Anda di halaman 1dari 24

PENERAPAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI

PEMERINTAH (STUDI PADA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA)

Fransiska Arum Anggraini


Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 55281, Indonesia
E-mail: fransiskaarum@mail.ugm.ac.id

Instisari

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek yang


menyebabkan skor SAKIP pada Pemerintah Kota Yogyakarta belum optimal.
Metode/Pendekatan: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer
berupa hasil wawancara mendalam dengan partisipan di Pemerintah Kota
Yogyakarta dan data sekunder berupa analisis dokumen terkait. Temuan
Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa aspek yang
menyebabkan perolehan SAKIP pada Pemerintah Kota Yogyakarta menjadi belum
optimal. Aspek tersebut diantaranya ialah adanya tekanan regulasi, kurangnya
kompetensi SDM, keterbatasan jumlah SDM, mutasi pegawai, kurangnya
ketersediaan data, dan faktor eksternal (pandemi). Sebagai upaya perbaikan dan
penguatan akuntabilitas kinerja, pemerintah Kota Yogyakarta memberikan
pendidikan dan pelatihan bimtek untuk meningkatkan kompetensi SDM, penguatan
komitmen manajemen, penguatan pengawasan dan pendampingan Inspektorat,
serta melakukan berbagai inovasi sistem yang terintegrasi. Hasil analisis
menunjukkan bahwa aspek-aspek tersebut didominasi oleh fenomena isomorfisma
koersif dan isomorfisma normatif. Selanjutnya, analisis indikator kinerja dengan
menggunakan pendekatan Empat Kuadran Friedman menunjukkan bahwa sebagian
besar indikator kinerja masih berorientasi pada upaya untuk meningkatkan
penyediaan pelayanan.

Kata Kunci: Sistem Pengukuran Kinerja, Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi


Pemerintah (SAKIP), Empat Kuadran Friedman, Isomorfisma Kelembagaan

4
Pendahuluan tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP).
Perubahan dalam sektor publik
SAKIP sebagaimana
diawali dengan konsep New Public
dinyatakan dalam Perpres No. 29
Management (NPM) sebagai upaya
Tahun 2014 memiliki beberapa
perbaikan pemerintah dalam
komponen penyelenggaraan yang
meningkatkan akuntabilitas publik
akan dievaluasi oleh Aparat
dan praktik terbaik baik organisasi
Pengawas Internal Pemerintah.
(Hood, 1995). Akbar et al., (2012)
Selanjutnya, untuk menggambarkan
memprediksi kehadiran reformasi
tingkat efisiensi dan efeketivitas
sektor publik pada organisasi pemda
terkair pelaksanaan anggaran dan
di Indonesia sebagai akibat dari
pencapaian kinerja, pembangunan
adanya teori institusional.
budaya kinerja yang berkualitas serta
Podger dan Perwira (2004)
penyelenggaraaan pemerintah yang
dalam Akbar (2018) mengungkapkan
berorientasi pada dampak yang dapat
bahwa di Indonesia, pengukuran
dinikmati publik, Kementerian
kinerja pemerintah menjadi
PANRB melakukan penilaian
komponen penting dalam reformasi
terhadap penerapan SAKIP instansi
manajemen sektor publik. Akbar et
pemerintah yang diwujudkan dalam
al., (2012) menilai sistem pengukuran
tujuh pengkategorian dan penilaian
kinerja mampu memberikan
sebagaimana tertuang dalam
informasi kinerja yang berguna bagi
Peraturan PANRB No. 12 Tahun
para pemangku kepentingan untuk
2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
mengevaluasi efektivitas penggunaan
Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instasi
sumber daya publik, yakni
Pemerintah.
meningkatkan akuntabilitas publik.
Kurniawan dan Akbar (2018)
Pemerintah mengamanatkan
menilai bahwa dalam pelaksanaan
pelaksanaan pengukuran kinerja
SAKIP akan ada faktor yang
bersamaan dengan terbitnya Inpres
mendorong suatu organisasi untuk
No. 7 Tahun 1999 yang diperbaharui
mengimplementasikannya. Teori
menjadi Perpres No. 29 Tahun 2014
kelembagaan dinilai mampu

5
menjelaskan faktor yang mendorong (Sofyani dan Akbar, 2013). Secara
suatu organisasi tersebut. umum, dalam rangka meningkatkan
Sebagaimana Akbar et al., (2015) akuntabilitas dan kinerja pelayanan
yang mengidentifikasi adanya teori publik, instansi pemerintah di
kelembagaan pada pemerintah daerah Indonesia akan dipengaruhi oleh
di Indonesia dalam isomorfisma kelembagaan
mengimplementasikan sistem (Ahyaruddin dan Akbar, 2018).
pengukuran kinerja. Hasil temuan Hasil evaluasi akuntabilitas
Sihaloho dan Halim (2005) juga kienrja yang dilakukan Kementerian
menunjukkan adanya fenomena PANRB tahun 2018 dan 2019 pada
isomorfisma pada implementasi intansi pemerintah tingkat
pengukuran kinerja pada sebuah provinsi/kabupaten/kota secara
instansi yang dipengaruhi oleh nasional menunjukkan adanya
peraturan pemerintah. perbaikan (menpan.go.id). Provinsi
Teori kelembagaan ialah DIY berhasil meraih predikat
keadaan terbentuknya suatu tertinggi se-Indonesia selama dua
organisasi serta bagaimana tahun berturut-turut untuk tahun 2018
mempertahankan eksistensinya dan 2019, dengan predikat AA.
karena adanya tekanan maupun Meskipun demikian, sebagaimana
kekuatan yang berasal dari faktor disajikan dalam tabel 1.1. perolehan
eksternal (DiMaggio dan Powell, SAKIP pada pemerintah
1983). Suatu organisasi dalam kabupaten/kota yang berada
menyesuaikan diri dengan faktor diwilayah DIY belum maksimal atau
eksternalnya melalui tiga proses predikat “AA”, salah satunya Kota
diantaranya, isomorfisma koersif Yogyakarta yang menjadi objek
yaitu penyesuaian diri melalui cara penelitian ini.
paksaan; isomorfisma mimetik yaitu Tabel 1.1. Hasil Penilaian AKIP Pemda
penyesuaian diri melalui cara meniru; Pemerintah Daerah 2018 2019
Daerah Istimewa
AA AA
dan, dan isomorfisma normatif Yogyakarta
Kota Yogyakarta* BB A
merupakan penyesuaian diri karena Kabupaten Bantul A A
Kabupaten Sleman A A
adanya tuntutan profesionalisme

6
Kabupaten Kulon
A A aspek yang menyebabkan skor
Progo
Kabupaten SAKIP pada Pemerintah Kota
BB BB
Gunungkidul
Sumber: bpkp.go.id Yogyakarta belum optimal.

