Anda di halaman 1dari 4

Kasus Enron

Kisah Kebangkrutan Enron pada 2001, Skandal Perusahaan Terbesar AS Kompas.com - 02/12/2021,
16:09 WIB BAGIKAN: Komentar Lihat Foto Enron.(Getty Images) Penulis Tito Hilmawan Reditya |
Editor Tito Hilmawan Reditya KOMPAS.com - Pada tanggal 2 Desember 2001, Enron Corporation
mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 11 di pengadilan New York. Hal ini memicu salah satu
skandal perusahaan terbesar dalam sejarah AS. Dilansir History, Enron, sebuah perusahaan
perdagangan energi yang berbasis di Houston, Texas, dibentuk pada tahun 1985 sebagai
penggabungan dua perusahaan gas, Houston Natural Gas dan Internorth. Baca juga: Cerita Yasa
Singgih Merintis Mens Republic, Nyaris Bangkrut hingga Kembali dengan Merek Baru Di bawah
ketua dan CEO Kenneth Lay, Enron naik di urutan tujuh dalam daftar majalah Fortune dari 500
perusahaan AS teratas. Pada tahun 2000, perusahaan mempekerjakan 21.000 orang dan membukukan
pendapatan sebesar 111 miliar dollar AS. Namun, selama tahun berikutnya, harga saham Enron mulai
merosot drastis, turun dari 90,75 pada Agustus 2000 menjadi 0,26 dollar AS pada penutupan pada 30
November 2001. Saat harga turun, Lay menjual sejumlah besar saham Enron-nya, sambil secara
bersamaan mendorong karyawan Enron untuk membeli lebih banyak saham dan meyakinkan mereka
bahwa perusahaan sedang bangkit. Rekening tabungan pensiun karyawan habis, sementara harga
saham Enron terus anjlok. Setelah perusahaan energi lain, Dynegy, membatalkan rencana pembelian
8,4 miliar dollar AS pada akhir November, Enron mengajukan kebangkrutan. Baca juga: Ini
Perbedaan Bangkrut dan Pailit Menurut Pakar Hukum Bisnis Pada akhir tahun, keruntuhan Enron
telah merugikan investor miliaran dollar AS, menghapus sekitar 5.600 pekerjaan, dan melikuidasi
hampir 2,1 miliar dollar AS dalam rencana pensiun. Selama beberapa tahun berikutnya, nama
“Enron” menjadi sinonim dengan penipuan dan korupsi perusahaan berskala besar. Penyelidikan
Komisi Sekuritas dan Bursa dan Departemen Kehakiman AS mengungkapkan bahwa Enron telah
menggelembungkan pendapatannya dengan menyembunyikan utang dan kerugian di anak perusahaan.
Pemerintah kemudian menuduh Lay dan Jeffrey K Skilling, yang menjabat sebagai CEO Enron dari
Februari hingga Agustus 2001, berkonspirasi untuk menutupi kelemahan keuangan perusahaan
mereka dari investor. Penyelidikan juga menjatuhkan raksasa akuntansi Arthur Andersen, yang
auditornya dinyatakan bersalah karena sengaja menghancurkan dokumen yang memberatkan Enron.
Baca juga: Menurut Pemerintah, Garuda Sudah Bangkrut Secara Teknis Pada Juli 2004, pengadilan
Houston mendakwa Skilling atas 35 tuduhan termasuk penipuan, konspirasi, dan perdagangan orang
dalam. Lay didakwa dengan 11 kejahatan serupa. Sidang dimulai pada 30 Januari 2006 di Houston.
Sejumlah mantan karyawan Enron muncul di mimbar, termasuk Andrew Fastow, mantan CFO Enron,
yang sejak awal mengaku bersalah atas dua tuduhan konspirasi dan setuju untuk bersaksi melawan
mantan bosnya

