Anda di halaman 1dari 20

MODUL PERKULIAHAN

Managing Employee Development

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


1 http://www.widyatama.ac.id
MODUL PERKULIAHAN

Bagian I
Pelatihan dan Pengembangan

Modul 1: Konteks Strategik dalam


Pelatihan dan Pengembangan

Program Tatap
Fakultas Kode MK Disusun Oleh
Studi Muka
Sekolah Magister 1 201431306 Tim Dosen
Pascasarjana Manajemen

Abstract Kompetensi
Modul perkuliahan ke-1 Managing Mahasiswa mampu Mampu
Employee Development menjelaskan menunjukkan peran strategik
mengenai peran strategik pembelajaran pelatihan dan pengembangan
dan pengembangan kompetensi pegawai kompetensi pegawai bagi
bagi keberlangsungan organisasi keberlangsungan organisasi

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


2 http://www.widyatama.ac.id
PENDAHULUAN

Manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan, praktik, dan sistem yang
memengaruhi perilaku, sikap, dan kinerja pegawai. Praktik sumber daya manusia
memerankan peranan kunci dalam menarik, memotivasi, memberikan penghargaan,
dan mempertahankan pegawai. Praktik manajemen SDM lainnya adalah mendesain
pekerjaan, melakukan rekruitmen pegawai, menyeleksi kandidat, memberikan
kompensasi, dan membangun hubungan atau relasi ketenagakerjaan yang baik.
Modul ini sebagai upaya membekali mahasiswa sehingga dapat memiliki kompetensi
sebagai spesialis SDM yang dapat menjalankan fungsi kunci spesifik terkait:

a. Mengelola proses pembelajaran dan pengembangan SDM


b. Mengelola kinerja pekerja agar selaras dengan visi, misi, strategi, nilai-nilai,
dan tujuan organisasi termasuk
c. memberikan umpan balik secara terintegrasi untuk menjaga keberlanjutan
organisasi
Keseluruhan modul Managing Employee Development ini bersifat dinamis, akan
terus diperbaiki dan dilengkapi sesuai dengan kebutuhan dan perubahan yang terjadi
termasuk menyesuaikan dengan tuntutan profesi bidang SDM. Modul disusun dan
dikembangkan secara berkelanjutan agar dapat memenuhi Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia yang terkini.

Selain itu, mahasiswa diharapkan menjadi pembelajar mandiri, sehingga modul ini
hanya menjadi pemantik untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
keahlian dibutuhkan di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia.

1.1 PERBEDAAN PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

Secara tradisional, pengembangan berfokus pada pegawai di level


manajemen, sedangkan pegawai lini menerima pelatihan yang didesain untuk
meningkatkan keahlian yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan saat ini,
Namun, dengan semakin meningkatnya kebutuhan organisasi untuk meningkatkan
kelekatan antara organisasi dengan pegawainya (employee engagement), dan fokus
untuk mengelola manajemen talenta, maka pengembangan menjadi hal penting bagi
semua pegawai. Pengembangan berkaitan dengan pendidikan formal, pengalaman
kerja, hubungan, termasuk penilaian kepribadian dan kemampuan yang

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


3 http://www.widyatama.ac.id
dipergunakan organisasi agar pegawai dapat bekerja secara efektif untuk
pekerjaannya saat ini dan organisasi di masa depan. Berbagai organisasi
menggunakan berbagai kombinasi aktivitas pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan.

Sebagai contoh, suatu organisasi yang bergerak di bidang konstruksi dapat


menerapkan upaya pengembangan pegawainya menggunakan kursus atau
pelatihan formal yang memerlukan waktu lama, pengalaman kerja, dan mentoring.
Fokus penting dalam program untuk mengembangan pegawai misalnya untuk
mengembangkan keahlian manajemen seperti melakukan kontrol biaya dan
manajemen waktu. Pelatihan teknis diperlukan oleh organisasi tersebut dengan
mengombinasikan pelatihan dengan pengalaman kerja sehingga membantu pegawai
untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dalam menyelesaikan proyek
konstruksi.

Seorang supervisor di organisasi tersebut ditempatkan di satu proyek


sehingga setiap tahapan proyek, permasalahan yang ada, dapat secara riil menjadi
keahlian dan pengetahuannya. Sekian tahun berlalu, supervisor tersebut dapat
menempati posisi manajer ketika dirinya telah terlibat dalam beberapa proyek,
bermacam pengalaman kerja, dan dibawah mentor (dalam hal ini atasan langsung
dan rekan kerja yang memiliki pengalaman lebih banyak darinya). Berbagai hal
tersebut dalam memberikan supervisor tersebut kesempatan untuk memahami
berbagai hal terkait pekerjaannya yang tidak hanya berorientasi jangka pendek,
tetapi jangka panjang yang berkaitan dengan perencanaan karir, manajemen talenta,
termasuk pencapaian tujuan organisasi secara strategik.

