Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH KOPERASI


PERAN HUMAN RESOURCE MANAGEMENT DALAM KOPERASI

Oleh:
Anasthacia / 1706057392
S1 Manajemen

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2020
Statement of Authorship

Saya/kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas


terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas
pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami
menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami menyatakan menggunakannya.
Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak
dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama : Anasthacia
NPM : 1706057392
Tandatangan :

Mata ajaran : Koperasi


Judul makalah/tugas : Peran Human Resource Management Dalam Koperasi
Tanggal : Kamis, 11 Juni 2020
Nama Dosen : Emy Nurmayanti S.E., M.S.E.
LATAR BELAKANG

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan (Pasal 1 No. UU RI No. 25
Tahun 1992). Sesuai dengan apa yang tertulis pada UU tersebut, koperasi yang dibangun di
atas semangat kolektivisme menyadarkan anggota bahwa mereka memiliki kepentingan yang
sama, mau menolong diri sendiri secara bersama dalam meningkatkan kesejahteraan serta
kemampuan produktif (Swasono, 1987). Karena dibangun atas dasar tersebut, koperasi
sangatlah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang sosialis dan sudah seharusnya
peran koperasi sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia diimplementasikan dengan
baik. Dikutip dari Kompasiana.com, dikatakan bahwa koperasi dapat mengentas kemiskinan
karena dalam perkoperasian, terdapat sistem yang dikenal dengan SHU dimana terdapat
pemerataan distribusi hasil usaha koperasi (mengingat koperasi merupakan milik anggota)
sehingga melalui pembagian SHU, semua anggota dipastikan mendapat disinsentif masing-
masing berdasarkan jasanya seperti besaran simpanan sementara anggota yang merangkap
sebagai pengurus koperasi mendapat insentif atas jasanya.

Selain peran koperasi dalam mengentas kemiskinan, koperasi juga memiliki andil pada
PDB negara. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan
bahwa kontribusi koperasi terhadap PDB pada lima tahun terakhir telah mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2014 sebesar 1,71% kemudian di tahun 2018 persentasenya naik
menjadi 5,1%. Meskipun terdapat kenaikan pada tingkat persentase kontribusi koperasi
terhadap PDB negara, mengacu pada data Badan Pusat Statistik, terdapat pergerakan
pertumbuhan akan jumlah koperasi yang beroperasi secara aktif di Indonesia selama 3 tahun
terakhir (2015-2017) namun hanya berhenti sampai di tahun 2017, tahun selanjutnya jumlah
koperasi yang aktif menurun sebesar 16,97% dan di tahun 2019 menurun lagi sebesar 2,61%.

Tahun 2015 2016 2017 2018 2019


Jumlah Koperasi 150.223 151170 152.174 126.343 123.048
Persentase 2,02% 0,63% 0,66% -16,97% -2,61%
Pertumbuhan
Tabel Jumlah Koperasi Aktif di Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik
Menurut Dinas Koperasi dan UKM, sejumlah penyebab koperasi tidak aktif adalah
sumber daya pengelola koperasi dan kesadaran anggota dalam berkoperasi yang minim, selain
itu, sejumlah koperasi banyak yang hanya dibentuk semata-mata ingin mengejar bantuan modal
pemerintah saja sehingga dapat dipastikan bahwa koperasi tidak memiliki cita-cita untuk
memakmurkan anggota dan tidak akan bertahan lama.

Menanggapi hal tersebut, berdasarkan data hasil kajian koperasi di Jawa Tengah, terdapat
beberapa isu yang mencangkup hal seputar sumber daya pada koperasi yang ditulis secara lebih
rinci dimana hal tersebut meliputi:
- Kurangnya media pembelajaran
- Terbatasnya jumlah tenaga widyaiswara dan pengajar Koperasi dan uKM yang
memiliki kompetensi sesuai kebutuhan
- Lemahnya kualitas sumber daya manusia Koperasi
- Belum adanya kesamaan kurikulum dan silabus serta metodologi pembelajaran
- Rendahnya kemauan dan kemampuan Koperasi dalam mengakses pembiayaan
- Lemahnya manajemen usaha koperasi

