjadi tiga
sampai tujuh kali kematian dalam kehamilan dan persalinan terutama akibat pendarahan
dan infeksi. Selain itu, satu sampai dua dari empat kehamilan remaja mengalami depresi
pasca persalinan.

Selain dinilai dari segi kesehatan pernikahan pada usia anak pun turut juga berpeluang
untuk meningkatkan resiko perceraian pada usia muda, hal tersebut juga sesuai dengan
hasil penelitian Sumarna dan Hannah (2019) di Kabupaten Sukabumi. Temuan penelitian
tersebut menyatakan bahwa tingginya angka perceraian di Sukabumi disebabkan karena
belum siapnya mereka yang menikah atas terjadinya perubahan budaya hidup yaitu, dari
kebiasaan hidup sendiri menjadi hidup dalam sebuah keluarga. Bukan hal yang mudah
dalam menyatukan dua kepala atau lebih untuk membangun kehidupan bersama.

Mata rantai kemiskinan juga menjadi dampak yang tercipta terus menerus akibat dari efek
jangka panjang dari terjadinya pernikahan dini. Hal ini lantaran sang anak sebagai pihak
yang menikah umumnya tidak menamatkan pendidikannya. Ini berakibat pada kendala
untuk mencari pekerjaan. Mereka akan sukar mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh sebab itu, atas segala
menimbang kerugian yang terjadi akibat pernikahan dini diperlukannya peran pemerintah
sebagai sebuah organisasi yang memiliki kekuasan untuk membuat dan menerapkan
hukum serta undang-undang di wilayah tertentu agar dapat mengendalikan fanomena ini.

Di Indonesia sendiri, pernikahan diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 yang kemudian
direvisi menjadi UU No.16 Tahun 2019. Dalam aturan perundang-undangan tersebut
terjadi perubahan usia pernikahan ideal yaitu 19 tahun untuk pria dan wanita. Revisi UU
tersebut menunjukkan keselarasan dengan UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014.
Bahwa yang disebut anak adalah seorang yang belum berumur 18 tahun. Sehingga
pernikahan ideal adalah untuk usia dewasa yang sudah matang dan bukan pernikahan anak
atau pernikahan dini.

Namun demikian, pernikahan dini atau pernikahan dengan usia masih anak-anak di bawah
19 tahun masih sering ditemukan. Salah satunya juga pada Desa Darmaraja yang berada
dalam Kecamatan Darmaraja. Berikut merupakan tabel 1 yang berisi data pernikahan dini
yang ditemukan pada Kecamatan Darmaraja.

Tabel 1. Data Pernikahan Dini Kecamatan Darmaraja

Tahun 2020 2021 2022


Jumlah 21 24 21
Total 66
Sumber: Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Darmaraja

Dari data yang ada dalam tabel 1 tersebut, menunjukkan bahwa di Kecamatan Darmaraja,
peningkatan angka pernikahan dini naik hanya pada tahun 2021 sebelum akhirnya pada
tahun 2022 kembali turun pada angka yang sama dengan tahun 2020. Namun perubahan
dianggap tidak signifikan karena tidak ada perubahan penurunan yang pasti karena jumlah
tetap sama dari tahun awalnya. Data tersebut menunjukkan bahwa pernikahan dini masih
relatif banyak terjadi di Kecamatan Darmaraja.

Rumusan Masalah

Dalam fungsi pemerintahan, fenomena pernikahan dini merupakan salah satu dari aspek
yang berpotensi menghambat pembangunan suatu daerah. Sebab jika pernikahan dini
dibiarkan berlanjut maka akan menciptakan mata rantai kemiskinan yang tidak
berkesudahan. Dampaknya akan besar bila jumlahnya terus naik dan tidak ada
penanganan. Ini akan mengancam stabilitas perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
daerah. Dari uraian rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan
adalah Bagaimana Peran Pemerintah Desa dalam Upaya Pengendalian Pernikahan Dini
Di Desa Darmaraja, Kabupaten Sumedang?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran pemerintah desa dalam upaya
pengendalian pernikahan dini di Desa Darmaraja yang dianalisis dari segi fungsi-fungsi
pemerintahan. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi dan
manfaat dalam khazanah literatur yang meneliti mengenai pemerintahan daerah dan desa.