Pata tahun 2018 Kota


Tinjauan Pustaka
Yogyakarta diketahui meraih predikat
BB tersebut dengan perolehan nilai Sistem Pengukuran Kinerja

75,01. Kemudian mengalami Perubahan dalam sektor publik yang

peningkatan sebesar 5,29 poin dengan diakui sejumlah negara OECD selama

meraih predikat A pada tahun 2019. tahun 1980an diawali dengan

Meskipun perolehan predikat A munculnya konsep New Public

tersebut telah mencapai target yang Manegement (NPM) diikuti dengan

ditetapkan dalam renstra Kota doktrin terkait dengan akuntabilitas

Yogyakarta, namun sebagaimana publik dan praktik yang terbaik baik

ditunjukkan dalam tabel 1.2. masih organisasi (Hood 1995). Salah satu

terdapat beberapa aspek yang prinsip utama NPM adalah

capaiannya belum optimal atau pengukuran kinerja (Mahmudi,

mencapai 80. 2010).


Konsep NPM mewajibkan
Tabel 1.2. Perkembangan Nilai SAKIP
organisasi memiliki tujuan yang jelas
Pemerintah Kota Yogyakarta
No
Aspek
Bobot
Capaian (%) melalui penetapan target kinerja.
Penilaian 2018 2019
Perencanaan 82,43 89,56 Untuk itu setiap organisasi haruslah
1. 30
Kinerja
memiliki kriteria atau indikator
Pengukuran 73,64 77,8
2. 25
Kinerja keberhasilan sebagai pedoman
Pelaporan 79,40 85,06
3. 15
Kinerja penilaian (Mahsun, 2011). Kinerja
Evaluasi 62,70 72,3
4.
Internal
10 dapat diukur dengan menggunakan
Pencapaian 68,45 68,6 pengukuran kinerja berupa matrik
5. 20
Kinerja
Nilai Total 100 BB A untuk mengukur efisiensi atau
Sumber: Bagian Organisasi Sekretariat
efektivitas suatu kegiatan (Matthews,
Daerah Kota Yogyakarta
2011). Sebagaimana Poister (2003)
Penelitian ini dilakukan untuk
menilai ukuran kinerja yang paling
mengidentifikasi dan menganalisis
efektif adalah menggunakan sistem

7
pengukuran kinerja. Pengukuran pemerintah negara lain yang dinilai
kinerja yang tersistem lebih maju. Penggunaan SPK juga
memungkinkan manajer organisasi lebih didominasi adanya tekanan luar
untuk memonitor dan mengontrol (isomorfisma koersif) Sihaloho dan
kemajuan unit kerja dalam mencapai Halim (2005), yang dapat berasal dari
tujuan. pengaruh politik dan masalah
Minat dalam pengukuran legitimasi (Akbar et al., 2015),
kinerja pada lembaga publik sehingga pelaksanaannya dinilai
berkembang seiring meningkatnya hanya memunculkan kepatuhan
tuntutan akuntabilitas oleh pihak semu.
berkepentingan, serta adanya Taylor (2006) dalam
komitmen bersama antara manajer kajiannya menemukan bahwa adanya
dan lembaga untuk berfokus pada kesamaan dalam pendekatan terpusat
pencapaian kinerja serta upaya untuk dalam mengembangkan dan
meningkatkan akuntabilitas menerapkan sistem pengukuran
diwujudkan dalam Government kinerja pada negara Australia dan
Performance and Result Act (GPRA) Hong Kong. Fakta bahwa budaya di
tahun 1993 oleh Pemerintah federal Asia Timur yang relatif menonjol
Amerika Serikat (Poister, 2003). dalam menghormati hierarki atau
Di Indonesia, lembaga otoritas berimplikasi pada pegawai
pemerintah mulai menerapkan tingkat bahwa yang memiliki
pengukuran kinerja seiring dengan kemungkinan lebih kecil untuk
terbitnya Inpres No. 7 Tahun 1999 menolak tindakan atasan mereka,
dengan mengisyaratkan penerapan terutama ketika praktik pengukuran
SAKIP sebagai upaya untuk kinerja diformalkan untuk diterapkan
meningkatkan akuntabilitas dan pada seluruh lembaga publik. Taylor
kinerja pemerintah (Sofyani dan (2006) menilai gaya kepemimpinan
Akbar, 2015). Secara teoritis, Sofyani yang cenderung otoriter atau
dan Akbar (2015) menilai penerapan paternalistik menunjukkan adanya
SPK sebagai bentuk isomorfisma legitimasi politik,
mimetik atau upaya meniru

8
Temuan Tran dan Nguyen Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
(2020) pada organisasi publik di Pemerintah (SAKIP)
Vietnam menunjukkan meksipun Penerapan SAKIP pada instansi
Vietnam tidak memiliki peraturan pemerintahan merupakan bentuk
khusus tentang penerapan SPK, pertanggungjawaban serta upaya
namun dibawah tekanan kelembagaan pemerintah dalam meningkatkan
dari para pemangku kepentingan kinerja. Berpedoman pada Perpres
belakangan ini memicu organisasi No. 29 Tahun 2014, penyelenggaraan
publik untuk memperhatikan SAKIP meliputi beberapa komponen
penggunaan SPK karena diantaranya:
meningkatkan akuntabilitas publik 1. Perencanaan Strategis;
dan kinerja organisasi. 2. Perjanjian Kinerja;
Penggunaan SPK mampu 3. Pengukuran Kinerja;
memenuhi berbagai tujuan dalam 4. Pelaporan Kinerja;
organisasi seperti merencanakan 5. Evaluasi
kegiatan, mengevaluasi kinerja, serta
Empat Kuadran Friedman
mengkomunikasikan tujuan maupun
Sistem pengukuran kinerja
strategi (Spekle dan Verbeeten,
merupakan upaya untuk mengukur
2014). Sistem pengukuran kinerja
tingkat efektivitas, efisiensi, dan
masih ada hingga saat ini karena
ekonomis pelayanan yang diberikan
memungkinkan lembaga organisasi
pemerintah kepada publik, untuk itu
untuk mencapai sasaran dan tujuan
perlu sebuah indikator kinerja yang
melalui ukuran kinerja untuk
tepat sehingga mampu menilai
memantau kemajuan, serta
kondisi yang sebenarnya
mengambil tindakan lanjut yang
(Nurkhamid, 2008). Sistem
diperlukan untuk mematikan
pengukuran kinerja yang berkualitas
keberhasilan (Poister, 2003).
diharapkan mampu mewujudkan
akuntabilitas kinerja pemerintah,
serta meningkatkan penggunaan
informasi dalam pengambilan
keputusan.