Selain itu, salah satu penelitian yang dilakukan oleh Setyorini, 2015 terkait peran sumber
daya manusia koperasi dalam aspek manajemen penilaian kesehatan koperasi pada Koperasi
Karyawan Pura Group—ia menemukan bahwa terdapat tiga hal utama yang menjadi masalah
dalam koperasi—hal yang pertama adalah koperasi Karyawan Pura Group tidak memiliki visi,
misi, dan tujuan yang terdokumentasi dengan baik, hal tersebut kemudian berujung pada
anggota dan karyawan koperasi yang tidak paham sehingga mengurangi kesadaran mereka
akan pentingnya koperasi padahal, koperasi yang baik seharusnya memiliki visi dan misi yang
jelas serta dipahami betul oleh pengelolanya sehingga mereka mampu menentukan tujuan yang
diharapkan. Hal kedua yang ditemukan adalah kurangnya informasi atau sosialisasi yang
dilakukan sehingga menyebabkan kurang pahamnya anggota dan karyawan tentang rencana
kerja koperasi. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa tata tertib SDM yang tidak jelas
merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh koperasi karyawan pura group dimana hal
tersebut menyebabkan turunnya etos kerja karyawan serta munculnya beberapa tindakan
pelanggaran kedisiplinan seperti terlambat datang kerja yang kemudian berakibat pada
pekerjaan yang tidak diselesaikan. Bapak Sukari selaku karyawan mengaku pernah mengikuti
pelatihan dan pendidikan perkoperasian yang diselenggarakan oleh DEKOPIN, tetapi koperasi
karyawan pura group sendiri tidak pernah mengadakan hal-hal seperti itu secara internal
kepada karyawannya, Ibu Sri Ratna Mayawati selaku manajer koperasi juga mengatakan
bahwa karyawan enggan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh pihak
eksternal.

Melihat banyaknya masalah yang berfokus pada sumber daya manusia, terdapat dua
pendekatan yang digunakan oleh koperasi dalam rangka pengembangan sumber daya manusia
yaitu struktural dan kultural. Pendekatan struktural adalah cara yang digunakan dimana
koperasi sebagai lembaga ekonomi harus memberikan pelatihan yang efektif kepada para
anggotanya (dalam hal ini, aspek human capital) sedangkan pendekatan kultural lebih berfokus
pada SDM koperasi dari sisi anggota, masyarakat, dan lingkungannya (dalam hal ini, aspek
social capital).

Menurut Adler dan Kwon (2005). physical capital, social capital, dan human capital
merupakan tiga faktor dasar yang dapat menghasilkan produktivitas dan manfaat ekonomi
dimana physical capital, termasuk aset keuangan, terdiri dari sumber daya material yang
digunakan untuk meningkatkan aliran pendapatan masa depan. Kemudian, social capital
adalah pengaturan sumber daya manusia untuk meningkatkan aliran informasi yang kemudian
dapat menghasilkan pendapatan di masa depan (Ostrom, 1994 dan Liang et al., 2009) karena
itu social capital dapat didefinisikan sebagai jaringan yang memfasilitasi interaksi antara
individu. Sedangkan human capital merupakan salah satu intellectual capital dalam bentuk
intangible asset perusahaan yang perannya sangat penting karena dianggap dapat
meningkatkan produktivitas yang berujung pada keuntungan sehingga semakin sebuah
perusahaan berfokus dan berinvestasi pada karyawannya (dalam hal pendidikan maupun
pelatihan) SDM dapat lebih produktif dan menguntungkan perusahaan.