Pengembangan memiliki orientasi jangka panjang, melibatkan berbagai


pembelajaran yang tidak hanya berhubungan dengan pekerjaan pegawai saat ini.
Berikut ini perbedaan antara pelatihan dan pengembangan seperti disajikan pada
Tabel 1.1 penting untuk dipahami, meskipun terdapat kemiripan, tetapi terdapat
perbedaan penting di antara keduanya. Secara tradisional, pelatihan berfokus pada
membantu pegawai meningkatkan kinerja untuk pekerjaan saat ini. Pengembangan
membantu para pegawai untuk mempersiapkan dirinya ketika menempati posisi lain
di organisasi dan meningkatkan kemampuan mereka untuk beralih ke pekerjaan
yang mungkin saat ini belum tersedia, namun diprediksi harus ada di masa depan.
Pengembangan membantu pegawai menyiapkan diri dalam menghadapi perubahan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


4 http://www.widyatama.ac.id
di pekerjaan saat ini yang mungkin diakibatkan oleh teknologi baru, desain
pekerjaan, konsumen, atau perubahan pasar.

Pelatihan ditujukan untuk meningkatkan kinerja pegawai saat ini, sehingga


kehadiran dalam pelatihan adalah wajib atau menjadi persyaratan. Untuk
pengembangan, jika pegawai yang akan diikutsertakan adalah pegawai yang telah
terindentifikasi untuk menempati posisi manajerial, maka pengembangan merupakan
hal yang bersifat mandatori. Namun, untuk pegawai lainnya, mereka harus
mengambil inisiatif sendiri jika ingin terlibat dalam pengemvangan. Seiring dengan
perkembangan pelatihan yang semakin berhubungan dengan strategi organisasi
(tujuan bisnis), perbedaan antara pelatihan dan pengembangan dapat menjadi tidak
nampak. Keduanya akan memerlukan dan akan berfokus pada kebutuhan pegawai
dan organisasi untuk saat ini dan masa depan.

Tabel 1.1 Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan

Perbedaan Pelatihan Pengembangan


Fokus Saat ini Masa depan
Penggunaan Pengalaman Kerja Rendah Tinggi
Tujuan Persiapan untuk Persiapan untuk
melaksanakan pekerjaan perubahan (pekerjaan di
saat ini masa depan)
Partisipasi Dipersyaratkan/Wajib Sukarela
Sumber: Noe (2017)

1.2 KONSEP DASAR PELATIHAN 1

Banyak organisasi yang semakin menyadari pentingnya pembelajaran


(learning) di dalam lingkungan bisnis saat ini untuk mengembangkan kompetensi
pegawai. Pengembangan kompetensi yang diperoleh dari proses pembelajaran
merupakan salah satu kunci utama yang menentukan kemampuan daya saing.
Nielsen, Dotiwalam, dan Murray (2020) menyatakan banyak perusahaan bergantung
pada fungsi pembelajaran dan pengembangan untuk membantu para pegawainya
belajar dengan cepat. Namun, saat ini, seiring dinamika lingkungan organisasi,
fungsi tersebut memerlukan perubahan untuk memenuhi kebutuhan organisasi.
Lebih spesifik, Nielsen et al. (2020) mengungkapkan organisasi memahami

1
Catatan: Penggunaan istilah “Pelatihan” dan “Pembelajaran” di dalam modul ini
dapat saling dipertukarkan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


5 http://www.widyatama.ac.id
perubahan teknologi akan mengubah sifat dari pekerjaan dan peran yang melekat
didalamnya. Hal tersebut mengakibatkan kemampuan pegawai untuk belajar
keterampilan baru, model perilaku baru, dan beradaptasi secara terus-menerus
merupakan kunci untuk mempertahankan keberhasilan. Oleh karena itu, Manajemen
Sumber Daya Manusia (SDM) akan semakin dinamis untuk mendorong kinerja
organisasi yang superior.

Berbagai organisasi berupaya untuk terus berkompetisi di dalam ekonomi


global sehingga salah satu hal krusial yang semakin dibutuhkan adalah keahlian,
pengetahuan, dan motivasi dari para pegawainya, dan salah satunya diperoleh
melalui Pelatihan (Aguinis & Kraiger, 2009). Salah satu cara agar pelaksanaan
pelatihan efektif, maka pelatihan harus memiliki peran strategik dalam mendukung
strategi dan perencanaan bisnis. Noe (2017) mendefinisikan pelatihan sebagai
upaya yang terencana dari organisasi untuk menfasilitasi pegawai sehingga memiliki
kompetensi yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi
merupakan pengetahuan (Knowledge), keahlian (Skills), perilaku (Attitudes), dan hal
lainnya (Others) yang penting dan diperlukan oleh pegawai untuk melaksanakan
pekerjaan dan mencapai kinerja. Oleh karena itu, pelatihan dilakukan dengan tujuan
agar pegawai dapat menguasai kompetensi yang diberikan selama program
pelatihan dilakukan dan menerapkannya pada aktivitas pekerjaan sehari-hari.

Jika organisasi ingin memperoleh keunggulan bersaing, maka pelaksanaan


pelatihan akan lebih dari sekadar memberikan pengembangan keahlian dasar.
Organisasi harus memandang pelatihan lebih luas sebagai cara untuk menciptakan
Intellectual Capital yang terdiri dari keahlian dasar (keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan), keahlian yang lebih advanced (misalnya: bagaimana
menggunakan teknologi untuk berbagi informasi), kemampuan memahami perilaku
konsumen atau sistem manufaktur, ataupun meningkatkan kreativitas serta
memperkuat kerjasama kelompok kerja. Sebagai contoh, Brassey, Christensen, dan
van Dam (2016) menyatakan selama satu dekade terakhir, pergerakan tenaga kerja
secara global terus berlanjut yang diakibatkan oleh berbagai faktor. Lanskap bisnis
yang semakin kompetitif, kompleksitas yang semakin meningkat, dan revolusi digital
semakin memerlukan pegawai yang memiliki beragam kompetensi.