Kasus Parmalat
Pendiri Parmalat, Carlisto Tanzi, diadilitanzi
Tanzi tidak satu-satunya terdakwa dalam kasus iniSidang Calisto Tanzi, pendiri raksasa
perusahaan susu Italia yang terlanda krisis, Parmalat, telah dimulai di Milan.Yang juga
dibawa ke meja hijau adalah beberapa mantan eksekutif perusahaan tersebut.Persidangan ini
digelar hampir dua tahun setelah diketahui ada manipulasi dana senilai 14 miliar euro di
pembukuan perusahaan..Tanzi dan 15 orang lainnya didakwa memanipulasi pasar,
menyesatkan regulator pasar saham Italia, dan memberikan informasi akuntansi yang salah.
Kasus ini menghebohkan Italia, di mana hampir semua orang mengenal nama Parmalat.
Kerumuman investor yang kehilangan dana karena skandal tersebut berada di luar pengadilan
ketika kasus ini disidang.Ruangan sidang penuh, meski Tanzi dan rekan-rekannya memilih
untuk tidak hadir.Aset fiktifParmalat diduga telah membohongi para investor dengan
mengatakan mereka mempunyai aset di luar negeri. Kenyatannya mereka tidak mempunyai
aset-aset tersebut.
Disebutkan mereka meminjam uang dengan jaminan-jaminan fiktif. Kebohongan ini
terbongkar membuat banyak investor kehilangan dana mereka.Yang juga berada di kursi
terdakwa adalah tiga perusahaan - Italian offices of Bank of America, perusahaan audit
Deloitte & Touche, dan Grant Thornton.Mereka dituduh membantu manajer-manajer
Parmalat, sejumlah bankir, dan auditor menutup-nutupi kondisi keuangan perusahaan yang
sebenarnya.Pada Juni lalu, seorang hakim di Milan menjatuhkan hukuman hingga dua
setengah tahun penjara terhadap 11 orang, hampir semuanya eksekutif Parmalat, termasuk
mantan direktur keuangan Parmalat, Fausto Tonna.Tanzi dijadwalkan akan memberikan
kesaksian dalam persidangan ini, dan mungkin ia akan menuding beberapa bank karena
menutup-nutupi skandal tersebut."Dia tahu apa saja tanggungjawabnya," kata Giampiero
Biancolella, salah satu pengacara Tanzi."Apa yang kami inginkan adalah membantu
merekonstruksi apa yang terjadi di Parmalat, sehingga hakim bisa mengambil keputusan
berdasarkan rekonstruksi tersebut," jelasnya.Nick Moser, pakar hukum niaga Taylor
Wessing, kepada BBC Five Live mengatakan, "Hampir bisa dipastikan dia akan mengatakan
bahwa dirinya tidak mengetahui secara persis apa yang terjadi di
perusahannya."Restrukturisasi
Sebelum Natal 2003 Parmalat mengakui bahwa dana senilai 3,95 miliar euro milik anak
perusahaan Parmalat, Bonlat yang berada di Kepulauan Cayman dan tersimpan di Bank of
Amerika, tidak pernah ada.Tidak lama setelah itu, Parmat yang mempekerjakan 36 ribu orang
di lebih dari 30 negara sebelum mengalami skandal, mengajukan perlindungan
kebangkrutan.Dari sini diketahui Parmalat menanggung utang yang sangat besar, membuat
135 ribu pemegang surat obligasi dan para investor di Italia kehilangan dana.Sejak itu
Parmalat melakukan restrukturisasi besar-besaran.Perusahaan ini dijalankan oleh
administrator tunjukan pemerintah, Enrico Bondi, yang mengajukan serangkaian gugatan
terhadap beberapa bank dan perusahaan akuntansi.

Kasus Satyam
Kasus ini merupakan kasus manipulasi laporan keuangan yang tergolong kecurangan (fraud)
yang dilakukan oleh Satyam atas laporan keuangannya yang diaudit oleh auditor PWC. Kasus
penipuan ini diperkirakan telah terjadi dalam kurun waktu 6 tahun berturut-turut dan baru
terkuak pada tahun 2009. Berikut ringkasan kasusnya.Pada bulan Maret 2008, Satyam
melaporkan kenaikan pendapatan sebesar 46,3% atau menjadi 2,1 milyar dolar AS. Saat itu
PWC telah menjadi auditor independen dari Satyam dan telah mengaudit laporan keuangan
Satyam 6 tahun berturut-turut.Pada bulan Oktober 2008, Satyam menyatakan bahwa
pendapatannya akan mengalami peningkatan sebesar 19 s/d 21% atau akan menjadi 2,59
milyar dolar AS di bulan Maret 2009. Melihat reputasi pada kuartal terakhir tahun 2008 ini,
Satyam dinobatkan sebagai perusahaan raksasa TI terbesar ke-4 di India.Pada 7 Januari 2009,
secara tiba-tiba Ramalinga Raju selaku chairman dan co-founderSatyam meletakkan
jabatannya dan membuat pengakuan mengejutkan bahwa saldo kas dan bank sebesar 50,4
milyar Rupee atau setara dengan 1,04 milyar Dollar AS sebenarnya fiktif dan pendapatan
untuk kuartal tersebut sebenarnya 20% lebih rendah dari 27 milyar rupee yang dilaporkan.
Sedangkan operating margin hanyalah bagian yang sangat kecil dari jumlah yang
dilaporkan..Pasa 10 Januari 2009, harga saham Satyam jatuh lebih dari 70 persen menjadi
11,5 Rupee atau hanya senilai 2 persen dari harga saham tertingginya di tahun 2008 sebesar
544 Rupee.Pada 14 Januari 2009, auditor Satyam mengumumkan bahwa selama 8 tahun
terakhir laporan auditnya berpotensi tidak akurat dan tidak reliable karena hanya dilakukan
berdasarkan informasi yang diperoleh dari manajemen Satyam.Pada 30 Januari 2009, auditor
PWC ditangkap bersamaan dengan petinggi Satyam dan dituntut di pengadilan dengan
tuduhan manipulasi laporan keuangan.Pada akhirnya 5 April 2011, PWC menerima sanksi
dari SEC dan PCAOB dan pengadilan Manhattan berupa larangan berpraktik dan denda.
Hukuman itu dijatuhkan kepada 5 afiliasi PWC di India yang sebelumnya menjadi auditor
independen Satyam.