Peran Social Capital


Terdapat suatu penelitian yang meneliti tentang pengaruh social capital terhadap
partisipasi anggota dalam kegiatan kolektif dan kinerja ekonomi koperasi petani di Cina
dimana peneliti membagi social capital menjadi tiga dimensi yaitu faktor eksternal, relasional,
dan kognitif. Ketiga dimensi tersebut kemudian diinterpretasikan sebagai jaringan eksternal,
kepercayaan, dan pemahaman bersama tentang tujuan dan misi. Jaringan eksternal atau ikatan
sosial koperasi. Jaringan eksternal dengan stakeholders terkait baik secara vertikal maupun
horizontal—seperti pemasok input, klien, kooperator, pesaing, dan pemerintah—melindungi
kinerja koperasi petani karena dianggap mampu menghasilkan informasi pasar, informasi
teknologi, dan sumber daya anggaran yang bermanfaat bagi hasil ekonomi koperasi. Kemudian
kepercayaan dalam koperasi—termasuk kepercayaan di antara anggota dan antara anggota
dengan manajer—secara positif berhubungan dengan kinerja ekonomi koperasi. Kompleksitas
layanan yang disediakan dan penyebaran geografis anggota dan fasilitas adalah dua
karakteristik utama yang memengaruhi efek kepercayaan terhadap kinerja, selain itu, saat
koperasi menyediakan layanan yang lebih kompleks atau anggota dengan tingkat penyebaran
geografis yang lebih besar maka, kepercayaan di antara anggota lebih penting daripada
kepercayaan antara anggota dan manajer dan sebaliknya. Kepercayaan antara anggota dan
manajer mungkin lebih penting sehubungan dengan kinerja ekonomi koperasi, sedangkan
kepercayaan di antara anggota lebih terkait dengan dimensi sosial.

Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Liang et al., 2009, ia mengemukakan bahwa
kepercayaan anggota pada manajer dan orientasi bersama meningkatkan loyalitas dan
antusiasme dalam berpartisipasi di berbagai sesi pelatihan teknis dan pertemuan umum yang
diselenggarakan oleh manajer. Social capital memberikan nilai lebih apabila organisasi
ditandai dengan tindakan bersama dan juga lebih kuat ketika kepercayaan dan norma lebih
ditekankan. Kelompok dengan anggota yang kecil memiliki social capital yang lebih kuat
karena memiliki kondisi kontak dan emosional yang lebih dekat satu dengan yang lain. Seperti
physical capital dan human capital, penciptaan social capital membutuhkan investasi waktu
dan upaya berkelanjutan, yang dihasilkan melalui interaksi antara invidiu dan organisasi serta
sistem. Hasil penelitian tersebut juga memberikan pandangan bahwa, dikarenakan adanya
budaya Guanxi di Cina, hubungan sosial mungkin memiliki peran yang lebih penting dalam
koperasi petani Cina dibanding di negara lain. “Guanxi” pada umumnya dipegang oleh
beberapa petani elit dibandingkan oleh petani biasa. Petani elit ini disebut sebagai anggota inti
dimana mereka memulai koperasi dan memegang sebagian besar wewenang atas pengambilan
keputusan. Anggota koperasi inti memiliki kemampuan substansial terkait pemasaran,
manajemen, jejaring sosial, jaringan sosial yang relevan dengan anggota inti ini meliputi
departemen pemerintah, grosir hilir, dan atau stakeholders pada supply chain. Anggota inti
menggunakan jaringan sosial mereka untuk memfasilitasi kesejahteraan mereka sendiri serta
anggota lain dalam koperasi sehingga hal ini dapat dianggap sebagai social capital yang
dimiliki oleh koperasi. Selain itu, koperasi petani di Cina memiliki skala kecil dan lokalitas;
anggota yang berasal dari kota yang sama dan mengenal satu sama lain sehingga menghasilkan
landasan kerja sama berbasis masyarakat yang kuat.
Hasil temuan tersebut juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Zhou et al.,
2018 mengenai pengaruh social capital terhadap organisasi koperasi. Hasil penelitian tersebut
mengemukakan bahwa petani cenderung lebih mengandalkan panduan eksternal untuk
penggunaan pestisida ketika ada lebih banyak komunikasi di antara anggota dan antara anggota
dan manajemen. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan beberapa alasan, pertama, komunikasi
memperluas pengetahuan petani tentang teknologi dan informasi pasar dan mengurangi biaya
untuk memperoleh informasi. Kedua, komunikasi yang efektif meningkatkan saling pengertian
antar anggota, memfasilitasi tindakan kolektif, dan memperkuat komitmen anggota terhadap
organisasi. Ketiga, komunikasi dan interaksi yang cukup dapat membangun dan memelihara
aspek social capital seperti kepercayaan, pengetahuan umum, misalnya, komunikasi yang
sering antara anggota dengan manajemen dapat mendidik anggota dengan tujuan dari koperasi
dan meningkatkan kepercayaan sehingga kebijakan komunikasi yang sesuai sangat penting
untuk mengelola perilaku petani dalam produksi.