Namun, di sisi lain, ketidakpastian yang dihadapi dunia bisnis semakin tinggi,
demografi tenaga kerja yang multigenerasi, serta usia pengetahuan yang tersimpan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


6 http://www.widyatama.ac.id
di dalam diri manusia semakin pendek menyebabkan proses reskilling dan upskilling
menjadi kebutuhan utama. Pergeseran ekonomi berbasis digital dan pengetahuan
menunjukkan perlunya tenaga kerja yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk
melakukan kedua hal tersebut. Berbagai penelitian pun menunjukkan persentase
yang sangat signifikan bahwa kapitalisasi pasar di perusahaan publik didasarkan
pada asset yang tidak berwujud, seperti pegawai yang terampil, pemimpin yang
sangat baik, dan pengetahuan yang dimiliki organisasi. Berbagai trend inilah yang
dinyatakan oleh Brassey et al. (2016) menyebabkan pentingnya fungsi Learning and
Development di organisasi.

Perkembangan saat ini, pegawai diyakini tidak hanya perlu untuk memahami
sistem pengembangan produk atau jasa yang disediakan bagi konsumen. Namun,
pegawai diharapkan dapat saling berbagi pengetahuan dan mempergunakan
berbagai pengetahuan tersebut secara kreatif untuk memodifikasi produk atau
layanan bagi konsumen. Banyak organisasi mengadopsi perspektif tersebut yang
dikenal dengan istilah high-leverage training, yaitu pelatihan yang dihubungkan
dengan strategi dan tujuan organisasi, menggunakan proses desain instruksional
untuk memastikan pelatihan efektif, termasuk membandingkan antara program
pelatihan organisasi dengan program pelatihan organisasi lain.

Praktik high-leverage training membantu organisasi untuk menciptakan


lingkungan pekerjaan yang mendorong continuous learning atau pembelajaran
berkelanjutan. Pembelajaran berkelanjutan memerlukan pegawai untuk memahami
keseluruhan sistem pekerjaan, termasuk hubungan pekerjaan mereka dengan
pekerjaan lain di unitnya, dan organisasi. Setelah memperoleh keahlian dan
pengetahuan baru, seorang pegawai diharapkan dapat menerapkannya di dalam
pekerjaan, dan kemudian berbagi informasi dan pengetahuan yang diperoleh dengan
pegawai lainnya. Manajer SDM harus berperan aktif dalam mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan dan memastikan pegawai menggunakan hasil pelatihan dalam
pekerjaannya.

High-leverage training diharapkan dapat menghubungkan antara pelatihan


dengan peningkatan kinerja. Organisasi dapat kehilangan banyak uang akibat
pelatihan karena pelatihan didesain dengan buruk, tidak terhubung dengan masalah
kinerja dan strategi bisnis, atau karena dampak dari pelatihan tidak terukur dengan
baik. Banyak organisasi mengivestasikan uangnya dengan pemikiran sederhana,

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


7 http://www.widyatama.ac.id
yakni meyakini pelatihan adalah hal baik untuk dilakukan. Saat ini, diharapkan
pelatihan dievaluasi tidak hanya berbasis pada jumlah program yang ditawarkan dan
dilaksanakan, tetapi bagaimana pelatihan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
organisasi, perubahan perilaku, dan peningkatkan kinerja.

Pelatihan dipergunakan untuk meningkatkan kinerja pegawai yang mengarah


pada kinerja organisasi. Pelatihan dipandang sebagai salah satu dari berbagai solusi
untuk meningkatkan kinerja:

1. Memberikan kesempatan pendidikan bagi semua pegawai, seperti


menyediakan program pelatihan, memberikan dukungan untuk mengikuti
pelatihan yang ditawarkan di luar organisasi, belajar mandiri, dan belajar
melalui rotasi pekerjaan.

2. Peningkatan kinerja adalah proses ongoing, secara berkelanjutan, dan dapat


diukur secara langsung daripada hanya sekadar melaksanakan pelatihan.

3. Menunjukkan pada pimpinan, manajemen, maupun peserta pelatihan manfaat


dari pelatihan.

4. Pembelajaran (learning) merupakan aktivitas berkelanjutan yang melibatkan


manajemen senior, manajer, dan pegawai sehingga diharapkan akan
meningkatkan kepemilikan terhadap organisasi.

5. Pelatihan dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan strategik bisnis, dan


mendorong organisasi memperoleh keunggulan bersaing.

