Proses pembuatan
Proses pembuatan tempe kedelai dan kacang merah meliputi perendaman, penggilingan,
pencucian, perebusan, pendinginan, penambahan ragi serta pengemasan dan fermentasi. Tahapan
yang sangat penting dalam proses pembuatan tempe yaitu perendaman, perebusan dan
fermentasi. Pada proses fermentasi pembuatan tempe terjadi sebanyak dua kali, yang pertama
pada saat perendaman kedelai maupun nonkedelai di dalam air. Pada perendaman ini terjadi
pembentukan asam-asam organik seperti halnya asam laktat, dan juga asam asetat yang
disebabkan oleh adanya pertumbuhan bakteri. Hal ini juga menyebabkan kedelai dalam keadaan
asam sehingga memungkinkan terjadinya fermentasi oleh jamur Rhizopus sp.15. Fermentasi
yang kedua terjadi pada saat setelah pemberian ragi dan pengemasan. Pada proses fermentasi
inilah terbentuk hifa yang akan mengikat satu sama lain sehingga menjadikan tekstur tempe
menjadi kompak dan lunak serta menjadikan warna tempe menjadi putih16. Pada saat fermentasi
berlangsung terjadi aktivitas enzim dalam setiap jenis jamur yang berperan dalam pembuatan
tempe berbeda berdasarkan waktu fermentasi. Seperti halnya pada saat berlangsungnya aktivitas
enzim amilase oleh jamur Rhizopus oryzae terjadi pada waktu fermentasi 0-12 jam dan paling
tinggi pada saat 12 jam, sedangkan pada jamur Rhizopus oligosporus terjadi pada waktu
fermentasi 12-24 jam17 . Ada beberapa penelitian yang relevan mengenai proses pembuatan
tempe. Menurut penelitian18 menunjukkan proses pembuatan tempe terdapat empat tahapan,
yaitu perendaman, perebusan, proses fermentasi serta inkubasi dalam suhu ruang. Pada proses
fermentasi terjadi pada saat tempe berada didalam kemasan, yaitu dalam plastik atau tempe yang
menggunakan pembungkus daun. Dalam penelitian ini juga menyatakan bahwa di Indonesia
selain tempe berbahan dasar kedelai, juga telah berinovasi tempe berbahan kacang-kacangan
lainnya, seperti kacang koro, kacang polong, dan kacang beludru. Sedangkan menurut
penelitian19 bahan lain selain kedelai yaitu, jagung, kacang toro, kacang lamtoro, dan kacang
hijau. Penelitian lain20 menyatakan bahwa proses pembuatan tempe terdapat dua proses
pembuatan tempe, yaitu secara tradisional dan modern. Tahapan dalam pembuatan tempe secara
tradisional meliputi perebusan, pengupasan kulit, pencucian, perebusan kembali, pendinginan,
dan pengemasan. Sedangkan pembuatan tempe modern diawali dengan pengupasan kulit dengan
menggunakan mesin, perebusan, pencucian, perebusan, pendinginan, dan pemberian kapang.
Menurut penelitian ini, pembuatan tempe secara tradisional akan menyebabkan pertumbuhan
jamur yang tidak merata, seperti berwarna kehitaman. Berbeda dengan pembuatan tempe secara
modern yang akan menimbulkan pertumbuhan jamur yang merata yaitu berwarna putih.
Selama proses pembuatan tempe digunakan air steril. Pembuatan tempe dilakukan mengikuti
metode Barus et al. (2008) dengan modifikasi. Sebanyak 300 g kedelai dibersihkan dan direbus
selama 40 menit. Kemudian kedelai ditiriskan, kulit ari dikupas dan dibuang, lalu kedelai direbus
kembali selama 15 menit. Setelah kedelai ditiriskan dan dibilas sebanyak 3 kali dengan air
mendidih lalu direndam pada air pH 4,5 dengan penambahan asam asetat selama 5 jam.
Selanjutnya, kedelai ditiriskan dan dikeringkan dengan kain steril lalu masing-masing 50 g
dimasukkan ke dalam kantung plastik yang berlubang dan dicampur dengan 0,33 ml R. delemar
(107 spora/ml) dan inokulum komersial. Setelah diaduk hingga rata lalu diinkubasi pada suhu
30˚C selama 48 jam. Pembuatan tempe diulang sebanyak tiga kali, sehingga uji organoleptik dan
analisis antioksidan diulang 3 kali juga.
Pembuatan tempe mengikuti prosedur Mulyowidarso dkk., (1989) yang dimodifikasi oleh
penulis pada beberapa tahapan prosesing sebagai berikut, kedelai 300 g direndam dalam air
bersih semalam pada suhu ruang, kemudian dihilangkan kulit arinya secara manual. Selanjutnya
kedelai direbus dalam air bersih dengan perbandingan 1:3 (kedelai:air) selama 30 menit,
ditiriskan dan dikering-anginkan sampai suhu ruang dan siap diinokulasi dengan biakan tertentu.
Inokulasi dilakukan sebagai berikut: 100g berat basah kedelai diinokulasi dengan 1ml suspensi
107 spora/ml R. oligosporus dan 1ml sel suspensi 107 sel/ml khamir tertentu. Selanjutnya
kedelai yang telah diinokulai dikemas dalam kemasan plastik yang telah dilubangi secara teratur
untuk tujuan aerasi dan diinkubasi pada suhu 32 o C selama 48 jam. Enam jenis tempe dengan
penambahan yeast yang berbeda dihasilkan pada penelitian ini, yaitu (1) tempe yang diinokulasi
dengan ragi tempe, (2) tempe yang diinokulasi dengan inokulum murni R. oligosporus (SRH),
(3) tempe yang diinokulasi dengan R. oligosporus + S. boulardii (SBRH), (4) tempe yang
diinokulasi dengan R. oligosporus + Y. lipolytica (YRH), (5) tempe yang diinokulasi dengan R.
oligosporus + G. Candidum (GRH), dan (6) tempe yang diinokulasi dengan R. oligosporus + A.
Pullulans (AuRH). Kedelai tanpa inokulasi sebagai kontrol negatif (Soy). Pembuatan tempe
dibuat secara duplo.
Analisis kadar protein pada tempe dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl. Langkah
pertama yaitu sebanyak 0,5 g sampel ditimbang lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl,
ditambahkan 10 mL H2SO4 pekat dan 1 butir tablet Kjeldahl. Kemudian didestruksi
menggunakan alat Kjeldahl term pada suhu ±400 0C sampai semua bahan dalam labu Kjeldahl
larut dan cairan menjadi bening kehijauan. Selanjutnya setelah proses destruksi selesai, dibiarkan
beberapa saat sampai dingin. Sebanyak 2 mL larutan yang telah didestruksi diencerkan sampai
10 mL kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer direct.
Sumber jurnal