Anda di halaman 1dari 100

IMPLEMENTASI KODE ETIK GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN

DI MAN 1 SOPPENG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana

Pendidikan Agama Islam (S.Pd.) Jurusan Pendidikan Agama

Islam pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

Nurul Aynun Abidin


NIM. 20100117026

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


2021
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nurul Aynun Abidin

NIM : 20100117026

Tempat/Tanggal Lahir : Mattoanging, 16 Juli 1999

Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam

Fakultas : Tarbiyah dan Keguruan

Alamat : Samata, Kab. Gowa

Judul : Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses

Pembelajaran di MAN 1 Soppeng

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan

duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka

skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata-Gowa, 02 November 2021

Penyusun,

Nurul Aynun Abidin


NIM 20100117026

iii
ii
KATA PENGANTAR

ُ‫الس َالم‬
‫الص َال ُة َو ه‬
‫ َو ه‬،‫الدين‬ ُّ ‫ َوبه َن ْس َتع ْي ُن َع َلى ُأ ُمىر‬،‫ْال َح ْم ُد هَلِل َر ّب ْال َع َاَل َين‬
ّ ‫الد ْن َيا َو‬
ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫ َأ هما َب ْعد‬،‫ص ْحبه َأ ْج َـمـع َين‬
َ ‫َع َلى َأ ْش َرف ال ُـم ْر َسل َين َو َع َلى آله َو‬
ِ ِِ ِِ ِ ِ
Assalamu ‘Alaikum Wr. Wb.

Alhamdulilah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan Rahmat, Hidayah, Karunia, serta izin-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Implementasi Kode Etik Guru

dalam Proses Pembelajaran di MAN 1 Sopppeng” ini dapat diselesaikan untuk

memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Satu (S1) pada

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar. Allahumma Shalli a‟la

Sayyidina Muhammad, penulis curahkan kehadirat junjungan umat, pemberi syafa‟at,

penuntun jalan kebajikan, penerang di muka bumi ini, seorang manusia pilihan dan

teladan kita, Rasullulah saw., beserta keluarga, para sahabat dan pengikut beliau

hingga akhir zaman, Aamiin.


Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari begitu banyak bantuan

dari berbagai pihak yang telah memberikan uluran tangan dan kemurahan hati kepada

penulis terutama yang paling tersayang kedua orang tua, ayahanda Abidin dan ibunda

Hamsinah yang telah membesarkan, menjaga, mendidik, serta selalu mendokan

dalam setiap sujudnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya. Kepada

keduanya penulis senantiasa memanjatkan do‟a dengan penuh harapan semoga Allah

SWT dapat mengasihi dan mengampuni dosa-dosa keduanya sebagaimana keduanya

telah mengasihi penulis, dan semoga Allah SWT senantiasa memudahkan setiap

iv
urusan keduanya, serta memberikan keduanya kehidupan yang bahagia, baik di dunia

maupun di akhirat kelak, Aamiin ya Rabbal „alamin.

Selanjutnya penyusun patut menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Prof. H. Hamdan Juhannis, M.A., Ph.D. selaku Rektor UIN Alauddin Makassar

beserta Wakil Rektor I Prof. Dr. Mardan, M.Ag., Wakil Rektor II Dr.

Wahyuddin Naro, M.Pd., Wakil Rektor III Prof. Dr. Darusalam Syamsuddin,
M.Ag., dan Wakil Rektor IV Dr. Kamaluddin Abu Nawas, M.Ag. yang telah

memimpin UIN Alauddin Makassar dengan berbagai kebijakan sehingga

menjadi lingkungan yang kondusif untuk peneliti memperoleh ilmu, baik dari

segi akademik maupun non-akademik.

2. Dr. H. Marjuni, S.Ag., M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Alauddin Makassar beserta Wakil Dekan I Dr. M. Shabir U, M.Ag., Wakil

Dekan II Dr. Muhammad Rusydi, M.Ag., dan Wakil Dekan III Dr. H. Ilyas,

M.Pd., M.Si., beserta seluruh stafnya, atas segala fasilitas yang diberikan dan

senantiasa memberikan dorongan, bimbingan dan nasehat kepada penulis.

3. Dr. H. Syamsuri, S.S., M.A. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam,
dan Dr. Muhammad Rusmin B, M.Pd.I. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan

Agama Islam, serta seluruh stafnya, atas segala pelayanan, respon cepat, dan

fasilitas yang diberikan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi

ini.

4. Dr. H. Andi Achruh M.Pd.I. sebagai pembimbing I, dan Dr. Muhammad Yahdi,

M.Ag. sebagai pembimbing II, yang senantiasa bersedia dan bersabar

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing serta mengarahkan

v
penulis mulai dari awal penyusunan skripsi ini sampai selesai.

5. Segenap dosen, karyawan, dan karyawati Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

Alauddin Makassar yang penuh ketulusan dan keikhlasan melayani dan

membantu mahasiswa.

6. Kepala Madrasah MAN 1 Soppeng bapak Musmuliadi, S.Ag. MA yang telah

memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut dan para

pendidik yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai oleh


peneliti.

7. Rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2017

(LEA17ERS), terkhusus kepada kelas PAI 1-2, yang tidak sempat saya

sebutkan satu persatu, atas dukungan, semangat, partisipasi, dan solidaritasnya

selama menempuh proses perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik

dari segi bahasa, pembahasan, dan pemikiran. Oleh karena itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang membangun dari berbagai pihak

atas segala kekurangan yang ada.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang


telah membantu semoga menjadi amal jariyah dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat untuk kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Gowa, 25 Oktober 2021


Penyusun

Nurul Aynun Abidin


NIM: 20100117026

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI .................................................................. ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... . iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... . vii

ABSTRAK ....................................................................................................... . ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus............................................. 5
C. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
D. Kajian Pustaka ................................................................................. 7
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................... 10
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Implementasi ................................................................. 12
B. Kode Etik Guru ................................................................................ 13
1. Pengertian ................................................................................... 15
2. Tujuan Kode Etik ........................................................................ 15
3. Kode Etik Guru Indonesia .......................................................... 17
4. Sanksi Pelanggaran Kode Etik .................................................... 18
C. Tugas dan Tanggung Jawab Guru ................................................... 19
1. Tugas Guru ................................................................................. 19
2. Tanggung Jawab Guru ................................................................ 22
D. Proses Pembelajaran ........................................................................ 23
E. Kerangka Konseptual ...................................................................... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian.............................................................. 30
B. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 31
C. Sumber Data .................................................................................... 31
D. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 32
E. Instrumen Penelitian ........................................................................ 34
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 34

vii
G. Pengujian Keabsahan Data .............................................................. 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................ 38
1. Gambaran Singkat Lokasi Penelitian ........................................ 38
2. Keadaan Pendidik dan Pegawai ................................................. 39
3. Sarana dan Prasarana ................................................................. 41
B. Pembahasan ..................................................................................... 43
1. Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di
MAN 1 Soppeng ........................................................................ 43
2. Faktor Pendukung Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses
Pembelajaran di MAN 1 Soppeng ............................................. 51
3. Faktor Penghambat dan Solusi Implementasi Kode Etik Guru
dalam Proses Pembelajaran di MAN 1 Soppeng ....................... 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 60
B. Implikasi .......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 62

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

viii
ABSTRAK
Nama : Nurul Aynun Abidin
NIM : 20100117026
Fak/Jur : Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Agama Islam
Judul : Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di
MAN 1 Soppeng

Penelitian ini membahas tentang Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses
Pembelajaran di MAN 1 Soppeng. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk: 1)
Mengetahui implementasi kode etik guru dalam proses pembelajaran di MAN 1
Soppeng. 2) Mengetahui faktor pendukung sehingga pendidik mampu menerapkan
kode etik guru dalam proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng. 3) Mengetahui faktor
penghambat dan solusi dalam mengimplementasikan kode etik guru dalam proses
pembelajaran di MAN 1 Soppeng.
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan desain penelitian deskriptif. Pendekatan penelitian ini dilakukan
dengan pendekatan fenomenologis. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan
dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Implementasi kode etik guru
dalam proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng telah mampu diaplikasikan oleh
pendidik-pendidik yang ada di sekolah tersebut. Walaupun demikian, masih ada
beberapa poin dari kode etik guru yang belum dapat dilaksanakan secara maksimal,
namun secara keseluruhan peneliti memandang bahwa pendidik di MAN 1 Soppeng
sudah mampu malaksanakan kode etik tersebut. 2) Faktor yang mendukung
implementasi kode etik guru dalam proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng yaitu: a)
Faktor pribadi pendidik itu sendiri. b) Sarana dan prasarana pendidikan. c) Dukungan
dari peserta didik. 3) Faktor penghambat dalam mengimplementasikan kode etik guru
dalam proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng adalah penjabaran mengenai kode
etik guru belum terlalu jelas dipahami oleh para pendidik dan juga peserta didik sulit
dihadapi sebab memiliki berbagai macam karakter yang berbeda. Adapun solusinya
yaitu: a) Pendidik harus berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu
profesinya. b) Pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan pendidik dan
mengharagai setiap usaha yang dilakukan pendidik demi mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Implikasi dari penelitian ini adalah: 1) Diharapkan kepada para pendidik di
MAN 1 Soppeng untuk senantiasa terus berusaha menambah dan memperluas ilmu,
wawasan dan keterampilannya. 2) Diharapkan kepada para pendidik di MAN 1
Soppeng untuk lebih memperhatikan kebutuhan peserta didik dan juga dapat bersifat
terbuka menerima kritik dan masukan baik dari rekan seprofesi maupun dari peserta
didik. 3) Kepada kepala sekolah MAN 1 Soppeng diharapkan agar dapat mengawasi
pendidik dalam pelaksanaan kode etik guru Indonesia dan memberi peringatan atau
ganjaran bagi pendidik yang melakukan pelanggaran.

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang teramat penting untuk menjamin

kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana untuk

meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Dengan

demikian, pendidikan suatu bangsa dan negara bergantung pada kondisi pendidikan

yang ada. Tujuan pendidikan di Indonesia ialah membentuk manusia seutuhnya,

dalam arti berkembangnya potensi-potensi individu secara berimbang, optimal, dan

terintegrasi.1 Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan dan berharap dapat

berkembang dengan pendidikan yang dimilikinya. Pendidikan secara umum memiliki

arti sebagai suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri dari setiap inidividu

yang ada untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan.

Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

dirumsukan dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem

Pendidikan Nasional dalam Pasal 3 merumuskan fungsi dan tujuan Pendidikan

Nasional:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2

1
Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia)
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h. 19.
2
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h. 7.

1
2

Dalam mewujudkan tujuan pendidikan dibutuhkan sosok yang mampu

menjadi tumpuan proses pendidikan itu berlangsung. Sebagai tenaga profesional yang

bertugas dalam mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,

dan mengevaluasi para peserta didik sehingga sosok dibutuhkan dalam dunia

pendidikan. Sebagai orang yang profesional, pendidik harus mampu menguasai

tentang seluk beluk pendidikan dan pengajaran serta ilmu-ilmunya. Oleh sebab itu

pendidik berkewajiban meyampaikan pengetahuan, pengertian, keterampilan, dan


lain-lain kepada peserta didiknya.3 Pendidik yang baik dan berkualitas dapat

menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas juga, begitupun sebaliknya,

seorang pendidik yang tidak berkualitas akan menjadikan bangsa ini menjadi bangsa

yang terjajah lagi. Karena sejarah membuktikan bahwa, pendidik yang tidak

mempunyai kompetensi dan kualifikasi mengajar, menyebabkan kualitas pendidikan

menjadi kurang bermutu dan tidak diperhatikan oleh masyarakat, bahkan masyarakat

kurang menghargai pendidik sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat.

Pendidik menjadi tokoh, panutan, dan penanggung jawab bagi peserta didik

dan lingkungannya. Oleh karena itu, pendidik harus memiliki standar kualitas

tertentu, yang mencakup tanggung jawab, berwibawa, mandiri, dan disiplin. Sehingga
pemerintah menetapkan suatu aturan atau norma-norma yang harus dipatuhi oleh

seluruh pendidik di Indonesia yang dikenal dengan “kode etik guru”, dengan adanya

kode etik guru, diharapkan para pendidik dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Kode etik guru di Indonesia terdiri dari pendidik berbakti membimbing

peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila,

pendidik memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional, pendidik berusaha

3
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 119.
3

memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan

pembinaan, pendidik menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang

berhasilnya proses belajar mengajar, pendidik memelihara hubungan baik dengan

orang tua peserta didik dan masyarakat di sekitarnya untuk membina peran serta dan

rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan, pendidik secara pribadi dan

bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu serta martabat profesinya,

pendidik memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan


kesetiakawanan sosial, pendidik secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan

mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian, pendidik

melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan.4

Berdasarkan berbagai harapan terhadap pendidik seperti pada uraian di atas,

maka tuntutan kemampuan pendidik dalam mengimplementasikan kode etik

keguruan dalam proses pembelajaran dipandang sebagai suatu hal yang sangat

penting dalam menjawab berbagai tantangan dalam dunia pendidikan sekarang ini.

Kode etik guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku

pendidik warga PGRI dalam melaksanaan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai

seorang pendidik.
Oleh sebab itu, kunci keberhasilan pendidik dalam meningkatkan prestasi

belajar peserta didik adalah dengan memiliki kode etik yang baik. Namun dewasa ini,

penerapan kode etik guru di Indonesia masih belum terlaksana dengan sempurna. Hal

ini dilihat dari masih banyaknya pendidik yang belum menyadari betapa pentingnya

berpedoman kepada kode etik guru yang telah ditentukan serta masih banyak

pendidik yang menganggap remeh kode etik guru yang berlaku. Kurangnya kesadaran

4
Rulam Ahmadi, Profesi Keguruan Konsep dan Strategi Mengembangkan Profesi dan Karier
Guru (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2018), h. 105.
4

pendidik tentang pentingnya penerapan kode etik secara keseluruhan juga dapat di

lihat di MAN 1 Soppeng.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 11 Juni

2020 melihat bahwa sebagian besar pendidik di MAN 1 Soppeng hanya mengetahui

poin-poin kode etik guru secara garis besar dan kurang dalam penerapannya.

Sehingga secara tidak sadar sering melakukan pelanggaran-pelanggaran kode etik

yang bersifat ringan. Baik pelanggaran ringan maupun berat tetaplah sebuah
pelanggaran atas sebuah kode etik guru yang menjadi aturan dan pedoman seorang

pendidik, dan tidak ada alasan untuk mengabaikannya apalagi meremehkan

pelanggaran yang dilakukan.

Pelanggaran kode etik guru yang sering dilakukan pendidik di MAN 1

Soppeng adalah kode etik guru Indonesia yang mengatur dalam pembelajaran seperti

sikap acuh pendidik terhadap hak individu peserta didik sehingga pendidik terkesan

egois ketika hanya menjalankan rencana pembelajaran tanpa memperhatikan

kebutuhan peserta didik dalam belajar. Kode etik guru adalah aturan yang mengatur

pendidik dalam berbicara, bersikap, dan bertindak kepada peserta didik, rekan sesama

pendidik, dan masyarakat.