Pelatihan dan Pendidikan


Pendekatan struktural di sisi lain, merupakan salah satu bentuk konkret yang digunakan
untuk mengembangkan SDM koperasi melalui pelatihan dan pendidikan yang diberikan
kepada anggotanya. Menurut Sukamdiyo, 1997 pendidikan anggota koperasi merupakan hal
penting dalam pembinaan dan pengembangan koperasi karena keberhasilan dan kegagalan
banyak tergantung pada tingkat pendidikan dan partisipasi para anggota.

Terdapat penelitian yang membahas mengenai perkembangan kinerja koperasi saat


sebelum dan sesudah mengikuti program pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh Ratih
Wulandari, 2011 dimana ia mengemukakan bahwa melalui program tersebut, karyawan dapat
bekerja dengan memiliki pemahaman yang baik tentang cara melaksanakan pekerjaan yang
lebih sistematis sehingga dengan kata lain, mereka dapat memberikan hasil yang optimal serta
lebih kompeten di bidangnya. Hal tersebut tentu memberikan dampak yang positif terhadap
kinerja koperasi secara menyeluruh. Program pendidikan dan pelatihan juga ternyata tidak
hanya mampu meningkatkan kinerja operasional pengurus dan karyawan tetapi juga mampu
meningkatkan kinerja manajerial pengurus koperasi dimana hal ini mendorong pengurus untuk
mengadakan perubahan-perubahan dalam pengelolaan koperasi pada sistem yang sifatnya
fundamental. Perubahan yang dilakukan tetap berpedoman pada anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga sehingga hal ini mencerminkan bahwa adanya keinginan untuk berkembang
tetap tidak keluar dari peraturan yang berlaku. Selain itu, perubahan tersebut juga dimaksudkan
agar dapat menyesuaikan kondisi koperasi di tengah-tengah persaingan sebagai bentuk dari
strategi untuk bertahan.

Di Indonesia, terdapat lembaga yang dibentuk guna memfasilitasi pelatihan dan


pendidikan kepada para SDM koperasi yang dikenal dengan Lapenkop. Lapenkop adalah
lembaga di bawah Dekopin dan merupakan salah satu bentuk wujud nyata bahwa Indonesia
serius dalam menanggapi kebutuhan koperasi untuk terus memperbaiki dan menciptakan
koperasi dengan SDM yang berkualitas sehingga koperasi dapat terus tumbuh dan dikelola
dengan baik. Selain Lapenkop, Indonesia juga pernah berkolaborasi dengan ILO (The
International Labor Organization) dan Agriterra dalam menyelenggarakan program pelatihan
untuk para petani koperasi di Denpasar, Bali pada tahun 2013. Pelatihan tersebut dihadiri oleh
20 organisasi koperasi petani dari berbagai daerah seperti Aceh, Bandung, Surabaya. Program
Training of Trainers tersebut ditujukan agar dapat membangun kapasitas para peserta di My
Coop, yang merupakan salah satu program pelatihan tentang pengelolaan yang dikhususkan
untuk koperasi pertanian. Pada tahun 2017 Lapenkop juga bekerja sama dalam membantu
koperasi PT Toyota Motor Manufacturing dengan menghadirkan para pelatih Lapenkop
Nasional dan praktisi dengan membawakan materi seputar pengenalan lebih dalam tentang
koperasi, jati diri koperasi, prinsip-prinsip koperasi, SHU bagian anggota.

