Anda di halaman 1dari 32

Gratifikasi Dokter

Perspektif
Asosiasi Profesi
Dr.H.N.Nazar, Sp.B (K) Trauma, FInaCS,
MH.Kes
Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan
Anggota (BHP2A) – PB.IDI
CURICULUM VITAE
Nama : Dr. H. N. Nazar, Sp.B, (K) Trauma, FInaCS, MHKes
Tmpt /Tgl Lahir : Maninjau, 14 Januari 1950
Pendidikan :
• Kedokteran Umum : FK USU tahun 1978
• Spesialis Bedah Umum : FK UI tahun 1990
• Konsultan Traumatologi : Tahun 2005
• Magister Hukum : Pasca Sarjana Unika Soegijapranata tahun 2008
Organisasi :
• PP PABI : 2000 – sekarang
• PP IKABI : 2008 – sekarang
• PB IDI
BHP2A : 2009 – sekarang
MPPK/Divisi Pembelaan Anggota : 2012 – sekarang
POKJA Implementasi Tarif Pembayaran Medis : 2012 – sekarang
Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota : 2012 – sekarang
Tim MONEV-SETGAB. BPJS-Kemenkes : 2014 – sekarang
Ketua Panel Ahli Kolegium Dokter Indonesia : 2015 – sekarang
Definisi Gratifikasi
• Gratifikasi menurut Black Laws Dictionary,
berasal dari kata GRATIFICATION yang berarti :
A gratuity; a recompense or reward for
services or benefits, given voluntarily, without
solicitation or promise.
• Dapat diartikan disini gratifikasi adalah
pemberian atau hadiah atas jasa atau
keuntungan yang diberikan secara ikhlas tanpa
iming – iming atau janji apapun.
Definisi Gratifikasi
Berdasarkan UU No.20 Tahun 2001
• Yang dimaksud dengan gratifikasi adalah sebagai
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat(discount), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
• Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.
Peraturan Terkait
• UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun
2001 Ttg. Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
• UU No.30 Tahun 2002 Ttg. Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
• PMK No.14 Tahun 2014 Ttg. Pengendalian
Gratifikasi di Lingkungan Kemenkes.
UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001
Pasal 12 B
(1). Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.Yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh
penerima gratifikasi;
b.Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut
suap dilakukan oleh penuntut umum.
UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001

Pasal 12 B
(2). Pidana bagi pegawai negeri atau
penyelenggara negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001
Pasal 12 C
(1). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B ayat (1) tidak
berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya
kepada Komisi Pemberantasan Tinda Pidana Korupsi.
(2). Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
(3). Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan
wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau
milik negara.
(4). Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-
Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Contoh pemberian yang dikategorikan Gratifikasi
(menurut KPK):
1. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau
keluarganya untuk keperluan pribadi secara
cuma-cuma
2. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat
pada saat Hari Raya Keagamaan, oleh rekanan
atau bawahannya. Hadiah atau sumbangan pada
saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan
kantor pejabat tersebut
3. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat
untuk pembelian barang dari rekanan
Contoh pemberian yang dikategorikan Gratifikasi
(menurut KPK):
4. Pemberian biaya atau ongkos naik Haji dari
rekanan kepada pejabat
5. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-
acara pribadi lainnya dari rekanan
6. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat
pada saat kunjungan kerja
7. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan
terima kasih karena telah dibantu
Kemenkes RI melalui PMK No.14/2014 ttg
Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan
Kementerian Kesehatan,
Membagi Gratifikasi menjadi 2 kategori:

1. Gratifikasi yang Dianggap Suap


2. Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap
PMK No.14/2014 Ps. 4,
Gratifikasi yang Dianggap suap meliputi penerimaan
namun tidak terbatas pada:
1. Marketing fee atau imbalan yang bersifat
transaksional yang terkait dengan pemasaran suatu
produk.
2. Cashback yang diterima instansi yang digunakan
untuk kepentingan pribadi.
3. Gratifikasi yang terkait dengan pengadaan barang dan
jasa, pelayanan publik, atau proses lainnya.
4. Sponsorship yang terkait dengan pemasaran atau
penelitian suatu produk
PMK No.14/2014 Ps. 4,
Gratifikasi yang Tidak Dianggap suap meliputi:
A. Terkait kedinasan, tidak terbatas pada:
• Pihak lain berupa cinderamata dalam kegiatan resmi
kedinasan
• Pihak lain berupa kompensasi yang diterima terkait
kegiatan kedinasan, sepanjang tidak terdapat pembiayaan
ganda, nilai yang wajar, tidak terdapat konflik kepentingan
dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi
penerima
• Sponsorship yang diberikan kepada instansi terkait
dengan pengembangan institusi yang dimanfaatkan
secara transparan dan akuntabel
B. Tidak terkait kedinasan, tidak terbatas pada:
• Orang lain yang memiliki hubungan keluarga, sepanjang tidak
mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi
• Orang lain terkait dengan acara pernikahan, keagamaan,
upacara adat, dll sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan
dan dilaporkan kepada KPK dan setelah dilakukan verifikasi dan
klarifikasi dinyatakan tidak dianggap suap
• Atasan kepada bawahan aparatur Kemenkes sepanjang tidak
menggunakan anggaran Negara
• Orang lain termasuk sesama aparatur Kemenkes yang terkait
dengan acara perayaan menyangkut kedudukan atau
jabatannya yang dilaporkan kepada KPK dan setelah dilakukan
verifikasi dan klarifikasi dinyatakan tidak dianggap suap
B. Tidak terkait kedinasan, tidak terbatas pada: (sambungan)
• Orang lain termasuk sesama aparatur Kemenkes yang terkait
dengan musibah yang dialami oleh penerima gratifikasi atau
keluarganya sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan
• Orang lain berupa hadiah, hasil undian, diskon/rabat,atau
souvenir yang berlaku umum
• Orang lain berupa hidangan atau sajian yang berlaku umum
• Prestasi akademis atau non-akademis yang diikuti dengan
menggunakan biaya sendiri
• Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi
kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum
• Kompensasi atau penghasilan atas profesi yang dilaksanakan
saat jam kerja, dan mendapatkan izin dari atasan langsung
atau pihak yang berwenang
Menurut kaidah hukum positif, Gratifikasi
dikategorikan pemberian suap jika memenuhi
adanya 3 unsur, yaitu:
1. Subjek Hukum : Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara
2. Pemberian tersebut ada kaitannya dengan
jabatan
3. Bertentangan dengan tugas/kewajiban
• Penekanan Subjek dalam gratifikasi pada
Undang-Undang adalah “Pegawai Negeri” atau
“Penyelenggara Negara”
• Dengan mengacu pada hitam putih substansi
hukum, maka penerima gratifikasi Non-
Pegawai Negeri dan Penyelenggara Negara
tidak dapat dikenakan sanksi pidana
berdasarkan UU
Pencetus Gratifikasi (Terindikasi Suap) Terhadap
Tenaga Medis
Kewajiban Dokter untuk mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan & teknologi kedokteran tercantum dalam :
1. KODEKI Ps.21
2. UU No.29 Tahun 2004 Ttg. Praktik Kedokteran Ps.28
ayat(1) dan Ps.51 huruf e

Kegiatan Pendidikan & Pelatihan Kedokteran


Berkelanjutan (P2KB) selain dalam rangka memenuhi
perintah dan kewajiban terhadap UU dalam pemenuhan
untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi Dokter, tetapi
juga untuk meningkatkan mutu pelayanan kedokteran
kepada masyarakat.
• Pelaksanaan P2KB yang didukung / atas
bantuan perusahaan farmasi / alkes
berlandaskan kerja sama yang tidak mengikat.
• “Terlepas dari ada/tidaknya kerjasama antara
perusahaan farmasi/alkes terhadap program
P2KB, masing-masing perusahaan
farmasi/alkes sudah memiliki dana promosi
bagi praktisi tenaga kesehatan.”
Pencetus Gratifikasi (Terindikasi Suap)
Terhadap Tenaga Medis
NEGARA TIDAK HADIR
DALAM PEMBIAYAAN

PKB
Kewajiban (Pendidikan
Dokter Kedokteran
Berkelanjutan)