Adapun tujuan mengimplementasikan kode etik guru adalah (1) untuk

menjunjung tinggi kode etik guru (2) untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan

para anggotanya (3) untuk meningkatkan pengabdian anggota profesi (4) untuk

meningkatkan mutu profesi (5) untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Ini

membuktikan bahwa implementasi kode etik guru sangat diperlukan dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik, apalagi salah

satu faktor terpenting dalam proses pendidikan adalah pendidik.


5

Kode etik merupakan dedikasi dan loyalitas sebagai seorang pendidik. Faktor

ini harus ditegakkan dalam dunia pendidikan pada setiap lembaga pendidikan

termasuk di MAN 1 Soppeng. Karena alasan inilah peneliti tertarik untuk meneliti

kode etik guru dalam proses pembelajaran dalam skripsi yang berjudul “Implementasi

Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di MAN 1 Soppeng”.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Skripsi ini berjudul “Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses


Pembelajaran di MAN 1 Soppeng”. Fokus penelitian dan deskripsi fokus berfungsi

sebagai pemusatan masalah agar penelitian dapat terarah sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Berikut tabel fokus penelitian dan deskripsi fokus:

Tabel 1.1
Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

No. Fokus Penelitian Deskripsi Fokus

1. Pendidik harus mengembangkan


1 Implementasi kode etik guru
potensi peserta didiknya secara utuh
dalam proses pembelajaran.
dengan berlandaskan pada nilai-nilai
pancasila.
2. Pendidik melaksanakan kejujuran
profesional kepada peserta didik.
3. Pendidik berusaha memperoleh
informasi tentang peserta didik.
4. Pendidik menciptakan suasana
sekolah yang baik demi menunjang
hasil belajar peserta didik.
6

1. Pribadi pendidik.
2 Faktor pendukung implementasi
2. Sarana dan prasarana pendidikan.
kode etik guru dalam proses
3. Peserta didik.
pembelajaran.
Faktot penghambat:
3 Faktor penghambat dan solusi
1. Penjabaran tentang kode etik guru
dalam mengimplementasikan
belum terlalu jelas dipahami oleh
kode etik guru dalam proses para pendidik.
pembelajaran. 2. Peserta didik sulit dihadapi sebab
memiliki berbagai macam karakter
yang berbeda.
Solusi:
1. Pendidik secara sendiri-sendiri atau
secara kelompok berusaha untuk
mengembangkan dan meningkatkan
mutu profesinya.
2. Pemerintah harus memperhatikan
kesejahteraan pendidik.

Dengan demikian, pembaca di harap dapat lebih mengetahui arah yang

jelas/tepat terhadap masalah yang akan di bahas dalam penulisan skripsi ini.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi kode etik guru dalam proses pembelajaran di MAN

1 Soppeng?

2. Apa yang menjadi faktor pendukung implementasi kode etik guru dalam

proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng?


7

3. Apa yang menjadi faktor penghambat dan solusi dalam mengimplementasikan

kode etik guru dalam proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng?

D. Kajian Pustaka

Dalam penyusunan skripsi dibutuhkan berbagai dukungan teori dari berbagai

sumber atau rujukan yang mempunyai relevansi dengan rencana penelitian. Adapun

penelitian yang memeiliki relevansi dengan judul penulis, sebagai berikut:

1. Skripsi yang disusun oleh Abdul Rahman dengan judul “Implementasi Kode
Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di SMP Negeri 6 Polewali”. Dalam

penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pendidik yang ada di SMP Negeri 6

Polewali telah mampu mengaplikasikan kode etik guru, walaupun masih ada

beberapa poin dari kode etik guru tersebut belum dapat dilaksanakan secara

maksimal, namun secara keseluruhan peneliti terdahulu memandang bahwa

para pendidik sudah mampu malaksanakannya.5 Adapun persamaan

penelitiannya adalah peneliti dan peneliti terdahulu sama-sama meneliti

tentang kode etik guru dalam proses pembelajaran, dan yang membedakannya

adalah peneliti terdahulu meneliti kode etik di tingkat pendidikan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) sementara peneliti meneliti di tingkat pendidikan


Madrasah Aliyah (MA).

2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mifta Hul Patta dalam skripsi yang

berjudul “Implementasi Kode Etik Guru di Sekolah Menengah Kejuruan

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabun Kecamatan Kabun

Kabupaten Rokan Hulu”. Berdasarkan hasil rekapitulasi observasi yang

dilakukan oleh peneliti terdahulu, dapat dilihat bahwa implementasi kode etik

5
Abdul Rahman, Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di SMP Negeri 6
Polewal, (Makassar: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar, 2010).
8

guru di sekolah tersebut tergolong baik dengan persentase 63,11% yang

berarti mampu dilakukan oleh pendidik tapi belum terimplementasi secara

maksimal, hal ini digambarkan dengan adanya beberapa indikator kode etik

guru yang masih belum mampu diterapkan.6 Adapun persamaan penelitiannya

adalah peneliti dan peneliti terdahulu sama-sama meneliti tentang kode etik

guru, dan yang membedakannya adalah peneliti terdahulu meneliti kode etik

guru hanya pada guru jurusan akuntansi di SMK sementara peneliti meneliti
kode etik guru pada wali kelas di berbagai jurusan di MAN 1 Soppeng.

3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lusita Yustiara dalam skripsi yang

berjudul “Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di SDN

55 Bengkulu Selatan”. Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan

penelitian yang dilakukan tentang implementasi kode etik guru dalam proses

pembelajaran di SDN 55 Bengkulu Selatan, maka peneliti terdahulu

mengambil kesimpulan bahwa implementasi kode etik guru dalam proses

pembelajaran di SDN 55 Bengkulu Selatan adalah pertama, guru-guru telah

mengetahui kode etik guru dan menerapkannya dengan baik. Kedua, masih

ada guru-guru yang mengetahui kode etik namun tetapi tidak menerapkannya
dengan baik.7 Adapun persamaan penelitiannya adalah peneliti dan peneliti

terdahulu sama-sama meneliti tentang kode etik guru dalam proses

pembelajaran, dan yang membedakannya adalah peneliti terdahulu meneliti

6
Mifta Hul Patta, Implementasi Kode Etik Guru di Sekolah Menengah Kejuruan Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabun Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu (Pekanbaru:
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2019).
7
Lusita Yustiara, Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di SDN 55
Bengkulu Selatan (Bengkulu: Fakultas Tarbiyah dan Tadris IAIN Bengkulu, 2019).
9

kode etik di tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) sementara peneliti

meneliti di tingkat pendidikan Madrasah Aliyah (MA).

4. Jurnal ilmiah karya Ahmad Hanif Fahruddin dan Eva Nur Tita Sari dengan

judul “Implementasi Kode Etik Guru dalam Pembelajaran Agama Islam di

SMA Negeri 1 Sukodadi Lamongan”. Berdasarkan hasil penelitian dapat

ditarik kesimpulan bahwa implementasi kode etik guru dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam di SMA Negeri 1 Sukodadi Lamongan dilakukan


dengan cara keteladanan, terbuka, fleksibel, dan adil. Sedangkan yang

diterapkan oleh pendidik beserta kepala sekolah melalui pembiasaan dan

keteladan.8 Adapun persamaan penelitiannya adalah peneliti dan peneliti

terdahulu sama-sama meneliti tentang kode etik guru, dan yang

membedakannya adalah peneliti terdahulu meneliti kode etik guru hanya

dalam pembelajaran Agama Islam saja sementara peneliti meneliti kode etik

guru dalam berbagai bidang studi di MAN 1 Soppeng.

5. Jurnal ilmiah karya Muhammad Jufni, Syifa Saputra, dan Azwir dengan judul

“Kode Etik Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan”. Dapat dilihat

bahwa kode etik guru menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 ialah
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,

ketakwaan, dan akhlak mulia. Memiliki kualifikasi akademik dan latar

belakang pendidikan. Memiliki kompetensi yang diperlukan. Memiliki

tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan. Memperoleh

penghasilan yang ditentukan. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan

8
Ahmad Hanif Fahruddin dan Eva Nur Tita Sari, Implementasi Kode Etik Guru dalam
Pembelajaran Agama Islam di SMA Negeri 1 Sukodadi Lamongan, Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan
Islam vol. 13 no. 2, Agustus 2020.
10

keprofesionalan secara berkelanjutan dan jaminan perlindungan hukum.9

Adapun persamaan penelitiannya adalah peneliti dan peneliti terdahulu sama-

sama meneliti tentang kode etik guru, dan yang membedakannya adalah

peneliti terdahulu meneliti tentang kode etik guru dalam menigkatkan mutu

pendidikan sementara peneliti meneliti tentang kode etik guru dalam proses

pembelajaran.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mendeskripsikan jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan pada rumusan masalah. Adapun tujuan

dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui implementasi kode etik guru dalam proses pembelajaran

di MAN 1 Soppeng.

b. Untuk mengetahui faktor pendukung sehingga pendidik mampu menerapkan

kode etik guru dalam proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng.

c. Untuk mengetahui faktor penghambat dan solusi dalam

mengimplementasikan kode etik guru dalam proses pembelajaran di MAN 1


Soppeng.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan atau manfaat pada

berbagai pihak yaitu:

9
Muhammad Jufni, dkk, Kode Etik Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, Serambi
Akademica: Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora vol. 8 no. 4, Juli 2020.
11

a. Kegunaan secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak

pendidik mengenai pentingnya implementasi kode etik guru dan dapat bermanfaat

juga sebagai informasi serta sebagai bahan literatur atau bahan informasi ilmiah.

b. Kegunaan Secara Praktis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1) Bagi sekolah, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan
bahan acuan bagi sekolah terutama para pendidik untuk meningkatkan tujuan

pendidikan.

2) Bagi pendidik, diharapkan mampu membuat pendidik mengerti akan pentingnya

kode etik guru serta dapat menerapkan kode etik guru tersebut.

3) Bagi penulis, untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan bagi penulis

dalam dunia pendidikan.

4) Bagi pembaca atau peneliti lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

tambahan wawasan dan pengetahuan baru dalam mengembangkan penelitian

selanjutnya.
BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Implementasi

Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau

inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa

perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap.1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia implementasi diartikan sebagai


sebuah tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan rencana yang sudah dibuat atau

disusun sebelumnya.2 Adapun menurut Nurdin Usman, implementasi adalah

bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem,

implementasi bukan sekedar aktivitas tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk

mencapai tujuan kegiatan.3 Sementara M. Joko Susilo mengartikan bahwa

implementasi sebagai pelaksana atau penerapan.4

Pengertian-pengertian di atas, memperlihatkan bahwa kata implementasi

bermuara pada aktifitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.

Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas,

tetapi suatu kegiatan yang terencana yang dilakukan secara sungguh-sungguh


berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Adapun maksud

implementasi disini adalah pendidik menerapkan rancangan keputusan yang telah

disepakati bersama.

1
Kunandar, Guru Profesional (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2014), h. 233.
2
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005), h. 93.
3
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum (Yogyakarta: Insan Media, 2002),
h. 70.
4
M. Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.
174.

12
13

B. Kode Etik Guru

1. Pengertian

Istilah kode etik terdiri dari dua kata yakni “kode” dan “etik”. Kata etik

berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang berarti watak, adab, atau cara hidup. Dapat

diartikan bahwa etik menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan

dari kelompok manusia. Dan kata etik biasanya digunakan untuk pengkajian sistem

nilai-nilai yang disebut dengan “kode”, sehingga terjemahlah apa yang disebut “kode
etik”.5 Dengan demikian kode etik secara bahasa berarti ketentuan atau aturan yang

berkenaan dengan tata susila dan akhlak. Akhlak itu sendiri sebagai disebutkan oleh

Ibn Miskawaih dan Imam al-Ghazali adalah ekspresi jiwa yang tampak dalam

perbuatan dan meluncur dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan lagi.6

Adapun para ahli mendefinisikan kode etik sebagai berikut; Abin Syamsudin

Makmun mendefinisikan kode etik sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis

dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan.7 Kemudian Ramayulis

mendefinisikan kode etik sebagai pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman

berperilaku.8
Berdasarkan definisi kode etik menurut para ahli di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa kode etik merupakan sekumpulan etika yang telah tersusun dalam

bentuk peraturan berdasarkan prinsip moral pada umumnya yang disesuaikan dan

diterima sesuai jiwa profesi guna mendukung ketentuan hukum yang berlaku. Kode

5
Syarifah Normawati, dkk, Etika & Profwsi Guru (Cet. I; Riau: PT Indragiri Dot Com, 2019),
h. 167.
6
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: PT Grafindo Persada, 2004), h. 137.
7
Abin Syamsudin Makmun, Kode Etik Keguruan dan Penerapannya dalam Berbagai Bidang
Kehidupan Guru (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 53.
8
Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan (Jakarta: Kalam Mulia, 2016), h. 432.
14

etik juga diartikan sebagai pola aturan, tata cara, dan pedoman etis dalam berperilaku.

Kode etik tersebut harus dimiliki oleh setiap pekerjaan profesional, termasuk

pendidik.

Adapun definisi kode etik guru yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya

sebagai berikut:

Menurut Sotjipto, kode etik guru merupakan landasan moral dan pedoman

tingkah laku pendidik dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai


pendidik.9 Kemudian menurut Asnawir, kode etik guru sebagai sekumpulan peraturan

atau perundangan-undangan mengenai etika seorang guru sebagai tenaga pendidik

yang mengandung unsur moral, etika, adat istiadat, dan kebiasaan.10 Sementara

menurut Sudarwan Danim, kode etik guru merupakan norma dan asas yang disepakati

dan diterima oleh pendidik sebagai pedoman sikap dan perilaku.11

Berdasarkan definisi di atas dipahami bahwa kode etik guru dapat diartikan

sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap pendidik dalam

melaksanakan tugas sebagai pendidik di sekolah dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan kata lain dapat dipahami bahwa kode etik guru merupakan semacam rambu-

rambu atau pegangan bagi seorang pendidik agar tidak berperilaku menyimpang.
Setiap pendidik yang memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan selalu

berpegang pada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang

harus ada pada profesi itu sendiri.

9
Sotjipto & Rafli Kosasi, Profesi Keguruan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 30.
10
Asnawir, Administrasi Pendidikan (Padang: Imam Bonjol Press, 2005), h. 152.
11
Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru (Jakarta: Kencana, 2011), h. 257.
15

2. Tujuan Kode Etik

Kode etik dalam suatu profesi sangat diperlukan dan merupakan norma yang

harus dipatuhi oleh setiap anggota profesi tersebut. Secara umum tujuan mengadakan

kode etik adalah sebagai berikut:

a. Menjunjung tinggi martabat profesi

Kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan pihak luar atau masyarakat

agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh
karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindakan

atau kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan nama baik profesi.

b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.

