Anda di halaman 1dari 53

1

MOTIVASI DAN PERSEPSI TENTANG KOPERASI TERHADAP


KEPUTUSAN MENJADI ANGGOTA
KOPERASI TRITUNGGAL TUKA DENPASAR

1. Latar Belakang Masalah


Undang-Undang Dasar Negara Republik hidonesia tahun 1945, pada bab
XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan, pasal 33 ayat (1)
menentukan "perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan".

Kemudian

ayat

(4)

pasal

yang

sama

mengatakan

"perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi


dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional."
Berdasarkan ketentuan konstitusional tersebut, bisa dipahami ada
beberapa konsep utama dan prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam
penyelenggaraan perekonomian nasional dan kesejahteraan di Indonesia,
yaitu:

usaha

bersama,

asas

kekeluargaan;

kemudian

prinsip-prinsip:

kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,


kemandirian, serta keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Jika dilihat konsep dan prinsip-prinsip tersebut sebenarnya merujuk pada
semangat dan nilai-nilai yang tertuang dalam bangun usaha bersama yang
disebut koperasi. Hal ini dengan sangat jelas ditegaskan dalam penjelasan atas
pasal 33 UUD 1945 itu, yang mengatakan: "demokrasi ekonomi,
1

produksi dikerjakan oleh semua di bawah pimpinan atau penilikan anggotaanggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai
dengan itu ialah koperasi."
Meski penjelasan atas pasal 33 UUD 1945 itu telah dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak amandemen UUD 1945 diberlakukan, Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1995 tentang Perkoperasian yang masih berlaku sampai
sekarang, bersandar pada UUD 1945 yang belum diamandemen tersebut.
Lebih dari itu, peraturan perundangan yang lahir setelah amandemen keempat
atau amandemen terakhir UUD 1945 pada tahun 2002, tetap menyerap secara
utuh roh dan semangat penjelasan pasal 33 UUD 1945 sebelum amandemen.
Koperasi, jika ditelusur lebih dalam, adalah suatu bentuk usaha bersama.
Sebagai usaha bersama, koperasi benar-benar memberi peluang pada upayaupaya pemberdayaan ekonomi kerakyatan sehingga dengan demikian menjadi
pilihan sangat rasional bagi masyarakat. Melalui koperasi, masyarakat
dimungkinkan untuk memiliki usaha sendiri, mengelola dan mengawasinya
secara bersama-sama untuk kepentingan bersama pula.
Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ropke
(1987) bahwa koperasi adalah organisasi bisnis yang para pemilik atau
anggotanya adalah juga pelanggan utama perusahaan tersebut. Identitas inilah
yang membedakan koperasi dari unit usaha yang lain. Dalam konteks
demikian Hendar dan Kusnadi (2005) mengatakan bahwa kegiatan koperasi

secara ekonomis harus mengacu pada prinsip identitas yaitu anggota adalah
pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi.
Dengan demikian bisa dipahami betapa anggota memiliki peranan
sangat penting dalam koperasi. Ini bisa dimengerti karena dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan anggota koperasi dan juga akhirnya kesejahteraan
masyarakat, maka pertama-tama anggota itu sendiri harus menjadi pemilik
suatu usaha. Dengan kepemilikan itu maka mereka bisa menentukan program
dan kegiatan apa yang harus dilakukan dan dengan cara bagaimana tujuan
bersama diwujudkan, mengelola usaha itu dan juga mengawasi atau
mengontrol

sehingga

segala

sesuatunya

terarah

pada

upaya-upaya

mewujudkan tujuan.
Itu berarti bahwa anggota betul-betul secara sadar dan paham harus
terlibat secara aktif dalam usaha yang dimiliki. Tidak hanya sebagai pemilik
tetapi juga mau tidak mau sebagai pengguna jasa-jasa yang disediakan oleh
koperasi karena justru para anggota itu sendiri yang menjadi "objek"
kehadiran koperasi. Dalam kaitan ini, sangat tepat definsi koperasi yang
dirumuskan oleh Aliansi Koperasi Sedunia (International Cooperative
Alliance/ICA), sebagaimana dikutip Soesilo (http://www.smecda.com), yaitu
bahwa koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bergabung
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi ekonomi,
sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama dan
dikendalikan secara demokratis.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa dalam koperasi anggota


mempunyai peranan menentukan. Kepemilikan koperasi oleh anggota
mensyaratkan bahwa ada modal yang harus disetor, sementara partisipasi
anggota dalam memanfaatkan jasa koperasi, apakah dalam bentuk pembelian
barang-barang, menabung, meminjam dan pemanfaatan jasa lainnya tentu
akan meningkatkan volume dan juga akhirnya keuntungan dari usaha koperasi
itu sendiri. Itu berarti semakin banyak anggota, semakin besar pula peluang
usaha dan keuntungan koperasi serta semakin banyak pula masyarakat yang
bisa diberdayakan oleh koperasi. Muaranya, semakin banyak pula masyarakat
yang diangkat kesejahteraannya oleh koperasi. Dan ini memang tujuan utama
didirikannya koperasi.
Dimana peranan keanggotaan dalam koperasi meniscayakan koperasi
merekrut anggota sebanyak-banyaknya. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh
koperasi. Tentunya dalam koridor kewajaran. Artinya tidak hanya sekadar
merekrut anggota melainkan juga melakukannya secara selektif sehingga
anggota pun adalah anggota yang berkualitas, anggota yang akhirnya benarbenar paham mengapa mereka berkoperasi, kewajiban-kewajiban, hak dan
tanggung jawabnya.
Dari sisi anggota sendiri, tentu ada banyak faktor yang memengaruhi
keputusan mereka untuk menjadi anggota suatu koperasi. Individu menjadi
anggota atau tetap menjadi anggota dalam sebuah koperasi bila mereka dapat
tetap mengharapkan "manfaat" atau "faedah" lebih besar daripada manfaat
yang mereka dapat peroleh dari bisnis dengan organisasi nonkoperasi

(www.scribd.com). Manfaat merujuk pada nilai subjektif dari suatu alternatif


yang terbuka bagi seseorang. Dalam hal ini dia merupakan pada "value" atau
nilai yang menunjukkan kapasitas potensial dari suatu objek atau aksi untuk
memuaskan

kebutuhan

manusia,

baik

kebutuhan

ekonomi

maupun

nonekonomi.
Dengan demikian bisa dikatakan, mengikuti teori hirarki kebutuhan
manusia sebagaimana dikemukakan oleh Maslow (dalam Sondang P. Siagian,
1983), ada faktor motivasi yang memengaruhi seseorang atau sekelompok
orang menjadi anggota koperasi. Sesuai dengan tujuan pendirian koperasi,
maka motivasi tersebut bisa motivasi yang didasarkan pada faktor-faktor
ekonomi maupun sosial.
Selanjutaya, ketertarikan orang menjadi anggota koperasi juga bisa
disebabkan oleh persepsi orang bersangkutan atau sekelompok orang tentang
koperasi. Dalam banyak kasus, ketika suatu usaha dinilai baik dan prospektif,
artinya orang atau kelompok orang memiliki persepsi yang baik tentang usaha
tersebut, ada kecenderungan positif mereka akan masuk di bidang usaha
tersebut. Demikian juga keanggotaan koperasi. Persepsi yang baik tentang
koperasi akan sangat memengaruhi keputusan anggota untuk menjadi anggota
koperasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
memutuskan seseorang atau sekelompok orang untuk menjadi anggota
koperasi adalah motivasi dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang koperasi.

Ada begitu banyak jenis koperasi, seperti koperasi produksi, koperasi


konsumen, koperasi jasa, koperasi simpan pinjam, dan sebagainya. Dari sekian
banyak ragam koperasi yang ada, tampaknya koperasi simpan pinjam adalah
jenis koperasi yang paling banyak diminati.
Di Bali sendiri, menurut data Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali
tahun 2010 jumlah koperasi adalah 4.207 unit, sekitar 1.800 unit bergerak di
bidang simpan pinjam atau disebut juga koperasi kredit. Jumlah ini
menunjukkan bahwa kegiatan simpan pinjam menjadi salah satu primadona
koperasi. Ini mudah dipahami karena uang adalah faktor penggerak bidang
ekonomi. Berbagai kebutuhan baru bisa dipenuhi jika ada uang.
Dari sekian banyak koperasi simpan pinjam yang ada di Bali, salah
satunya adalah Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka. Koperasi ini mendapatkan
Badan Hukumnya pada tahun 1998 dengan nomor 05/BH/KDK.22.7/XII/1998
tertanggal 30 Nopember 1998.
Dari segi keanggotaan ada yang menarik dari perkembangan koperasi
ini. Pada akhir tahun 2013 jumlah anggota Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka
adalah 5046 orang. Artinya setelah 18 tahun sejak berbadan hukum,
pertumbuhan jumlah anggota per tahun sekitar 336 orang atau 28 orang per
bulan. Pertumbuhan yang sangat konservatif.
Pertumbuhan yang sangat signifikan kemudian terjadi pada kurun waktu
2011 - 2013. Dalam kurun waktu 3 tahun tersebut anggota Koperasi Kredit Tri
Tunggal Tuka tumbuh menjadi 5.046 orang. Artinya pula pertumbuhan
anggota per tahun sejak 2011 adalah 336 orang atau 28 orang per bulan.