Metodologi Penelitian

Penelitian pada hakikatnya adalah suatu kegiatan untuk memperoleh kebenaran mengenai
sesuatu masalah dengan menggunakan metode ilmiah. Menurut Yosep (1979) penelitian
adalah sebuah seni dan ilmu untuk mencari jawaban terhadap suatu permasalahan.
Diharapkan penelitian akan memberikan ruang-ruang yang akan mengakomodasi adanya
perbedaan tentang apa yang dimaksud dengan penelitian. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2001) penelitian merupakan pemeriksaan yang teliti, kegiatan pengumpulan,
pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif
untuk memecahkan suatu persoalan atau menguni suatu hipotesis untuk mengembangkan
prinsip-prinsip umum.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti sendiri, menggunakan jenis penelitian kualitatif
dengan metode penggalian data berdasarkan hasil wawancara dan studi literatur.
Wawancara dengan pelaku pernikahan dini dan tokoh terkait dilakukan dengan teknik
purposive sampling yaitu pelaku merupakan target yang sesuai dengan kriteria yang
dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara dilakukan dengan beberapa responden yaitu:
pelaku pernikahan dini Mawar dan Melati (nama disamarkan), Ketua KUA Kecamatan
Darmaraja yaitu Bapak Drs. H. Hanang Hamaludin, Kasi Pemerintahan Kantor Desa
Darmarajara yaitu Ibu Hana Pertiwi Spd dan Kader Posyandu yaitu Ibu Erna.

Landasan Konsep dan Teori

Dunn (2003) berpendapat bahwa efektifitas merupakan sesuatu yang berkenaan dengan
apakah suatu alternatif dapat mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai
tujuan dari diadakannya tindakan efektifitas yang secara dekat berhubungan dengan
rasionalitas, teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya.
William N. Dunn dalam bukunya yang berjudul Pengantar Analisis Kebijakan Publik
(edisi kedua) menyatakan bahwa efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah
suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari
diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu
diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya (Agustinus, 2014).

Horton dalam Nurcholis (2005) Menjelaskan bahwa lembaga adalah suatu sistem norma
yang dipakai untuk mencapai tujuan atau aktivitas yang dirasa penting atau kumpulan
kebiasaan dan tata kelakuan yang terorganisir yang terpusat dalam kegiatan utama
manusia. Lembaga adalah proses yang terstruktur yang dipakai orang untuk
menyelenggarakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan.

Pedoman tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia adalah UUD


1945. Dalam UUD 1945 terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan, yakni nilai unitaris
Dan nilai desentralisasi teritorial. Nilai dasar unitaris diwujudkan dalam pandangan bahwa
Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain di dalamnya yang bersifat
negara, artinya kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara republik
Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan kesatuan pemerintahan. Sementara itu,
nilai dasar desentralisasi teritorial diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah dalam bentuk otonomi daerah. Dengan kata lain, dalam rangka desentralisasi, di
wilayah Indonesia dibentuk pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah
otonom. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi kepada
daerah itu menurut UU 32 Tahun 2004 adalah untuk:

1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat


2. Meningkatkan daya saing daerah
3. Meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah
4. Memberikan kewenangan nya seluas luasnya kepada daerah

Fungsi pemerintah secara umum berdasarkan UUD Nomor 30 Tahun 2014 dalam pasal 1
No. 2. Adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan masyarakat, Yang antara lain meliputi aktivitas aktivitas: pendidikan,


kesehatan, keagamaan, lingkungan, rekreasi, sosial, perumahan pemukiman dan
krematorium, registrasi penduduk, air minum, listrik dan sebagaiannya.
2. Fungsi pemberdayaan, yaitu fungsi yang dilaksanakan pemerintah dalam rangka
kemandirian masyarakat.
3. Fungsi pembangunan, berkaitan dengan kegiatan kegiatan peningkatan
kemampuan perekonomian masyarakat.
4. Fungsi ketentraman dan ketertiban, berkaitan dengan pemberian perlindungan
kepada masyarakat dari gangguan yang disebabkan baik oleh untuk manusia

Identifikasi Desa Darmaraja

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Ibukotanya terletak sekitar 45 km Timur laut kota Bandung. Sumedang dilintasi jalur
utama Bandung dan Cirebon. Kabupaten Sumedang terdiri atas 26 kecamatan, tujuh
kelurahan, dan 270 desa.