9
Sistem akuntabilitas kinerja memiliki kualitas paling buruk
dapat diukur menggunakan dibandingkan dengan indikator
pendekatan empat kuadran milik yang berada pada kuadran
Friedman (2005) dengan lainnya.
menganalisis kelompok kualitas dan 2. Q2: kualitas suatu usaha (quality
kuantitas serta upaya dan dampak of effort), indikator kinerja yang
yang dihasilkan dari suatu program. berada pada kuadran 2 memiliki
Pendekatan Friedman sebagaimana kualitas menengah.
digambarkan pada Gambar 2.1 3. Q3: kuantitas suatu hasil/dampak
mampu menunjukkan adanya (quantity of effect), indikator
perbedaan pada kualitas dengan kinerja yang berada pada kuadran
kuantitas pada keberhasilan 3 tidak lebih baik atau lebih
pencapaian indikator atau output penting dari indikator pada
melalui indikasi dari upaya (effort) kuadran 2.
dan hasil/dampak (effect). 4. Q4: kualitas suatu hasil/dampak
(quality of effect), indikator
Kuantitas Kualitas
kinerja yang berada pada kuadran
Berapa Seberapa baik
banyak telah kita 4 merupakan most important atau
Usaha kita lakukan? melakukannya?
Q1 Q2
memiliki kualitas yang paling
baik karena indikator berorientasi
Apakah ada yang menjadi lebih
Dampak
baik? pada hasil.
Q3 Q4
# %
Isomorfisma Kelembagaan
Gambar 2.1 Empat Kuadran Isomorfisma kelembagaan
Friedman
merupakan turunan dari teori
Sumber: Friedman (2005)
organisasi yang mampu menjelaskan
Berikut penjelasan Empat Kuadran
fenomena serta memberikan
Friedman:
pandangan yang kaya dan kompleks
1. Q1: kuantitas suatu usaha
dalam organisasi sektor publik
(quantity of effort), indikator
(Gudono, 2014 dalam Sofyani dan
kinerja yang berada pada kuadran
Akbar, 2015).
1 merupakan least important atau

10
Teori institusional lingkungan. Suatu organisasi akan
menjelaskan keberadaan sebuah cenderung meniru organisasi lainnya
organisasi dipengaruhi adanya guna mencapai legitimasi, seperti
tekanan internal maupun eksternal standar parktik dan kebijakan tanpa
(Sofyani dan Akbar, 2013). Tekanan mempertimbangkan adanya
tersebut mendorong perilaku perbedaan karakter maupun sumber
organisasi untuk melegitimasi cara daya yang dimiliki (DiMaggio dan
tertentu, sehingga struktur dan proses Powell, 1983; Akbar et al., 2015) dan
organisasi akan memiliki 3) isomorfisma normatif, sebagai
kecenderungan untuk bergerak kearah bentuk penyesuaian karena adanya
yang sama atau seragam tuntutan profesionalisme.
(isomorphic). DiMaggio dan Powell
Metoda Penelitian
(1983) menggambarkan proses
keseragaman atau homogenitas Penelitian ini menggunakan
sebagai isomorfisme. pendekataan kualitatif dengan
DiMaggio dan Powell (1983) pendekatan studi kasus. Penelitian
membagi perilaku organisasi dalam kualitatif ditujukan untuk
menyesuaikan diri terhadap memperoleh pemahaman secara
lingkungannya menjadi tiga mendalam terhadap suatu fenomena
mekanisme, diantaranya; 1) yang terjadi (Hennink et al., 2012).
isomorfisma koersif, sebagai proses Pendekatan studi kasus mampu
dimana organisasi akan tunduk pada menangkap makna pada fakta yang
tekanan dari organisasi lain yang menajdi objek pada penelitian
memiliki kedudukan lebih tinggi. (Creswell, 2014). Pendekatan studi
Tekanan dapat berupa tekanan atau kasus mampu menampilkan dan
paksaan yang berakar dari masalah menjelaskan data secara lebih rinci,
legitimasi dan pengaruh politik serta memberikan penjelasaaan
sehingga suatu organisasi akan terkait mengapa dan bagaimana
mengadopsinya; 2) isomorfisma sebuah kasus dapat terjadi
mimetik, sebagai proses yang muncul (Kurniawan, 2017).
untuk merespon ketidakpastian

11
Sumber Data dan Teknik 2) Kasubbag Perencanaan, Evaluasi
Pengumpulan Data dan Pelaporan (PEP) Dinas
1. Data primer berupa hasil Kesehatan;
wawancara secara mendalam secara 3) Kepala Subbid. Pengendalian
semi-terstruktur dengan partisipan Pembangunan Daerah
untuk memperoleh pandangan/opini BAPPEDA;
dari pespektif partisipan secara lebih 4) Inspektur Pembantu Bid.
rinci terkait penerapan SAKIP pada Perekonomian dan Kesejahteraan
Pemerintah Kota Yogyakarta. Rakyat Inspektorat Kota;
Partisipan akan dipilih 5) Kepala Subbag. Perencanaan,
menggunakan teknik purposive Evaluasi dan Pelaporan (PEP)
sampling, dengan menggunakan Bagian Administrasi dan
strategi gatekeepers yakni orang yang Keuangan Sektretariat Daerah;
memiliki peran menonjol dan dan
pengetahuan sehubungan dengan 6) Kepala Subbag. Bagian
karakteristik anggota dalam suatu Reformasi Birokrasi Bagian
instansi (Hennink et al., 2012). Organisasi Sekretariat Daerah.
Sehingga peneliti akan mendapatkan 2. Data sekunder berupa
keyword person atau orang yang dokumen yang berhubungan dengan
mengetahui serta terlibat langsung penerapan SAKIP Pemkot
dalam implementasi SAKIP pada Yogyakarta, seperti RPJMD,
pemerintah Kota Yogyakarta. peraturan perundang-undangan,
Partisipan yang Renstra Perangkat Daerah, LKIP
diwawancarai adalah pejabat atau Tahun 2019.
pelaksana beberapa OPD di Pemkot
Teknik Analisis Data
Yogyakarta, yaitu
Peneliti menggunakan siklus analisis
1) Kasubbag Keuangan,
(analytical cycle) milik Hennink et
Perencanaan, Evaluasi dan
al., (2012) yang dimulai dengan
Pelaporan (PEP) Dinas
pengembangan kode, deskripsi,
Kependudukan dan Catatan Sipil;
perbandingan, kategorisasi,
konseptualisasi, dan interpretasi hasil.