Pertumbuhan yang cukup luar biasa. Selanjutnya bisa dilihat perkembangan


Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka dari segi keanggotaan selama 5 tahun
terakhir yaitu dari tahun 2009 sampai dengan 2013.
Tabel 1.1
Perkembangan Jumlah Anggota 2009-2013
No.
Tahun
Jumlah (org.)
1.
2009
2136
2.
2010
2761
3.
2011
3376
4.
2012
4428
5.
2013
5046
Sumber: Laporan RAT Th. Buku 2013
Data tersebut menunjukkan bahwa memang telah terjadi pertumbuhan
yang sangat signifikan dari segi keanggotaan yang dialami Koperasi Kredit Tri
Tunggal Tuka sejak tahun 2009. Fenomena ini tentu cukup menarik untuk
dikaji justru karena koperasi adalah organisasi yang berbasis anggota
(member-based organization) bukan organisasi berbasis modal (capital-based
organization). Lebih dari itu, pada saat ini Provinsi Bali juga mempunyai
program mengembangkan koperasi skala besar. Salah satu kriteria "besar" itu
adalah dari segi keanggotaannya.
Sebagaimana telah disebutkan, ada beberapa faktor yang bisa menjadi
penyebab atau yang memengaruhi pertumbuhan keanggotaan Koperasi Kredit
Tri Tunggal Tuka dengan cukup pesat itu. Faktor-faktor tersebut bisa motivasi
tertentu yang menggerakkan masyarakat memutuskan pilihannya untuk
menjadi anggota dan bisa juga karena persepsi tentang Koperasi Kredit Tri
Tunggal Tuka yang memang baik.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaiamana telah diuraikan,
maka pokok permasalahan penelitian ini bisa dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaruh motivasi dan persepsi tentang koperasi secara
simultan terhadap keputusan menjadi anggota Koperasi Kredit Tri Tunggal
Tuka?
2. Apakah ada pengaruh motivasi dan persepsi tentang koperasi secara
parsial terhadap terhadap keputusan menjadi anggota Koperasi Kredit Tri
Tunggal Tuka?
3.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

3.1

Tujuan Penelitian
Dari uraian di atas, maka yang menjadi penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh motivasi dan persepsi tentang koperasi
secara simultan terhadap keputusan menjadi anggota Koperasi Kredit Tri
Tunggal Tuka.
2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi dan persepsi tentang koperasi
secara parsial terhadap keputusan menjadi anggota Koperasi Kredit Tri
Tunggal Tuka.

3.2

Kegunaan Penelitian

3.2.1 Kegunaan Teoritis


Penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan teori yang telah didapat
di bangku kuliah terhadap permasalahan yang dihadapi perusahaan terutama

masalah sumber daya manusia. Penelitian ini juga dapat digunakan


menambah referensi perpustakaan sehingga dapat digunakan untuk
penelitian lanjut bagi yang memerlukan.
3.2.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengadakan suatu program sumber daya manusia di bidang koperasi.

4.

Landasan Teori

4.1

Kajian Teoritis

4.1.1 Teori Motivasi


Teori motivasi mengatakan bahwa setiap yang dilakukan oleh
manusia selalu didasarkan pada motif-motif tertentu. Motivasi dapat
diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri manusia, yang
akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Tanpa motivasi, hidup bukan
apa-apa, dia akan stagnan, menyusut, dan kemudian lenyap. Dengan
demikian motivasi memegang peranan penting dalam dinamika kehidupan
menuju suatu progres yang diharapkan.
Paparan tersebut kiranya sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
Thoha (1992: 247), bahwa perilaku seseorang pada hakikatnya ditentukan
oleh keinginannya untuk mencapai beberapa tujuan. Dengan demikian,
motivasi merupakan pendorong seseorang atau sekelompok orang
melakukan sesuatu kegiatan untuk mencapai tujuan.

10

Menurut Hilgard dan Atkinson (1991) motif pada manusia yang


menjadi faktor pendorong perilaku manusia adalah kekuasaan, keinginan
berprestasi, motif untuk bergabung atau berada bersama orang lain, rasa
aman, dan status.
4.1.2 Pengertian Motivasi
Ducan, sebagaimana dikutip Wahjosumidjo (1987: 178) mengatakan
bahwa motivasi adalah usaha sadar yang dilaksanakan oleh pimpinan dalam
mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah pada tercapainya tujuan
organisasi. Menurut Widjaja (1986: 11-12) motivasi adalah kekuatan, baik
dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai
tujuan tertentu. Sementara Manulang menjelaskan sebagai berikut:
1. Istilah motif sama artinya dengan kata-kata: motive, motif, dorongan,
alasan dan driving force. Motif adalah tenaga pendorong yang
mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri
manusia yang menyebabkan manusia bertindak;
2. Motivasi (motivation) menurut artinya berarti penimbulan motif atau
hal yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat pula diartikan sebagai
alasan atau hal-hal yang menyebabkan atau mendorong orang untuk
bertindak dengan cara tertentu.
Selanjutnya Siagian (1981: 128) mengatakan bahwa penggerakan
(motivating) adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada
para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mau bekerja dengan
ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan efektif.

11

Pendapat lain mengatakan bahwa motivasi adalah kekuatan yang


mendorong seorang karyawan, yang akan menimbulkan dan mengarahkan
perilaku (Gibson I, 1996:185).
Sementara Nawawi (1997: 351) mendefinisikan motivasi sebagai
suatu kondisi yang mendorong seseorang atau yang menjadi sebab orang
melakukan perbuatan/kegiatan, yang dilakukan secara sadar. Dalam
perspektif psikologi, motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang
memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang, termasuk beberapa
faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku
manusia dalam arah tekad tertentu (Stoner, 1996: 134).
Dari berbagai pengertian tersebut, untuk kepentingan penelitian ini,
maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kondisi atau keadaan yang
mendorong dan menggerakkan seseorang untuk dengan sadar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu.
4.1.3 Faktor-faktor Motivasi
Dikaitkan dengan keputusan untuk menjadi anggota koperasi, bisa
ditelisik faktor-faktor yang menjadi motivasi. Yang paling menonjol adalah
kebutuhan tertentu yang dimiliki manusia.
Dalam hal ini, kebutuhan manusia pada dasarnya bisa dikelompokkan
menjadi dua, yaitu kebutuhan material dan kebutuhan immaterial. Namun
demikian, secara lebih rinci, belajar dari Maslow kita bisa mengetahui
hirarkhi kebutuhan manusia (dalam Siagian, 1981: 131), yaitu:

12

a. Kebutuhan dasar (phisiological needs)


Yang termasuk kebutuhan jenis ini antara lain: sandang, pangan,
dan tempat berlindung (papan), yang termasuk kebutuhan primer, yang
paling urgen dan mendesak, dan oleh karena itu harus dipenuhi agar
manusia layak disebut manusia.
b. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs)
Yang termasuk dalam kebutuhan jenis ini adalah:
1) Kebutuhan akan keamananjiwa
Dalam dunia kerja, ini misalnya menyangkut pengaturan dan
penegasan tentang aturan-aturan kerja yang benar-benar menjaga
keamanan jiwa para karyawan atau pegawai. Jika mereka merasakan
adanya suasana aman, maka mereka cenderung akan berperilaku
disiplin dalam bekerja dengan penuh kesadaran dan kesungguhan
hati.
2) Kebutuhan akan keamanan harta di tempat kerja pada waktu jam
kerja
Termasuk dalam hal ini adalah keamanan harta benda milik
organisasi atau lembaga, sehingga karyawan atau pegawai tidak
merasa terbebani tanggung jawab yang tidak jelas dan penuh apriori,
yang seharusnya tidak mereka pikirkan.
3) Kebutuhan akan jaminan di hari tua
Setiap orang membutuhkan masa depan untuk hidup tenteram dan
bahagia. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang akan merasa