Glaveski (2019) dalam tulisannya2 menyatakan sebagai berikut “Organizations


spent $359 billion globally on training in 2016, but was it worth it?” Glaveski (2019)
menyebutkan tidak hanya mayoritas pelatihan di organisasi tidak efektif, tetapi tujuan,
waktu, dan konten pelatihan tidak memadai. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh
Glaveski atas pertanyaan yang dikemukakannya adalah sebagai berikut:
1. 75% dari 1500 manajer yang berasal dari 50 organisasi yang menjadi
responden menyatakan ketidakpuasan dengan fungsi Learning & Development
(L&D) di organisasi mereka;
2. 70% pegawai melaporkan bahwa mereka tidak menguasai keahlian yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaannya;

2
https://hbr.org/2019/10/where-companies-go-wrong-with-learning-and-development

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


8 http://www.widyatama.ac.id
3. Hanya 12% pegawai yang dapat menerapkan keahlian baru yang diperoleh dari
program Learning & Development kedalam pekerjaan mereka;
4. Hanya 25% responden dari survei yang dilakukan McKinsey meyakini bahwa
pelatihan meningkatkan kinerja secara terukur.
Apa yang disampaikan di dalam Glaveski (2019) merupakan isu yang dapat
ditemukan terjadi di berbagai organisasi. Lalu, solusi apa yang dapat ditawarkan
sehingga pelatihan yang dilakukan efektif memenuhi kebutuhan organisasi?

1.3 MENDESAIN PELATIHAN YANG EFEKTIF


Aguinis dan Kraiger (2009) menyatakan bahwa pelatihan haruslah
bermanfaat bagi individual, team, dan organisasi. Di level individual dan tim,
pelatihan akan memberikan manfaat terkait dengan kinerja dan faktor yang berkaitan
dengan kinerja seperti tacit skills, inovasi, komunikasi dan manfaat lain seperti
empowerment dan efikasi diri. Sedangkan di level organisasi, manfaat akan muncul
dalam berbagai faktor yang terkait dengan kinerja organisasional seperti
meningkatnya efektivitas, profitabilitas, dan penjualan termasuk faktor lain seperti
kepuasan pegawai dan pelanggan, serta reputasi baik dari kacamata pelanggan.
Manfaat yang lebih luas dari pelatihan diharapkan adanya dampak bagi masyarakat
atau lingkungan sekitar. Tracey et al. (2001) menyatakan tidak mudah untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan program pelatihan yang efektif. Oleh
karena itu, proses mendesain pelatihan merupakan pendekatan yang sistematis
untuk mencapai berbagai tujuan sehingga investasi yang dikeluarkan oleh organisasi
tidak sia-sia.

Gambar 1.1 menyajikan tahapan dalam mendesain proses pelatihan yang


mencakup:

1. Melaksanakan analisis kebutuhan pelatihan (Training Needs Analsysis, TNA)


sehingga dapat mengidentifikasi pelatihan yang dibutuhkan.

2. Memastikan bahwa pegawai memiliki motivasi dan keahlian dasar yang


diperlukan untuk menguasai konten pelatihan.

3. Menciptakan lingkungan pembelajaran yang memiliki karakteristik mendukung


terjadinya pembelajaran.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


9 http://www.widyatama.ac.id
4. Memastikan peserta pelatihan menerapkan konten pelatihan dalam
pekerjaannya. Tahap ini melibatkan pemahaman peserta dalam mengelola
peningkatkan keahlian dengan dukungan rekan kerja dan manajer.

5. Mengembangkan rencana evaluasi; termasuk mengidentifikasi output pelatihan


yang diharapkan untuk memengaruhi kinerja (apakah perilaku atau keahlian),
memiliki desain evaluasi yang memungkinkan manajer SDM menentukan
pengaruh pelatihan pada output tersebut, dan merencanakan bagaimana
menunjukkan pelatihan dapat memengaruhi “bottom line” (menggunakan cost-
benefit analysis untuk menentukan manfaat moneter hasil dari pelatihan).

6. Memilih metode pelatihan berbasis pada tujuan pembelajaran dan lingkungan


pembelajaran. Tahap ini termasuk menentukan apakah akan menggunakan
metode tradisional (tatap muka) atau e-learning.

7. Mengevaluasi program dan membuat perubahan dengan meninjau ulang


tahapan-tahapan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelatihan dan
mencapai tujuan pelatihan yang ditetapkan.

Gambar 1.1 menunjukkan proses desain pelatihan yang dilakukan


berdasarkan pada prinsip Instructional System Design (ISD) sebagai proses untuk
mendesain dan mengembangkan program pelatihan. Tidak ada satu model ISD yang
diterima secara universal. Model ISD sering disebut juga sebagai model ADDIE
karena melibatkan analysis, design, development, implementation, dan evaluation.
Berikut keterkaitan antara ISD dan konsep ADDIE:

1. Analysis yang mencakup proses di tahap 1 (melaksanakan analisis kebutuhan)


dan tahap 2 (memastikan kesiapan pegawai untuk mengikuti pelatihan).
2. Design dan Development yaitu mencakup isu yang berada di tahap 3, 4, dan 5
(menciptakan lingkungan pembelajaran, memastikan terjadinya transfer of
training, dan mengembangkan rencana evaluasi).
3. Implementation, yaitu mencakup tahapan 6 (menseleksi dan menggunakan
metode pelatihan).
4. Evaluation, yaitu tahap 7 yang berkaitan dengan monitoring dan evaluasi
program.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


10 http://www.widyatama.ac.id
1. Melakukan Needs 2. Memastikan 3. Menciptakan Lingkungan
Assessment Kesiapan Pegawai Pembelajaran
 Analisis Organisasional untuk Pelatihan  Tujuan Pembelajaran
 Analisis Individual  Sikap dan Motivasi  Materian yang
 Analisis Tugas  Keahlian Dasar Bermakna
 Praktik
 Umpan
Balik/Feedback