Desa Darmaraja merupakan sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Darmaraja.
dan memiliki nama yang sama dengan nama kecamatan. Lokasi Desa Darmaraja
mencakup sebagaian besar wilayah pusat Kecamatan Darmaraja. Setidaknya bagian barat
pusat kecamatan berada di wilayahnya. Untuk luas wilayahnya, Desa Darmaraja memiliki
wilayah dengan luasan sebesar 175,55 hektar. Luas wilayah tersebut dihuni oleh penduduk
dengan jumlah sebanyak 4.102 jiwa dengan komposisi penduduknya adalah sebagai
berikut: 2.020 orang berjenis kelamin laki-laki dan 2.082 orang berjenis kelamin
perempuan.

Jika dilihat menggunakan Google maps, Desa Darmaraja memiliki wilayah yang
memanjang dari bagian barat pusat Kecamatan Darmaraja ke arah barat daya. Wilayah
Darmaraja berupa dataran dengan sedikit perbukitan di ujung barat dayanya dan
didominasi oleh lahan perkebunan. Ujung timur laut wilayahnya didominasi oleh lahan
pemukiman padat penduduk dengan tambahan lahan pemukiman padat penduduk dengan
tambahan lahan pesawahan di perbatasan utaranya. Bagian tengah wilayah Desa
Darmaraja didominasi oleh hamparan lahan persawahan dengan dilengkapi lahan
pemukiman di sisi bagian selatannya. Rata-rata masyarakat Desa Darmaraja bekerja pada
sektor pertanian, jasa dan perdagangan. Adapun sebagian kecil lainnya, bekerja di sektor,
transportasi, kontruksi dan industri.

Menurut data yang diperoleh dari laman Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Human
Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Sumedang
yang meliputi Desa Darmaraja ini berada di angka yang tinggi sebagaimana data dalam
tabel 2 berikut:

Tabel 2. Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sumedang

Tahun 2017 2018 2019 2020 2021 2022


Angka 68.76 69.29 69.45 70.07 70.99 71.46
Sumber: https://sync.disdik.jabarprov.go.id/index.php?page=makro_ipm

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa sejak tahun 2017 sampai dengan tahun 2022 selalu
terjadi peningkatan meskipun tidak besar. Titik tertinggi IPM adalah 100 dan angka yang
diperoleh Kabupaten Sumedang di tahun 2022 ≥70. Ini berarti IPM Kabupaten Sumedang
tergolong tinggi. Angka tinggi menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Sumedang
termasuk Desa Darmaraja dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, Kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Namun demikian angka tinggi ini
tidak cukup korelasi dengan fenomena pernikahan dini yang terjadi di Desa Darmaraja
yang masih terjadi.

Pernikahan Dini di Desa Darmaraja

Di Desa Darmaraja sendiri jumlah angka pernikahan dini terbilang tidak banyak bila
merujuk dengan hasil data yang diperoleh dari KUA setempat. Namun disinyalir angka
tersebut lebih tinggi karena banyak pernikahan dini yang tidak tercatat di KUA dan hanya
melakukan pernikahan berdasarkan keyakinan agama saja. Peneliti dengan menggunakan
teknik pencarian data purposive sampling menemukan ada dua kejadian pernikahan di
bawah umur yang terjadi dalam rentang waktu tiga tahun di desa Darmaraja. Data diambil
diantara tahun 2020 sampai 2022. Sedangkan secara keseluruhan dalam satu kecamatan
Darmaraja, terdapat total 66 kejadian pernikahan dini yang ditambah dengan dari desa lain
di sekitar kecamatan, yang terjadi dalam kurun waktu tiga tahun.