13

aman, selanjutnya dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan


disiplin

dalam

memenuhi

kewajiban-kewajiban

yang

telah

ditentukan.
c. Kebutuhan sosial (social needs)
Secara kodrati, manusia adalah makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. Oleh karena itu, di samping pemenuhan kebutuhankebutuhan individualnya, setiap orang juga menginginkan terpenuhinya
kebutuhan sosial mereka agar bisa hidup wajar dengan orang-orang lain.
Beberapa bentuk kebutuhan sosial, antara lain:
1) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di mana mereka
hidup dan bekerja
Pemenuhan kebutuhan ini wajib diupayakan oleh setiap
pimpinan karena kenyamanan dan kemerdekaan individual dalam
konteks sosial baru akan terwujud jika kebutuhan ini terpenuhi.
Dengan terpenuhinya kebutuhan ini, maka setiap karyawan atau
pegawai akan mampu mengekspresikan diri sesuai talenta masingmasing di lingkungan kerja, yang sudah barang tentu akan
menguntungkan organisasi atau lembaga secara keseluruhan.
2) Kebutuhan akan perasaan dihormati
Pada dasarnya setiap orang, atas dirinya sendiri, merasa
penting.

Tidak

peduli

serendah

apa

pun

pendidikan

dan

kedudukannya. Oleh karena itu, dalam proses motivasi, pimpinan


harus tahu bagaimana memperlakukan para karyawan atau pegawai,

14

sehingga mereka memperoleh kesan bahwa tugas-tugas yang


dibebankan kepada mereka adalah penting bagi pencapaian tujuan
organisasi. Di samping itu, pimpinan haruslah dapat menciptakan
situasi hubungan saling menghormati di antara anggota organisasi,
sehingga akan tercipta hubungan kerja yang harmonis, yang pada
gilirannya akan berimplikasi pada peningkatan disiplin kerja.
3) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal
Secara normal, tidak ada seorang pun merasa senang
menghadapi kegagalan. Yang dikejar dan karenanya membuat
mereka senang adalah kemajuan, keberhasilan, kesuksesan, baik
harta, pangkat dan tanggung jawab. Karenanya, pimpinan harus
menjaga dan menumbuhkan perasaan maju tersebut pada setiap
karyawan atau pegawai, karena dengan demikian mereka akan
termotivasi untuk senantiasa berlaku disiplin dalam melaksanakan
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
4) Kebutuhan akan perasaan turut serta
Kebutuhan ini sesuai dengan konsep administrasi dan
manajemen

demokratis

(participative

administration

and

management). Konsep ini beranjak dari asumsi bahwa anggota


organisasi akan merasa senang, bergairah dan berdisiplin bila diajak
berpartisipasi dalam berbagai hal yang berkenaan dengan kemajuankemajuan organisasi. Bentuk-bentuk pelibatan anggota misalnya:
diajak menyusun rencana dan diberikan kesempatan memberikan

15

saran, pendapat, dan kritik yang bersifat membangun, dan


memberikan informasid

alam usaha persiapan pengambilan

keputusan. Peran serta demikian akan menambah rasa tanggung


jawab serta

disiplin

dalam

melaksanakan

kegiatan-kegiatan

organisasi.
d. Kebutuhan akan prestise
Setiap orang memiliki prestise (harga diri, gengsi). Secara normal,
prestise terwujud melalui prestasi, apakah prestasi sosial, prestasi
ekonomi, prestasi akademis, prestasi karir. Oleh karena itu, demi
prestise tersebut setiap orang cenderung meraih prestasi tertentu.
e. Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja
Dalam rangka prestasi dan peningkatan kualitas diri, pada
dasarnya setiap orang dapat dipastikan ingin mengembangkan kapasitas
mental dan kerjanya melalui berbagai cara, seperti: on the job training,
off the job training, seminar, konferensi, pendidikan akademik, dan lain
sebagainya.
4.1.4 Pengertian Persepsi
Dalam The Contemporary English-Indonesia Dictionary, Salim
(2002:184), mengartikan kata "Perception" (persepsi) sebagai, 1. perasaan,
2. daya tangkap. Leavitt (1978: 27 ) menyebutkan persepsi (perception)
dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat
sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Sedangkan

16

Atkinson dkk., (1979:275) mengartikan persepsi adalah penelitian


bagaimana kita mengintegrasikan sensasi ke dalam percept objek, dan
bagaimana kita selanjutnya menggunakan percept itu untuk mengenali
dunia. Kemudian Desiderate (1976:129) mengartikan persepsi sebagai
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Robbins (1999: 124), persepsi adalah suatu proses dimana
individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka
untuk memberikan makna terhadap lingkungannya. Sedangkan menurut
Thoha (1999:123-124), persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif
yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang
lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan dan penciuman. Sedangkan Kreitner dan Kinichi (1989 : 109)
mengartikan persepsi sebagai suatu kegiatan mental intelektual untuk
menginter-pretasikan dan memahami sekitar kita, akan pengakuan dari
suatu objek-objek yang merupakan salah satu fungsi dari suatu proses.
Persepsi yang dilukiskan pada gambar di bawah ini adalah proses
pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu, oleh karena tiaptiap orang memberi arti kepada stimulus, maka individu yang berbeda-beda
akan melihat barang yang sama dengan cara yang berbeda-beda (Gibson,
1993 : 53).

17

Gambar 2.1 Proses Persepsi

Kreich dan Crutchfield (1977:235) menyebutkan bahwa persepsi


dipengaruhi oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional
berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang
termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang
menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik
orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Sedangkan faktor
struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf
yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Menurut Teori Geslat,
bahwa bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu
keseluruhan, kita tidak melihat bagian-bagiannya lalu menghimpunnya.

18

Berangkat dari berbagai pengertian dan pemahaman seputar persepsi


tersebut, maka untuk keperluan penelitian ini, persepsi dirumuskan sebagai
suatu pandangan, pengertian dan penafsiran dari anggota terhadap koperasi,
terutama terkait kinerja kepengurusan, manajemen dan kemanfaatan
koperasi bagi anggota dan masyarakat sehingga yang bersangkutan
memutuskan untuk menjadi anggota koperasi.
4.1.5 Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindan dan
bahkan harus dilakukan oleh setiap orang. Setiap kita adalah produk dari
sebuah keputusan. Seperti apa masa depan kita juga ditentukan oleh
keputusan yang diambil pada masa kini.
4.1.5.1 Pengertian Pengambilan Keputusan
Ada cukup banyak pengertian tentang pengambilaa keputusan
(decision making) yang diberikan oleh para ahli. James Stoner mengatakan
bahwa keputusan adalah pemilihan

di antara berbagai alternatif

(www.akhmadsudrajat.wordpress.com). Definisi ini mengandung tiga


pokok pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar logika atau
pertimbangan; (2) ada beberapa alternatif yang harus dipilih salah satu yang
terbaik; dan (3) ada tujuan yang ingin dicapai dan keputusan itu makin
mendekatkan pada tujuan tersebut.
Atmosudirjo

(dalam

www.akhmadsudrajat.wordpress.com)

mendefinisikan keputusan sebagai suatu pengakhiran daripada proses

19

pemikiran tentang suatu masalah dengan menjatuhkan pilihan pada suatu


alternatif.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat dipahami bahwa keputusan
merupakan suatu pemecahan masalah sebagai suatu hukum situasi yang
dilakukan melalui pemilihan satu alternatif dari beberapa alternatif.
Ketika orang sampai pada keputusan tertentu sebenarnya ada proses
yang harus dilalui. Ada kegiatan yang dilakukan yaitu kegiatan
pengambilan keputusan. Ada beberapa pengertian pengambilan keputusan,
yaitu: (pembuatan-keputusan.blogspot.com)
1. Terry
Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif kelakuan tertentu
dari dua atau lebih alternatif yang ada.
2. Koontz dan O'Donnel
Pengambilan keputusan adalah pemilihan di antara alternatifalternatif mengenai sesuatu cara bertindak - yang adalah inti dari
perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada
keputusan dari suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau
reputasi yang telah dibuat.
3. Haiman
Inti dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan,
suatu pemilihan cara bertindak. Dalam hubungan ini kita dapat melihat
keputusan sebagai suatu cara bertindak yang dipilih oleh manajer

20

sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan untuk mencapai


sasaran dan pemecahan masalah.
4. Barnard
Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku
perorangan dan dalam gambaran proses keputusan ini secara relatif dan
dapat dikatakan bahwa pengertian tingkah laku organisasi lebih penting
daripada kepentingan perorangan.
5. Hasibuan
Pengambilan

keputusan

adalah

suatu

proses

penentuan

keputusan yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk melakukan


aktivitas-aktivitas pada masa yang akan datang.
6. Siagian
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis
terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang
menurut

perhitungan

merupakan

tindakan

yang

paling

cepat.