Kesejahteraan mencakup lahir (material) maupun batin (spiritual, emosional,

dan mental). Kode etik umumnya memuat larangan-larangan untuk melakukan

perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya

dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi

dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa saja yang mengadakan tarif di bawah

minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan seprofesi. Dalam hal

kesejahteraan batin, kode etik umumnya memberi petunjuk kepada anggotanya untuk
melaksanakan profesinya.

c. Pedoman berperilaku

Kode etik mengandung peraturan yang membatasi tingkah laku yang tidak

pantas dan tidak jujur bagi para anggota prof'esi dalam berinteraksi dengan sesama

rekan anggota profesi.


16

d. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

Kode etik berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi,

sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan

tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode

etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi

dalam menjalankan tugasnya.

e. Untuk meningkatkan mutu profesi


Kode etik memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu

berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.

f. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

Kode etik mewajibkan setiap anggotanya untuk aktif berpartisipasi dalam

membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi. Dari

uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode

etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara

kesejahteraan para anggota meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan

meningkatkan mutu profesi serta mutu organisasi profesi.12

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa kode etik merupakan dasar
pertanggung jawaban seorang anggota profesi kepada kliennya atau kepada

masyarakat umum sehingga jelas ketika anggota profesi mengalami kendala dalam

menjalankan tugasnya maka ia tahu apa yang harus diperbuat untuk menjaga reputasi

sebagai seorang anggota profesi yang profesional.

12
Muhammat Rahman dan Sofan Amri, Kode Etik Profesi Guru (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2014), h. 75.
17

3. Kode Etik Guru Indonesia

Kode etik guru di Indonesia merupakan norma dan asas yang disepakati dan

diterima oleh seluruh pendidik di Indonesia sebagai pedoman bersikap dan

bertingkahlaku dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik. Kode etik guru

Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang

dan pengurus PGRI dari seluruh Indonesia dalam Kongres I di Surakarta tahun 1945

dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XXI tahun 2013 di Jakarta, yang
terdiri dari Sembilan item, yaitu:
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan
melakukan bimbingan.
d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang hasil belajar.
e. Guru menjaga hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya.
f. Guru secara pribadi dan besama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu
dan martabat profesinya.
g. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
i. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.13

Kode etik guru ini merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan sebagai

barometer dari semua sikap dan perbuatan pendidik dalam menjalankan tugas dan

kewajibannya sebagai seorang pendidik profesional dan dalam berbagai segi

kehidupan, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun dalam

lingkungan masyarakat.

13
Ramayulis, Profesi Etika Keguruan (Jakarta: Kalam Mulia, 2016), h. 434.
18

4. Sanksi Pelanggaran Kode Etik

Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan

kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah

mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan

ketentuan-ketentuan professional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman

sejawat melanggar kode etik. Namun demikian, dalam praktik sehari-hari kontrol ini

tidak berjalan dengan mulus karena ras solidaritas tertanam kuat dalam anggota-
anggota profesi, seorang professional mudah merasa segan melaporkan teman sejawat

yang melakukan pelanggaran.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 dijelaskan sanksi

terhadap guru dan dosen yang tidak menjalankan tugas dan kewajibannya pada pasal

77 dan 78 secara bertahap berupa: teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian

hak guru dan dosen, penurunan pangkat, pemberhentian dengan hormat, atau

pemberhentian tidak dengan hormat.14 Pendidik yang melanggar Kode Etik Guru

Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku pada

organisasi profesi atau menurut aturan Negara. Jenis pelanggaran meliputi

pelanggaran ringan, sedang, dan berat. Tentu saja, pendidik tidak secara serta-merta
dapat disanksi karena tudingan melanggar kode etik profesinya.

Pemberian sanksi itu berdasarkan atas rekomendasi objektif. Pemberian

rekomendasi sanksi terhadap pendidik yang melakukan pelanggaran terhadap kode

etik merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Pemberian sanksi

oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana harus objektif, tidak

14
Syamsuhadi Irsyad, Guru yang Profesional (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 98.
19

diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta

peraturan perundang-undangan.

Selain itu, siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik

Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia,

organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. Tentu saja, setiap pelanggar

dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru

dan/atau penasihat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan di


hadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.15

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian sanksi terhadap

pelanggaran kode etik profesi guru ditujukan sebagai efek jera agar pendidik tidak

melanggar kode etik yang berlaku.

C. Tugas dan Tanggung Jawab Guru

Menjadi seorang pendidik merupakan suatu pekerjaan profesional yang

memerlukan suatu keahlian khusus. Oleh karena itu, pendidik memiliki peranan yang

sangat penting dan strategis dalam kegiatan pembelajaran, yang akan menentukan

mutu pendidikan dalam suatu satuan pendidikan. Dalam sistem pendidikan dan

pembelajaran dewasa ini kedudukan pendidik dalam proses pembelajaran di sekolah


tidak dapat digantikan oleh alat atau mesin secanggih apapun. Mengingat pentingnya

pemahaman tentang tugas dan tanggung jawab pendidik, maka akan diuraikan

sebagai berikut:

1. Tugas Guru

Secara garis besar, tugas pendidik dapat ditinjau dari tugas-tugas yang

langsung berhubungan dengan tugas utamanya, yaitu pengelola dalam proses

15
Sudarwan Danim, Pengembangan Profesi Guru (Jakarta: Kencana, 2012), h. 259.
20

pembelajaran dan tugas-tugas lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan

proses pembelajaran, tetapi akan menunjang keberasilannya menjadi pendidik yang

andal dan dapat diteladani.16

Pendidik merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian. Sebab

orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut

sebagai pendidik. Untuk menjadi pendidik diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi

sebagai pendidik yang profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk


pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu

dibina dan dikembangkan melalui pendidikan tertentu. Oleh sebab itu, pendidik

adalah figur seorang pemimpin. Ia adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk

jiwa dan watak peserta didik. Pendidik mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan

membangun kepribadian peserta didik menjadi seorang yang berguna bagi agama,

nusa, dan bangsa.

Maka ketika berbicara mengenai tugas pendidik, sesungguhnya ia mempunyai

tugas yang banyak, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk

pengabdian. Namun demikian, apabila dikelompokkan maka pendidik memiliki tiga

jenis tugas, yaitu:


a. Tugas guru dalam bidang professional

Dalam konteks ini tugas pendidik meliputi mendidik, mengajar, dan meletih.

Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti

meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan melatih beararti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada

siswa. Atau dengan kata lain tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan

16
Hamzah, Profesi Kependidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h. 20.
21

keterampilan dan menerapkan dalam kehidupan dan demi masa depan peserta didik.17

Sehingga secara makro tugas guru adalah menyiapkan manusia susila yang cakap

yang dapat diharapkan membangun dirinya dan dapat membangun bangsa dan

negara.

b. Tugas manusiawi

Di sekolah ia harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia

harus mampu menarik dan menjadi idola para peserta didiknya. Oleh karena itu,
pendidik harus mampu memahami jiwa dan watak peserta didik. Maka pelajaran

apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi peserta didik dalam

belajar. Jika seorang pendidik dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka

kegagalan pertama adalah tidak dapat menanamkan benih pengajarannya kepada

peserta didik. Pendidik harus menanamkan nilai kemanusiaan kepada peserta didik.

c. Tugas dalam bidang kemasyarakatan

Dalam bidang ini pendidik memiliki tugas mendidik dan mengajar masyarakat

untuk menjadi warga Negara Indonesia yang bermoral pancasila. Pendidik tidak

hanya diperlukan oleh para murid diruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh

masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang


dihadapi masyarakat. Jika dipahami, maka tugas pendidik tidak hanya sebatas di

dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.18

Pendidik dalam melaksanakan tugas memiliki peran, hak, dan tanggung

jawab. Secara umum, guru berperan sebagai pendidik, pengajar, pengelola, dan

pembimbing. Peran sebagai pendidik mengarah pada tugas untuk menanamkan nilai-

17
Syaiful Bahri Djamara, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Cet. II; Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2005), h. 37.
18
Rulam Ahmadi, Profesi Keguruan Konsep dan Strategi Mengembangkan Profesi dan
Karier Guru (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2018), h. 57.
22

nilai atau norma-norma, baik norma sosial maupun norma agama. Sebagai pengajar,

guru melaksanakan tugas mempersiapkan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,

dan melakukan evaluasi. Sebagai pengelola, pendidik melakukan perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, baik terhadap materi pelajaran maupun

kepada peserta didik dan lingkungannya.

2. Tanggung Jawab Guru

Bagi guru, tugas dan kewajiban seperti yang telah disebutkan sebelumnya
merupakan amanah yang harus diterima guru atas dasar pilihannya untuk memangku

jabatan guru. Amanat tersebut wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Hal

ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa/4:58 yang berbunyi:

ِ َّ‫ت ا ِٰلًٰٓ ا َ ْه ِل َهاۙ َواََِا ََ ََ ْْام ُ ْم يَاَْاَ الن‬


ِ ‫اَۙ ا َ ْن ت َ ْم َُ ُْ ْاىا يِ ْۙلََا ْل‬ ِ ‫ّٰللاَ يَأ ْ ُم ُر ُك ْم ا َ ْن ت ُ َؤدُّوا ْاْلَمٰ ٰن‬
‫ا َِّن ه‬
. ‫صَ ًْرا‬ ِ َ‫س ِْ ًََْ ۢۙ ي‬
َ َ‫ّٰللاَ َكۙن‬ ‫ظ َُ ْم يِ ٖه ا َِّن ه‬ ُ َِ َ‫ّٰللاَ نِ َِ َّْۙ ي‬
‫ا َِّن ه‬
Terjemahnya:
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang
memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Melihat.”19
Ayat di atas, mengandung makna bahwa tanggung jawab guru adalah amanah

yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, penuh keikhlasan dan mengharap

ridha Allah. Tanggung jawab guru adalah keyakinan bahwa segala tindakannya dalam

melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan atas pertimbangan profesional sacara

tepat.

Berikut penulis uraikan beberapa tanggung jawab guru sebagai berikut:

19
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Bandung: Marwah, 2007), h. 87.
23

1) Guru harus menuntun murid-murid belajar.


2) Turut serta membina kurikulum sekolah.
3) Melakukan pembinaan terhadap diri peserta didik.
4) Memberikan bimbingan kepada murid.
5) Melakukan diagnosis terhadap kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan
penilaian atas kemajuan belajar.
6) Menyelenggarakan penelitian.
7) Mengenal masyarakat dan ikut aktif.
8) Menghayati, mengmalkan dan mengamankan pancasila.
9) Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian
dunia.
10) Turut mensukseskan pembangunan.
11) Tanggung jawab meningkatkan peranan profesional guru.20

Kewajiban pendidik adalah melaksanakan seluruh tugas dengan baik sesuai

dengan aturan dan bersedia menerima sanksi atas kesalahan atau penyimpangan yang

dilakukannya. Pendidik wajib memperjuangkan kemajuan lembaga tempat pendidik

tersebut bekerja dan merencanakan serta melaksanakan pembelajaran secara

berkualitas sehingga lulusannya menjadi warga masyarakat yang andal dalam

melaksanakan tugas di masyarakat.

D. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif, yang

merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan pendidik sebagai

pemegang peran utama. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan proses

belajar mengajar yang dilakukan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah

dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan, pendidik dengan sadar merencanakan

kegiatan pengajaran secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatu guna

kepentingan pengajaran.

20
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Cet. IX; Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 127.
24

Mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan

pendidik dengan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung

dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi timbal balik antara

pendidik dengan peserta didik itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya

proses belajar mengajar.

Ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal

berikut:
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan

tingkah laku dan kepribadian peserta didik sebagaimana yang diharapkan.

2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan

padangan hidup masyarakat.

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar

yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dijadikan pegangan oleh

pendidik dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria

serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh pendidik

dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya


akan dijadikan umpan balik untuk penyempurnaan sistem instruksional

yang bersangkutan secara keseluruhan.21

Dari uraian di atas, tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat

penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman untuk pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar agar behasil sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, proses belajar

mengajar dapat dikatakan sebagai suatu aktifitas pendidik dalam mengkoordinasikan

21
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka
Cipta, 2013), h. 5.
25

semua unsur pengajaran dan pembelajaran yang dapat merangsang timbulnya minat

peserta didik dan kegiatan belajar peserta didik sehingga terjadi perubahan tingkah

laku, sikap, dan nilai pada peserta didik (kepribadian meliputi perubahan kognitif,

afektif dan psikomotorik).

Seorang pendidik yang berkompeten dan profesional diharapkan mampu

mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya kelompok peserta didik yang

menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor


yang menghambat proses belajar mereka. Berhasil tidaknya seorang dalam belajar

disebabkan banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi

belajar dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu:

1. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik,

antara lain: kondisi jasmani dan rohani peserta didik, kematangan/pertumbuhan,

kecerdasan, minat, latihan, kebiasaan belajar, motivasi pribadi, dan konsep diri.22

Belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang

mempengaruhinya. Jika faktor-faktor tersebut kurang baik maka akan berpengaruh

negatif terhadap belajar, akhirnya peserta didik gagal dalam porses belajarnya.
Misalnya faktor fisiologis, faktor fisiologis sangat menunjang aktivitas belajar.

Keadaan jasmani yang baik dan sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang

keadaannya kurang sehat.

22
Ahmad Syarifuddin, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Belajar dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhinya (Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang: Ta‟dib vol. 16 no. 01, Juni
2011), h. 128.
26

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik

yang ikut mempengaruhi belajar peserta didik, antara lain: kualitas pembelajaran,

keluarga, dan masyarakat.23 Salah satu faktor masyarakat yang turut mempengaruhi

belajar adalah teman bergaul peserta didik dalam lingkungan masyarakat tersebut.

Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri peserta didik,

begitupun sebaliknya teman bergaul yang suka begadang, pecandu rokok, minum
minuman keras, dan lain sebagainya akan menyeret peserta didik ke ambang bahaya

dan sudah pasti belajaranya akan berantakan. Seperti halnya dengan faktor internal

peserta didik, faktor eksternal juga sangat besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar

peserta didik. Adapun faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar

peserta didik agar lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor kualitas pembelajaran

Tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam

mencapai pengajaran sangat tergantung pada pendidik. Misalnya pemilihan metode

pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik, dengan pemilihan metode belajar yang

tepat dan efektif maka hasil belajar peserta didik akan baik pula. Pendidik harus
mengatasi penggunaan waktu dan metode pengajaran, pendidik harus menguasai

segala sesuatu yang berhubungan dengan proses kegiatan belajar mengajar, mampu

menguasai kelas, serta mampu memanfaatkan media pendidikan dengan baik. Dengan

memilih cara belajar yang tepat maka akan meningkatkan prestasi belajar peserta

didik.