Peneliti menemukan fakta jika rata-rata kejadian pernikahan dini ini lebih banyak
ditemukan pada daerah-daerah yang ada di pinggir kecamatan. Hal itu juga sesuai dengan
data yang diperoleh melalui hasil wawancara dengan pihak kepala KUA Kecamatan
Darmaraja pada tanggal 9 Desember 2022 yang menyatakan bahwa pernikahan dini itu
memang terjadi sewaktu-waktu saja dan tiba-tiba muncul ketika memerlukan buku nikah
untuk keperluan akta lahir, kartu identitas penduduk seperti KTP dan Kartu Keluarga.
Menurut narasumber, untuk wilayah antara pusat kecamatan dan wilayah pinggir terdapat
kesenjangan mengenai kepahaman tentang undang-undang pernikahan baru sehingga
mempengaruhi tingkat jumlah pernikahan dini yang ditemukan.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa fakta menarik mengenai faktor penyebab
terjadinya pernikahan dini. Dari kedua sampel yang diteliti berdasarkan hasil wawancara
menunjukkan pola yang sama, Berikut adalah tabel 3 matriks hasil wawancara:

Tabel 3. Matriks Data Hasil Wawancara

Keterangan Mawar Melati


Usia Menikah ≤18 tahun ≤18 tahun
Tingkat Pendidikan Saat Lulus SLTP Lulus SLTP
Menikah
Faktor Menikah Ingin hidup mandiri, Takut pergaulan bebas dan
lepas dari masalah, menghindari omongan tetangga,
dan suka sama suka dan lepas dari masalah
Kesehatan Baik Terdapat gangguan saat
melahirkan
Jumlah Anak 1 (satu) laki-laki 1 (satu)
Tingkat Perekonomian Baik Baik
Peran Orangtua saat Mendukung Mendukung
menikah

Dari data matriks hasil wawancara pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa kedua pelaku
pernikahan dini melangsungkan pernikahan saat mereka lulus sekolah lanjutan tingkat
pertama atau (SLTP) dimana usia tersebut belum cukup matang untuk melangsungkan
sebuah pernikahan. Meskipun demikian pernikahan tersebut terjadi karena didukung oleh
orangtua dengan alasan yang mendasari karena faktor saling suka, menghindari fitnah dan
omongan tetangga. Ada persoalan yang dihadapi yaitu terdapat gangguan kesehatan saat
melahirkan pada salah satu pelaku. Namun demikian kedua pelaku menyatakan bahwa
perekonomian mereka baik dan tidak dalam kesusahan.

Peneliti melihat ada yang menarik dari hasil wawancara terkait faktor yang menjadi alasan
pelaku untuk menikah dini yaitu sama-sama menjadikan pernikahan sebagai sebuah solusi
alternatif dari berbagai permasalahan yang mereka sebutkan. Pernikahan tidak didasari
oleh keinginan murni membangun rumah tangga yang didasari dengan pemikiran matang
atas konsekuensi yang didapatkan dalam hubungan suami istri. Dalam jangka Panjang
menurut Yayasan Kesehatan Perempuan (2017) anak perempuan yang menikah dini akan
mengalami sejumlah persoalan psikologis seperti rasa cemas, depresi, dan keinginan untuk
bunuh diri. Ini dikarenakan di usia yang muda, mereka belum memiliki status dna
kekuasaan dalam masyarakat dan mereka cenderung terkungkung untuk mengontrol diri
sendiri. Dengan tingkat pengetahuan seksual yang masih rendah, kemungkinan
peningkatan resiko terkena penyakit infeksi menular seperti HIV/AIDS juga relatif lebih
tinggi.

Dengan pemaparan di atas maka penting untuk menanggulangi pernikahan dini dan peran
pemerintah desa menjadi sebuah keharusan yang tak terelakkan untuk mengatasinya.

Peran Pemerintah Desa Darmaraja

Dengan didasarkan pada hasil wawancara melihat tingkat usia yang belum matang dan
tingkat pendidikan pelaku pernikahan dini yang rendah di Desa Darmaraja maka peneliti
melakukan beberapa wawancara terhadap perangkat desa terkait upaya-upaya yang
dilakukan mereka untuk menekan dan menanggulangi pernikahan dini.