(www.akhmadsudrajat.wordpress.com).
Berdasarkan

pengertian

di

atas

dapat

disimpulkan

bahwa

pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik


dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan)
sebagai suatu cara pemecahan masalah.
Pengambilan keputusan sebagai kelanjutan dari cara pemecahan
masalah memiliki fungsi sebagai pangkal semua aktivitas manusia yang
dilakukan dengan sadar, terarah secara individual dan/atau kelompok,

21

institusional maupun organisasional. Di samping itu, fungsi pengambilan


keputusan merupakan sesuatu yang bersifat futuristik, artinya bersangkut
paut dengan hari depan, masa yang akan datang, dimana efek atau
pengaruhnya berlangsung cukup lama.
Terkait dengan fungsi tersebut, tujuan pengambilan keputusan bisa
dikelompokkan menjadi:
1. Tujuan yang bersifat tunggal
Pengambilan keputusan dengan tujuan ini terjadi apabila
keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah. Artinya,
sekali diputuskan, tidak ada kaitannya dengan masalah lain.
2. Tujuan yang bersifat ganda
Pengambilan keputusan dengan tujuan ini terjadi apabila
keputusan yang dihasilkan menyangkut lebih dari satu masalah. Artinya,
keputusan yang diambil sekaligus memecahkan dua atau lebih masalah
yang bersifat kontradiktif atau yang bersifat tidak kontradiktif.
Agar pengambilan keputusan dapat lebih terarah, maka perlu
diketahui unsur atau komponen pengambilan keputusan, yaitu: (1) tujuan
dari pengambilan keputusan; (2) identifikasi alternatif keputusan yang
memecahkan masalah; (3) perhitungan tentang faktor-faktor yang tidak
dapat diketahui sebelumnya atau di luar jangkauan manusia; dan (4) sarana
dan perlengkapan untuk mengevaluasi atau mengukur hasil dari suatu
pengambilan keputusan.

22

4.1.5.2 Basis Pengambilan Keputusan


Menurut Terry, ada 5 (lima) dasar atau basis dalam pengambilan
keputusan, yaitu: (1) intuisi; (2) pengalaman; (3) fakta; (4) wewenang; dan
(5) rasional.
1. Intuisi
Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi adalah pengambilan
keputusan yang didasarkan pada perasaan yang sifatnya subjektif.
Dalam pengambilan keputusan berdasarkan intusi ini, waktu yang
digunakan untuk mengambil keputusan relatif pendek, kemudian
keputusan yang dihasilkan seringkali relatif kurang baik karena acap
mengabaikan dasar-dasar pertimbangan lainnya.
2. Pengalaman
Pengambilan

keputusan

berdasarkan

pengalaman

memiliki

manfaat bagi pengetahuan praktis, karena dengan pengalaman yang


dimiliki, seseorang dapat memperkirakan keadaan, memperhitungkan
untung-rugi dan baik-buruk keputusan yang akan dihasilkan.
3. Wewenang
Pengambilan

keputusan

berdasarkan

wewenang

biasanya

dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau oleh orang yang


lebih tinggi kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Hasil
keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama dan
memiliki

otentisitas, tetapi

dapat menimbulkan sifat rutinitas,

mengasosiasikan dengan praktik diktatorial dan sering melewati

23

permasalahan

yang

seharusnya

dipecahkan

sehingga

dapat

menimbulkan kekaburan.
4. Fakta
Pengambilan keputusan berdasarkan data dan fakta empiris dapat
memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta,
tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi,
sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan rela
dan lapang dada.
5. Rasional
Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasio, keputusan
yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan dan konsisten
untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu.
Dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang
diinginkan. Pengambilan keputusan secara rasional ini berlaku
sepenuhnya dalam keadaan yang ideal.
Pada pengambilan keputusan secara rasional terdapat beberapa
hal sebagai berikut:
a. Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
b. Orientasi tujuan: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
c. Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan
konsekuensinya.
d. Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria.

24

e. Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik berdasarkan atas hasil


ekonomis yang maksimal.
Terkait dengan keputusan untuk menjadi anggota koperasi, fakta
menunjukkan bahwa betapa pun koperasi sebenarnya merupakan lembaga
yang sangat potensial dalam mengembangkan kesejahteraan masyarakat,
kenyataannya mereka yang bergabung dalam koperasi dibandingkan dengan
jumlah penduduk Indonesia sangatlah sedikit. Di Bali sendiri, menurut data
Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali, dari sekitar 3.800.000 penduduk
yang baru menjadi anggota koperasi sekitar 800.000 orang (Indra, 2011).
Pertanyaannya tentu mengapa demikian?
Pada dasarnya seseorang menjadi anggota atau tetap menjadi anggota
koperasi tergantung dari manfaat atau faedah yang mereka terima
dibandingkan kalau mereka berbisnis dengan organisasi nonkopersi
(www.scribd.com). Selanjutnya dikatakan bahwa manfaat merupakan
"nilai" subjektif dari suatu alternatif yang terbuka bagi seseorang. Nilai
(value) itu sendiri menunjukkan kapasitas potensial dari suatu objek atau
aksi untuk memuaskan kebutuhan manusia. Kebutuhan ini dapat dipandang
dari sudut ekonomi dan nonekonomi.
Keputusan calon anggota menjadi anggota koperasi dan anggota tetap
menjadi anggota koperasi didasarkan pada hasil pertimbangan mengenai
keuntungan yang diperoleh jika menjadi atau tetap menjadi anggota
koperasi dibandingkan dengan berbisnis dengan lembaga nonkoperasi.
Artinya, jika keuntungan menjadi anggota koperasi dinilai lebih baik

25

daripada bisnis dengan lembaga nonkoperasi, maka orang akan cenderung


mengambil keputusan menjadi atau tetap menjadi anggota koperasi.
Demikian sebaliknya.
4.2

Pengertian Koperasi
Perkembangan koperasi dari waktu ke waktu telah semakin baik dan
maju. Untuk kasus Indonesia sendiri, perhatian pada koperasi memang
sangat besar. Ini terbukti dari keberadaan Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (UKM). Meski digabung dengan UKM, bidang yang
sebenamya

berbeda,

pembinaan-pembinaan

dan

berbagai

upaya

pengembangan koperasi telah dilakukan oleh pemerintah.


Meski harus diakui bahwa sejarah telah mencatat kehadiran koperasi
dari himpunan orang-orang miskin yang sederhana, kini sudah cukup
banyak koperasi yang berkembang dengan aset milyaran bahkan triliunan
rupiah. Ini membuktikan bahwa koperasi tidak bisa dipandang dengan
sebelah mata atau bahkan diperlakukan tidak adil, apalagi roh dan semangat
dan nilai-nilai koperasi sebenamya adalah pasal 33 UUD 1945.
Pada sisi lain tetap saja kita harus prihatin karena sejarah
perkembangan koperasi di Indonesia bukanlah sejarah yang gemilang
melainkan penuh dengan kekecewaan. Orang pun kemudian seolah alergi
dengan koperasi, bahkan tidak sedikit yang kemudian menyamakan
koperasi dengan sejenis bank atau justru malah semacam rentenir yang
legal. Apakah koperasi memang seperti itu?