5. Mengembangkan Rencana  Komunitas


4. Memastikan Transfer
Evaluasi Pembelajaran
of Training
  Modeling
Identifikasi Luaran  Manajemen Diri
 Administrasi Program
Pembelajaran  Dukungan Rekan
 Memilih Desain Evaluasi Kerja dan Atasan
 Analisis Rencana Cost-
Benefit

6. Memilih Metode Pelatihan 7. Monitoring dan Evaluasi Program


 Tradisional vs E-Learning  Melakukan Evaluasi
 Tatap Muka vs Teknologi  Membuat Perubahan untuk
Meningkatkan Program

Gambar 1.1 Proses Desain Pelatihan


Noe (2017)

Noe (2017) menyatakan asumsi yang dipergunakan dalam model tersebut adalah:

1. Desain pelatihan efektif hanya jika membantu pegawai mencapai tujuan dan
sasaran instruksional atau pelatihan.

2. Tujuan pembelajaran yang terukur sebaiknya diidentifikasi sebelum program


pelatihan dimulai.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


11 http://www.widyatama.ac.id
3. Evaluasi memiliki peran penting dalam perencanaan dan memiliki metode
pelatihan, monitoring program pelatihan, dan memberikan saran perubahan
dalam proses desain pelatihan.

Proses desain pelatihan harus sistematis tetapi tetap fleksibel sehingga dapat
beradaptasi terhadap kebutuhan bisnis. Beberapa tahapan dapat dilakukan secara
simultan. Hal penting yang harus dipahami oleh Manajer SDM adalah mendesain
pelatihan secara tidak sistematis akan mengurangi manfaat dari pelatihan. Sebagai
contoh, memiliki metode pelatihan sebelum menentukan kebutuhan pelatihan atau
memastikan kesiapan peserta untuk mengikuti pelatihan akan meningkatkan risiko
metode yang dipilih bukan metode yang paling efektif untuk memenuhi kebutuhan
pelatihan. Pelatihan akan membuang-buang waktu dan biaya. Para peserta mungkin
dapat memiliki pengetahuan, keahlian, atau perilaku yang dibutuhkan tetapi tidak
akan memotivasi untuk bekerja lebih baik.

Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pekerjaan dan


pembelajaran seperti globalisasi, perubahan demografis, teknologi baru, dan
perubahan ekonomi; termasuk di 2020 dengan munculnya pandemic Covid-19.
Berbagai pelatihan yang dilakukan secara klasikal atau tradisional atau tatap muka
bergeser dengan cepat menggunakan teknologi (e-learning atau blended learning)
dengan kurikulum dan atau sumber belajar pelatihan yang belum siap untuk
dilakukan dengan e-learning. Artinya, telah terjadi akselerasi pemanfaatan teknologi
dalam pelatihan yang diselenggarakan. Berbagai hal tersebut dapat menyebabkan
para penyelenggara, instruktur, dan peserta dituntut untuk memiliki sikap dan
perilaku baru dalam melaksanakan pelatihan.

1.4 WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB DALAM MELAKSANAKAN


PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN
Pelatihan dan pengembangan dapat merupakan tanggung jawab para
profesional di sumber daya manusia, pengembangan sumber daya manusia, atau
pengembangan organisasional. Organisasi dapat menempatkan di fungsi atau
departemen sumber daya manusia, pengembangan sumber daya manusia, atau
pengembangan organisasional yang menyediakan pelatihan dan pengembangan.
Untuk organisasi kecil bisa jadi pelatihan dan pengembangan merupakan tanggung
jawab pemilik/pendiri perusahaan dan semua pegawai. Ketika organisasi semakin

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


12 http://www.widyatama.ac.id
besar, maka tanggung jawab dapat dipegang oleh seseorang di dalam organisasi
yang menjalankan fungsi di sumber daya manusia. Fungsi tersebut bisa menjadi
bagian dari pekerjaannya (misal sebagai manajer SDM) atau sebagai fungsi khusus
sebagai spesialis penanggung jawab pelatihan dan pengembangan.

Pengembangan sumber daya manusia (human resource development/ HRD)


merupakan integrasi dari pelatihan dan pengembangan, pengembangan
organisasional, dan pengembangan karir untuk meningkatkan efektivitas individual,
kelompok, dan organisasional. Professional HRD terlibat dalam analisis jabatan,
desain sistem instruksional, on-the-job training, dan peningkatan kinerja individual.
Seorang profesional HRD dapat berfokus pada pelatihan seperti membangun tim,
menghindari konflik, mengembangkan pegawai, dan manajemen perubahan. Oleh
karena itu, aktivitas atau praktik pelatihan dan pengembangan dapat merupakan
tanggung jawab manajemen SDM, dan professional, atau departemen
pengembangan organisasional.