12
Hasil Penelitian dan Pembahasan menjadi dasar untuk menyusun
perjanjian kinerja.
Penerapan SAKIP pada
Pemerintah Kota Yogyakarta Perjanjian Kinerja

Perencanaan Strategis Perjanjian Kinerja Pemkot

Perencanaan strategis merupakan Yogyakarta Tahun 2019 telah disusun

langkah awal untuk mengukur kinerja sesuai amanat Peraturan Menteri

pemerintah (LAN dan BPKP, 2000; PANRB No. 53 Tahun 2014 dan

Modul 1). Masing-masing OPD Perwali Yogyakarta No. 61 Tahun

sebagaimana diamanatkan juga dalam 2019. Dokumen perjanjian kinerja

UU No. 25 Tahun 2014 dan UU No. mengalami perubahan pada 12

23 Tahun 2014 telah menyusun September 2019 seiring dengan

Renstra PD dengan berpedoman pada adanya perubahan APBD Kota

Rencana Pembangunan Jangka Yogyakarta.

Menengah (RPJMD). Dokumen perjanjian kinerja

Partisipan mengungkapkan memuat sasaran strategis, indikator

bahwa Pemkot Yogyakarta kinerja, maupun target kinerja beserta

melakukan penyusunan peta proses anggarannya. Komitmen pimpinan

bisnis sebagai perencanaan (P3). instansi akan terwujud melalui

Sebagaimana tertuang dalam Perwali perjanjian kinerja karena didalamnya

No. 41 Tahun 2020, proses bisnis memuat kesepakatan antara pihak

tersebut berpedoman pada dokumen penerima dan pemberi amanah terkait

rencana pembangunan daerah dengan kinerja yang terukur. Indikator kinerja

terlebih dahulu mengidentifikasi yang dimuat dalam perjanjian kinerja

keterkaitan antara visi dan misi, akan menjadi dasar pengukuran

kemudian menguraikan program dan kinerja instansi.

kegiatan yang harus dilaksanakan Kesulitan dalam menentukan

berdasarkan aspek utama, manajemen indikator kinerja menjadi faktor yang

maupun pendukung, untuk memengaruhi pengembangan

selanjutnya di breakdown sebagai maupun penggunaan indikator kinerja

sasaran daerah yang kemudian akan di pemda (Akbar et al., 2015).

13
Indikator kinerja menjadi tidak tepat pada tahun 2019 seperti sasaran
ketika aparatur mengalami kesulitan strategis 1 sebagai upaya mencapai
dalam menentukan indikator keluaran misi 1 untuk meningkatkan
(output)/ dampak (outcome). Dalam kesejahteraan dan keberdayaan
pelaksanaannya, disampaikan oleh masyarakat. Tertulis bahwa angka
partisipan wawancara bahwa masih kemiskinan Kota Yogyakarta apabila
terdapat indikator yang perlu dibandingkan dengan target RPJMD
diperbaiki karena sulit diukur (P4a). akhir tahun masih jauh dari target.
Hal tersebut mendukung
Pengukuran Kinerja
temuan wawancara dengan partisipan
Pengukuran kinerja memiliki peranan
terkait pengukuran kinerja bahwa
penting dalam menilai akuntabilitas
masih terdapat beberapa indikator
organisasi dan mewujudkan
yang sulit diukur. Masih ditemui
manajemen pelayanan publik yang
kesulitan dalam mengukur
efesien, efektif, dan ekonomis
pencapaian terutama outcome seperti
(Mardiasmo, 2018). Pemkot
pertumbuhan ekonomi atau
Yogyakarta telah melakukan
kesejahteraan masyarakat yang
pengukuran capaian kinerja secara
indikator kinerjanya berasal dari data
berkala baik triwulan dan tahunan
BPS yang tidak update (P4a, P4b).
melalui sistem desk timbal balik.
Pengukuran untuk pencapaian sasaran
Hasil wawancara dengan partisipan
kemiskinan masyarakat menurun
(P1, P4a, P6) mendukung temuan
diketahui berasal dari data angka
yang dimuat dalam Lakin Tahun
kemiskinan yang dikeluarkan oleh
2019.
Badan Pusat Statistik.
Berdasarkan telaah dokumen
diperoleh informasi bahwa dari 13 Pelaporan Kinerja
sasaran yang mencakup 16 indikator Salah satu bentuk akuntabilitas dari
kinerja menunjukkan bahwa 16 pelaksanan tugas yang diamanatkan
indikator kinerja mendapat predikat kepada setiap instansi pemerintah atas
yang sangat tinggi. Meskipun penggunaan anggaran diwujudkan
demikian, masih terdapat sasaran dalam bentuk laporan kinerja.
yang realisasi angkanya menurun Temuan hasil wawancara dengan

14
partisipan sebagaimana dimuat pada pengawas dengan melakukan reviu
simpelaporan.jogjakota.go.id atas kinerja OPD (P1, P5).
menunjukkan bahwa sebanyak 47 Kementerian PANRB juga
OPD pada Pemkot Yogyakarta telah melakukan evaluasi terhadap laporan
melaksanakan penyusunan dokumen kinerja Pemkot Yogyakarta. Hasil
laporan kinerja secara tepat waktu. evaluasi menunjukkan perolehan nilai
Sebagai salah satu komponen akuntabilitas kinerja pada predikat A
penilaian SAKIP terkait dengan dengan nilai 80,03. Nilai tersebut
ketepatan pengumpulan dokumen, meningkat dari tahun sebelumnya
OPD telah menjalankan perannya yang mana memperoleh predikat BB
untuk menyajikan laporan kinerja dengan nilai 75,01. Meskipun
secara tepat waktu. Peneliti juga demikian, data yang diserahkan oleh
menemukan bahwa Lakin telah partisipan (P6) terkait perkembangan
menjadi media efektif dan dapat nilai SAKIP Kota Yogyakarta tahun
diandalkan sebagai informasi kinerja 2019 terlihat bahwa beberapa aspek
dalam pelaksanaan evaluasi seperti pengukuran kinerja, evaluasi
akuntabilitas kinerja. Pemkot internal dan pencapaian kinerja masih
Yogyakarta telah menggunakan belum optimal atau berada dibawah
informasi tersebut dalam perbaikan nilai 80.
perencanaan sebagai upaya untuk Partisipan menyampaikan
meningkatkan kinerja instansi. bahwa Kementerian PANRB
melakukan evaluasi dengan cukup
Reviu dan Evaluasi Kinerja
teliti dan ketat dengan mencermati
Temuan wawancara dengan
indikator kinerja masing-masing
partisipan menunjukkan bahwa
OPD (P5). Bagian Organisasi Setda
masing-masing OPD telah melakukan
yang berperan dalam perbaikkan
evaluasi pada unit kerjanya. Dalam
SAKIP pada level OPD diketahui
hal ini, APIP Inspektorat berperan
telah menjalankan tugasnya untuk
untuk melakukan evaluasi atas
melakukan rapat rutin untuk
implementasi SAKIP. Telah
menindaklanjuti kekurangan dari
dikonfirmasi bahwa APIP telah
hasil evaluasi.
menjalankan perannya sebagai aparat

15
Analisis Indikator Kinerja dengan Gambar 4.1 menunjukkan bahwa 16
Empat Kuadran Friedman indikator kinerja Pemkot Yogyakarta;
sebanyak 2 indikator (12%) pada Q1
Hasil wawancara dengan partisipan
mencerminkan kuantitas upaya; dan 2
pada beberapa OPD di Pemkot
indikator (13%) pada Q4
Yogyakarta menunjukkan bahwa
mencerminkan kualitas dampak.
aparatur masih mengalami kesulitan
Friedman juga mengungkapkan
dalam melakukan pengukuran
bahwa indikator yang berada pada
kinerja. Hal ini mendorong peneliti
kuadran 3 (Q3) tidak lebih baik atau
untuk melakukan identifikasi pada
lebih penting dari indikator pada
indikator kinerja menggunakan
kuadran 2 (Q2). Gambar 4.1
pendekatan Empat Kuadran
menunjukkan sebanyak 5 indikator
Friedman. Hasil analisis dengan
(31%) pada Q3 mencerminkan
Empat Kuadran Friedman
kualitas upaya; dan 7 indikator (44%)
ditunjukkan seperti pada Gambar 4.1
pada Q2 mencerminkan kualitas
berikut.
upaya.
Hasil tersebut menunjukkan
sebagian besar indikator kinerja
Pemkot Yogyakarta masih cenderung
berorientasi pada upaya atau
meningkatkan penyediaan layanan.
Meskipun demikian, seberapa baik
Gambar 4.1 Hasil Analisis Kinerja
upaya instansi untuk memberikan
Utama dengan 4 Kuadran Friedman
layanan sebagaimana ditunjukkan
Friedman (2005) menilai pada kuadra kanan atas (Q2) mampu
bahwa indikator yang berada pada memberikan dampak secara langsung
kuadran 1 (Q1) memiliki nilai yang pada apakah atau sejauh mana
kurang bermanfaat atau paling tidak masyarakat menjadi lebih baik (Q4)
penting, sedangkan indikator yang (Friedman, 2005).
berada pada kuadran 4 (Q4) dinilai
bermanfaat atau paling penting.

16
Aspek-Aspek yang Berperan dalam Individu yang bekerja
Penerapan SAKIP terutama dalam mewujudkan
penerapan SAKIP pada Pemkot
Berikut beberapa aspek yang
Yogyakarta cenderung memiliki
berperan dalam penerapan SAKIP
pemahaman yang sama tentang
termasuk hambatan yang
SAKIP. Pegawai telah memahami
menyebabkan nilai akuntabilitas
SAKIP sebagai sistem yang
kinerja Pemerintah Kota Yogyakarta
terintegrasi yang memuat
belum optimal.
keberhasilan dan kegagalan

Isomorfisma
pemerintah termasuk
Koersif pertanggungjawaban kepada
Isomorfisma SKOR masyarakat atas Amanah yang
Normatif SAKIP
diberikan terkait dengan pengelolaan
Hambatan anggaran yang efektif dan efisien,
serta upaya perbaikan kinerja yang
Gambar 4.2 Konseptualisasi Data
Penelitian berorientasi pada pencapian
outcomes. Dengan memiliki
1. Kompetensi Sumber Daya
pemahaman yang baik, pegawai
Manusia (SDM)
diharapkan memiliki kemampuan
Menurut Sofyani dan Akbar (2013),
yang baik yakni secara efektif, efisien
keberhasilan suatu organisasi
dan profesional dalam
bergantung pada kompetensi atau
mengimplementasikan SAKIP.
kualitas dari masing-masing individu
yang menopang atau berada di dalam 2. Kendala SDM
organisasi. Kinerja individu maupun Kompetensi sumber daya manusia
anggota dalam organisasi memiliki memiliki peranan penting dalam
peranan penting dalam mencapai mencapai keberhasilan implementasi
prestasi atau kinerja organisasi SAKIP. Namun diketahui bahwa
(Robbins dan Timothy, 2010 dalam dalam pelaksanaannya masih
Sofyani dan Akbar, 2015). ditemukan pegawai yang kesulitan
dalam mendistribusikan pekerjaan

17
tersebut. Kurangnya pemahaman dan Penunjang utama dalam
keterampilan SDM; keterbatasan meningkatkan keberhasilan
jumlah personil pada bagian analisis implementasi SPK adalah adanya
Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan komitmen manajemen melalui
(PEP) karena adanya mutasi pegawai kepemimpinan yang baik (Akbar et
berdampak pada beban kinerja al., 2015). Komitmen yang kuat pada
individu yang lebih tinggi; kurangnya manajer organisasi publik mampu
bukti dokumentasi maupun mewujudkan transparansi, efisiensi
ketersediaan data yang update dan dan tata kelola yang baik (Johari et
akurat; serta faktor ekseternal al., 2018). Walikota Yogyakarta
(pandemi) masih menjadi hambatan sebagai pimpinan tertinggi instansi
dalam implementasi SAKIP Pemkot menunjukkan adanya komitmen
Yogyakarta sehingga pencapaian nilai tersebut yang mampu mendorong unit
akuntabilitas kinerja menjadi kurang kerja dibawahnya untuk melaporkan
optimal. kinerjanya secara tepat waktu.
Komitmen yang tinggi juga juga
3. Komitmen Manajemen
tercermin dari salah satu OPD yakni
Menurut Akbar et al., (2015)
Dinas Dukcapil yang berhasil meraih
komitmen manajemen merupakan
predikat zona integritas Wilayah
salah satu faktor yang mendorong
Bebas Korupsi (WBK) menuju
kesuksesan sebuah instansi dalam
Wilayah Birokrasi Bersih dan
menerapkan akuntabilitas kinerja.
Melayani (WBBM). Partisipan (P5)
Komitmen ditunjukkan dengan
menilai penerapan SAKIP mampu
keterlibatan seluruh individu dalam
berjalan dengan baik ketika
suatu organisasi yang memiliki
organisasi mampu mempertahankan
keyakinan kuat pada nilai maupun
komitmen tersebut.
tujuan organisasi, serta memiliki
keinginan tinggi untuk bekerja secara 4. Anggaran SAKIP
optimal dan tetap tinggal (Crewson Menurut LAN dan BPKP Modul 3
1997 dalam Moon 2000). (2000), keberhasilan instansi
pemerintah cenderung lebih

18
menekankan pada kemampuannya dinilai mampu menjadi pemicu awal
untuk menyerap sumber daya sehingga implementasi SAKIP bukan
(anggaran) sebanyak mungkin sebatas pemenuhan kewajiban
meskipun hasilnya mengecewakan. administratif pemerintah.
Penelitian Aziz (2020) menunjukkan Pemerintah Kota Yogyakarta
minimnya anggaran untuk telah melakukan pembinaan bagi
implementasi SAKIP yang SDM baik melalui diklat dengan
menyebabkan penerapan SAKIP pihak instansi vertikal maupun yang
menjadi kurang optimal. diadakan oleh perangkat daerah/unit
Penelitian ini menemukan kerja yang menyelenggarakan urusan
bahwa besar atau kecilnya anggaran pemerintahan dibidang akuntabilitas
tidak selalu berkolerasi positif kinerja. BKPSDM sendiri telah
terhadap pencapaian target kinerja. menyediakan fasilitas peningkatan
Terlihat pada Dinas Dukcapil yang kapasitas pegawai berupa bimtek
memiliki anggaran lebih rendah terkait SAKIP. Upaya tersebut
daripada Dinas Kesehatan mampu membekali pegawai yang dimutasi
merealisasikan anggaran dengan baik, sehingga tetap memiliki pengetahuan
atau mampu mencapai efisiensi dalam baik tentang SAKIP, sehingga tidak
mendukung capaian sasaran strategis. terjadi missed bagi pegawai yang
OPD pada Pemkot Yogyakarta lebih menggantikannya.
berfokus pada pencapaian kinerja
6. Pengawasan dan Pendampingan
meskipun anggaran yang diberikan
Inspektorat
terbatas.
Pengawasan APIP menunjukkan arah
5. Pendidikan dan Pelatihan yang positif bagi pengingkatan
Pelatihan merupakan upaya akuntabilitas kinerja pemerintah
meningkatkan kapasitas pegawai (Darmawiguna dan Mimba, 2017).
sehingga secara profesional mampu APIP pada Pemerintah Kota
memenuhi tugasnya dalam Yogyakarta telah menjalankan
mewujudkan SAKIP (Sofyani dan perannya sebagai pengawas intern,
Akbar, 2013). Pelatihan pegawai termasuk memberikan pengawasan

19
dan pendampingan terkait perbaikan harus dipatuhi baik dari pusat maupun
OPD atas hasil reviu laporan kinerja. tingkatan yang lebih tinggi.
Hasil wawancara menunjukkan APIP Dalam menjalankan
sebagai pihak professional memiliki wewenangnya pegawai mendasar
peranan penting dalam mendorong pada aturan yang telah ditetapkan,
keberhasilan penerapan SAKIP. dan harus sesuai dengan aturan
tersebut sehingga penerapannya
7. Inovasi
sesuai dengan reformasi birokrasi.
Inovasi dan perubahan dinilai
Aturan dinilai memiliki sifat yang
memiliki peranan penting dalam
mengikat sehingga adanya perubahan
penerapan SAKIP sebagai salah satu
pada aturan akan berdampak pada
upaya meningkatkan akuntabilitas
kualitas perencanaan maupun
kinerja (Kurniawan, 2017). Hasil
pelaksanaannya. Dalam menjalankan
wawancara menunjukkan instansi
perannya sebagai aparat pengawas,
telah berupaya melakukan
APIP menyatakan bahwa evaluasi
optimalisasi kinerja dengan
akuntabilitas kinerja dijalankan
menerapkan inovasi berupa sisten
karena adanya mandat dari Perwali
yang terintegrasi di masing-masing
No. 10 Tahun 2016. Hal ini mengarah
OPD (P1, P2, P3, P6).
pada isomorfisma koersif, dimana
Analisis Terkait Fenomena
regulasi atau aturan secara kuat
Isomorfisma
memotivasi pegawai untuk
Fenomena Isomorfisma Koersif melaksanakan penerapan SAKIP.
Pelaksanaan penerapan SAKIP pada Sebagaimana temuan Ahyaruddin dan
Pemerintah Kota Yogyakarta Akbar (2018) yang menyimpulkan
menunjukkan adanya fenomena isomorfisma koersif sangat dominan
isomorfisma koersif yang berasal dari pada organisasi pemerintah.
regulasi atau aturan. Aparat Syachbrani dan Akbar (2020)
cenderung bertindak atau menilai wajar jika sebuah organisasi
menjalankan tugas yang diberikan dalam menjalankan tugasnya
karena adanya tekanan regulasi yang dipengaruhi secara langsung dengan
adanya tekanan formal berupa

20
peraturan perundang-undangan. Walikota Yogyakarta dalam
Adanya tekanan koersif berupa aturan keteaptan waktu pelaporan kinerja
dinilai dapat mendorong penerapan mampu mendorong sifat
SAKIP, yang mana idealnya sebuah profesionalisme pada unit kerja OPD.
instansi menerapkan SAKIP adalah Sehingga laporan kinerja dinilai tidak
untuk mewujudkan akuntabilitas hanya sekedar formalitas untuk
kinerja (Kurniawan dan Akbar, memenuhi kewajiban regulasi
2018). (Ahyaruddin dan Akbar, 2018),
melainkan adanya kesadaran dari
Fenomena Isomorfisma Normatif
masing-masing tingkat pegawai akan
Kemampuan intelektual, ketekunan,
pentingnya laporan kinerja sebagai
dedikasi pegawai dinilai mampu
bentuk pertanggungjawaban.
mewujudkan keberhasilan
Komitmen manajemen juga
pelaksanaan SPK dan pencapaian
ditunjukkan dengan pencapaian salah
kinerja (Sofyani dan Akbar, 2015).
satu OPD yaitu Dinas Dukcapil yang
Karakter tersebut dinilai mampu
meraih penghargaan (reward) dari
mendorong terjadinya isomorfisma
Kementerian PANRB atas kinerjanya
normatif karena berperan penting
dalam mewujudkan unit kerja yang
dalam meningkatkan profesionalitas
bebas korupsi dan berkinerja tinggi.
kerja individu.
Fokusnya sebagian besar OPD pada
Temuan pada Pemkot
pencapaian kinerja meskipun
Yogyakarta menunjukkan adanya
memiliki anggaran yang terbatas juga
isomorfisma normatif melalui
menunjukkan adanya komitmen
profesionalisme kerja pegawai dalam
manajemen.
bentuk kompetensi pegawai,
Pelatihan dan pegawai yang
komitmen manajemen, pendidikan
diberikan instansi pada aparatur
dan pelatihan, pengawasan dan
merupakan salah satu upaya untuk
pendampingan inspektorat, serta
meningkatkan kapasitas pegawai
inovasi
sehingga mampu memnuhi tugasnya
Komitmen manajemen yang
secara profesional. Sofyani dan Akbar
diawali dengan adanya komitmen
(2013) mengungkapkan bahwa

21
pelatihan yang terstruktur dan akuntabilitas kinerja selama dua
berkelanjutan mampu mendorong tahun terakhir dan akan terus
pencapaian implementasi SPK diperbaiki pada periode mendatang
sehingga bisa mencapai level diantaranya ialah meningkatkan
normatif. APIP dalam menjalankan kompetensi SDM dengan pendidikan
wewenangnya sebagai aparat dan pelatihan bimtek, penguatan
pengawas intern dalam memberikan komitmen manajemen, penguatan
pengawasan dan pendampingan pengawasan dan pendampingan
kepada OPD juga menunjukkan Inspektorat, serta inovasi. Hasil
adanya sikap profesional yang analisis menunjukkan bahwa aspek-
mengarah pada isomorfisma aspek tersebut didominasi oleh
normatif. fenomena isomorfisma koersif dan
isomorfisma normatif.
Simpulan
Regulasi secara kuat
Berdasarkan hasil analisis data memotivasi pegawai Pemkot
dengan menggunakan pendekatan Yogyakarta untuk melaksanakan
kualitatif dalam penelitian ini, penerapan SAKIP, hal ini
diperoleh kesimpulan bahwa dalam menunjukkan adanya isomorfisma
penerapan SAKIP pada Pemerintah koersif.
Kota Yogyakarta terdapat beberapa Sumber daya manusia
aspek yang menyebabkan perolehan memiliki peranan penting dalam
SAKIP pada Pemerintah Kota mewujudkan penerapan SAKIP dari
Yogyakarta belum optimal proses perencanaan hingga evaluasi
diantaranya ialah tekanan regulasi, kinerja. Dalam pelaksanaannya masih
kurangnya kompetensi SDM, terdapat pegawai yang kesulitan
keterbatasan jumlah SDM, mutasi untuk mendistribusikan pekerjannya
pegawai, kurangnya ketersediaan sehingga penerapan SAKIP terutama
data, dan faktor eksternal (pandemi). pada aspek pengukuran kinerja,
Namun, Pemerintah Kota Yogyakarta evaluasi kinerja, dan capaian kinerja
juga telah melakukan beberapa upaya menjadi belum optimal. Beberapa
peningkatan dan penguatan diantaranya karena kurangnya

22
pemahaman dan keterampilan SDM, Selain itu, APIP sebagai
keterbatasan jumlah SDM yang tidak aparat pengawas intern pemerintah
lain disebabkan oleh adanya mutasi dalam memberikan pendampingan
pegawai yang berdampak pada pada masing-masing OPD dalam
meningkatnya beban kerja pegawai, menindaklanjuti perbaikkan dari hasil
ketersediaan data yang kurang update evaluasi juga menunjukkan adanya
dan akurat dari BPS, serta faktor sikap professional yang mendorong
eksternal (pandemi). munculnya isomorfisma normatif.
Komitmen manajemen Berbagai inovasi sistem yang
Pemerintah Kota Yogyakarta terintegrasi pada masing-masing
ditunjukkan dengan adanya OPD juga terus berkembang selama
komitmen Walikota dengan unit kerja beberapa tahun terakhir hingga saat
pada masing-masing OPD dalam ini sebagai upaya perbaikan dan
ketepatan pelaporan kinerja; upaya penguatan akuntabilitas
perolehan penghargaan (reward) pada kinerja.
salah satu unit kerja; serta fokusnya Selanjutnya, hasil analisis
OPD pada pencapaian kinerja dengan indikator kinerja dengan pendekatan
anggaran yang terbatas. Empat Kuadran Friedman
Pemerintah Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa sebagian besar
juga berupaya meningkatkan indikator kinerja Pemkot Yogyakarta
kompetensi pegawai melalui masih berorientasi pada upaya untuk
pendidikan dan pelatihan serta meningkatkan penyediaan pelayanan
bimbingan teknis yang mendorong
Rekomendasi
terciptanya interaksi antara para
peserta pelatihan dengan pihak yang Berdasarkan simpulan hasil
berkompeten dalam penerapan penelitian, rekomendasi yang dapat
SAKIP, sehingga mampu mendorong diberikan oleh peneliti antara lain
kapabilitas pegawai kearah yang lebih meningkatkan koordinasi dan
profesional yang menunjukkan komunikasi antar unit koordinator
adanya isomorfisma normatif. pengukuran kinerja dengan pihak
Badan Pusat Statistik (BPS) agar data

23
BPS yang digunakan sebagai perbaikan, serta mengidentifikasi
indikator kinerja selalu update sesuai aspek yang berperan pada masing-
tahun berjalan. Dengan demikian masing aspek penilaian SAKIP
kualitas pengukuran kinerja dan seacara lebih mendalam.
evaluasi kinerja yang dilaporkan
Referensi
dapat lebih optimal. Pemerintah Kota
Yogyakarta diharapkan dapat Ahyaruddin, M., and R. Akbar. 2018.
Indonesian Local
menambah personil khususnya pada
Government’s Accountability
bagian perencanaan, evaluasi dan and Performance: The
pelaporan (PEP) sehingga Isomorphism Institutional
Perspective. Jurnal Akuntansi
pelaksanaan penerapan SAKIP
& Investasi (JAI), Vol.19 (1),
menjadi lebih optimal. Selain itu, 1-11
untuk meningkatkan penggunaan Akbar, R. 2018. Pengukuran Kinerja
dan Akuntabilitas Publik di
sistem yang terintegrasi (e-SAKIP),
Indonesia Studi Awal di
Pemerintah Kota Yogyakarta Pemerintah Daerah. Jurnal
diharapkan dapat meningkatkan Akuntansi & Akuntansi
pendidikan dan pelatihan dan bimtek Publik, Vol. 1, No. 1, pp.1-16.
Akbar, R., Pilcher, R. & Perrin, B.,
kepada unit kerja. 2012. Performance
Measurement in Indonesia:
Keterbatasan Penelitian
The Case of Local
Penelitian ini memiliki keterbatasan Government. Pasific
Accounting Review, Vol.
diantaranya ialah pertama, peneliti
24(3), p. 262– 291.
lebih menekankan pada penerapan Akbar, R., Pilcher, R.A. & Perrin, B.,
SAKIP untuk periode tahun 2019. Hal 2015. Implementing
Performance Measurement
ini bisa menjadi masukan bagi
Systems: Local Government
penelitian selanjutnya agar dapat Under Pressure. Qualitative
mengembangkan penelitian ini, baik Research in Accounting &
Management (QRAM), Vol.
dengan memperluas objek penelitian
12(1), p. 3–33.
maupun periode tahun berikutnya Azis, M. I. 2020. Penerapan Sistem
karena dimungkinkan telah terjadi Akuntabilitas Kinerja Instanti
perubahan yang mengarah pada Pemerintah (SAKIP) Pada
Pemerintah Kabupaten

24
Gunungkidul. Jurnal Johari, R. J., Alam, M. M., & Said, J.
Ekonomika Volume XI 2018. Assesment of
Nomor 1. e-ISSN 2685-2977. Management Commitment in
Creswell, J.W., 2014. Research Malaysian Public Sector.
Design: Qualitative, Cogent Business &
Quantitative, and Mixed Management, 5(1), 1469955.
Methods Approaches. 4th ed., https://doi.org/10.1080/23311
California: SAGE 975.2018. 1469955.
Publication, Inc. Kurniawan, F., 2017. Evaluasi
Darmawiguna, I. Y., & Mimba, N. S. Penerapan Sistem
2017. Pengaruh Peran Aparat Akutabilitas Kinerja Instansi
Pengawas Intern Pemerintah Pemerintah (Studi pada
Terhadap Good Governance Kantor Pelayanan
dan Implikasinya pada perbendaharaan Negara
Kinerja Pemerintah. E-Jurnal Bandung 1). Yogyakarta:
Akuntansi Vol. 18, No. 03. Tesis Universitas Gadjah
DiMaggio, P.J. & Powell, W.W., Mada.
1983. The Iron Cage LAN dan BPKP. 2000. Modul
Revisited: Institutional Sosialisasi Sistem
Isomorphism and Collective Akuntabilitas Kinerja Instansi
Rationality in Organizational Pemerintah. Jakarta: LAN dan
Fields. American BPKP.
Sociological Review, 48(2), Kurniawan, F., & Akbar, R. 2018.
pp.147–160. Evaluasi Penerapan Sistem
Friedman, M., 2005. Trying Hard Is Akuntabilitas Kinerja Instansi
Not Good Enough: How to Pemerintah (Studi pada
Produce Measurable Kantor Pelayanan
Improvements for Customers Perbendaharaan Negara
and Communitites. Bandung I). Accounting and
Washington D.C: FSPI. Business Informative System
Hood, Christoper. 1995. The New Journal, ISSN: 2302-1500
Public Management in the (online). Vol. 6, No. 1.
1980’s: Variation on A Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja
Theme. Accounting, Sektor Publik. Yogyakarta:
Organization and Society Vol. UPP STIM YKPN.
20, No 2/3, pp 93-109. 1995 Mahsun, M. 2011. Penguukran
Hennink, M., Hutter, I. & Bailey, A., Kinerja Sektor Publik.
2012. Qualitative Research Yogyakarta: BPFE.
Methods, Washington: SAGE
Publication.

25
Mardiasmo. 2018. Akuntansi Sektor Daerah. Simposium Nasional
Publik. Yogyakarta: Penerbit Akuntansi VIII, (September).
Andi. Sofyani, H. dan Akbar, R., 2013.
Matthews, Joseph R. 2011. Assesing Hubungan Faktor Internal
Organizational Effectiveness: Institusi dan Implementasi
The Role of Performance Sistem Akuntabilitas Kinerja
Measures. Library Quarterly, Instansi Pemerintah (SAKIP)
Vol. 81, No. 1, The University di Pemerintah Daerah. Jurnal
of Chicago. Akuntansi Keuangan
Moon, M. Jae. 2000. Organizational Indonesia, Vol. 10, No. 2,
Commitment Revisited in New Desember 2013.
Public Management: Sofyani, H. dan Akbar, R., 2015.
Motivation, Organizational Hubungan Karakteristik
Culture, Sector, and Pegawai Pemerintah Daerah
Managerial Level. Public dan Implementasi Sistem
Performance & Management Pengukuran Kinerja:
Review, 24(2), 177–194. Perspektif Isomorfisma
Poister, Theodore H. 2003. Institusional. Jurnal
Measuring Performance in Akuntansi dan Auditing
Public and Nonprofit Indonesia, Vol. 19, No. 2,
Organizations. San Francisco, Desember 2015, hh. 153-173.
CA: Jossey-Bass A Wiley Spekle, R. F., & Verbeeten, F. H.
Imprint. (2014). The Use of
Republik Indonesia, Instruksi Performance Measurement
Presiden Republik Indonesia Systems in The Public Sector:
Nomor 7 Tahun 1999 tentang Effects on Performance.
Akuntabilitas Kinerja Instansi Management Accounting
Pemerintah. Research, 25(2), 131–146.
_____, Peraturan Presiden Republik https://doi.org/10.1016/j.
Indonesia Nomor 29 Tahun mar.2013.07.004
2014 tentang Sistem Syachbrani, W., and Akbar, R., 2020.
Akuntabilitas Kinerja Instansi The Influence Factors of the
Pemerintah Development of Performance
Sihaloho, F.L. & Halim, A., 2005. Measurement Systems in
Pengaruh Faktor-Faktor Indonesia Central
Rasional, Politik dan Kultur Government. Proceedings of
Organisasi Terhadap the 5th NA International
Pemanfaatan Informasi Conference on Industrial
Kinerja Instansi Pemerintah Engineering & Operations
Management Detroit,

26
Michigan, USA, August 10-
14.
Taylor, Jeannette. 2006. Performance
Measurement in Australian
and Hong Kong Government
Departments. Public
Performance & Management
Review, 29(3), 334–357.
Tran, T. Y., & Nguyen, P. N. (2020).
The Impact of The
Performance Measurement
Systems on The
Organizational Performance
of The Public Sector in a
Transition Economy: Is
Public Accountability a
Missing Link? Cogent
Business & Management,
7(1), 1792669.
https://doi.org/10.1080/23311
975.2020.1792669.

https://www.tagar.id/kecewa-kinerja-
opd-pemkot-yogyakarta-
masih-rendah
https://www.menpan.go.id/site/berita
-terkini/lagi-pemprov-
yogyakarta-raih-predikat-
tertinggi-sakip-2019
https://menpan.go.id/site/publikasi/u
nduh-dokumen-
2/akuntabilitas-
kinerja/laporan-
kinerja/file/6267-laporan-
kinerja-lakip-2019

27

Anda mungkin juga menyukai