26

Fray sebagaimana dikutip oleh Hendrojogi (2004: 20) mengatakan


bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama
yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan
semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masingmasing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat
imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.
Definisi yang dikemukakan oleh Fray tersebut di samping
menunjukkan adanya unsur "untuk golongan ekonomi lemah", juga
menekankan unsur kerja sama, tidak mementingkan diri sendiri, dan
demokrasi.
Margono Djojohadikoesoemo dalam buku "10 Tahun Koperasi"
mengatakan: "koperasi ialah perkumpulan manusia seorang-seorang yang
dengan sukanya sendiri hendak bekerja sama untuk memajukan
ekonominya." (Hendrojogi, 2004: 21). Beberapa pokok pemahaman yang
bisa dipetik dari definisi yang dikemukakan oleh Margono tersebut, yaitu:
a. adanya unsur kesukarelaan dalam berkoperasi;
b. bahwa dalam bekerja sama, manusia akan lebih mudah mencapai apa
yang diinginkan;
c. bahwa

pendirian

suatu

koperasi

mempunyai

pertimbangan

pertimbangan ekonomis.
Selanjutnya Soeriaatmadja pada kuliahnya di Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia memerikan definisi koperasi sebagai berikut:
"Koperasi ialah suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar

27

persamaan derajat sebagai mausia, dengan tidak memandang haluan agama


dan politik secara sukarela masuk, untuk sekadar memenuhi kebutuhan
bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama." (Hendrojogi,
2004: 22).
Dengan penekanan yang kurang lebih sama sebagai kumpulan orang
atau manusia sebagaimana beberapa definsi yang telah dikemukakan,
International Cooperative Alliance (1CA) merumuskan koperasi sebagai
koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bergabung
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi
ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang dimiliki
bersama dan dikendalikan secara demokratis (http://www.smecda.com).
Definisi-definisi sebagaimana telah dikemukakan tampak lebih
melihat koperasi sebagai perkumpulan orang-orang (member-based
organiszation) daripada kumpulan modal (capital-bazed organization).
Aspek sosial dari koperasi tampaknya lebih menonjol karena menekankan
persekutuan orang-orang, sementara aspek ekonomi dilihat sebagai sesuatu
yang memang kemudian dipenuhi melalui kegiatan bersama itu.
Menurut hemat penulis jelas bahwa kebersamaan itulah yang
ditekankan

untuk

kemudian

menyelesaikan

masalah-masalah

yang

dihadapi, terutama di bidang ekonomi; bukan sebaliknya keberadaan kapital


yang menjadi fokus utama untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial
dan ekonomi.

28

Beberapa definisi berikut ini akan menunjukkan bahwa koperasi


pertama-tama dilihat sebagai lembaga usaha atau bisnis, yang oleh karena
itu modal atau kapital menjadi syarat utama.
Marvin Schaars mengatakan bahwa koperasi adalah badan usaha
yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah
juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas
dasar nirlaba atau dasar biaya (Hendrojogi, 2004: 24). Sementara
Casselman dalam bukunya "The Cooperative Movement and some of its
Problems" mendefinisikan koperasi sebagai suatu sistem ekonomi yang
mengandung unsur sosial (Hendrojogi, 2004:24).
Kemudian jika kita menengok ke dalam negeri sendiri, Indonesia,
sebagai negara yang menempatkan koperasi dalam struktur perekonomian
dan sosial secara cukup istimewa, rumusan pengertian koperasi bisa
ditelusur dari undang-undang perkoperasian yang pernah dan sedang ada.
Undang-Undang Koperasi No. 14 Tahun 1965, Bab III Pasal 3
mengatakan bahwa koperasi adalah organisasi ekonomi dan alat revolusi
yang berfungsi sebagai tempat persemaian insan masyarakat serta wahana
menuju Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila (Hendrojogi,2004: 26).
Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 memang tidak bisa dilaksanakan
dengan baik justru karena beberapa asas yang ditentukan bagi koperasi
tidak bisa dilaksanakan dengan baik bahkan cenderung menimbulkan
pertentangan antara asas satu dengan yang lainnya dalam pelaksanaannya.
Misalnya pelaksanaan asas demokrasi dalam kondisi Demokrasi Terpimpin.

29

Kelemahan-kelemahan

tersebut

kemudian

direvisi

yang

akhirnya

melahirkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967. Bab III Bagian I Pasal


3 Undang-Undang ini menyatakan bahwa koperasi adalah organisasi
ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau
badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (Hendrojogi, 2004:
27-28).
Jika diperhatikan, definisi koperasi yang dirumuskan UU No. 12
Tahun 1967 ini menekankan aspek ekonomi dan sosial koperasi secara
bersama-sama,

sebagaimana

juga

definisi

yang

dirumuskan

oleh

Casselman. Lalu, untuk memenuhi tuntutan perkembangan, pada tahun


1992 dikeluarkan undang-undang perkoperasian yang baru yaitu UndangUndang No. 25 Tahun 1992. Definisi koperasi yang dirumuskan dalam
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tidak jauh berbeda dengan UndangUndang No. 12 Tahun 1967. Perbedaannya adalah Undang-Undang No. 12
Tahun 1967 secara eksplisit menegaskan aspek sosial dari koperasi
sementara Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 hanya secara implisit yaitu
menjelaskannya di dalam "prinsip-prinsip koperasi" dan dalam "asas
kekeluargaan".
Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

30

Dari berbagai definisi yang telah dikemukakan, penulis berpendirian


bahwa definisi koperasi yang paling sesuai dengan penelitian ini adalah
definisi sebagaimana dirumuskan oleh ICA yaitu bahwa koperasi adalah
perkumpulan otonom dari orang-orang yang bergabvmg secara sukarela
untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya
mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara
demokratis.
Menurut hemat penulis definsi tersebut adalah definisi yang paling
konsisten baik dari segi filosofi pembentukan koperasi, fungsi-fungsi yang
mesti dilaksanakan dan tujuan yang hendak diwujudkan. Dari segi objek
penelitian yang penulis laksanakan, ternyata koperasi yang penulis teliti
adalah koperasi yang sangat dekat dengan rumusan koperasi sebagaimana
dikemakan ICA tersebut.
4.2.1 Jati Diri Koperasi
Jati diri koperasi menjadi sangat penting untuk dipegang dan
dilaksanakan oleh setiap pengurus, pengawas, anggota dan sekaligus juga
otoritas yang mempunyai wewenang untuk melakukan pembinaan. Hal ini
justru karena koperasi, dipandang dari aspek usaha, adalah badan usaha
yang unik. Keunikan tersebut, salah satunya adalah identitas ganda yang
dimiliki para anggota yaitu sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa
koperasi. Pengabaian jati diri koperasi akan menyebabkan koperasi tidak
pernah mampu tumbuh dan berkembang sebagai usaha bersama dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Yang akan

31

muncul justru wajah lain koperasi yaitu sebagai lembaga bank yang
tanggung, rentenir yang gamang.
Mengikuti Soedjono (2007: 5-9), jati diri koperasi meliputi tiga
bagian yang saling terkait, tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain dan
merupakan satu kesatuan, yaitu: organisasi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip.
Organisasi bagaikan tubuh manusia, nilai-nilai bagaikan rohnya dan
prinsip-prinsip bagaikan tingkah lakunya.
Sebagai organisasi, pertanyaannya adalah apa itu koperasi. Dalam hal
ini, berbagai definisi telah dikemukakan tentang koperasi, terutama
tentunya definisi sebagaimana penulis anut dalam penelitian ini.
Selanjutnya, sebagaimana dikemukakan Ibnoe Soedjono, sebagai
organisasi, maka ciri-ciri organisasi koperasi adalah:
a. Perkumpulan otonom, berdiri sendiri dan diatur sendiri dan tidak ada
campur tangan pihak luar;
b. Koperasi adalah perkumpulan orang-orang (dan bukan modal seperti
sebuah perseroan), yang secara suka rela masuk ke dalamnya;
c. Anggota-anggota

koperasi

memiliki

dan

berupaya

mencapai

kepentingan dan aspirasi bersama di bidang ekonomi, sosial dan


budaya.
d. Untuk memenuhi kepentingan dan aspirasi bersama, koperasi
difungsikan sebagai perusahaan yang dikendalikan secara demokratis.
Kemudian nilai-nilai yang adalah roh yang memberi hidup dan
semangat bagi koperasi sendiri mencakup:

32

a. Nilai-nilai organisasi yang meliputi: menolong diri sendiri, tanggung


jawab sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan dan kesetiakawanan.
b. Nilai-nilai etis, yang meliputi: kejujuran, tanggung jawab sosial, serta
kepedulian terhadap orang lain.
Selanjutnya, prinsip-prinsip koperasi adalah pedoman, pemandu dan
penuntun bagi kegiatan koperasi yang menjabarkan dan mencerminkan
nilai-nilai koperasi yang terdiri dari:
a. Keanggotaan secara suka rela
Dalam koperasi, menjadi anggota dan keluar sebagai anggota tidak
boleh dipaksa sepanjang memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Koperasi harus terbuka bagi siapa pun, tanpa membedakan jender,
kedudukan sosial, ras, keyakinan politik atau agama.
b. Pengendalian oleh anggota secara demokratis
Anggota secara aktif berpartisipasi dalam penetapan kebijakankebijakan dan mengambil keputusan-keputusan. Anggota-anggota
dalam koperasi primer mempunyai hak suara yang sama: satu anggota,
satu suara.
c. Partisipasi ekonomi anggota
1) Anggota-anggota menyumbang dan mengambil bagian dengan cara
yang adil untuk membangun modal koperasi dan mengendalikannya
secara demokratis.
2) Sebagian dari modal menjadi milik bersama dari koperasi.