23
Ibrahim, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak (STKIP An-Nur Nanggroe
Aceh Darussalam: JIPA vol. 1 no. 01, Mei 2017), h. 5.
27

b. Faktor keluarga

Orang yang memegang peran yang penting dan amat berpengaruh atas

pendidikan anak-anaknya adalah orang tua. Karena orang tua merupakan pendidik

utama dan pertama bagi anak-anak mereka, dari merekalah anak mula-mula

menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat

dalam keluarga. Mendidik memang merupakan tanggung jawab orang tua, hal itu

dapat dilihat dalam QS. Thaaha/20:132 ;

‫علَ َْ َهۙ َْل نَسْـَٔلُ َك ِر ْزقًۙ ن َْم ُا ن َْر ُزقُ َك َو ْالََۙقِبَتُ ِللم َّ ْق ٰىي‬ َ ‫ص‬
َ ‫طبِ ْر‬ َّ ‫َوأْ ُم ْر ا َ ْهلَ َك يِۙل‬
ْ ‫ص ٰلىةِ َوا‬
Terjemahnya:
“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang
memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang
yang bertakwa.”24
Dalam ayat tersebut terdapat perintah agar senantiasa memperhatikan kualitas

agama anggota keluarga. Dalam ayat tersebut sholat menjadi salah satu contoh dari

syariat Islam yang perlu ditegakkan di lingkungan keluarga. Mengenalkan anak sejak

dini pada syariat Islam sangat diperlukan, sebab orang tua adalah madrasah pertama

bagi anak-anaknya. Pendidikan anak jauh lebih penting dibanding harta yang

dikumpulkan karena pertanggungjawaban dihadapan Allah sangat berat bila abai

terhadap pendidikan keluarga.

c. Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan yang cukup besar pengaruhnya

terhadap proses belajar mengajar, karena masyarakat turut serta memikul tanggung

24
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Bandung: Marwah, 2007), h. 321.
28

jawab pelaksanaan proses belajar mengajar. Keberhasilan suatu pembelajaran itu

tergantung pada kondisi lingkungan yang ada.25

Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, dan

mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh buruk kepada peserta didik

yang berada di lingkungan tersebut. Peserta didik akan tertarik untuk melakukan hal-

hal buruk seperti yang dilakukan oleh lingkungan sekitarnya dan akibatnya proses

belajar peserta didik akan terganggu, bahkan peserta didik akan kehilangan semangat
belajar karena perhatiannya akan berpusat kepada perbuatan-perbuatan yang

dilakukan oleh lingkungan sekitarnya. Sebaliknya jika lingkungan peserta didik

adalah orang-orang yang terpelajar maka peserta didik juga akan terpengaruh ke hal-

hal yang positif dan peserta didik akan lebih giat dalam belajar.

E. Kerangka Konseptual

Implementasi adalah suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau

inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa

perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap.

Kode etik guru merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku

pendidik dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai seorang


pendidik. Kode etik guru di Indonesia yaitu guru berbakti membimbing peserta didik

untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, guru

memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional, guru berusaha memperoleh

informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan,

guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya

proses belajar mengajar, guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan

25
Ahmad Syarifuddin, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Belajar dan Faktor-faktor
yang Mempengaruhinya (Palembang: IAIN Raden Fatah Palembang, 2011), h. 128.
29

masyarakat di sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab

bersama terhadap pendidikan, guru secara pribadi dan bersama-sama

mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya, guru memelihara

hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial, guru secara

bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana

perjuangan dan pengabdian, dan guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah

dalam bidang pendidikan.


Namun dalam penerapan kode etik tersebut, tidak jarang pendidik sering

melakukan penyimpangan atau tidak menerapkan kode etik guru sebagai

acuan/norma yang wajib dilaksanakan. Oleh karena itu, peneliti mencoba menemukan

faktor-faktor yang menjadi penghambat bagi para pendidik dalam menerapkan kode

etik tersebut serta peneliti berupaya menemukan faktor pendukung serta solusi agar

pendidik mampu menerapkan kode etik guru dalam menjalankan tugasnya sebagai

pendidik profesional. Secara garis besar dapat digambarkan melalui bagan berikut:

Bagan 1.1
Kerangka Konseptual
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data berupa kata tertulis atau lisan dari

orang-orang, dan perilaku yang diamati. Penelitian deskriptif yaitu aktivitas yang
bertujuan untuk menggambarkan situasi atau fenomena yang dirancang untuk

mendapatkan suatu informasi dalam keadaan sekarang. Penelitian deskriptif juga

dilaksanakan untuk mengembangkan ilmu yang mendasari masalah dan penjelasan.1

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan

pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang ditunjukan untuk mendeskripsikan

dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi,

pemikiran orang secara individual, maupun kelompok. Penelitian kualitatif selalu

menyajikan temuannya dalam bentuk deskripsi berupa ucapan atau tulisan dan prilaku

orang-orang yang diamati secara rinci, lengkap, dan mendalam mengenai persepsi

pendidik terhadap kode etik guru.


2. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan

skripsi ini, maka lokasi penelitian ini dilakukan di MAN 1 Soppeng yang berlokasi di

Jl. Kayangan, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan.

Lokasi penelitian ini dipilih karena peneliti menganggap lokasi ini dinilai dapat

1
Rukaesih, dkk, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 72.

30
31

mewakili penelitian ini dalam mengkaji dan menganalisis mengenai implementasi

kode etik guru di sekolah.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

fenomenologi, yaitu data yang diperoleh tidak disentuh oleh penafsiran ataupun

berbagai penambahan dan pengurangan. Semua gejala sebagai data dilukiskan apa

adanya. Realitas yang terjadi dilapangan adalah fenomenologis, gejala yang berbicara
tentang dirinya sendiri yang sebagai pertimbangan rasionalnya, peneliti dapat makna-

makna yang logis dalam fenomena sosial secara sistematis dan bertahap, kemudian

dikuatkan dengan teori ilmiah agar pemaknaannya bertahap dan kuat dengan

demikian, pendekatan penelitian kualitatif dapat menghasilkan data deskriptif yang

berupa kalimat tertulis, atau kalimat lisan dari orang dan perilakunya yang telah

diamati dan melihat kondisi, keadaan yang terjadi.2

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa, pendekatan fenomenologi

merupakan pendekatan yang dilakukan secara utuh kepada subjek penelitian dimana

terdapat sebuah peristiwa dan peneliti menjadi instrumen kunci dalam penelitian,

kemudian hasil pendekatan tersebut diuraikan dalam bentuk kata-kata yang diperoleh
dalam objek alamiah atau natural yang berarti tidak ada manipulasi di dalamnya.

C. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi

mengenai data. Sementara yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah

subjek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

dua sumber data yaitu:

2
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 91.
32

1. Data primer

Data primer ialah data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber

pertama (tanpa perantara), baik individu maupun kelompok.adapun yang menjadi

sumber data primer dalam penelitian ini adalah para pendidik di MAN 1 Soppeng.

Untuk mendapatkan data tersebut penulis menggunakan cara yaitu:

a. Observasi. Observasi atau yang disebut juga dengan pola pengamatan, meliputi

kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh


alat indra.

b. Wawancara. Wawancara adalah cara memperoleh informasi dengan bertanya

langsung dengan yang diwawancarai. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data

dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada narasumber,

dan jawaban-jawaban narasumber dicatat atau direkam.

2. Data sekunder

Data sekunder ialah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti sebagai

penunjang dari sumber data pertama. Adapun yang menjadi sumber data sekunder

dapat berupa laporan, catatan, dan dokumen kantor.

D. Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data dari lapangan dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan metode-metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian

untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.3 Observasi ini dilakukan di MAN 1

3
Ridwan, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 30.
33

Soppeng. Dalam hal ini peneliti melihat dan mengamati secara langsung pendidik

yang menerapkan kode etik guru.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk

memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara digunakan sebagai

teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk

menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.4 Teknik ini dilakukan

dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan kepada para pendidik di MAN

1 Soppeng yang menjabat sebagai guru wali kelas.

3. Dokumentasi

Dokumentasi ialah data pendukung yang dikumpulkan sebagai penguat data

observasi dan wawancara. Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data

langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan

peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, dan data yang relevan dengan

penelitian.5

Teknik ini peneliti gunakan untuk mendapatkan data dari sejumlah dokumen-
dokumen yang ada di sekolah yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian seperti

sejarah berdirinya sekolah, visi, misi, jumlah sarana prasarana, jumlah pendidik,

jumlah peserta didik, dan lain-lain.

4
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2015),
h. 137.
5
Buchari Alma, Belajar Mudah Penelitian; Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula
(Cet.V; Bandung: Alfabeta 2008 ), h. 77.
34

E. Instrumen Penelitian

Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang digunakan pada saat

pengumpulan data di lapangan. Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1. Pedoman observasi

Pedoman observasi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengumpulkan

data dengan indra manusia disertai dengan melakukan pencatatan secara sistematis.
2. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan

dengan pendapat atau persepsi responden tentang apa yang diteliti.

3. Ceklis dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang sifatnya sudah

siap/ada, tinggal diambil atau disalin oleh peliti.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk memperoleh data adalah

teknik analisis deskriptif kualitatif, digunakan untuk menganalisis data yang bersifat

non angka. teknik analisis tersebut dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai


berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data berarti merangkum dan memilih hal-hal yang pokok

menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang

yang tidak perlu.6 Mereduksi data merupakan memilih hal-hal yang pokok dan

memfokuskan pada hal yang penting.

6
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2013), h. 338.
35

Data yang sudah direduksi dapat memberikan gambaran yang tepat dan dapat

membantu peneliti dalam pengumpulan data. Dengan demikian data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti

untuk memperoleh data selanjutnya.

2. Penyajian data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data,

penyajian data dalam penelitian kualitatif berbentuk uraian singkat.7 Penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan

yang paling sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang

bersifat naratif.

Informasi yang didapatkan dari lapangan disajikan kedalam teks dengan

sebaik mungkin tanpa adanya penambahan yang tidak sesuai dengan fakta yang ada,

hal tersebut bertujuan untuk dapat menyajikan data yang telah direduksi dengan tepat

dan benar dengan keadaan di lapangan.

3. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif menjadi sari pati jawaban rumusan

masalah dan isinya merupakan kristalisasi data lapangan yang berharga bagi praktek
den pengembangan ilmu.8 Setelah semua data terkumpul yang berkaitan dengan

masalah, maka ditarik kesimpulan yang bersifat sempurna. Data yang diperoleh juga

dapat dikembangkan dengan mengacu pada kerangka pemikiran dan teori-teori

pendukung yang relevan dengan penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan yang

sesuai dengan tujuan penelitian ini.

7
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
(Bandung: Alfabeta, 2013), h. 341.
8
Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,
2014), h. 100.
36

G. Pengujian Keabsahan Data

Teknik keabsahan data dalam penelitian, penekanannya adalah pada uji

validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dinyatakan

valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang

sebenarnya terjadi pada objek yang diteliti. Untuk menguji keabsahan data dalam

penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan uji kredibilitas yang mana uji

kredibilitas ini merupakan kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif.


Macam-macam cara kredibilitas data dalam penelitian kualitatif yaitu perpanjangan

pengamatan, peningkatan ketekunan, diskusi dengan teman, triangulasi, analisis kasus

negatif, dan member check.9 Dalam penelitian ini, sumbernya adalah guru. Maka

untuk menguji kreadibilitas data dari hasil pengumpulan data observasi, wawancara

dan dokumentasi tersebut digunakanlah triangulasi dengan teknik.

Triangulasi adalah teknik pengujian keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang yain di luar dari data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap suatu data.10 Dalam penelitian kualitatif, teknik triangulasi

dimanfaatkan sebagai pengecekan keabsahan data yang peneliti temukan dari hasil

wawancara peneliti dengan informan, kemudian peneliti mengkomfirmasikan dengan


studi dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian serta hasil pengamatan

peneliti di lapangan sehingga kemurnian dan keabsahan data terjamin.

Triangulasi Teknik untuk menguji kredebilitas data yang dilakukan dengan

cara mengecek data kepada sumber data yang sama dengan teknik berbeda. Dalam

9
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2015), h. 270.
10
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2015), h. 330.
37

penelitian ini peneliti menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk

sumber data yang sama.


Bagan 2.1
Triangulasi dengan tiga sumber data
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Singkat Lokasi Penelitian

MAN 1 Soppeng adalah sekolah Madrasah Aliyah Negeri atau SMA

sederajat yang terletak di Jl. Kayangan No. 162, Kecamatan Lalabata, Kabupaten

Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Sekolah ini telah berdiri sejak tahun
1978 M dan dibangun di atas tanah seluas 24,170 m² .

MAN 1 Soppeng sampai saat ini telah terakreditasi A dan telah membuka

empat jurusan yaitu jurusan Matematika dan Ilmu Alam (MIA), Ilmu-Ilmu Sosial

(IIS), Ilmu Keagamaan (IKA), dan yang terakhir Ilmu Bahasa dan budaya (IBB).

Waktu belajar di MA Negeri 1 Soppeng dimulai sejak pagi sampai siang hari dan

setiap peserta didik diwajibkan memilih satu dari delapan ekstrakurikuler yang

tersedia sesuai dengan minat peserta didik sendiri. Adapun ekstrakurikuler yang ada

di MAN 1 Soppeng yaitu:

Tabel 2.1
Daftar Ekstrakurikuler di MA Negeri 1 Soppeng

Nama Ekstrakurikuler Deskripsi Status

Pramuka Aktif

PMR Aktif

Volley Aktiif

Sangggar Seni Budaya Triple M Sendra tari dan Kesenian Daerah Aktif

Imtaq Islam Aktif

Futsal Aktif

38
39

Sepak Takraw Aktif

Karya Ilmiah Penalaran dan Literasi Aktif


Sumber data: Tata Usaha MAN 1 Soppeng

2. Keadaan Pendidik dan Pegawai

Jumlah pendidik dan pegawai yang ada di MAN 1 Soppeng secara

keseluruhan sebanyak 59 orang masing-masing 54 orang tenaga pendidik dan 5

pegawai. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.1
Keadaan Pendidik dan Pegawai di MA Negeri 1 Soppeng
No. Nama L/P Keterangan
1. Musmuliadi, S.Ag.MA L Kepala Madrasah
2. Drs. Muslimin L Wakamad Kurikulum dan
SDM
3. Salama, S.HI, S.Pd.I, M.Pd.I L Wakamad Kesiswaan dan
Keasramaan
4. Dra. Hj. Syiamah, M.Pd.I P Wakamad Humas dan
Kewirausahaan
5. Karyadi, S.Pd L Wakamad SAPRAS dan IT
6. Syarif Mansur, S.Pd., M.Pd L Koordinator PKB dan PKG
7. Drs. Umar Karim, M.Pd.I L Pendidik
8. Dra. Jumiati Asyur P Pendidik
9. Herawati Ismail, S.Pd P Pendidik
10. Hj. Rapida, S.Ag. P Pendidik
11. Dra. Hj. Idaini, M.Pd.I P Pendidik
12. Drs. Syahruddin L Pendidik
13. Dra. Suarni Kadir P Pendidik
14. Kariati, S.Pd. P Pendidik
40