Rotasi Kerja, Kepuasasan Kerja, dan Disiplin Kerja


Rotasi kerja merupakan salah satu bentuk pelatihan yang sering diterapkan dalam suatu
organisasi/ perusahaan dimana karyawan melakukan pelatihan silang antar jenis pekerjaan.
Rotasi kerja ditujukan agar dapat meningkatkan kompetensi karyawan, mengembangkan
motivasi, pengetahuan dan pengalaman kerja, produktivitas, serta efisiensi organisasi. Selain
rotasi kerja, disiplin kerja juga merupakan indikator penting dalam menentukan prestasi kerja
seorang pegawai. Disiplin kerja diperlukan agar pekerjaan dapat selesai tepat pada waktunya.
Disiplin juga dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan
seseorang dalam mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-normal sosial yang berlaku.
Namun, tingkat disiplin yang baik harus diimbangi dengan tingkat kepuasan kerja pegawai
karena kepuasan kerja dapat mendorong mereka agar semakin produktif sehingga koperasi juga
perlu memperhatikan aspek kepuasaan kerja pegawai. Kepuasan kerja dalam hal ini meliputi
hal-hal seputar upah, kompensasi, kondisi kerja, hubungan sosial di dalam pekerjaan serta
perlakuan yang baik dari pimpinan terhadap para pekerja. Penelitian yang dilakukan oleh
Brotojoyo et al., 2017 terhadap pegawai Koperasi Sarana Aneka Jasa Klaten mengemukakan
bahwa ketiga variabel positif berpengaruh signifikan namun disiplin merupakan variabel yang
memiliki pengaruh paling besar dibanding rotasi kerja dan kepuasan kerja. Pada variabel
kepuasan kerja, ditemukan bahwa presetasi kerja dapat semakin tinggi apabila pegawai sangat
menyukai pekerjaannya, meningkatkan tanggung jawab terhadap pekerjaan yang disukai serta
memberikan kompensasi, gaji atau insentif yang disesuaikan atas pekerjaan masing-masing
anggota. Terdapat penelitian yang membahas lebih dalam efek dari pemberian kompensasi
terhadap para pegawainya yaitu penelitian yang dilakukan pada koperasi simpan pinjam
Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) Inti Muamalat Bandungan.
Kompensasi kerja merupakan hal penting bagi karyawan dalam bekerja karena
kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja. Dengan
pemberian kompensasi secara tepat dan benar, maka karyawan akan memperoleh kepuasan
kerja dan termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi (Juwarni et al., 2017). Sistem
kompensasi yang diterapkan oleh koperasi telah memberikan manfaat seperti produktivitas
yang membuat produk-produk KSPPS semakin dikenal oleh anggota maupun calon anggota,
kepatuhan akan peraturan pemerintah, mempertahankan karyawan—adanya karyawan yang
bertahan lama bisa membantu kemajuan KSPPS karena sudah memiliki pengalaman lama.
KESIMPULAN

Edukasi dan pelatihan memiliki peran yang penting dalam memajukan SDM koperasi
sehingga dengan adanya pengelolaan yang baik atas hasil tercapainya SDM yang berkualitas
maka koperasi dapat terus maju, bertumbuh, dan bersaing. Namun, selain melakukan investasi
pengetahuan dan pendidikan yang baik, para anggota juga harus memiliki komitmen yang
tumbuh dari kebersamaan karena koordinasi internal dan alokasi sumber daya dalam koperasi
terutama ditentukan oleh kualitas hubungan interpersonal antar anggotanya. Semakin baik
hubungan pribadi yang dikembangkan anggota satu dengan yang lain, semakin fleksibel dan
lancar alur komunikasi, koordinasi, dan pengambilan keputusan kolektif. Pengelolaan dalam
koperasi juga harus menerapkan berbagai sistem yang mampu menunjang prospek SDM
seperti menerapkan aturan yang dapat menjadikan anggotanya disiplin dalam melakukan
tanggung jawabnya serta meningkatkan aspek kepuasan kerja anggota sehingga koperasi dapat
terus mempertahankan anggotanya.

SARAN

Jika dikaitkan dengan aktivitas yang dapat dilihat dalam lingkup kehidupan sekitar,
suatu organisasi dapat berjalan dengan baik apabila SDM mempunyai rasa saling memiliki
sehingga dengan adanya nilai tersebut yang tertanam pada masing-masing anggota, maka
mereka akan mampu menjalankan kewajiban dan peran mereka sebagaimana mereka semua
adalah pemilik yang bekerja sama dalam mencapai kesejahteraan bersama. Sisi internal yang
berfokus pada SDM merupakan hal yang perlu diperbaiki dan dikembangkan terlebih dahulu,
setelah itu, koperasi mungkin dapat beralih pada peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan-
pelatihan yang diberikan sehingga anggota akan lebih antusias dalam menjalankan pelatihan
dan pendidikan yang diberikan karena sudah terlebih dahulu memiliki kesadaran yang dapat
dianggap fundamental bagi koperasi untuk dapat terus bertumbuh atau dengan kata lain,
memiliki akar yang kuat terlebih dahulu agar dapat tumbuh dan bertahan.
REFERENCE