33

3) Anggota-anggota menerima imbalan (kompensasi/balas jasa) yang


terbatas terhadap mexial yang disumbangkan.
4) Anggota-anggota membagi surplus usaha koperasi sebagai berikut:
a)

untuk membantun koperasi mereka;

b) membentuk

cadangan,

sekurang-kurangnya

sebagian

dari

padanya tidak dapat dibagi-bagikan kepada anggota;


c) dibagikan kepada anggota-anggota sebanding dengan transaksi
mereka kepada koperasi;
d) digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang disetujui oleh anggota.
d. Otonomi dan kebebasan
1)

Koperasi sifatnya

otonom,

menolong

dirinya

sendiri dan

dikendalikan (hanya) oleh anggota-anggotanya;


2)

Koperasi dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain, termasuk


Pemerintah dan juga dapat memperoleh modal dari luar, tetapi
dengan syarat yang menjamin bahwa pengendalian koperasi tetap
di tangan anggota-anggota.

3)

Otonomi koperasi harus tetap dipertahankan.

e. Pendidikan, pelatihan dan informasi


1) Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan anggotaanggota, pengurus/pengawas, manajer dan karyawan supaya dapat
memajukan koperasi;
2) Koperasi memberikan informasi kepada masyarakat umum, generasi
muda, pimpinan masyarakat tentang sifat dan manfaat koperasi.

34

f. Kerja sama di antara koperasi


Kerja sama secara lokal, nasional, regional, internasional akan
memperkuat gerakan koperasi dan koperasi dapat memberikan
pelayanan yang efektif bagi anggota-anggota.
g. Kepedulian terhadap komunitas
Melalui kebijakan yang disetujui para anggota, koperasi-koperasi
bekerja

bagi

pembangunan

yang

berkesinambungan

dan

bagi

komunitas-komunitas mereka.
4.2.2 Koperasi Simpan Pinjam dan Keanggotaannya
Dari segi jenisnya, ada bermacam-macani koperasi, tergantung dari
aspek apa penjenisan itu dibuat. Kalau dilihat berdasarkan fungsinya,
koperasi dikelompokkan menjadi:
1. Koperasi Konsumen/Pembelian/Pengadaan adalah koperasi yang
menyelenggarakan fungsi pembelian atau pengadaan barang dan jasa
untuk memenuhi kebutuhan anggota sebagai konsumen akhir. Di sini
anggota berperan sebagai pemilik dan pembeli atau konsume bagi
koperasinya.
2. Koperasi Pemasaran/Penjualan adalah koperasi yang menyelenggarakan
fungsi distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar
sampai di tangan konsumen. Di sini anggota berperan sebagai pemilik
dan pemasok barang atau jasa kepada koperasinya.

35

3. Koperasi Produksi adalah koperasi yan menghasilkan barang dan jasa,


di mana anggotanya bekerja sebagai pegawai atau karyawan koperasi.
Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan pekerja koperasi.
4. Koperasi Jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa
yang dibutuhkan oleh anggota, misalnya simpan pinjam, asuransi,
angkutan, dan sebagainya. Di sini anggota berperan sebagai pemilik dan
pengguna layanan jasa koperasi.
Dilihat dari jumlah usahanya yang dilakukan, koperasi bisa
dibedakan menjadi koperasi tunggal usaha (single purpose cooperative),
sedangkan koperasi yang menyelenggarakan lebih dari satu fungsi disebut
koperasi serba usaha (multipurpose cooperative).
Sementara kalau dilihat dari segi keanggotaannya, jenis-jenis koperasi
adalah:
1. Koperasi Primer, yaitu koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari
orang-orang.
2. Koperasi Sekunder adalah koperasi yang anggota-anggota terdiri dari
organisasi koperasi.
Dari jenis-jenis koperasi sebagaimana telah dikemukakan bisa dilihat
bahwa koperasi simpan pinjam adalah salah satu jenis koperasi jasa.
Koperasi simpan pinjam sesuai pasal 1 Permen Koperasi dan UKM No.
19/Per/M.KUKM/XI/2008 adalah koperasi yang melaksanakan kegiatannya
hanya usaha simpan pinjam. Sementara kegiatan usaha simpan pinjam
menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang

36

Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam oleh Koperasi adalah Kegiatan usaha


simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana
dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk
anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang
bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.
Penghimpunan dana yang dilakukan oleh koperasi dapat berupa
simpanan berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan calon
anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya. Sementara dalam
memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain dan
atau anggotanya, wajib dilakukan dengan memegang teguh prinsip
pemberian pinjaman yang sehat dengan memperhatikan penilaian
kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman.
PP 19/1995 memang mengatur bahwa koperasi simpan pinjam boleh
memberikan pinjaman kepada koperasi lain dan anggota koperasi itu.
Hanya saja pelaksanaannya harus diatur secara tegas. Ayat (3) pasal 19 PP
19/1995 mengatakan bahwa pemberian pelayanan kepada koperasi lain dan
atau anggotanya harus dilakukan dengan perjanjian kerja sama antar
koperasi. Dan jika anggota koperasi lain itu yang dilayani, maka pelayanan
- dalam bentuk pemberian pinjaman - tidak diberikan langsung kepada
orang atau anggota bersangkutan melainkan kepada koperasinya (ayat 3
pasal 20).
Meski suatu koperasi simpan pinjam boleh memberikan pinjaman
kepada koperasi lain dan atau anggotanya, pelayanan itu tetap harus

37

mengutamakan anggota koperasi simpan pinjam terlebih dahulu. Pasal 20


ayat (1) dan (2) PP 19/1995 menegaskan bahwa pemberian pinjaman
koperasi harus mengutamakan anggota koperasi sendiri, hanya jika semua
anggota telah terlayani dengan baik maka pelayanan baru bisa diberikan
kepada calon anggota dan setelah itu baru koperasi lain dan atau
anggotanya berdasarkan perjanjian.
Selanjutnya, jika baik anggota, calon anggota demikian juga
koperasi lain dan atau anggotanya telah terlayani dan ternyata dana yang
dihimpun tetap lebih sehingga berpeluang terjadinya dana menganggur
(idle money) yang cukup besar, maka koperasi simpan pinjam dapat:
a. menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan,
sertifikat deposito pada bank dan lembaga keuangan lainnya;
b. pembelian saham melalui pasar modal;
c. mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya.
Segala pengaturan mengenai penghimpunan dana, penyaluran dana
berikut besaran bunganya, demikian juga batas maksimum pemberikan
pinjaman, perjanjian dengan koperasi lain, anggotalah yang menentukan.
Dalam hal ini melalui lembaga tertinggi dalam koperasi yaitu Rapat
Anggota. Ini menunjukkan bahwa di dalam koperasi, termasuk kopersi
simpan pinjam, anggota mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat
penting dan menentukan.
Determinannya kedudukan dan peranan anggota dalam koperasi
memaksa koperasi tidak hanya sekadar meminta masyarakat menjadi

38

anggota koperasi. Di samping persyaratan tertentu yang harus dipenuhi


sebagai

anggota,

maka

kemudian

wajib

bagi

koperasi

untuk

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kepada anggota sehingga para


anggota memiliki pemahaman yang baik dan benar mengenai koperasi
tempat mereka menjadi anggota. Hanya dengan itu, identitas unik yang
dimiliki anggota yaitu sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi,
bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Mengenai keanggotaan koperasi, Bab V pasal 17 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian menegaskan: (1) Anggota
Koperasi adalah

pemilik sekaligus

pengguna jasa Koperasi; (2)

Keanggotaan Koperasi dicatat dalam Buku Daftar Anggota.


Selanjutnya pasal 18 mengatakan: (1) Yang dapat menjadi anggota
Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan
tindakan hukum; (2) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang
persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam
Anggaran Dasar. Sementara pasal 19 berbunyi: (1) Keanggotaan Koperasi
didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha
Koperasi; (2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh dan diakhiri setelah
syarat

sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi; (3)

Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan; dan (4) Setiap


anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.