15. Dra. Rahmawati P Pendidik


16. Dra. Halimah T P Pendidik
17. Suriani, S.Ag., M.Pd.I P Pendidik
18. Ilyas, S.Pd.I L Pendidik
19. Nurhasanah, S.Pd., M.Pd. P Pendidik
20. Abdul Samad, S.Ag. L Pendidik
21. Muhammad Arsyi, S.Ag L Pendidik
22. Dahria, S.Pd., M.Pd.I P Pendidik
23. Rahmaniar, S.Pd., M.Pd.I P Pendidik
24. Herniawati, S.S P Pendidik
25. Irmawati, S.Pd. P Pendidik
26. Sitti Urwah Shaleh, S.Pd.I P Pendidik
27. Fachruddin, S.Pd. L Pendidik
28. Herpina, S.Pd. P Pendidik
29. Masdar Mansyur Addury, S.Hum L Pendidik
30. Ashar Hidayah, S.Pd., M.Pd. L Pendidik
31. Roby Darwis, S.Pd. L Pendidik
32. Rezki Jayanti, S.Pd. P Pendidik
33. Ummy Azvitah Arif, S.Pd., M.Pd. P Pendidik
34. Andi Eka Febrianti P Pendidik
35. Gusmiati, S.Ag., M.Pd. P Pendidik
36. Matahari, S.Pd. P Pendidik
37. Baderuddin, SE L Pendidik
38. Erdwati, S.Pd.I P Pendidik
39. Muh. Adnan Qadar, S.Pd. L Pendidik
40. Sumardi, S.Kom. L Pendidik
41. Yuliana, S.Pd.I P Pendidik
41

42. Dewi Adriani, SE., S.Pd.I., M.Pd.I P Pendidik


43. Saenal, S.Pd. L Pendidik
44. Arni Widyawati, S.Pd.I., M.Pd. P Pendidik
45. Ferawati, S.Pd. P Pendidik
46. Rafiuddin, S.Pd. L Pendidik
47. Darahmawati, S.Pd. P Pendidik
48. Nur Alam, S.Pd. L Pendidik
49. Sri Putriani, S.Pd.I P Pendidik
50. Hasriani, S.Pd. P Pendidik
51. Ahmad Fadhil Hafizd, S.Pd.I L Pendidik
52. Ariska Riana, S.Pd. P Pendidik
53. Muhajir Hamid, S.Pd. L Pendidik
54. Wahyu Agung Pratama, S.Pd. L Pendidik
55. Sri Ratna, S.IP P Ketua Tata Usaha/Pegawai
56. Fahrunnisa, A.Ma. P Pegawai
57. Wahyu Tri Rosadi, S.Kom. L Pegawai
58. Hasyim Yunus L Pegawai
59. Maryam P Pegawai
Sumber data: Tata Usaha MA Negeri 1 Soppeng

3. Sarana dan Prasarana

Sebagai sebuah lembaga pendidikan formal, MAN 1 Soppeng dilengkapi

dengan sarana dan prasarana untuk menunjang kelancaran proses belajar mengajar.

Adapun sarana dan prasarana tersebut dapat dilihat pada table di bawah ini:

Tabel 4.1
Sarana dan Prasarana Sekolah

No. Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah Keterangan

1. Ruang kepala sekolah 1 Baik


42

2. Ruang kepala tata usaha 1 Baik

3. Ruang guru 1 Baik

4. Ruang kelas 21 Baik

5. Perpustakaan 1 Baik

6. Laboratorium komputer 1 Baik

7. Laboratorium IPA 1 Baik

8. Ruang BK 1 Baik

9. Ruang Osis 1 Baik

10. Ruang pramuka 1 Baik

11. Ruang PMR 1 Baik

12. Musholah 1 Baik

13. Asrama 3 Baik

14. UKS 1 Baik

15. Bank sampah 1 Baik

16. Kantin 3 Baik

17. Toilet/WC 5 Baik

18. Aula 1 Baik

19. Lapangan basket 1 Baik

20. Lapangan futsal 1 Baik

21. Lapangan takraw 1 Baik

22. Lapangan volley 2 Baik

23. Lapangan badminton 1 Baik


Sumber data: Tata Usaha MAN 1 Soppeng
43

B. Pembahasan

1. Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di MAN 1 Soppeng

Kode etik guru secara umum memuat hubungan pendidik dengan peserta

didik, hubungan pendidik dengan sesama rekan pendidik, hubungan pendidik dengan

masyarakat, dan hubungan pendidik dengan pemerintah. Kode etik guru adalah

pedoman dalam bersikap, dan bertingkah laku dalam melaksanakan tugasnya dan

dalam pergaulan sehari-hari. Berikut ini akan dipaparkan pernyataan-pernyataan


pendidik mengenai implementasi kode etik guru yang berkaitan dengan proses

pembelajaran:

a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia

seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang

pendidik dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional,

prinsip membimbing, dan prinsip membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam Undang-Undang

RI Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 disebutkan:

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan, dan


membentuk watak, serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”1
Dalam hal ini, seorang pendidik harus mampu membentuk peserta didik yang

berjiwa pancasila yakni peserta didik yang mampu menerapkan kandungan dari
1
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, iSistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h. 7.
44

pancasila dalam kehidupannya sehari-hari serta pendidik bersungguh-sungguh dalam

mengintensifkan pendidikan moral pancasila bagi peserta didik. Terkait dengan hal

tersebut, peneliti telah mengadakan wawancara dengan seorang pendidik yang ada di

MAN 1 Soppeng beliau mengatakan bahwa:

“Cara yang kami gunakan dalam mengintensifkan pendidikan moral pancasila


yakni selain memberikan pengarahan kepada peserta didik kami juga
memberikan tauladan yang baik melalui kehidupan sehari-hari seperti
bagaimana cara bergaul dengan teman sejawat ataupun kepada guru,
bagaimana menghargai dan menghormati orang lain, semua itu kami terapkan
dalam keseharian agar peserta didik dapat memiliki jiwa yang berpancasila,
apalagi sekarang MAN 1 Soppeng termasuk dalam sekolah ramah anak.”2
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti dapatkan dari informan

menerangkan bahwa untuk mengintensifkan pendidikan moral pancasila kapada

peserta didik bukan sekedar memberikan suatu pengarahan kapada peserta didik

melainkan pendidik juga harus mampu menghayati dan mengamalkan pancasila

dalam kehidupan sehari-hari untuk dijadikan contoh agar peserta didik memahami

dan dapat pula menerapkannya bagaimana manusia berjiwa pancasila yang

sebenarnya.

Karena besarnya tanggung jawab pendidik tarhadap peserta didiknya hujan

dan panas bukanlah penghalang bagi pendidik untuk selalu hadir di tengah-tengah

peserta didiknya. Berprofesi sebagai seorang pendidik adalah berdasarkan panggilan

jiwa, maka dalam suatu pembelajaran pendidik tidak hanya mencerdaskan jasmani

peserta didik, namun lebih dari itu pendidik harus mampu mencerdaskan rohani

peserta didik. Tidak terkecuali para pendidik yang ada di MAN 1 Soppeng, mereka

harus mampu memadukan antara pendidikan jasmani dan pendidikan rohani peserta

2
Herpina, Guru Bahasa Arab MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 14 Juni 2021.
45

didik. Terkait dengan hal itu peneliti telah mengadakan wawancara langsung dengan

salah seorang pendidik sekaligus merupakan wali kelas X MIA 1 di MAN 1 Soppeng

mengatakan bahwa:

“Sebelum mengadakan suatu pembelajaran terlebih dahulu menertibkan


peserta didik kemudian menasehati rohaninya dan mengaitkan antara materi
pembelajaran dengan pendidikan akhlak dan mengaitkannya dengan
kehidupan sehari-hari”3
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai

kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi

tetapi juga bermoral tinggi pula. Pendidik dalam mendidik seharusnya tidak hanya

mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus

memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani,

sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakekat pendidikan. Ini dimaksudkan

agar peserta didik pada akhirnya dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi

tantangan dalam kehidupannya sebagai insan dewasa.

b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional

Peranan dan tanggung jawab guru akan meningkat lebih baik bila pendidik

memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan sesuai dengan kebutuhan peserta

didik, kejujuran profesional yang dimaksud disini adalah:

1) Pendidik menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan peserta

didik.

2) Pendidik fleksibel dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan

peserta didik.

3
Azhar Hidayah, Guru Akidah Akhlak, Wawancara, 18 Juni 2021.
46

3) Pendidik melaksanakan pembelajaran di dalam dan di luar kelas berdasarkan

kurikulum tanpa membeda-bedakan latar belakang dan kedudukan orang tua

peserta didik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pendidik di MAN 1

Soppeng tentang masalah tersebut di atas beliau mengatakan bahwa:

“Terkait masalah menghormati dan menghargai hak individu dan kepribadian


peserta didik berarti peserta didik berhak menyampaikan pendapatnya apalagi
disini adalah sekolah ramah anak maka peserta didik berhak mendapatkan
perlakuan yang sama artinya peserta didik tidak boleh dibeda-bedakan
meskipun sudah pasti intelegensi setiap peserta didik berbeda ada yang pintar,
sedang, dan ada yang kurang. Namun sebagai wali kelas saya tidak membeda-
bedakan atau mempermasalahkan hal tersebut. Untuk peserta didik yang
memiliki sikap yang kurang sopan atau mempunyai sifat nakal, saya sebagai
wali kelasnya memberikan teguran dan saran-saran khusus bagi peserta didik
tersebut namun tentunya tidak di depan para teman-temannya.”4
Berdasarkan hal yang disampaikan oleh informan di atas, dapat dipahami

bahwa memang benar peserta didik memiliki perbedaan dan karakter masing-masing

namun hal tersebut bukan berarti pendidik harus menghakimi masing-masing dari

karakter peserta didik tersebut justru sebagai pendidik kita harus berusaha memahami

karakter peserta didik yang dihadapi tanpa membanding-bandingkan peserta didik

yang satu dengan yang lainnya karena itu dapat merusak moral peserta didik terlebih

lagi kita sebagai pendidik harus menghargai privasi peserta didik.

Pendidik yang baik harus bisa memahami peserta didiknya dan berusaha

menyederhanakan setiap permasalahan yang dihapai peserta didik. Pendidik juga

harus berpikiran positif bahwa setiap peserta didik dapat berhasil dalam mencapai

4
Nur Hasanah, Guru Kimia MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 15 Juni 2021.
47

tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan meskipun memiliki tingkat intelegensi

yang berbeda.

Adapun mengenai kejujuran profesional salah seorang pendidik

mengungkapkan pendapatnya mengenai hal tersebut:

“Pendidik bisa dikatan jujur dalam melaksanakan profesinya apabila pendidik


tersebut berkata dan bertindak apa adanya, tidak curang, dan ikut sesuai aturan
yang ditetapkan. Maksudnya adalah dalam pemberian nilai, pendidik harus
adil tanpa membeda-bedakan peserta didik karena hanya ada hubungan
keluarga. Salah satu cara mengatasi perbedaan peserta didik yaitu dalam
proses pembelajaran peserta didik saya bagi menjadi dua kelompok, kelompok
yang belum mampu menguasai materi yang diberikan kami bina dan berikan
soal lalu kami bimbing peserta didik tersebut dalam menyelesaikan
permasalahannya.”5
Dalam wawancara tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kejujuran

profesional dalam menerapkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta

didik sudah dapat terlaksana dengan berbagai macam metode atau cara yang

dilakukan oleh pendidik yang ada di MAN 1 Soppeng, salah satu diantaranya adalah

dengan mengelompokkan peserta didik menjadi dua bagian, kelompok pertama terdiri

dari peserta didik yang sudah paham tentang materi pembelajaran dan kelompok yang

kedua terdiri dari peserta didik yang belum paham mengenai materi pelajaran
tersebut, kemudian kolompok yang belum paham itulah yang dibina secara khusus

agar dapat memahami materi yang diberikan. Hal ini juga bisa menjadi salah satu

cara untuk dapat membantu melatih dan membina daya kreasi peserta didik.

Proses belajar mengajar bukan hanya tarjadi di dalam kelas tetapi juga terjadi

di luar kelas, untuk itulah pendidik hendaknya mampu menciptakan suasana kelas

5
Masdar Mansyur Addury, Guru Al-Qur‟an dan Hadis MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 19
Juni 2021.
48

yang baik agar peserta didik tidak bosan ketika proses belajar mengajar berlangsung.

Dalam hal ini peneliti telah mengadakan wawancara dengan salah seorang pendidik

di MAN 1 Soppeng, beliau mengatakan bahwa:

“Untuk menciptakan suasana ada yang dinamakan ice breaking jadi setelah
proses menjelaskan peserta didik bisa rilaks dengan cara meminta peserta
didik untuk berdiri melemaskan badannya agar tidak kaku atau memberikan
games agar peserta didik tidak mengantuk.”6
Berdasrkan penuturan dari informan di atas bahwa dengan memberikan

sedikit ice breaking maka dapat membantu peserta didik untuk tidak mengantuk dan

dapat kembali fokus terhadap pembelajaran yang berlangsung. Hal ini adalah salah

satu cara yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk dapat mencipatakan suasana

belajar yang efisien kepada peserta didik. Hal lain yang juga dapat dilakukan oleh

pendidik adalah dengan mangajak peserta didik belajar di luar kelas agar tidak jenuh,

misalnya mengajak peserta didik untuk belajar di taman. Dengan mendapat suasana

belajar yang baru maka peserta didik akan lebih bersemangat ketika belajar dan

tentunya tidak mudah bosan.

c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan

melakukan bimbingan

Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pendidik dalam memperoleh

informasi tentang peserta didiknya adalah dengan melakukan komunikasi kepada

peserta didik atau jika perlu pendidik berkomunikasi langsung dengan orang tua atau

wali dari peserta didik. Hal ini semata-mata dilakukan untuk menunjang pendidik

dalam melakukan pembinaan terhadap peserta didik.

6
Ummy Azvitah Arif, Guru Sejarah Nasional MA negeri 1 Soppeng, Wawancara, 16 Juni 2021.
49

Komunikasi yang baik dengan peserta didik akan memudahkan pendidik

dalam memahami dan mengetahui karasteristik peserta didik. Mengenai hal ini

peneliti telah mengadakan wawancara dengan salah seorang pendidik di MAN 1

Soppeng, beliau mengatakan bahwa:

“Sebagai seorang pendidik tentunya kami selalu berkomunikasi dengan


peserta didik baik itu di dalam maupun di luar kelas dan cara yang kami
lakukan untuk tetap menjaga hal tersebut adalah kami saling memahami dan
saling menjaga perasaan dalam hal berkomunikasi, yang penting adalah
bagaimana peserta didik bisa nyaman dan terbuka ketika berkomunukasi
dengan kami.”7
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa para pendidik

tetap mengadakan komunikasi yang baik dengan cara menjaga perasaan peserta didik

dengan berusaha tidak menyinggung peserta didik dan saling memahami sehingga

terciptalah komunikasi yang berlandaskan dengan rasa kasih sayang antara pendidik

dengan peserta didik.