Sponsorship *Memang sudah ada FARMASI


dana promosi
Mencegah Gratifikasi - Sesuai KODEKI

Kerjasama dokter dengan mitranya diatur dalam


KODEKI Pasal (3) :
“Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya
seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi”
• Penjelasan Ps.(3) cakupan Ps.(6), bahwa seorang dokter
dapat menerima bantuan dari pihak sponsor untuk
keperluan keikutsertaan dalam temu ilmiah mencakup
pendaftaran, akomodasi, dan transportasi sewajarnya
sesuai kode etik masing-masing.
• Penjelasan Ps.(3) cakupan Ps.(11), bahwa pemberian
sponsor kepada seorang dokter haruslah dibatasi pada
kewajaran dan dinyatakan jelas tujuan, jenis, waktu, dan
tempat kegiatan ilmiah terebut serta kejelasan peruntukan
pemberian dimaksud dan secara berkala dilaporkan kepada
pimpinan organisasi profesi setempat untuk diteruskan ke
Pimpinan Besar Ikatan Dokter Indonesia.
Dukungan Bantuan – Kerjasama
Dengan Perusahaan Farmasi
• Digunakan untuk :
1. Individu tenaga medis untuk P2KB
Dukungan bantuan diberikan kepada individu tenaga medis
untuk pendidikan dan pelatihan kedokteran berkelanjutan
2. Donasi
Donasi diberikan kepada institusi/organisasi profesi yang
menyelenggarakan P2KB
Donasi juga dapat diberikan untuk kepentingan, pelayanan
dan penelitian kedokteran
3. “Sponsorship”
Bukan pemberian dukungan tetapi pembiayaan untuk
kepentingan promosi industri farmasi dengan melibatkan
tenaga medis
Dalam rangka kerja sama dengan mitra terkait,
seorang Dokter wajib memenuhi ketentuan KODEKI
dan peraturan perundang-undangan sebagai
berikut:
1. Berkaitan dengan promosi obat, Dokter dilarang
menjuruskan pasien untuk membeli obat tertentu
karena dokter yang bersangkutan telah menerima
komisi dari perusahaan farmasi tertentu
2. Dukungan apapun yang diberikan oleh mitra
terkait kepada seorang dokter untuk menghadiri
pertemuan ilmiah tidak boleh
disyaratkan/dikaitkan dengan kewajiban untuk
mempromosikan atau meresepkan suatu produk
3. Mitra terkait boleh memberikan dukungan
bantuan kepada seorang dokter secara
individual dalam rangka Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan, yaitu hanya untuk
biaya registrasi, akomodasi dan transportasi
dari dan ke tempat acara P2KB.
4. Mitra terkait dilarang memberikan
honorarium dan atau uang saku kepada
seorang dokter untuk menghadiri P2KB,
kecuali dokter tersebut berkedudukan sebagai
pembicara atau menjadi moderator
5. Dalam hal pemberian donasi kepada profesi
kedokteran, mitra terkait tidak boleh
menawarkan hadiah/penghargaan, insentif,
dan finansial dalam bentuk apapun juga, yang
dikaitkan dengan penggunaan produk tertentu
6. Pemberian donasi dan atau hadiah dari mitra
terkait hanya diperbolehkan untuk organisasi
profesi kedokteran dan tidak diberikan kepada
dokter secara individual
Dukungan Bantuan – Kerjasama Dengan
Perusahaan Farmasi
1. Individu tenaga medis untuk P2KB
1. Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran Berkelanjutan
merupakan amanah peraturan perundang-undangan
yg diwajibkan kepada individu Tenaga Medis.
2. Karena merupakan kepentingan individu Tenaga
Medis, pengajuan permintaannya dapat dilakukan
oleh individu Tenaga Medis atau organisasi
profesi/institusi.
3. Permintaan narasumber untuk Pendidikan dan
Pelatihan Kedokteran Berkelanjutan diajukan oleh
institusi/organisasi profesi/individu
4. Sesuai dengan KODEKI Penjelasan Ps.(3) cakupan
Ps.(6)
Dukungan Bantuan – Kerjasama
Dengan Perusahaan Farmasi
2. Donasi
1. Dukungan bantuan berupa donasi, untuk
maksud Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran
Berkelanjutan diberikan dalam bentuk :
1. Biaya penyelenggaraan
2. Honorarium nara sumber / pembicara / moderator
2. Dukungan bantuan diberikan tidak dalam bentuk
tunai, kecuali untuk honorarium pembicara /
nara sumber / moderator
Dukungan Bantuan – Kerjasama
Dengan Perusahaan Farmasi
3. “Sponsorship”
1. Permintaan narasumber untuk kegiatan ilmiah lainnya
/promosi obat diajukan oleh Industri Farmasi kepada
individu dan atau Organisasi Profesi/institusi; sesuai
kompetensi dan substansi acara ilmiah dimaksud.
2. Undangan peserta untuk promosi obat/ kegiatan ilmiah
lainnya diajukan oleh industri Farmasi kepada individu,
organisasi profesi /institusi
3. Pemberian dukungan bantuan dibatasi sesuai kewajaran
dan dinyatakan dengan jelas tujuan, jenis peruntukan,
waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan ilmiah tersebut
serta kejelasan peruntukan dimaksud
1 DOKTER/
FARMASI
DOKTER GIGI

2 2

WAJAR
INSTITUSI/
ORG. PROFESI 3
1 Surat penawaran ke Dr/Drg
TAK WAJAR
2 Farmasi dan Dr/Drg melapor ke institusi/OP
4
3 Institusi/OP menilai kewajarannya
INVESTIGASI
Bila wajar teruskan, bila tidak wajar lakukan
4
investigasi
Terima Kasih
Wassalam,
H.N.Nazar

Anda mungkin juga menyukai