39

Mengenai kewajiban dan hak anggota koperasi, pengaturannya ada


pada pasal 20 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, yaitu:
(1) Setiap anggota mempunyai kewajiban:
a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta
keputusan yang telah disekpakati dalam Rapat Anggota;
b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang telah diselenggarakan oleh
Koperasi;
c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Setiap anggota mempunyai hak:
a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara dalam
Rapat Anggota;
b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau Pengawas;
c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam
Anggaran Dasar;
d. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus di luar Rapat
Anggota baik diminta maupun tidak diminta;
e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara
sesama anggota;
f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi
menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.
Dengan demikian bisa dipahami bahwa anggota di dalam koperasi
memiliki peranan yang sangat penting. Lebih dari itu, dalam konteks posisi
koperasi dalam struktur perekonomian nasional dan tujuan koperasi itu
sendiri yaitu mewujudkan kesejahteraan bagi anggota dan masyarakat,
maka pertumbuhan jumlah anggota bagi sebuah koperasi menjadi
keharusan.

5. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS


5.1

Kerangka Konseptual
Sesuai dengan jati diri koperasi, anggota memiliki kedudukan dan
fungsi yang sangat spesial. Anggota memiliki identitas ganda yaitu sebagai

40

pemilik sekaligus pengguna jasa-jasa koperasi. Identitas semacam ini tidak


akan ditemukan pada lembaga bisnis yang lain kecuali dalam organisasi
usaha bersama yang disebut koperasi.
Dengan demikian anggota memang memiliki peranan sangat
menentukan dalam koperasi. Koperasi dibangun oleh anggota, dikelola oleh
anggota, dan untuk kepentingan anggota. Motivasi setiap pendirian
koperasi, seperti dikemukakan oleh Djohan (2011: 56) adalah untuk
mengatasi permasalahan para anggotanya terutama dalam bidang eknomi
(termasuk permodalan), yang sulit dihadapi jika bergerak sendiri-sendiri. Di
sini berlaku prinsip "menolong diri sendiri" secara kolektif (collective selfhelp). Dengan demikian tujuan utama setiap pendirian koperasi adalah utuk
melayani anggotanya, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota
dan masyarakat.
Terwujudnya tujuan kesejahteraan anggota dan masyarakat seluasluasnya melalui kerja sama menolong diri sendiri tersebut hanya akan
terjadi jika jumlah anggota koperasi besar. Semakin besar jumlah anggota
koperasi semakin besar pula peluang untuk mewujudkan kesejahteraan
anggota dan masyarakat seluas-luasnya melalui koperasi.
Keanggotaan koperasi yang besar sekaligus juga berkualitas,
menjadi tantangan tersendiri buat koperasi, termasuk juga Koperasi Kredit
Tri Tunggal Tuka. Oleh karena itu, Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka telah
melakukan berbagai upaya agar selalu mampu memberikan manfaat yang
setinggi-tingginya buat para anggota dan memiliki daya tarik bagi para

41

calon anggota sehingga mereka akhirnya memutuskan untuk menjadi


anggota Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka.
Pertumbuhan anggota Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka yang sangat
signifikan periode 2009-2013 mengarahkan penelitian ini pada dugaan
sementara bahwa ada faktor-faktor tertentu yang memengaruhi anggota
mengambil keputusan untuk menjadi anggota Koperasi Kredit Tri Tunggal
Tuka.
Jika ditelusur ada begitu banyak faktor yang menjadi penyebab, di
antaranya adalah motivasi dan persepsi tentang koperasi. Atas basis
pengalaman, fakta dan data, serta rasio yang dimiliki anggota, maka faktor
kebutuhan, seperti pemenuhan kebutuhan hidup fisik, kebutuhan akan rasa
aman terutama jaminan di hari tua dan kebutuhan sosial, adalah aspekaspek yang dapat memotivasi atau menggerakkan orang menjadi anggoa
Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka.
Sementara itu persepsi terhadap Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka
juga berpengaruh signifikan terhadap pengambilkan keputusan menjadi
anggota. Persepsi yang baik dan positif terhadap koperasi, khususnya
Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka seperti persepsi tentang kepemimpinan,
pengelolaan, kinerja serta manfaat yang diterima anggota, sudah barang
tentu akan sangat berpengaruh terhadap keputusan menjadi anggota
Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka.
Jika kerangka berpikir sebagaimana telah dipaparkan disederhanakan
dalam bentuk diagram, maka visualisasinya dapat dilihat pada Gambar 3.1.

42

Gambar 3.1
Diagram Kerangka Berpikir
MOTIVASI (X1)
-

Kebutuhan dasar
Kebutuhan rasa aman
Kebutuhan Sosial
Kebutuhan akan Prestise
Kebutuhan Mempertinggi
kapasitas kerja

PERSEPSI TENTANG
KOPERASI (X2)

KEPUTUSAN MENJADI
ANGGOTA KOPERASI (Y)
-

Intuisi
Pengalaman
Fakta, data
Wewenang
Rasional

- Faktor Fungsional
- Faktor Struktural

5.2

Hipotesis
Hipotesis dalam suatu kegiatan penelitian ilmiah adalah hal yang
sangat penting untuk dirumuskan, karena hipotesis merupakan pernyataan
hubungan yang sistematis dari variabel-variabel yang menjadi objek
penelitian. Hipotesis berperan sebagai pembatas ruang lingkup serta
pengaruh dari suatu penelitian yang akhirnya akan diiringi keberlakuannya
oleh data penelitian itu sendiri.
Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, perlu ditegaskan bahwa
berdasarkan data yang terkumpul atas gelaja yang diteliti, bisa saja terjadi
penerimaan atau penolakan atas hipotesis yang diajukan. Hal ini karena
hipotesis dirumuskan memang untuk diuji kebenarannya.

43

Menurut Surachmad (1980:35) hipotesis secara etimologis berarti


sesuatu yang masih kurang (hypo) dari sebuah kesimpulan (thesis). Dengan
kata lain, hipotesis adalah sebuah kesimpulan yang bersifat sementara
karena harus diuji kebenarannya. Hipotesis adalah sebuah jawaban yang
dianggap besar kemungkinannya untuk menjadi jawaban yang benar.
Setelah pengujian, ketika hipotesis ternyata benar, maka hipotesis akan
berakhir untuk kemudian menjadi tesis.
Selanjutnya Hadi (1986:63) mengatakan bahwa hipotesis adalah
dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah. Dia akan ditolak jika
salah atau palsu, dan akan diterima jika fakta-fakta yang ada
membenarkannya. Sementara Masri Singarimbun dan Effendi (1983:35)
mendefinisikan hipotesis sebagai keseluruhan kesimpulan sementara atau
proposisi tentatif tentang hubungan antara dua variabel atau lebih.
Dari beberapa pendapat sebagaimana telah dikemukakan di atas,
dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah sebuah kesimpulan atau dugaan
yang belum final atau bersifat sementara dan selalu disajikan dalam bentuk
statemen atau pernyataan tentang hubungan antara variabel dengan variabel
lain yang masih perlu dibuktikan kebenarannya.
Selaras dengan pengertian hipotesis tersebut, maka hipotesis
penelitian ini adalah:
1. Motivasi dan persepsi tentang koperasi secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap keputusan menjadi anggota Koperasi
Kredit Tri Tunggal Tuka.

44

2. Motivasi dan persepsi tentang koperasi secara simultan berpengaruh


secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
menjadi anggota Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka.

6. METODE PENELITIAN
6.1

Identifikasi Variabel
a. Variable bebas ( independent ) yaitu variable yang tidak
dipengaruhi oleh variable lainnya. Dalam penelitian ini yang
menjadi variable bebas adalah Motivasi (X1) dan Persepsi tentang
Koperasi (X2).
b. Variable terikat (dependent) yaitu variable yang dipengaruhi oleh
variable lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variable terikat
adalah Keputusan Menjadi Anggota Koperasi Tritunggal.

6.1.1 Definisi Operasional Variable


Penelitian ini dilaksanakan di Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka,
yang anggotanya tersebar di semua kabupaten/kota yang ada di Provinsi
Bali.
6.1.2 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah "pengaruh motivasi dan persepsi tentang
koperasi terhadap keputusan menjadi anggota koperasi".
6.2

Jenis dan Sumber Data

6.2.1 Jenis Data


1. Data Kuantitatif

45

Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka yang dapat


dihitung seperti jumlah anggota, jumlah aset, SHU pada Koperasi
Kredit Tri Tunggal Tuka
2. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang tidak dapat dihitung, seperti sejarah,
motivasi menjadi anggota, persepsi tentang koperasi, dan pengambilan
keputusan menjadi anggota pada Koperasi Kredit Tri Tunggal Tuka.
6.2.2 Jenis Data Menurut Sumbernya
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumber penelitian yaitu para responden, dalam hal ini anggota Koperasi
Kredit Tri Tunggal Tuka.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
dari sumber penelitian, seperti sejarah, laporan pertanggungjawaban
pengurus dalam Rapat Anggota Tahunan.
6.3

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi adalah keseluruhan dari elemen-elemen objek penelitian
yang kepadanya akan diberlakukan generalisasi atas hasil penelitian. Oleh
karena populasi biasanya sangat besar sementara berbagai keterbatasan
seperti dana, waktu, dan kemampuan peneliti bisa mendistorsi objektivitas,
maka ditentukanlah sampel penelitian. Dengan demikian, sampel penelitian
adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili yang akan diteliti.