Brassey, Christensen, dan van Dam (2019) menyatakan berbagai trend yang
terjadi di organisasi bisnis mendorong semakin strategiknya fungsi Learning and
Development (L&D) di organisasi. Fungsi L&D harus beradaptasi sehingga dapat
memenuhi kebutuhan organisasi, seiring dengan semakin meningkatnya investasi
dalam mengembangkan profesional SDM. Salah satu tanggung jawab utama dari
L&D adalah mengelola pegawai yang mendukung prioritas berbagai fungsi kunci
lainnya dalam bisnis. Adapun peran strategik L&D mencakup lima area sebagai
berikut:

1. Menarik dan mempertahankan talenta.


2. Mengembangkan kapabilitas pegawai.
3. Menciptakan budaya berbasis nilai.
4. Mengembangkan merek organisasi,
5. Memotivasi dan memperkuat kelekatan para pegawai.
Kelima area tersebut harus semakin dipahami oleh para pimpinan/manajer L&D
sebagai tantangan yang hadir akibat revolusi industri 4.0 yang sampai saat ini masih
sangat sedikit organisasi yang mengimplementasikan program transformasi dalam
skala besar. Brassey et al. (2019) menyatakan banyak organisasi yang melakukan
adaptasi dengan sangat perlahan terhadap strategi dan kurikulumnya. Namun,
dengan peningkatan teknologi yang semakin cepat, para pemimpin L&D tidak boleh

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


13 http://www.widyatama.ac.id
menunda terlalu lama. Human Capital sangatlah penting daripada apapun, dan akan
menjadi faktor utama yang akan berperan menjadi keunggulan bersaing bagi
organisasi di beberapa waktu yang akan datang. Para pemimpin L&D harus
melakukan perubahan (revolusi, karena sangat dramatis), strategi pembelajaran
yang selaras dengan strategi bisnis, serta mengidentifikasi dan menyediakan
kapabilitas yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan bisnis. Organisasi yang
efektif akan melakukan investasi dalam program L&D yang inovatif, tetapi fleksibel
dan agile, serta membangun talenta yang diperlukan sehingga dapat memiliki
keterampilan dan keahlian di era digital. These changes entail some risk, and
perhaps some trial and erros, but the rewards are great.

Gambar 1.2 Peran Strategik fungsi Learning and Development (L&D)


Sumber: Brassey et al. (2019)

1.5 PELATIHAN YANG STRATEGIK

Pembelajaran (learning) merupakan bagian dari tanggung jawab semua


pegawai, manajer maupun staf, yang apabila dilakukan secara aktif akan membantu
pegawai memperoleh keahlian dan perspektif baru. Jika hal tersebut disadari di
organisasi, maka akan membantu meningkatkan nilai dari pembelajaran yang
dilakukan dan memunculkan manfaat yang disadari terhadap bisnis yang dilakukan.
Mengapa penting untuk menyadari pelatihan harus memiliki secara strategik? Untuk

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


14 http://www.widyatama.ac.id
berkontribusi pada keberhasilan organisasi maka aktivitas pelatihan harus
mendorong organisasi mencapai strategi bisnisnya. Terdapat hubungan langsung
dan tidak langsung antara strategi dan tujuan bisnis. Pelatihan membantu pegawai
mengembangkan keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan yang
langsung mempengaruhi bisnis. Penyelenggaraan pelatihan memberikan
pegawainya kesempatan untuk belajar termasuk mengembangkan lingkungan kerja
yang positif. Hal tersebut kemudian akan mendorong pencapaian strategi bisnis
melalui kemampuan organisasi menarik pegawai yang memiliki talenta. Proses
pelatihan yang diberikan dapat memotivasi dan mempertahankan pegawai yang ada
saat ini.

Strategi bisnis memiliki dampak besar pada tipe dan jumlah pelatihan yang
dilakukan serta alokasi sumber daya (uang, waktu pelatiha, dan pengembangan
program). Strategi juga mempengaruhi tipe, level, dan bauran keahlian yang
diperlukan organisasi. Strategi memiliki pengaruh dalam menentukan:
1. Jumlah pelatihan untuk memenuhi kebutuhan keahlian yang diperlukan oleh
pekerjaan saat ini atau masa depan.
2. Sejauhmana pelatihan dapat didesain untuk kebutuhan pegawai atau dibangun
berdasarkan kebutuhan kelompok kerja, unit, atau divisi.
3. Apakah pelatihan terbatas pada kelompok pegawai yang spesifik (seperti bagi
pegawai yang teridentifikasi memiliki talenta manajerial) atau terbuka untuk
semua pegawai.
4. Apakah pelatihan direncanakan atau dilaksanakan secara sistematis,
diselenggarakan hanya ketika masalah terjadi, atau dilakukan secara spontan
sebagai reaksi sikap pesaing.
5. Pentingnya menempatkan pelatihan dibandingkan dengan praktik manajemen
SDM lainnya seperti seleksi dan kompensasi.
Gambar 1.3 menunjukkan evolusi peran pelatihan dari suatu program
sehingga memiliki fokus yang lebih luas pada pembelajaran dan kemudian
menciptakan berbagai pengetahuan. Pelatihan tidak hanya terus berfokus pada
program pengembangan untuk melatih keahlian yang spesifik; tetapi juga dapat
menghubungkan lebih baik dengan peningkatan kinerja pegawai dan membantu
mencapai kebutuhan dan tantangan bisnis (peran strategik). Peran pelatihan
berkembang dengan mengikutsertakan penekanan pada pembelajaran, menciptakan
pengetahuan baru, serta berbagi pengetahuan.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


15 http://www.widyatama.ac.id
Pembelajaran (Learning) merupakan akuisisi pengetahuan oleh pegawai
secara individual atau kelompok yang ingin menerapkan pengetahuan dalam
pekerjaan mereka dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan pekerjaan untuk
organisasi. Pengetahuan berhubungan dengan apa yang individual atau tim ketahui
atau pengetahuan yang harus diketahui (human and social knowledge) seperti
aturan organisasi, proses, instrumen, dan rutinitas (pengetahuan yang terstruktur).
Pengetahuan dapat berupa tacit knowledge (pengetahuan personal berdasarkan
pada pengalaman individual yang sulit untuk dijelaskan pada orang lain) dan explicit
knowledge (pengetahuan yang dapat diformalisasikan, dikodifikasi, dan
dikomunikasikan).