Berkaitan dengan hal ini, salah seorang pendidik di MAN 1 Soppeng juga

menuturkan bahwa:

“Seorang pendidik yang mengetahui informasi tentang masing-masing dari


peserta didiknya akan lebih mudah dalam merencanakan pembelajaran.
Apalagi saya mengajar Bahasa Arab yang sangat susah bagi peserta didik
untuk memahaminya sekaligus saya juga salah satu wali kelas jadi dengan
mengetahui beberapa informasi tentang peserta didik dapat membantu saya
dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran karena dengan metode
pembelajaran yang tepat dapat membantu kefektifan proses pembelajaran.
Dengan demikian tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dapat
tercapai. Untuk memperoleh informasi mengenai peserta didik tersebut

7
Azhar Hidayah, Guru Akidah Akhlak MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 18 Juni 2021.
50

biasanya melalui orang-orang terdekat dari peserta didik misalnya dari teman
kelas dan sahabat peserta didik.”8
Berdasarkan wawancara dengan informan dapat peneliti simpulkan bahwa

mengetahui informasi tentang peserta didik sangat membantu pendidik dalam

mengembangkan proses pembelajarannya. Banyak cara dapat dilakukan untuk

memperoleh beberapa informasi terkait dengan peserta didik misalnya melalui

sahabat dan kerabat peserta didik. Namun harus diingat bahwa berkomunikasi dan
mengetahui informasi pribadi peserta didik hanya diadakan semata-mata untuk

kepentingan pendidikan peserta didik.

d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang hasil belajar

Seorang pendidik berperan penting untuk menciptakan suasana sekolah yang

aman, nayaman, dan membuat peserta didik betah dalam belajar. Hal ini harus

disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap pendidk dan pendidik berkewajiban

menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya untuk meningkatkan

produktivitas peserta didik.

Oleh sebab itu, pendidik harus aktif mengusahakan suasana sekolah yang baik

itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode yang sesuai, menyiapkan

alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun

pendekatan lainnya yang dibutuhkan. Terkait dengan hal itu salah seorang pendidik di

MAN 1 Soppeng mengatakan bahwa:

“Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dalam proses belajar


mengajar terlebih dahulu seorang pendidik hendaknya mengarahkan perhatian
peserta didik dengan cara bercerita tentang hal yang berkaitan dengan materi
yang akan di bahas dan hendaknya seorang pendidik menggunakan berbagai
macam metode dan media agar peserta didik tidak jenuh dalam pembelajaran.

8
Herpina, Guru Bahasa Arab MA negeri 1 Soppeng, Wawancara, 14 Juni 2021.
51

Misalnya saya karena mengajar Sejarah jadi saya terkadang menggunakan


peta atau globe untuk memperlihatkan peserta didik letak benua yang
dijelaskan dan saya lihat bahwa memang peserta didik lebih paham dengan
materi yang disampaikan apabila ada benda yang bisa dilihat langsung dan
terkadang saya juga menggunakan LCD untuk memberlihatkan beberapa
video pembelajaran kepada peserta didik.”9
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk

menciptakan suasana yang menyenangkan seorang pendidik hendaknya mampu

mengambil perhatian peserta didik agar dalam proses pembelajaran tidak terjadi suatu
kejenuhan dan materi yang diberikan mampu diserap oleh peserta didik. Hal inilah

mengapa pemilihan metode dan media yang tepat dapat menunjang proses

pembelajaran serta peserta didik juga dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal.

Untuk menciptakan suasana sekolah yang baik, pendidik dan pihak sekolah

lainnya tentunya harus sering melakukan interaksi dengan masyarakat sekitar dan

dengan para orang tua murid serta dapat menerima setiap kritik membangun yang

disampaikan orang tua peserta didik dan masyarakat terhadap kehidupan sekolahnya

agar proses pembelajaran dapat terlaksana secara optimal.

2. Faktor Pendukung Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran

di MAN 1 Soppeng
Pelaksanaan kode etik guru dalam proses pembelajaran yang berlangsung di

MAN 1 Soppeng secara umum telah berjalan dengan baik. Bagi pendidik, kode etik

sendiri berfungsi sebagai panduan dalam bekerja agar ia dapat melaksanakan

tanggung jawab dan memenuhi kewajibannya dengan baik serta dapat memperoleh

hak yang sesuai dengan harapannya.

9
Ummy Azvitah Arif, Guru Sejarah Nasional MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 16 Juni
2021.
52

Berjalannya implementasi kode etik guru di MAN 1 Soppeng tentunya tidak

terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan data yang peneliti

dapatkan di lapangan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa setidaknya ada 3 faktor

pendukung implementasi kode etik guru dalam proses pembelajaran di MAN 1

Soppeng, yaitu:

a. Faktor pribadi pendidik

Faktor dari dalam diri pribadi pendidik berarti seorang pendidik harus
menyadari posisinya sebagai tenaga pendidik yang berkewajiban untuk mencerdaskan

peserta didik baik dari intelegensi maupun moral peserta didik. Dalam hal ini

pendidik harus terus berusaha untuk menambah ilmunya, memperluas wawasan, dan

terus mengasah keterampilannya. Salah seorang pendidik di MAN 1 Soppeng

mengatakan bahwa:

“Di MAN 1 Soppeng sekarang sudah banyak tenanga pendidik yang muda-
muda, nah ibu biasanya bertanya ke mereka karena pengalaman mereka saat
kuliah pasti berbeda saat ibu kuliah dulu. Sekarang juga sudah banyak
literatur-literatur yang mewadahi pendidik untuk terus belajar, misalnya
karena kemarin zamannya online jadi pelatihan-pelatihan diklat juga
online.”10
Berdasrkan hasil wawancara di atas, dapat dipahami bahwa niat dan
komitmen saja tidaklah cukup untuk menjadi seorang pendidik profesional. Hal

tersebut harus dilanjutkan dengan mengembangkan kemampuan dirinya sebagai

pendidik. Seperti yang dijelaskan oleh informan di atas bahwa, banyak sekali cara

yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk terus meningkatkan keterampilan serta

mengasah skill yang dimilikinya dengan cara saling bertukar pikiran dengan pendidik

yang lain, mengikuti seminar, penataran, dan kegiatan keilmuan lainnya.

10
Nur Hasanah, Guru Kimia MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 15 Juni 2021.
53

b. Sarana dan prasarana pendidikan

Pendidik merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan bangsa dan

dianggap sebagai tokoh utama dalam mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional

yang merupakan cerminan mutu pendidikan. Untuk itu seorang pendidik dituntut

untuk memiliki keterampilan dalam mengajar dengan memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi serta memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada di

sekolah. Hal ini bertujuan agar peserta didik mendapat kesempatan untuk memproleh
atau menerima pelajaran dengan cara yang lebih bervariasi. Adapun salah seorang

pendidik di MAN 1 Soppeng mengatakan bahwa:

“Sarana dan prasarana itu berpengaruh bagi pendidik dalam menyampaikan


pembelajarannya. Misalnya saja LCD, ini sangat menunjang keberhasilan
proses belajar dan terbukti peserta didik lebih bersemangat ketika belajar.”11
Dari hasil wawancara di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa sarana

dan prasarana pendidikan cukup memegang peranan penting dalam proses

pembelajaran karena dengan pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada peserta

didik lebih tertarik untuk belajar dibandingkan tanpa penggunakan media

pembelajaran. Hal senada diungkapkan oleh wali kelas XI IIS 2, beliau mengatakan

bahwa:

“Alhamdulillah untuk sarana dan prasarana di MAN 1 Soppeng sendiri sudah


cukup memadai kami sebagai pendidik. Selebihnya bagaimana kami para
pendidik dapat memanfaatkan sarana dan prasarana tersebut. Tergantung
pendidik itu sendiri bagaimana cara dia bisa memanfaatkan media dan
mengkalaborisikan berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, jadi kembali
ke pribadi pendidiknya bagaimana cara agar dia dapat mengkreasikan itu
semua.”12
11
Azhar Hidayah, Guru Akidah Akhlak MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 18 Juni 2021.
12
Ummy Azvitah Arif, Guru Sejarah Nasional MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 16 Juni
2021.
54

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di atas, dapat dipahami bahwa

meskipun sarana dan prasaran sudah memadai namun kembali lagi ke pendidik itu

sendiri bagaimana ia dapat memanfaatkannya dengan sebaik mungkin. Disinilah

pentingnya seorang pendidik memiliki keterampilan dalam mengeola kelas. Suasana

kelas yang nyaman akan memudahkan peserta didik ketika proses belajar mengajar

berlangsung terlebih apabila ditunjang dengan pemanfaatan sarana dan prasarana

yang tersedia.
c. Peserta didik

Peserta didik juga menjadi salah satu faktor pendukung agar pendidik dapat

mengiplementasika kode etik. Peserta didik merupakan individu yang unik, karena

antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya memiliki laju pertumbuhan dan

perkembangan yang berbeda-beda.

Peserta didik dengan pertumbuhan dan perkembangan yang normal dapat

diberlakukan seperti pada umunya seorang pendidik memperlakukan peserta

didiknya. Namun sebaliknya, bagi peserta didik dengan pertumbuhan dan

perkembangan yang tidak atau kurang normal harus diberlakukan secara khusus

karena keterbatasannya. Inilah mengapa peserta didik termasuk kedalam faktor yang
mempengaruhi implementasi kode etik guru.

Salah seorang pendidik di MAN 1 Soppeng mengatakan bahwa:

“Ya, sikap dan perlakuan peserta didik juga dapat mempengaruhi kita terlebih
zamannya mereka berbeda dengan zamannya kita dulu. Jadi sebisa mungkin
kita harus bergaul dengan mereka namun dengan menerapkan batas-batas
antar seorang pendidik dengan peserta didik, dengan begitu mereka peserta
55

didik tetap menjaga etikanya ketika berbicara dengan kita dan peserta didik
tetap sopan ketika cerita-cerita santai.”13
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dalam penerapan kode etik guru di

MAN 1 Soppeng para pendidik juga membutuhkan dukungan dari peserta didik. Hal

ini dapat dilihat dari penuturan dari informan di atas bahwa pendidik sudah berusaha

untuk bergaul dengan kepada peserta didik meskipun memiliki sifat bergaul yang

berbeda. Salah satu cara yang dapat dilakukan peserta didik agar dapat menunjang
pendidik dalam mengimplementasikan kode etik dalam proses pembelajaran adalah

dengan mengikuti dan mendengarkan dengan sungguh-sungguh materi yang

disampaikan oleh pendidik dan jika terdapat materi yang kurang dipahami maka

peserta didik boleh bertanya dengan cara yang santun. Dengan demikian, pendidik

dapat menerapkan kode etik guru dan peserta didik dapat dengan nyaman bebicara

serta bergaul dengan pendidiknya.

3. Faktor Penghambat dan Solusi dalam Mengimplemntasikan Kode Etik Guru

dalam Proses Pembelajaran di MAN 1 Soppeng

Dalam upaya mencari suatu fakta tentang implementasi kode etik guru dalam

proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng, maka penulis telah mengadakan penelitian

akan masalah ini, dimana dalam penelitian ini penulis menggunakan

beberapa metode antara lain wawancara, observaasi, dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, peneliti menemukan fakta bahwa

ada 2 faktor yang menghambat implemnetasi kode etik guru di MAN 1 Soppeng

yaitu:

13
Masdar Mansyur Addury, Guru Al-Qur‟an dan Hadis MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 19
Juni 2021.
56

a. Penjabaran tentang kode etik guru belum terlalu jelas dipahami oleh pendidik

Pendidik yang ada di MAN 1 Soppeng kurang mampu menyebutkan seluruh

kode etik guru yang telah ditetapkan dalam hasil Kongres PGRI XXI tahun 2013 di

Jakarta, ini sesuai dengan pernyataan dari salah seorang pendidik di MAN 1 Soppeng,

mengatakan bahwa:

“Kalau masalah poin-poin dari kode etik, saya tidak mampu untuk
menyebutkan semua satu per satu, namun setiap pembelajaran seperti
membuat RPP harus dilampirkan kebiasaan pendidik bagaimana, juga saya
mengetahui bahwa sebagai pendidik saya harus mengikuti tata tertib yang
berlaku di sekolah ini serta melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai
seorang pendidik.”14
Berdasarkan hasil wawancara di atas ternyata wali kelas XI IIS 1 ini tidak

mampu untuk menyebutkan semua kode etik guru yang telah ditetapkan, namun

dalam hal penerapannya dalam proses pembelajaran sudah mampu melaksanakannya.

Terkait tentang pengetahuan kode etik guru tersebut salah seorang pendidik

mengatakan bahwa:

“Terkait dengan kode etik, etika adalah suatu pola perilaku yang harus
dilaksanakan sebagai seorang pendidk dan menjadi pedoman bagi peserta
didik. Sebenarnya ibu sudah mengetahui kode etik tersebut, baik itu melalui
jenjang pendidikan waktu ibu kuliah dulu maupun melalui penataran, namun
karena sudah lama ibu tidak membacanya sehingga ibu tidak dapat untuk
menyebutkan satu persatu kode etik guru tersebut. Namun untuk ibu pribadi
yang paling penting adalah kita harus jujur dan disiplin terlebih dahulu.”15
Dari hasil wawancara di atas menerangkan bahwa pendidik sebenarnya sudah

mengetahui tentang kode etik guru tersebut, namun karena pengaruh dari faktor

kelupaan sehingga mereka tidak mampu untuk menyebutkannya.

14
Ummy Azvitah Arif, Guru Sejarah Nasional MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 16 Juni
2021.
15
Nur Hasanah, Guru Kimia MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 15 Juni 2021.
57

Namun setelah peneliti memaparkan beberapa kode etik guru yang berlaku

dalam proses pembelajaran melalui serangkaian pertanyaan-partanyaan barulah

mereka mulai mengingat dan sudah mampu untuk menyebutkannya.

b. Peserta didik sulit dihadapi sebab memiliki karakter yang berbeda

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap peserta didik memiliki kepribadian dan

karakter yang berbeda dan tidak mudah untuk dipahami. Dalam kasus seperti inilah

pendidik dipaksa untuk bisa mengenyampingkan egonya dan harus mencari cara
untuk menghadapi berbagai macam karakter peserta didik. Untuk tetap menerapkan

kode etik kepada peserta didik, salah satu pendidik di MAN 1 Soppeng mengatakan

bahwa:

“Yang pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui sejauh mana


kompetensi peserta didik itu sendiri serta kita juga harus tahu bagaimana
watak dan kepribadian peserta didik agar kita dapat mengkodisikan cara kita
untuk menghadapi peserta didik tersebut.”16
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk

menghadapi berbagai macam karakter dari peserta didik terlebih dahulu pendidik

harus mengetahui watak dan kepribadian peserta didik agar pendidik mendapat cara

atau langkah apa yang ditempuh untuk menghadapi sikap peserta didik. Dengan

terlebih dahulu mengetaui kepribadaian peserta didik, maka akan memudahkan

pendidik dalam memilih metode atau media yang tepat sebelum melaksanakan proses

pembelajaran dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Adapun tanggapan dari pendidik lain di MAN 1 Soppeng, beliau mengatakan

bahwa:

16
Herpina, Guru Bahasa Arab MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 14 Juni 2021.
58

“Kalau dari saya pribadi saya lebih mengedepankan kejujuran dan


kedisiplianan kepada peserta didik. Karena menurut saya yang lebih penting
dari semua sikap dan perilaku peserta didik adalah sikap jujur dan disiplin.
Soal dia mau pintar atau kurang itu tidak penting bagi saya, yang jelasnya
peserta didik itu jujur dan disiplin.”17
Dari tanggapan informan di atas, dapat diketahui bahwa pendidik tersebut

lebih mengedapankan pribadi yang jujur dan disiplin masalah intelegensi peserta

didik tidak terlalu berpengaruh untuk pendidik melaksanakan kode etik. Pendidik
harus tetap memandang positif peserta didik meskipun peserta didik tersebut kurang

dalam kognitifnya.