46

Dalam penelitian ini populasinya adalah semua anggota Koperasi


Kredit Tri Tunggal Tuka dari 01 Januari 2009 hingga 31 Desember 2013
yang jumlahnya 5.046 orang. Dengan memperhatikan keterbatasanketerbatasan yang penulis miliki, baik dari segi kemampuan, dana, dan
waktu; serta mempertimbangkan pula homogenitas populasi dari segi objek
yang penulis teliti, maka tidak seluruh populasi akan penulis teliti,
melainkan sebagian kecil saja. Dengan kata lain, penulis akan mengambil
beberapa subjek saja sebagai sampel untuk mendapatkan data yang penulis
perlukan. Artinya, penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
sampel, di mana hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasinya.
Untuk menentukan besaran sampel yang diambil, penulis mengacu
pada pendapat Suharsimi Arikunto (1989: 120) yang mengatakan bahwa
jika jumlah subjek atau populasinya besar (lebih dari 100), besarnya sampel
yang diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidaktidaknya dari: kemampuan peneliti dari segi waktu, tenaga dan dana;
sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek; dan besar kecilnya
risiko yang ditanggung oleh peneliti.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka besarnya sampel
yang penulis ambil dalam penelitian ini adalah 97 orang, yaitu 10% dari
968. Jumlah sampel 97 orang penulis ambil secara acak (random
sampling).
6.4

Metode Pengumpulan Data


1. Metode Kuesioner

47

Metode kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan cara


menyebarkan daftar pertanyaan untuk dijawab oleh para responden.
2. Metode Interview (Wawancara)
Metode interview (wawancara) adalah cara pengumpulan data
dengan cara mewawancarai para responden.

3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal
atau varaibel yang berupa catatan, laporan keuangan dan statistik, notulen
rapat.
6.5

Analisis Data

6.5.1 Pengukuran Variabel


Alat pengumpul data utama dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert (Sugiyono, 2002:74)
dimana pemberian skor berkisar dari nilai tertinggi 3 sampai terendah 1,
dengan scoring/pemberian skor terhadap jawaban yang diberikan
responden sebagai berikut:
a. Apabila responden memilih alternatif jawaban A diberi skor 3
b. Apabila responden memilih alternatif jawaban B diberi skor 2
c. Apabila responden memilih alternatif jawaban C diberi skor 1
Untuk melakukan pengukuran terhadap variabel-variabel yang telah
dioperasionalisasikan, digunakan skala ordinal. Selanjutnya skala ordinal

48

yang kualitatif, penulis kuantifikasi dengan cara mengelompokkan jawaban


responden menjadi tiga kategori dan selanjutnya masing-masing kategori
diberi skor, yaitu 1, 2, dan 3. Untuk mengetahui ke dalam kelas kategori
mana suatu jawaban, pertama-tama ditentukan interval kelasnya dengan
rumus:
Int.

Skor tertinggi skor terendah 3 1

0,66
Jumlah bilangan
3

Dengan demikian, setiap jawaban dalam penelitian ini ditemukan


kelas kategorinya, yaitu sebagai berikut:
-

1,00 - 1,66 : kategori rendah

1,67 - 2,33 : kategori sedang

2,34 - 3,00 : kategori tinggi


Menggunakan kelas kategori itu, besarnya rata-rata total skor

jawaban setiap responden atas pertanyaan yang diajikan dapat diketahui


termasuk dalam kelas yang mana, sehingga kategori skor responden dapat
diketahui pula. Demikian pula halnya dengan kategori variabel. Setelah
rata-rata total skor jawaban seluruh responden atas pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan dalam setiap variabel diketahui termasuk dalam salah satu
kelas kategori, maka diketahui pula kategori variabel itu.
6.5.2 Teknik Analisis Data
6.5.2.1 Analisis Korelasi Berganda

49

Analisis ini digunakan untuk mengetahui korelasi antara variabel X1


dan X2 baik secara parsial maupun simultan dengan variabel Y. Rumusnya
menurut Sugiyono (2008: 222) adalah:
Ryx1x2 =

r 2 yx1 r 2 yx 2 2ryx1rx1x 2
1 r 2 x1x 2

Dimana:
Ryxlx2 : korelasi antara variabel XI dengan X2 secara bersama-sama
dengan variabel Y
ryx1

: korelasi product moment antara X1 dengan Y

ryx2

: korelasi product moment antara X2 dengan Y

rx1x2

: korelasi product moment antara X1 dengan X2

6.5.2.2 Analisis Regresi


Analisis ini digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen
(Y) berdasarkan nilai variabel independen (X1 dan X2); atau untuk
mengetahui bagaimana variabel dependen/kriteria (Y) dapat diprediksikan
melalui variabel independen atau prediktor (Y).
Rumus persamaan regresi menurut Sugiyono (2008: 237) adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2
Dimana:
Y = Variabel dependen
a

= konstanta (harga Y bila X = 0)

b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka


peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan

50

pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, dan apabila (-)
maka terjadi penurunan.
X = Variabel independen.
6.5.2.3 Koefisien Determinasi
Nilai koefisien determinasi menunjukkan persentase pengaruh semua
variabel independen terhadap variabel dependen, yang dinyatakan dalam
persentase. Untuk mencari koefisien determinasi dilakukan dengan cara
menguadratkan nilai koefisien korelasi (r) dikalikan seratus.

Rumus koefisien determinasi adalah:


D = r2.100%
Dimana:
D = koefisien determinasi
r = koefisien
6.5.2.4 Uji t
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi korelasi variabel XI dan
X2 masing-masing dengan variabel Y; dalam arti apakah korelasi yang
ditemukan pada sampel yang diteliti bisa digeneralisasikan untuk
populasinya. Pertama-tama dilakukan dengan mencari nilai Rumusnya
menurut Husman dan Akbar (2006: 2004) adalah:
t=

bi
sbi

Dimana:
t

= t-test

51

= regresi

sbi = standar deviasi dari bi


Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan ttabel. Keputusannya
adalah:
-

jika thitung > ttabel, berarti korelasi signifikan;

jika thitung < ttabel, berarti korelasi tidak signifikan.

6.5.2.5 Uji F
Digunakan untuk mengetahui apakah korelasi variabel-variabel
independen (X1 dan X2) secara bersama-sama dengan variabel dependen
(Y) signifikan; dalam arti apakah korelasi yang ditemukan pada penelitian
sampel bisa digeneralisasi untuk populasinya, yaitu dengan cara
membandingkan Fhitung dengan Ftabel.
Rumus mencari Fhitung menurut Sugiyono (2008:223) adalah:
R2 / k
Fh =
(1 R 2 ) /( n k 1)

Dimana:
R = Koefisien korelasi ganda
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah anggota sampel
Nilai Fhitung kemudian dikonsultasikan dengan Ftabel. Keputusannya adalah:
-

jika Fhitung > Ftabel, berarti korelasi signifikan;

jika Fhitung < Ftabel, berarti korelasi tidak signifikan.


Selanjutnya Untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat,

pengolahan datanya menggunakan bantuan peranti lunak Statistical

52

Product and Service Solution versi 17.0 (SPSS 17). Namun demikian,
analisis kualitatif tentu tetap digunakan, karena pada dasamya variabelvariabel dalam penelitian ini adalah variabel-variabel kualitatif.

53

USULAN PENELITIAN
KOMPETENSI, MOTIVASI DAN PERSEPSI TENTANG
KOPERASI TERHADAP KEPUTUSAN MENJADI ANGGOTA
KOPERASI TRI TUNGGAL TUKA DENPASAR
Usulan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyusun
skripsi S1

Oleh :
Margaretha Ni Made Surtini
Nim : 20122411061

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


TRIATMA MULYA
BADUNG
2014

Anda mungkin juga menyukai