1.000 koperasi tidak aktif - ANTARA News. (n.d.). Retrieved June 5, 2020, from
https://www.antaranews.com/berita/768070/1000-koperasi-tidak-aktif
Aspek SDM dalam Pengelolaan Koperasi Halaman 1 - Kompasiana.com. (n.d.). Retrieved
June 5, 2020, from
https://www.kompasiana.com/ayuzahra13.com/55101518a33311bc2dba86dd/aspek-
sdm-dalam-pengelolaan-koperasi
Badan Pusat Statistik. (n.d.). Retrieved June 5, 2020, from
https://www.bps.go.id/dynamictable/2019/07/22/1643/jumlah-koperasi-aktif-menurut-
provinsi-2006-2017.html
Brotojoyo, E., Imron, L. A., & Choerudin, A. (2017). Pengaruh Rotasi Kerja, Kepuasan Kerja,
Dan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Pegawai Koperasi Sarana Aneka Jasa Klaten. 5–
14.
Dekopin Gelar Up-Grading 1.000 Pemandu Koperasi - Tribun Jabar. (n.d.). Retrieved June 5,
2020, from https://jabar.tribunnews.com/2015/05/19/dekopin-gelar-up-grading-1000-
pemandu-koperasi
Ekonomi, F., Islam, B., Salatiga, I., Memperoleh, G., Ahli, G., Jurusan, M., Perbankan, I. I. I.,
Oleh, S., & Nim, J. (2017). Koperasi Simpan Pinjam Dan Pembiayaan Syariah ( Kspps )
Inti Muamalat Bandungan.
Goyena, R., & Fallis, A. . (2019). 済無No Title No Title. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Koperasi Karyawan PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia gelar Pendidikan
Perkoperasian bersama LAPENKOP – LAPENKOP. (n.d.). Retrieved June 5, 2020, from
https://www.lapenkop.com/koperasi-karyawan-pt-toyota-motor-manufacturing-
indonesia-gelar-pendidikan-perkoperasian-bersama-lapenkop/
Liang, Q., Z. Huang, Lu, H., & Wang., X. (2009). Social Capital, Member Participation, and
Cooperative Performance: Evidence from China’s Zhejiang. International Food and
Agribusiness Management Review, 12(3), 1–22.
Memperoleh, U., Sarjana, G., & Wulandari, R. (2011). KINERJA KOPERASI PEGAWAI
REPUBLIK INDONESIA ( KPRI ) ( Studi Empiris di Kecamatan Pringsurat ).
Peran Koperasi dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan Struktural - Kompasiana.com. (n.d.).
Retrieved June 5, 2020, from
https://www.kompasiana.com/ekamara/551135b2a33311fd41ba80dc/peran-koperasi-
dalam-upaya-pengentasan-kemiskinan-struktural
Setyorini, W. (2015). ( SDMK ) DALAM ASPEK MANAJEMEN PENILAIAN
KESEHATAN KOPERASI ( Studi Pada Koperasi Karyawan Pura Group Kudus ). In
PERAN SUMBER DAYA MANUSIA KOPERASI (SDMK) DALAM ASPEK MANAJEMEN
PENILAIAN KESEHATAN KOPERASI (Studi Pada Koperasi Karyawan Pura Group
Kudus).
Tahun 2018, Kontribusi Koperasi Terhadap PDB 5,1 Persen - Niaga.Asia. (n.d.). Retrieved
June 5, 2020, from https://www.niaga.asia/tahun-2018-kontribusi-koperasi-terhadap-pdb-
51-persen/
Training of trainers for farmer cooperatives | Rikolto in Indonesia. (n.d.). Retrieved June 5,
2020, from https://indonesia.rikolto.org/en/news/training-trainers-farmer-cooperatives
Zhou, J., Liu, Q., & Liang, Q. (2018). Cooperative membership, social capital, and chemical
input use: Evidence from China. Land Use Policy, 70(October 2017), 394–401.
https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2017.11.001

Anda mungkin juga menyukai