Berpandangan positif terhadap peserta didik adalah keyakinan dan sikap

seorang pendidik yang memandang peserta didiknya dengan nilai-nilai kebaikan.

Pandangan tersebut bukan hanya ditujukan kepada peserta didik yang berprestasi dan

berperilaku sesuai dengan harapan pendidik saja, tetapi juga kepada peserta didik

yang dalam kurang sopan dalam berperilaku.

Solusi yang dapat peneliti berikan agar pendidik di MAN 1 Soppeng tetap

menerapkan kode etik kepada peserta didik sekalipun peserta didik tersebut memilki

berbagai karakter yang berbeda , diantaranya yaitu:

1) Mengenali peserta didik terlebih dahulu.

2) Optimis pada masa depan peserta didik.

3) Memberikan kepercayaan kepada peserta didik.

4) Menghindari mencari-cari kesalahan peserta didik.

17
Azhar Hidayah, Guru Akidah Akhlak MA Negeri 1 Soppeng, Wawancara, 18 Juni 2021.
59

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

diketahui beberapa implikasi dari penerapan kode etik guru terhadap peserta didik di

MAN 1 Soppeng yaitu:

1. Peserta didik menjadi lebih percaya diri dan berani karena mendapat perlakuan

yang sama dari pendidik ketika proses pembelajaran berlangsung.

2. Peserta didik lebih semangat dalam belajar ketika pendidik menggunakan

berbagai macam alat pendidikan seperti menggunakan lcd, globe, peta, dan lain-
lain. Peserta didik juga menjadi lebih semangat ketika pendidik menerapkan

suasana belajar yang lebih bervariatif misalnya pendidik mengajak peserta didik

belajar di luar kelas, perpustakaan, dan labolatorium.

3. Keteladanan pendidik menjadi faktor utama dalam pembentukan karakter peserta

didik karena peserta didik akan berperilaku baik bukan dari instruksi atau

perintah dari pendidik melainkan dari perilaku baik yang ditampilkan oleh

pendidik itu sendiri. Akibatnya peserta didik menjadi disiplin dikarenakan

pendidiknya juga disiplin.

4. Peserta didik lebih terbuka dalam menyampaikan pendapatnya ketika proses

pembelajaran berlangsung karena pendidik selalu memberikan umpan balik


kepada peserta didik.

5. Peserta didik mampu menerima materi pembelajaran dan nasehat dari pendidik

dengan baik karena terciptanya komunikasi yang baik dan harmonis antara

pendidik dengan peserta didik. Komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus

antara pendidik dan peserta didik dapat memudahkan peserta didik dalam

memberikan instruksi ataupun perintah-perintah dan saran kepada peserta didik.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Implementasi kode etik guru dalam proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng

telah mampu diaplikasikan oleh pendidik-pendidik yang ada di sekolah


tersebut, walaupun masih ada beberapa poin dari kode etik guru tersebut belum

dapat dilaksanakan secara maksimal, namun secara keseluruhan peneliti

memandang bahwa pendidik di MAN 1 Soppeng sudah mampu

melaksanakannya.

2. Adapaun faktor yang mendukung implementasi kode etik guru dalam proses

pembelajaran di MAN 1 Soppeng yaitu pribadi pendidik itu sendiri, sarana dan

prasarana pendidikan, dan dukungan dari peserta didik.

3. Faktor yang menghambat pendidik dalam mengimplementasikan kode etik guru

dalam proses pembelajaran di MAN 1 Soppeng adalah penjabaran mengenai

kode etik guru belum terlalu jelas dipahami oleh para pendidik dan juga peserta
didik sulit dihadapi sebab memiliki berbagai macam karakter yang berbeda.

Adapun solusi yang peneliti berikan terkait dengan hal tersebut adalah:

a. Pendidik secara sendiri-sendiri atau secara kelompok berusaha untuk

mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.

b. Pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan pendidik dan mengharagai

setiap usaha yang dilakukan pendidik demi mencerdaskan kehidupan

bangsa.

60
61

B. Implikasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti akan memberikan

saran-saran semoga dapat membantu tercapainya hasil secara optimal. Adapun saran-

saran berkenaan dengan skripsi ini meliputi sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada para pendidik di MAN 1 Soppeng untuk senantiasa terus

berusaha menambah dan memperluas ilmu, wawasan dan keterampilannya

dengan rajin membaca, mengikuti semniar ilmiah, penataran, dan kegiatan


keilmuan lainnya.

2. Diharapkan kepada para pendidik di MAN 1 Soppeng untuk lebih

memperhatikan kebutuhan peserta didik, mampu mengembangkan potensi

peserta didik dengan pengelolaan kelas yang tepat, dan juga pendidik dapat

bersifat terbuka menerima kritik dan masukan baik dari rekan seprofesi maupun

dari peserta didik.

3. Kepada kepala sekolah MAN 1 Soppeng diharapkan agar dapat mengawasi

pendidik dalam pelaksanaan kode etik guru Indonesia dan memberi peringatan

atau ganjaran bagi pendidik yang melakukan pelanggaran.

4. Dengan selesainya skripsi ini, peneliti mengharapkan agar dapat memberikan


sumbangan pemikiran bagi para pendidik khususnya di MAN 1 Soppeng dan

terhadap pihak yang terkait menindak lanjuti dengan memberikan penyuluhan

kepada pendidik tentang pentingnya implementasi kode etik guru tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Beni, Saebani. Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia, 2008.


Ahmadi, Rulam. Profesi Keguruan Konsep dan Strategi Mengembangkan Profesi
dan Karier Guru. Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2018.
Alma, Buchari. Belajar Mudah Penelitian; Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti
Pemula. Cet.V; Bandung: Alfabeta, 2008.
Asnawir, Administrasi Pendidikan. Padang: Imam Bonjol Press, 2005.
Bahri Djamarah, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Cet. II;
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.
Bahri Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta, 2013.
Danim, Sudarwan. Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kencana, 2011.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.
Hamzah. Profesi Kependidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007.
Hanif Fahruddin, Ahmad dan Eva Nur Tita Sari. Implementasi Kode Etik Guru dalam
Pembelajaran Agama Islam di SMA Negeri 1 Sukodadi Lamongan.
Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam vol. 13 no. 2, Agustus 2020.
Hul Patta, Mifta. Implementasi Kode Etik Guru di Sekolah Menengah Kejuruan
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabun Kecamatan Kabun
Kabupaten Rokan Hulu. Pekanbaru: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru, 2019.
Ibrahim. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak. STKIP An-Nur
Nanggroe Aceh Darussalam: JIPA vol. 1 no. 01, Mei 2017.
Irsyad, Syamsuhadi. Guru yang Profesional. Bandung: Alfabeta, 2016.
Joko Susilo, M. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007.
Jufni, Muhammad dkk, Kode Etik Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.
Serambi Akademica: Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora vol. 8 no. 4,
Juli 2020.
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. Bandung: Marwah, 2007.

62
63

Kunandar, Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2014.


Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005.
Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: PT Grafindo Persada,
2004.
Normawati, Syarifah dkk. Etika & Profwsi Guru. Cet. I; Riau: PT Indragiri Dot Com,
2019.
Pidarta, Made. Landasan Kependidikan (Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009.
Rahman, Abdul. Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di SMP
Negeri 6 Polewal. Makassar: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin
Makassar, 2010.
Rahman, Muhammat dan Sofan Amri. Kode Etik Profesi Guru. Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2014.
Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan. Jakarta: Kalam Mulia, 2016.
Riduwan. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2015.
Rukaesih, dkk. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Sotjipto & Rafli Kosasi. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2015.
Syamsudin Makmun, Abin. Kode Etik Keguruan dan Penerapannya dalam Berbagai
Bidang Kehidupan Guru. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007.
Syarifuddin, Ahmad. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Belajar dan
Faktor-fakto yang Mempengaruhinya. Palembang: IAIN Raden Fatah
Palembang, 2011.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
Usman, Nurdin. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Yogyakarta: Insan
Media, 2002.
Yustiara, Lusita. Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di SDN
55 Bengkulu Selatan. Bengkulu: Fakultas Tarbiyah dan Tadris IAIN Bengkulu, 2019.
LAMPIRAN

A. Persuratan
B. Instrumen Penelitian
C. Transkip Penelitian
D. Dokumentasi
PERSURATAN
INSTRUMEN PENELITIAN
Pedoman Observasi
Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran di
MA Negeri 1 Soppeng
Hari dan Tanggal :
Informan :
Kelas :
Petunjuk : Berikan tanda ceklis () pada kolom yang sesuai
alternatif jawaban yang tersedia
NO. ASPEK YANG DIAMATI YA TIDAK

1. Pendidik berusaha memperoleh informasi tentang


peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan.
2. Pendidik berusaha membimbing kepribadian
peserta didik.
3. Pendidik mengembangkan potensi peserta didik
dengan melatih dan membina daya kreasi peserta
didik dalam memecahkan masalah.
4. Pendidik menghargai dan memperhatikan
kebuthan peserta didik.
5. Pendidik melaksanakan pembelajaran berdasarkan
kurikulum tanpa membeda-bedakan latar belakang
peserta didik.
6. Pendidik menerima saran dan kritik dari peserta
didik.
7. Pendidik mengadakan komunikasi kepada peserta
didik dengan berlandaskan pada rasa kasih sayang.
8. Pendidik menciptakan suasana belajar dengan
baik.
9. Pendidik terus berusaha menambah ilmu,
wawasan, dan mengasah keterampilannya.
10. Pendidik selalu berbicara, bersikap, dan bertindak
sesuai dengan martabat profesinya.
PEDOMAN WAWANCARA

Hari dan Tanggal :


Informan :

A. Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses Pembelajaran


1. Bagaimana cara Bapak/Ibu menghormati dan menghargai hak individu dan
kepribadian peserta didik?
2. Apa cara yang Bapak/Ibu lakukan dalam melatih dan membina daya kreasi
peserta didik?
3. Bagaimana cara Bapak/Ibu menciptakan suasana kelas yang baik sehingga
peserta didik dapat betah ketika proses belajar mengajar berlangsung?
B. Faktor Pendukung Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses

Pembelajaran
1. Bagaimana cara Bapak/Ibu untuk menambah ilmu, memperluas wawasan,
serta mengasah keterampilan seiring dengan perkembangan zaman?
2. Menurut Bapak/Ibu, apakah sarana dan prasarana sekolah dapat
mempengaruhi Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan kode etik?
3. Apakah sikap dan perlakuan peserta didik juga dapat mempengaruhi
Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan kode etik?
C. Faktor Penghambat Implementasi Kode Etik Guru dalam Proses

Pembelajaran
1. Apakah selama ini Bapak/Ibu sudah mengetahui poin-poin serta mengetahui
dengan pasti penjabaran tentang kode etik guru yang berlaku di Indonesia?
2. Bagaimana cara Bapak/Ibu untuk tetap menerapkan kode etik kepada peserta
didik padahal kita mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki masing-
masing karakter yang berbeda?
TRANSKIP PENELITIAN
TRANSKIP WAWANCARA
No. Materi Wawancara

1 Peneliti Bagaimana cara Bapak/Ibu menghormati dan


menghargai hak individu dan kepribadian
peserta didik?
2. Herpina, S.Pd.I Seorang pendidik yang mengetahui informasi
tentang masing-masing dari peserta didiknya
akan lebih mudah dalam merencanakan
pembelajaran. Apalagi saya mengajar Bahasa
Arab yang sangat susah bagi peserta didik
untuk memahaminya sekaligus saya juga
salah satu wali kelas jadi dengan mengetahui
beberapa informasi tentang peserta didik
dapat membantu saya dalam memilih dan
menerapkan metode pembelajaran karena
dengan metode pembelajaran yang tepat dapat
membantu kefektifan proses pembelajaran.
Dengan demikian tujuan pembelajaran yang
telah direncanakan dapat tercapai. Untuk
memperoleh informasi mengenai peserta didik
tersebut biasanya melalui orang-orang
terdekat dari peserta didik misalnya dari
teman kelas dan sahabat peserta didik.

3. Nur Hasanah, S.Pd. Terkait masalah menghormati dan


menghargai hak individu dan kepribadian
peserta didik berarti peserta didik berhak
menyampaikan pendapatnya apalagi disini
adalah sekolah ramah anak maka peserta didik
berhak mendapatkan perlakuan yang sama
artinya peserta didik tidak boleh dibeda-
bedakan meskipun sudah pasti intelegensi
setiap peserta didik berbeda ada yang pintar,
sedang, dan ada yang kurang. Namun sebagai
wali kelas saya tidak membeda-bedakan atau
mempermasalahkan hal tersebut. Untuk
peserta didik yang memiliki sikap yang
kurang sopan atau mempunyai sifat nakal,
saya sebagai wali kelasnya memberikan
teguran dan saran-saran khusus bagi peserta
didik tersebut namun tentunya tidak di depan
para teman-temannya.
4. Ummy Azvitah Arif, S.Pd., Untuk menghargai hak individu peserta didik
M.Pd. pertama kita harus karakter peserta
didikseperti apa minatnya, bakat hobi anak,
dan latar belakang keluarganya. Informasi
peserta didik ini berguna untuk memudahkan
guru melakukan pembinaan dalam proses
pembelajaran.
5. Azhar Hidayah, S.Pd., M.Pd. Sebagai seorang pendidik tentunya kami
selalu berkomunikasi dengan peserta didik
baik itu di dalam maupun di luar kelas dan
cara yang kami lakukan untuk tetap menjaga
hal tersebut adalah kami saling memahami
dan saling menjaga perasaan dalam hal
berkomunikasi, yang penting adalah
bagaimana peserta didik bisa nyaman dan
terbuka ketika berkomunukasi dengan kami.
6. Masdar Mansyur Addury, Pendidik bisa dikatan jujur dalam
S.Hum melaksanakan profesinya apabila pendidik
tersebut berkata dan bertindak apa adanya,
tidak curang, dan ikut sesuai aturan yang
ditetapkan. Maksudnya adalah dalam
pemberian nilai, pendidik harus adil tanpa
membeda-bedakan peserta didik karena hanya
ada hubungan keluarga. Salah satu cara
mengatasi perbedaan peserta didik yaitu
dalam proses pembelajaran peserta didik saya
bagi menjadi dua kelompok, kelompok yang
belum mampu menguasai materi yang
diberikan kami bina dan berikan soal lalu
kami bimbing peserta didik tersebut dalam
menyelesaikan permasalahannya.