Desa Darmaraja memiliki program Posyandu Remaja yang bekerja sama dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten Sumedang. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Hana, Kasi
Pemerintahan Desa Darmaraja, pendirian Posyandu Remaja bertujuan untuk memfasilitasi,
mengarahkan, dan memberikan masukan mengenai seluk beluk remaja terutama di masa
puber mereka. Ini merupakan upaya untuk menciptakan remaja yang sehat dan kenal
dengan fase yang sedang mereka alami. Posyandu yang melibatkan remaja ini diharapkan
bisa meningkatkan kesehatan dan keterampilan hidup sehat remaja secara
berkesinambungan.

Pengendalian pernikahan dini juga turut melibatkan peran Kantor Urusan Agama. Kepala
KUA Desa Darmaraja menyebutkan bahwa salah satu peran yang mereka lakukan adalah
membekali masyarakat dengan pendidikan yang layak selain dari pendidikan formal, juga
harus diiringi dengan pendidika agama agar masyarakat memiliki daya pikir dan
ketahanan iman untuk mengimbangi arus kehidupan.

Sosialisasi program-program Desa Darmaraja juga aktif dilakukan oleh para kader Desa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Erna, salah satu kader Desa Darmaraja,
dipaparkan dengan jelas program-program Desa Darmaraja dalam upaya pengendalian
angka pernikahan dini. Program-program tersebut mencakup, Posyandu Remaja seperti
yang juga disebutkan oleh narasumber Ibu Hana, aparat desa, program layak nikah dan
pembinaan pada orang tua yang memiliki remaja.

Efektivitas Program Kerja Terkait

Dalam pelaksanaan program kerja yang telah dilakukan memang terlihat peran dari
Pemerintah Desa Darmaraja dalam menanggulangi fenomena pernikahan dini. Namun
demikian perlu dilihat korelasi terkait efektivitas atas program kerja yang sudah dilakukan
tersebut.

Pertama, dari segi pendidikan formal dan keagamaan sebagaimana yang diungkapkan
oleh Ketua KUA Desa Darmaraja. Oleh karena letak wilayahnya yang strategis yaitu
berada di pusat kecamatan, maka untuk pendidikan formalnya, Desa Darmaraja diberi
kemudahan dalam mengakses dunia pendidikan baik itu yang dari jenjang kanak-kanak
ataupun sampai dengan jenjang menengah atas. Namun demikian berdasarkan hasil
wawancara para pelaku hanya lulus SLTP saat menikah. Ini menunjukkan meskipun
fasilitas layak diberikan namun tidak memiliki korelasi dengan keinginan pelaku untuk
meneruskan ke sekolah lanjutan atas dan pendidikan tinggi. Selain itu di Desa Darmaraja
juga selalu mengadakan pengajian rutin, tidak hanya di Masjid, tetapi juga di banyak
Mushola, yang lokasinya lebih dekat dengan lokasi rumah penduduk. Ini juga
menunjukkan tidak adanya korelasi antara pendidikan agama dengan pernikahan dini yang
terjadi di Desa Darmaraja.

Kedua, Posyandu Remaja, adalah sebuah wadah interaktif yang dibuat atas kerja sama
dari dua kedinasan yaitu Pemerintahan Desa Darmaraja dan Dinas Kesehatan Kabupaten.
Meskipun ada banyak ragam kegiatan di dalamnya termasuk kegiatan penyuluhan resiko
hamil di usia muda namun kasus-kasus pernikahan dini dan hamil di usia muda juga
banyak terjadi. Namun demikian perlu diketahui bahwa keberadaan Posyandu Remaja
masih terbilang baru di Desa Darmaraja yaitu sejak tahun 2022 sehingga belum terlihat
hasilnya secara signifikan terlihat.