Kasus Kimia Farma


Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memecat seluruh direksi Kimia
Farma Diagnostika, sebagai tindak lanjut atas kasus penggunaan alat rapid test antigen
bekas. Kasus daur ulang alat rapid test antigen di Bandara Kualanamu, Sumatera
Utara, berhasil diungkap beberapa waktu lalu dan menyedot perhatian publik. Menteri
BUMN Erick Thohir mengatakan, kasus yang terjadi di Bandara Kualanamu adalah
persoalan yang mesti direspons secara profesional dan serius. "Setelah melakukan
pengkajian secara komprehensif, langkah (pemberhentian) ini mesti diambil.
Selanjutnya, hal yang menyangkut hukum merupakan ranah dari aparat yang
berwenang," kata Erick, seperti diberitakan Kompas.com, Minggu (16/5/2021). Baca
juga: Soal Kasus Dugaan Alat Rapid Test Antigen Bekas, Ini Respons Kemenkes Erick
mengatakan, ada kelemahan sistematis yang membuat kasus antigen bekas dapat
terjadi. Dia menyebutkan, hal ini berdampak luas bagi kepercayaan masyarakat.
Menurut Erick, sebagai perusahaan layanan kesehatan, kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas pelayanan menjadi hal yang tak bisa ditawar. "Akumulasi dari
seluruh hal tersebut membuat kami berkewajiban untuk mengambil langkah ini. Ini
bukan langkah untuk menghukum, tapi langkah untuk menegakkan dan memastikan
bahwa seluruh BUMN punya komitmen untuk melayani, melindungi, dan bekerja
untuk kepentingan masyarakat," kata Erick. Saat ini, auditor independen sedang
bekerja memeriksa semua lab yang ada di bawah Kimia Farma untuk mengidentifikasi
adanya kasus serupa. Terungkap dari penggerebekan Kasus antigen bekas di Bandara
Kualanamu terungkap dari penggerebekan yang dilakukan oleh Polda Sumatera Utara
pada 27 April 2021. Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak
menjelaskan, penggerebekan itu dilakukan atas dugaan tindak pidana UU tentang
Kesehatan di Bandara Kualanamu. Tindak pidana yang dimaksud adalah
memproduksi, mengedarkan, dan menggunakan bahan sediaan farmasi dan atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan khasiat atau
kemanfaatan dan mutu. Baca juga: Ramai soal Penggunaan Alat Antigen Bekas, Apa
Dampaknya bagi Orang yang Sudah Dites? "Para pelaku memproduksi, mendaur
ulang stik untuk swab antigen. Stik ini oleh para pelaku, dikumpulkan kemudian dicuci
kembali, dibersihkan dengan cara mereka sendiri kemudian dikemas kembali, dan
digunakan oleh para pelaku untuk melakukan tes swab di bandara Kualanamu," kata
Panca, seperti diberitakan Kompas.com, 30 April 2021. Para pelaku dapat melakukan
aksi itu karena mendapat perintah Kepala Kantor Wilayah atau Bussines Manager PT
Kimia Farma Solusi yang ada di Kota Medan, dan bekerja sama sesuai kontrak dengan
pihak Angkasa Pura II dalam rangka melaksanakan tes swab antigen kepada para
penumpang yang akan melaksanakan perjalanan udara. "Setiap kali melakukan ini (tes
swab) adalah Rp 200.000 dengan perjanjian kerja sama antara pihak PT Angkasa Pura
PT Kimia Farma. Mereka membagi hasil tetapi yang melaksanakan pemeriksaan di
sana adalah para pelaku yang bekerja di bidang di kantor Kimia Farma," kata Panca.
Panca menyebutkan, Kepala Kantor Wilayah atau Bussines Manager yang ditunjuk
saat ini adalah pejabat sementara di kantor Kimia Farma Medan di Jalan RA Kartini.
Dia mengatakan, konsumen yang akan melakukan perjalanan udara didaftarkan untuk
mengikuti tes swab antigen dengan menggunakan stik yang sudah didaur ulang.
"Selanjutnya, apakah dia (konsumen) reaktif atau tidak, kembali kepada mereka yang
melaksanakan tes swab tersebut. Dari hasil pengungkapan yang dilakukan oleh teman-
teman jajaran Ditreskrimsus Polda Sumut, kegiatan ini atau daur ulang ini sudah
dilakukan oleh pelaku sejak bulan Desember tahun 2020," kata Panca.

Anda mungkin juga menyukai