Pada pendekatan tradisional, pelatihan dipandang sebagai serangkaian


program atau event yang dihadiri oleh para pegawai. Setelah menghadiri program
pelatihan, pegawai bertanggung jawab untuk menggunakan apa yang mereka
pelajari di pelatihan pada pekerjaannya. Selain itu, pada pendekatan ini, tidak ada
informasi yang akan membantu pegawai memahami hubungan antara konten
pelatihan dan kinerja individual atau tujuan pengembangan atau tujuan bisnis. Tipe
pelatihan ini biasanya gagal untuk meningkatkan kinerja dan memenuhi kebutuhan
bisnis. Peran pelatihan sebagai program atau event akan berlanjut di masa depan
karena pegawai memerlukan pengetahuan dan keahlian yang spesifik. Pendekatan
ini mengasumsikan kondisi bisnis dapat diprediksi, dapat dikontrol oleh organisasi,
dan organisasi dapat mengontrol dan memprediksi pengetahuan dan keahlian yang
diperlukan pegawai di masa yang akan datang.

Training
Event

Learning
Create and Share Performance
Emphasis
Knowledge Result

Business Need

Gambar 1.3 Evolusi Peran Pelatihan


Noe (2010)

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


16 http://www.widyatama.ac.id
Gambar 1.4 menyajikan model dari proses pelatihan dan pengembangan
yang berorientasi strategik.

Strategi Bisnis Inisiatif Pelatihan Aktivitas Pelatihan Metrik yang


dan Pengembangan dan Pengembangan Menunjukkan Nilai
Strategik dari Pelatihan

 Diversifikasi  Penggunaan
Portfolio  Pembelajaran
Pelatihan berbasis
Pembelajaran Web  Peningkatan Kinerja
 Meningkatkan  Membuat  Mengurangi Keluhan
Layanan Pelanggan Perencanaan Konsumen
 Akselerasi Pelatihan Mandatori
 Mengurangi
Kecepatan  Mengembangkan Perputaran Tenaga
Pembelajaran Web Sites untuk Kerja (Turnover)
 Menangkap dan Berbagi
 Employee
Membagikan Pengetahuan Engagement
Pengetahuan  Meningkatkan
Jumlah Pelatihan
Layanan Konsumen

Gambar 1.4 Proses Training dan Development yang Strategik


Noe (2017)

Model tersebut menunjukkan proses pelatihan diawali dengan


mengidentifikasi strategi bisnis. Proses selanjutnya akan memilih inisiatif pelatihan
dan pengembangan yang mendukung strategi. Inisiatif pelatihan dan pengembangan
diterjemahkan pada aktivitas pelatihan dan pengembangan yang lebih konkrit di
tahap selanjutnya. Tahap terakhir melibatkan pengukuran atau metriks yang
dipergunakan untuk menentukan apakah pelatihan telah membantu berkontribusi
pada tujuan yang berhubungan dengan strategi bisnis. Oleh karena itu, perlu
dipahami bagaimana peran pelatihan yang semakin berkembang di berbagai
organsiasi sehingga dapat mengintegrasikan konsep strategi bisnis dan bagaimana
pelatihan dapat mendukung pencapaian strategi bisnis. Banyak perusahaan yang
berhasil mengoptimalkan peran pelatihan karena komitmen yang muncul dari
manajemen puncak untuk menjadikan organisasinya sebagai organisasi
pembelajaran (learning organization) sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam
menghadapi kompetisi.

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


17 http://www.widyatama.ac.id
1.6 KARAKTERISTIK ORGANISASI YANG MENDORONG PELATIHAN
EFEKTIF
Jumlah dan tipe pelatihan dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti: peran
pegawai dan manajer, dukungan pimpinan puncak, tinggi-rendah integrasi antar unit
di organisasi, globalisasi, kondisi bisnis, praktik SDM lainnya termasuk strategi
penempatan dan perencanaan sumber daya manusia, serikat pekerja, ataupun
keterlibatan pegawai, manajer, dan staf SDM (Noe, 2017). Berikut adalah bentuk
dukungan, komitmen dari fungsi yang ada di organisasi:

1. Peran pegawai dan Manajer. Manajer perlu untuk dilatih “people skills”, termasuk
negosisiasi, sensitivitas, coaching, penyelesaian konflik, dan kemampuan
komunikasi. Berikut ini peran dan tugas Manajer dalam perusahaan yang
menggunakan High-Performance Work Practices:

Peran Tugas Utama


Mengelola aktivitas agar  Mengklarifikasi tujuan kelompok dengan tujuan
selaras dengan organisasi organisasi
 Membantu pegawai mengelola tujuannya
 Memindai lingkungan organisasi agar memperoleh
informasi yang berguna bagi kelompok
Mengoordinasikan berbagai  Memastikan aktivitas tim kerja memenuhi kebutuhan
aktivitas konsumen internal dan eksternal
 Memastikan tim memenuhi tujuan baik secara kuantitas
maupun kualitas
 Membantu tim menyelesaikan masalah
 Memastikan kesamaan dalam interpretasi kebijakan dan
prosedur
Memfasilitasi  Memfasilitasi pengambilan keputusan kelompok
Proses pengambilan  Membantu tim menggunakan proses pengambilan
keputusan keputusan (berkompromi dengan konflik, kontrok di
proses statistik)
Mendorong pembelajaran  Membantu tim mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
berkelanjutan  Membantu tim menjadi lebih efektif melalui on-the-job-
training
 Menciptakan lingkungan yang mendorong pembelajaran
Menciptakan dan  Memastikan setiap anggota tim bertanggung jawab
memelihara rasa percaya untuk beban kerjanya dan konsumen yang dimiliki
 Memperlakukan seluruh anggota tim dengan saling
menghargai
 Mendengarkan dan memberikan respon secara jujur
pada berbagai ide kelompok
Sumber: Noe (2010)

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


18 http://www.widyatama.ac.id
2. Dukungan Manajemen Puncak, yang memiliki peran kunci untuk menentukan
pentingnya pelatihan dan pengembangan di organisasi antara lain sebagai
berikut:
a. Arahan yang jelas untuk pembelajaran (Visi).
b. Dorongan, sumberdaya, dan komitmen untuk pembelajaran strategik
(sponsor).
c. Mengambil peran aktif dalam mengelola pembelajaran, termasuk mengkaji
tujuan dan sasaran pelatihan, termasuk memberikan insight bagaimana
mengukur efektivitas pelatihan (governor).
d. Mengembangkan program pembelajaran baru bagi perusahaan (subject-
matter expert).
e. Menjadi pengajar atau menyediakan sumber daya online (faculty).
f. Berperan sebagai role model untuk pembelajaran bagi seluruh organisasi dan
menunjukkan keinginan untuk secara konstan melakukan pembelajaran
(learner).
g. Mempromosikan komitmen organisasi (marketing agent).
3. Integrasi unit bisnis: di dalam bisnis yang sangat terintegrasi, pegawai perlu
untuk memahami layanan, dan produk dari unit lain. Pelatihan dapat termasuk
rotasi pegawai di pekerjaan yang berbeda sehingga pegawai dapat memiliki
pemahaman mengenai proses bisnis organisasi.

1.7 TAHAPAN MENGELOLA PROSES PEMBELAJARAN DAN


PENGEMBANGAN SDM
Berdasarkan pada Kemenaker Nomor 149 Tahun 2020, Elemen Kompetensi dan
Kriteria Unjuk Kerja yang harus dimiliki oleh spesialis SDM untuk mengelola proses
pembelajaran dan pengembangan SDM adalah sebagai berikut:

No Elemen Kompetensi Kriteria Unjuk Kerja


1 Merancang Program Pembelajaran a. Menyusun Kebutuhan Pembelajaran dan
dan Pengembangan sesuai dengan Pengembangan
hasil analisis kebutuhannya b. Merancang Program Pembelajaran dan
Pengembangan
2 Melakukan aktivitas sekaligus a. Melaksanakan Kegiatan Pembelajaran dan
evaluasi efektivitas Pembelajaran Pengembangan
dan Pengembangan SDM b. Mengevaluasi Pelaksanaan Program
Pembelajaran dan Pengembangan

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


19 http://www.widyatama.ac.id
1.8 REFERENSI
Aguinis, H., & Kraiger, K. (2009). Benefits of Training and Development for
Individuals and Teams, Organizations, and Society. The Annual Review of
Psychology (60): 451-574.

Brassey, J., Christensen, L., & van Dam, N. (2016). Introduction: Components of a
successful L&D Strategy. A Chapter form Elevating Learning & Development.
https://www.mckinsey.com/~/media/mckinsey/business%20functions/organizati
on/our%20insights/elevating%20learning%20and%20development/elevating-
learning-and-development-intro.ashx.

Brassey, J., Christensen, L., & van Dam, N. (2019). The essential components of a
successful L&D strategy. McKinsey&Company.

Gaveski, Steve. (October 02, 2019). Where Companies Go Wrong with Learning and
Development. https://hbr.org/2019/10/where-companies-go-wrong-with-
learning-and-development.

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 149 Tahun 2020


Tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori
Jasa Profesional, Ilmiah, dan Teknis Golongan Pokok Aktivitas Kantor Pusat
dan Konsultasi Manajemen Bidang Manajemen Sumber Daya Manusia.

Nielsen, N. C., Dotiwala, F., & Murray, M. (2020). A Transformation of the Learning
Function: Why it Should Learn New Ways.
https://www.mckinsey.com/business-functions/mckinsey-accelerate/our-
insights/a-transformation-of-the-learning-function-why-it-should-learn-new-ways

Raymond A. Noe. (2010). Employee Training & Development. McGrawHill Education,


Fifth Edition.

Raymond A. Noe. (2017). Employee Training & Development. McGrawHill Education,


Seventh Edition.

Tracey, J. B., Hinkin, T. R., Tannenbaum, S., & Mathieu, J. E. (2001). The influence
of individual characteristics and the work environment on varying levels of
training outcomes [Electronic version]. Retrieved [insert date], from Cornell
University, School of Hotel Administration site:
http://scholarship.sha.cornell.edu/articles/94

Managing Employee Development Biro Akademik dan Pembelajaran


20 http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai