Anda di halaman 1dari 4

Ringkasan Kasus-kasus Audit Parmalat, Ebron, Xerox &

Lohman Brothers

1. Kasus Audit Parmalat


Parmalat merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi makanan dan
beberapa produk lain yang berpusat di Italia. Perusahaan ini pertama kali didirikan oleh
Calisto Tanzi pada tahun 1961, yang merupakan seorang mahasiswa drop ou tyang
membuka pusat pasteurisasi di Parma.

Tahun 1997, Parmalat masuk ke pasar finansial dunia dengan melakukan beberapa
akuisisi dengan utang termasuk diantaranya Western Hemisphere. Kondisi Parmalat mulai
menurun dari tahun 2001 dan pada tahun 2003, Parmalat terlibat kasus manipulasi yang
berujung pada bangkrutnya perusahaan Parmalat. Kasus ini menghebohkan Italia, di mana
hampir semua oarng mengenal nama Parmalat. Kasus penerbitan laporan keuangan palsu
senilai US$ 18 miliar ini telah menyesatkan otoritas pasar saham Italia. Terdapat 16
tersangaka yang berkaitan dalam kasus in, yaitu termasuk Chief Financial Officer
perusahaan Parmalat, Saudara serta dua anak Calisto Tanzi, akuntan yanng ada dalam
Parmalat, dan direktur-direktur Parmalat. Selain itu, kasus ini juga melibatkan dua auditor
besar yang mengaudit parmalat, Deloitte & Touche dan Grant Thornton

Parmalat diduga telah membohongi para investor dengan mengatakan mereka


mempunyai aset di luar negeri. Kenyatannya mereka tidak mempunyai aset-aset tersebut.
Disebutkan mereka meminjam uang dengan jaminan-jaminan fiktif. Dalam investigasi,
jaksa Italia menemukan bahwa para manager “menciptakan” asset sebanyak $16,2 miliar
dengan menghapus utang dan memalsukan rekening bank selama 15 tahun. Untuk lebih
jelasnya, berikut adalah daftar kebohongan yang dilakukan oleh Parmalat :
1. Parmalat menyembunyikan kerugian yang mereka tanggung, menghapus utang-
utangnya, serta membesarkan jumlah aset-aset perusahaannya. Hal tersebut dilakukan
dengan tujuan menciptakan penilaian yang baik terhadap kinerja perusahaannya.
2. Piutang tak tertagih dari perusahaan utama dipindahkan ke entitasnya, di mana nilai
riilnya tersembunyi.
3. Melakukan pengalihan dana yaitu dana milik perusahaan dialihkan ke anggota
keluarga Tanazi dengan skema berulang, yaitu mencatat pembayaran sebagai piutang,
kemudian memindahkan piutang palsu tersebut melalui web entitas.
4. Perdagangan dan transaksi keuangan fiktif dilakukan untuk mengimbangi kerugian
dari anak-anak perusahaan dan untuk menaikkan asset dan pendapatan.
5. Parmalat mengecilkan utangnya melalui:
 Skema penipuan yang berbeda. Mencatat tidak adanya pembelian kembali
obligasi.
 Menjual piutang palsu digambarkan sebagai jalanlain untuk menghapus kewajiban
dari catatan.
 Menyalahartikan utang atau utangnya tidak dicatat.

Pada saat kebohongan diketahui, banyak sekali investor-investor yang kehilangan


dana mereka. Baik Deloitte maupun Grant Thronton tidak mengendus manipulasi yang
oleh jaksa Italia diistilahkan sebagai kecurangan accounting yang paling besar dan
terbuka. Grant Thronton membuat pernyataan bahwa Deloitte dan Grant Thronton adalah
“korban” penipuan. Hal ini didukung dengan adanya konfirmasi di atas kop surat Bank of
America bulan Maret 2003 yang dipalsukan oleh seseorang di kantor pusat Permalat di
Collechio. dimana konfirmasi tersebut dijadikan sebagaii bukti audit.

Pemanipulasian dilakukan oleh anak perusahaan ini mengindikasikan bahwa tidak


adanya penerapan Good Corporate Governance dan etika bisnis yang baik dalam entitas
Parmalat. Sehingga dalam kasus ini auditor menjadi korban.

Karena skandal Parmalat, Consob (otoritas pemerintah Italia yang bertanggung


jawab untuk mengatur pasar surat berharga Italia) melakukan penyelidikan yang lebih luas
lagi mengenai obligasi. Perusahaan yang terdaftar diminta untuk memberikan informasi
tambahan, auditor mengadopsi pendekatan yang lebih ketat lagi. Efek dari penipuan
Parmalat di pasar obligasi sangat signifikan. Menurut laporan dari Fitch Rating, banyak
perusahaan Italia mengalami kebangkrutan setelah mengakses pasar obligasi. Perusahaan
lain mengalihkan perhatian mereka ke pasar kredit.

2. Kasus Audit Enron


Skandal Enron merupakan kejahatan ekonomi multidisiplin. Segelintir penguasa
informasi telah menipu banyak pihak yang sangat awam tentang seluk-beluk transaksi
keuangan perusahaan. Mereka terdiri dari para professional-CEO, akuntan, auditor,
pengacara, bankir, dan analis keuangan yang telah mengkhianati tugas mulianya sebagai
penjaga kepentingan publik yang tak berdosa.

Dari kasus ini banyak terjadi perilaku tidak etis. Perilaku tidak etis paling paling
mengemuka disini adalah adalah adanya manipulasi laporan keuangan untuk
menunjukkan seolah-olah kinerja perusahaan baik. Andersen telah menciderai
kepercayaan dari pihak stock holder untuk memberikan suatu informasi yang adil
mengenai pertanggungjawaban dari pihak agen dalam mengemban amanah.

Faktor tersebut adalah merupakan perilaku tidak etis yang sangat bertentangan
dengan nilai-nilai keadilan dalam Islam dan dalam bisnis membahayakan. Faktor
penyebab kecurangan tersebut diantaranya dilatarbelakangi oleh sikap tidak etis, tidak
jujur, karakter moral yang rendah, dominasi kepercayaan, dan lemahnya pengendalian.
Hal tersebut akan dapat dihindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku,
dan lain sebagainya, karena tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap
kepercayaan publik.

Dalam kasus Andersen diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya


manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan padahal perusahaan
mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar
saham tetap diminati investor. Ini merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran etika
profesi Auditor yang terjadi di Amerika Serikat, sebuah negara yang memiliki perangkat
Undang-undang bisnis dan pasar modal yang lebih lengkap. Hal ini terjadi akibat
keegoisan satu pihak terhadap pihak lain, dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini
diuntungkan atas penipuan laporan keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Hal ini
buah dari sebuah ketidakjujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang
berakibat hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak
disamping proses peradilan dan tuntutan hukum

Untuk itulah kode etik profesi harus dibuat untuk menopang praktik yang sehat
bebas dari kecurangan. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang
baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota
profesi baik dalam berhubungan dengan kolega, klien, publik dan karyawan sendiri.

3. Kasus Audit Xerox


Xerox Corp telah secara sengaja melakukan pencatatan keuangan bisnis
perusahaan dan pembuatan laporan keuangan perusahaan secara tidak benar, tidak sesuai
dengan standar GAAP, hal ini termasuk salah satu kasus pelanggaran etika profesional
Accounting.

Xerox Corp sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadi pedoman dalam
melaksanakan tugasnya. Hal ini terjadi akibat keegoisan satu pihak terhadap pihak lain
atas penipuan laporan keuangan secara sengaja, hasil dari praktik bisnis yang tidak etis
tersebut adalah harga saham Xerox Corp yang anjlok dan turunnya tingkat kepercayaan
para investor meskipun pasa akhirnya Xerox Corp berhasil memperbaiki kembali
perusahaan mereka dan melunasi hutang sebesar US $7 miliar.

Mungkin pada awalnya pelanggaran tersebut mendatangkan keuntungan yaitu


untuk memenuhi standar pasar saham Wall Street sehingga menyamarkan kinerja operasi
perusahaan yang sebenarnya dari para investor, tetapi akibatnya dapat menjatuhkan
kepercayan publik dan investor terhadap Xerox Corp. Apapun bentuk organisasi, tidaklah
ada yang tidak rentan terhadap kecurangan. Dan sering kali kecurangan ini menimbulkan
kerugian yang sangatlah besar bukan hanya secara material atau keuangan saja tetapi juga
membawa dampak yang sangat buruk terhadap ‘image’ perusahaan.

Sekalipun kecurangan sering kali sulit dideteksi tetapi dengan mengetahui motif-
motif pelaku, tanda-tanda dan di mana dan bagaimana terjadinya akan membantu
khususnya auditor internal di dalam pendeteksian ataupun pencegahannya. Oleh
karenanya auditor internal seharusnya mendorong pihak manajemen untuk
mengembangkan program pencegahan.

4. Kasus Audit Lehman Brothers


Kasus Lehman Brother terjadi bermula dari rendahnya penjualan terhadap kredit
rumah menyebabkan harga pasar properti cenderung mengalami stagnansi atau bahkan
melemah sehingga untuk mengatasi hal tersebut pihak Lehman Brother melakukan
tindakan yang salah dengan memberikan kredit rumah kepada nasabah yang memiliki
riwayat kredit macet. Hal itu menjadi masalah ketika nasabah tidak mampu melunasi
cicilan sehingga pihak Lehman Brother mengalami kesulitan untuk melunasi kewajiban
sekuritas yang telah diterbitkan dipasar modal.

Untuk mengatasi hal tersebut pihak Lehman Brother melakukan rekayasa


keuangan untuk membayar kewajiban dan memanipulasi pihak pemegang saham dipasar
sekuritas. Lehman Brother diduga menjadikan pinjaman sebagai penjualan. Skandal
Lehman Brother ini mencuatkan praktik “manipulasi skandal akuntansi” (Window
Dressing).

Namun akhirnya semua rekayasa keuangan yang dilakukan Lehman Brother


terungkap dan tidak bertahan. Ernest&Young sebagai KAP Lehman Brother pun dianggap
tidak memenuhi standar sebagai auditor dan melakukan mal praktek. Pada 15 September
2008 Lehman Brother dinyatakan bangkrut dengan total nilai aset $639 Milyar dengan
hutang sebesar $619 Milyar.

Anda mungkin juga menyukai