Ketiga, Program layak nikah adalah sebuah program yang dilakukan sebagai prasyarat
sebelum menikah hal ini untuk menghindari gangugan kesehatan baik pada setiap individu
yang akan melangsungkan pernikahan ataupun pada calon anak kelak. Biasanya dalam hal
ini, ketika sang individu masih di bawah umur. Para pelayan kesehatan akan memberikan
nasihat mengenai berbagai risiko yang akan dia hadapi terutama ketika mengandung.
Banyak penjelasan penting yang harus dipahami namun tidak berlaku apabila pihak
perempuan pelaku pernikahan dini dalam posisi telah mengandung atau hami sebelum
menikah ataupun dengan sengaja melewati tahapan ini. Ini dapat dipastikan bahwa strategi
ini tidak akan berfungsi.

Keempat, Pembinaan terhadap orangtua yang memiliki remaja. Strategi ini dinilai cukup
memiliki tingkat kefektifann yang tinggi dalam mencegah pernikahan dini. Sebab, strategi
itu langsung berfokus pada pihak orang tua selaku orang terdekat dengan si pelaku. Seperti
yang terjadi pada pelaku pernikahan dini yang diwawancarai dimana peran orang tua
justru menunjukkan kepasifan kepada keputusan pelaku dengan mendukung pernikahan
dini alih-alih menginginkan anak mereka melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi. Padahal dari hasil wawancara menurut peneliti tidak ada tingkat urgensi bagi si
pelaku sampai memutuskan untuk menikah dini.

Berdasarkan pemaparan di atas menunjukkan bahwa peran Pemerintah Desa Darmaraja


dalam menanggulangi pernikahan dini yang terjadi di wilayahnya masih bersifat umum
dan belum secara akurat menunjukkan efektivitasnya.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan penjelasan-penjelasana tersebut dapat diketahui jika pemerintahan desa


Darmaraja sudah melakukan perannya berdasarkan fungsi-fungsi pemerintahan dalam
menanggulangi pernikahan dini, yaitu fungsi pelayanan yang meliputi aspek pendidikan,
kesehatan, dan keagamaan. Namun demikian, temuan penelitian menunjukkan bahwa
fungsi pelayanan tidak cukup baik dalam upaya penanggulangan pernikahan dini sehingga
membutuhkan peran pemerintah di fungsi pemberdayaan. Kegiatan-kegiatan yang
ditujukan harus lebih banyak memberdayakan remaja untuk lebih aktif belajar dan
memikirkan masa depannya alih-alih menikah dini untuk menghindari persoalan yang
terjadi pada diri mereka di usia yang masih sangat muda ini.

Daftar Pustaka

ASH. 2014. Tiga Ahli Benarkan Risiko Pernikahan Dini. https://www.


hukumonline.com/berita/a/tiga-ahli-benarkan-resiko-nikah-dini lt542a69f1b601b
diakses tanggal 18 Desember 2022
Agustinus Lejiu, Masjaya, dan Bambang Irawan. 2014. Evaluasi Kebijakan Pembangunan
Transmigasi Di Kabupaten Mahakam Ulu. Volume 2, No. 4.
Kemekeu http://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2014/30TAHUN2014UU.com diakses 18
Desember 2022.
Maudina, Lina Dina. 2020. Dampak Pernikahan Dini Bagi Perempuan: Studi Kasus di RT
06 RW 05 Kelurahan Bedahan Kecamatan Sawangan Kota Depok Provinsi Jawa
Barat. Skripsi. Jakarta: UIN Syarief Hidayatullah.
Muluk, Khairul. 2012. Peran Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Indonesia.
Malang: Universitas Brawijaya Pers.
Nurckholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.
Grasindo: Jakarata.
SiMantap.Disdik https://sync.disdik.jabarprov.go.id/index.php?page=makro_ipm, diakses
tanggal 10 Desember 2022.
Sulila, Ismet. 2015. Implementasi Dimensi Pelayanan Publik Dalam Konteks Otonomi
Daerah. Yogyakarta: Deepublish
Susanto, Edi, dkk. 2019. Sistem Pemerintahan Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka.
Sumarna, Cecep, dan Neng Hannah. 2019. Pernikahan Usia Anak Problematika dan
Upaya Pecegahannya. Media Kalam: Tanggerang Selatan.
Yayasan Kesehatan Perempuan https://ykp.or.id/akibat-yang-terjadi-dari-pernikahan-dini/
diakses tanggal 18 Desember 2022.

Anda mungkin juga menyukai