7. Peneliti Apa cara yang Bapak/Ibu lakukan dalam


melatih dan membina daya kreasi peserta
didik?
8. Herpina, S.Pd.I Dalam proses pembelajaran itu yang saya
lakukan adalah dengan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk bicara
mengutarakan pendapatnya serta memberikan
apresiasi kepada peserta didik.
9. Nur Hasanah, S.Pd. Untuk mendorong daya kreasi peserta didik
dalam belajar misalnya dengan memberikan
ganjaran atau hadiah dan membeserkan hati
peserta didik agar mereka lebih aktif
berpartisipasi dalam kegiatan belajar.
10. Ummy Azvitah Arif, S.Pd., Salah satu caranya adalah dengan
M.Pd. pemanfaatan media pembelajaran. Dengan
adanya media, pendidik dapat memberikan
pengalaman yang lebih bervariasi kepada
peserta didik.
11. Azhar Hidayah, S.Pd., M.Pd. Sebelum mengadakan suatu pembelajaran
terlebih dahulu menertibkan peserta didik
kemudian menasehati rohaninya dan
mengaitkan antara materi pembelajaran
dengan pendidikan akhlak.
12. Masdar Mansyur Addury, Melatih dan membina daya kreasi peserta
S.Hum didik merupakan kewajiban pendidik kepada
peserta didiknya. Sebagai salah satu cara yang
bisa dilakukan adalah dengan membuat
ilustrasi, yaitu menghubungkan materi
pelajaran dengan sesuatu yang telah diketahui
peserta didik dan pada waktu yang sama
pendidik dapat memberikan tambahan
pengalaman kepada mereka.
13. Peneliti Bagaimana cara Bapak/ibu menciptakan
suasana kelas yang baik sehingga peserta
didik dapat betah ketika proses belajar
mengajar berlangsung?
14. Herpina, S.Pd.I Agar pembelajaran lebih kondusif saya
mengatur tempat duduk dengan rapi dan
setiap bulannya saya acak, supaya tidak
merasa jenuh sekali-kali saya menyuruh
peserta didik yang laki-laki untuk duduk di
depan/belakang semua. Dekorasi kelas yang
indah agar peserta didik terasa nyaman.
15. Nur Hasanah, S.Pd. Menciptakan suasana sekolah yang baik
pendidik dapat melakukan penataan kelas
dengan rapi, indah, dan bersih agar peserta
didik terasa bergairah saat didalam kelas, pada
saat penyampaian materi pembelajan pendidik
hendaknya menggunakan berbagai macam
metode agar tidak terasa bosan.
16. Ummy Azvitah Arif, S.Pd., Untuk menciptakan suasana ada yang
M.Pd. dinamakan ice breaking jadi setelah proses
menjelaskan peserta didik bisa rilaks dengan
cara meminta peserta didik untuk berdiri
melemaskan badannya agar tidak kaku atau
memberikan games agar peserta didik tidak
mengantuk

17. Azhar Hidayah, S.Pd., M.Pd. Untuk menciptakan suasana yang


menyenangkan dalam proses belajar mengajar
terlebih dahulu seorang pendidik hendaknya
mengarahkan perhatian peserta didik dengan
cara bercerita tentang hal yang berkaitan
dengan materi yang akan di bahas dan
hendaknya seorang pendidik menggunakan
berbagai macam metode agar peserta didik
tidak jenuh dalam pembelajaran.
18. Masdar Mansyur Addury, Dengan mengatur tempat duduk peserta didik
S.Hum dan membuat suasana kelas yang indah, rapi
akan menjadi terasa nyaman, agar anak didik
tidak merasa bosan hendaknya di sakali-sekali
ajak anak didik belajar dengan menggunakan
metode permainan yang berkaitan materi yang
disampaikan.

19. Peneliti Bagaiamana cara Bapak/Ibu menambah ilmu,


memperluas wawasan, serta mengasah
keterampilan seiring dengan perkembangan
zaman?
20. Herpina, S.Pd.I Pendidik yang ada di MA Negeri 1 Soppeng
rata-rata telah meningkatkan mutu profesinya
melalui jenjang pendidikan, karna ada
beberapa guru yang pada awalnya hanya
memiliki ijaza diploma, namun mereka semua
sudah melanjutkan kejenjang yang lebih
tinggi bahkan ada yang telah menyelesaikan
S2. Dan bukan hanya sampai disitu, kami juga
sering mengikuti penataran-penataran maupun
seminar pendidikan.

21. Nur Hasanah, S.Pd. Di MA Negeri 1 Soppeng sekarang sudah


banyak tenanga pendidik yang muda-muda,
nah ibu biasanya bertanya ke mereka karena
pengalaman mereka saat kuliah pasti berbeda
saat ibu kuliah dulu. Sekarang juga sudah
banyak literatur-literatur yang mewadahi
pendidik untuk terus belajar, misalnya karena
kemarin zamannya online jadi pelatihan-
pelatihan diklat juga online.

22. Ummy Azvitah Arif, S.Pd., Untuk meningkatkan dan mengembangkan


M.Pd. mutu suatu martabat profesi saya mengikuti
pelatihan-pelatihan, diskusi dengan sesama
pendidik, melaksanakan pendidikan dalam
jabatan, studi perbandingan, dan berbagai
kegiatan akademik lainnya.
23. Azhar Hidayah, S.Pd., M.Pd. Pendidik di haruskan untuk selalu
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya. Pengembanganan
peningkatan mutu ini mengenai kepada
kualitas profesional berupa peningkatan dan
pengembangan ketrampilan-ketrampilan
khusus dalam bidang pendidikan.
24. Masdar Mansyur Addury, Yang saya lakukan untuk meningkatkan
S.Hum kompetensi professional seorang pendidik dan
menambah ilmu dengan mengikuti pelatihan-
pelatihan. Selain itu saya tidak malu untuk
bertanya kepada para guru laiinya dan saya
bertindak sebagai mana seorang pendidik
yang adanya.

25. Peneliti Menurut Bapak/ibu apakah sarana dan


prasarana sekolah dapat mempengaruhi
Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan Kode
Etik?
26. Herpina, S.Pd.I Tentu berpengaruh, apalagi dengan
menggunakan sarana dan prasarana yang ada
peserta didik lebih bersemangat untuk
mengikuti proses pembelajaran.
27. Nur Hasanah, S.Pd. Iya ada pengaruhnya dan sekarang di MA
Negeri 1 Soppeng itu sarananya sudah cukup
memadai pendidik dalam melakukan tugasnya
dalam mengajar, nah tinggal bagaimana cara
pendidik untuk mengkalaborasikan sarana dan
prasarana itu.
28. Ummy Azvitah Arif, S.Pd., Alhamdulillah untuk sarana dan prasarana di
M.Pd. MA Negeri 1 Soppeng sendiri sudah cukup
memadai kami sebagai pendidik. Selebihnya
bagaimana kami para pendidik dapat
memanfaatkan sarana dan prasarana tersebut.
Tergantung pendidik itu sendiri bagaimana
cara dia bisa memanfaatkan media dan
mengkalaborisikan berbagai sarana dan
prasarana yang tersedia, jadi kembali ke
pribadi pendidiknya bagaimana cara agar dia
dapat mengkreasikan itu semua.
29. Azhar Hidayah, S.Pd., M.Pd. Sarana dan prasarana itu berpengaruh bagi
pendidik dalam menyampaikan
pembelajarannya. Misalnya saja LCD, ini
sangat menunjang keberhasilan proses belajar
dan terbukti peserta didik lebih bersemangat
ketika belajar.
30. Masdar Mansyur Addury, Sebenarnya berpengaruh, karena seumpanya
S.Hum pendidik mau memperlihatkan suatu
film/video pembelajaran itu harus
menggunakan LCD agar lebih efektif.

31. Peneliti Apakah sikap dan perlakuan peserta didik


juga dapat mempengaruhi Bapak/Ibu dalam
mengimplementasikan kode etik?
32. Herpina, S.Pd.I Sebenarnya tidak terlalu, karena kita sebagai
pendidik yang harus mendidik peserta didik
itu tentang bagaimana tata krama yang baik.
33. Nur Hasanah, S.Pd. Iya itu berpengaruh, apalagi saat kita
berhadapan dengan peserta didik yang kurang
dalam hal sopan santunnya. Disitu kita
sebagai pendidik harus berjuang agar peserta
didik tersebut dapat merubah sifatnya menjadi
lebih baik.
34. Ummy Azvitah Arif, S.Pd., Menurut saya pribadi, sikap dan perlakuan
M.Pd. peserta didik sebenarnya juga tergantung pada
pendidiknya. Jadi pendidik tersebut yang
harus terlebih dahulu memperbaiki
kepribadiannya.
35. Azhar Hidayah, S.Pd., M.Pd. Iya, jadi minimal kita harus tahu lebih dahulu
apa maunya peserta didik.
36. Masdar Mansyur Addury, Ya, sikap dan perlakuan peserta didik juga
S.Hum dapat mempengaruhi kita terlebih zamannya
mereka berbeda dengan zamannya kita dulu.
Jadi sebisa mungkin kita harus bergaul
dengan mereka namun dengan menerapkan
batas-batas antar seorang pendidik dengan
peserta didik, dengan begitu mereka peserta
didik tetap menjaga etikanya ketika berbicara
dengan kita dan peserta didik tetap sopan
ketika cerita-cerita santai.

37. Peneliti Apakah selama ini Bapak/ibu sudah


mengetahui poin-poin serta mengetahui
dengan pasti penjabaran tentang kode etik
guru yang berlaku di Indonesia?
38. Herpina, S.Pd.I Kode etik guru itu aturan yang wajib
dilaksanakan oleh guru, kode etik itu sangat
penting bagi cerminan peserta didik semua
tingkah laku pendidik karena pasti akan
menjadi sorotan peserta didik. Tidak hanya
disekolah guru sebagai panutan, tetapi luar
lingkungan sekolah pendidik mejadi sorotan
publik.
39. Nur Hasanah, S.Pd. Terkait dengan kode etik, etika adalah suatu
pola perilaku yang harus dilaksanakan sebagai
seorang pendidk dan menjadi pedoman bagi
peserta didik. Sebenarnya ibu sudah
mengetahui kode etik tersebut, baik itu
melalui jenjang pendidikan waktu ibu kuliah
dulu maupun melalui penataran, namun
karena sudah lama ibu tidak membacanya
sehingga ibu tidak dapat untuk menyebutkan
satu persatu kode etik guru tersebut. Namun
untuk ibu pribadi yang paling penting adalah
kita harus jujur dan disiplin terlebih dahulu.
40. Ummy Azvitah Arif, S.Pd., Kalau masalah poin-poin dari kode etik, saya
M.Pd. tidak mampu untuk menyebutkan semua satu
per satu, namun setiap pembelajaran seperti
membuat RPP harus dilampirkan kebiasaan
pendidik bagaimana, juga saya mengetahui
bahwa sebagai pendidik saya harus mengikuti
tata tertib yang berlaku di sekolah ini serta
melaksanakan tugas dan tanggung jawab
sebagai seorang pendidik.
41. Azhar Hidayah, S.Pd., M.Pd. Kode Etik merupakan aturan wajib ditaati
oleh semua pendidik tanpa tekecuali.
Mengingat tugas dan tanggungjawab guru
sebagai panutan bagi peserta didiknya.
42. Masdar Mansyur Addury, Kode etik guru adalah sebagai pedoman sikap
S.Hum atau pegangan yang ditaati dan diperlalukan
oleh para pendidik terhadap profesinya, dan
kumpulan kewajiban yang mengikat para guru
dalam mempraktekannya.
43. Peneliti Bagaimana cara Bapak/Ibu untuk tetap
menerapkan kode etik kepada peserta didik
padahal kita mengetahui bahwa setiap peserta
didik memiliki masing-masing karakter yang
berbeda?
44. Herpina, S.Pd.I Yang pertama yang harus dilakukan adalah
mengetahui sejauh mana kompetensi peserta
didik itu sendiri serta kita juga harus tahu
bagaimana watak dan kepribadian peserta
didik agar kita dapat mengkodisikan cara kita
untuk menghadapi peserta didik tersebut.
45. Nur Hasanah, S.Pd. Yang akan guru lakukan apa bila ada anak
didik yang datang terlambat maka saya tanya
terlebih dahulu apa sebabnya, begitupun jika
ada anak yang tidak mengerjakan tugas,
sering ribut maka saya akan memberi
peringatan dengan cara menegur memberikan
peringat dan apabila sudah lebih dari tiga kali
pendidik akan memanggil orang tua peserta
didik tersebut.
46. Ummy Azvitah Arif, S.Pd., Biasanya saya akan terlebih dahulu Mencari
M.Pd. informasi mengenai peserta didik karena hal
ini untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangannya secara efektif, adalah
penting sekali mengenal dan memahami
peserta didik dengan seksama Dengan
mencari informasi peserta didik, pendidik
diharapkan dapat mengetahui bakat, minat,
hobi peserta didik, cara belajar yang
diinginkan dan latar belakang keluarganya.
47. Azhar Hidayah, S.Pd., M.Pd. Kalau dari saya pribadi saya lebih
mengedepankan kejujuran dan kedisiplianan
kepada peserta didik. Karena menurut saya
yang lebih penting dari semua sikap dan
perilaku peserta didik adalah sikap jujur dan
disiplin. Soal dia mau pintar atau kurang itu
tidak penting bagi saya, yang jelasnya peserta
didik itu jujur dan disiplin.
48. Masdar Mansyur Addury, Saya sebagai pendidik apa bila ada peserta
S.Hum didik yang datang terlambat maka saya tanya
terlebih dahulu apa sebabnya, begitupun jika
ada anak yang tidak mengerjakan tugas,
sering ribut maka saya akan memberi
peringatan dengan cara menegur, jika sudah
terlalu sering diberi sanksi yang ringan dan
mendidik. Penyebab anak tidak mengerjakan
tugas, dating terlambat, itu bisa disebabkan
karena keluarganya, atau bias juga karena
pengaruh dari teman-temannya.
DOKUMENTASI
Wawancara dengan pendidik di MAN 1 Soppeng
Kegiatan wawancara dengan pendidik di MAN 1 Soppeng
Soppeng

Foto dengan salah seorang pendidik di MAN 1 Soppeng


Observasi kegiatan pembelajaran di kelas
RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Nurul Aynun

Abidin, dilahirkan pada tanggal 16 Juli 1999 di desa

Mattoanging, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi

Selatan. Penulis merupakan anak kedua dari dua

bersaudara, dari pasangan Abidin dan Hamsinah.

Penulis memulai pendidikan formal pada tahun


2004 di TK Harapan Mattoanging, Kel. Salokaraja, Kec.

Lalabata, Kab. Soppeng dan selesai pada tahun 2006. Penulis kemudian menempuh

pendidikan ke SD Negeri 31 Tellang pada tahun 2006 dan menyelesaikannya pada

tahun 2011. Kemudian pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan di MTs.N

Kayangan dan selesai pada tahun 2014. Penulis selanjutnya melanjutkan pendidikan

menengah atas di MAN 1 Soppeng pada tahun 2014 dan tamat di tahun 2017. Pada

tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar dengan mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan.

Selama menjalani perkuliahan di jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas


Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar, penulis memasuki beberapa

organisasi diantaranya adalah HMJ Pendidikan Agama Islam, LDF Al-Uswah, dan

SC EMPATI pada tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai