Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ANALISIS PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN

BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR


Disusun untuk memenuhi penilaian tugas akhir pada mata kuliah Perencanaan Pembangunan
Pertanian Dan Pedesaan
Dosen pengampu: Dr. Eka Purna Yudha, SP., M.Si. dan Dr.rer.pol. Ernah, SP., M.Si

Disusun oleh:
Kelompok 9 Kelas C
Muhammad Dzaki (150610200038)
Nabila Nursabrina M (150610200069)
Yodha Maheswara (150610200088)
Ahmad Furqon (150610200059)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena selalu
mencurahkan kekuatan dan kemudahan bagi penulis hingga akhirnya dapat menuntaskan
makalah sebagai pemenuhan nilai dari mata kuliah Perencanaan Pembangunan Pertanian
dan Pedesaan yaitu laporan Analisis Pengembangan Wilayah dan Pertanian Di Jawa
Timur . Bila tidak ada pertolongan-Nya penulis tidak sanggup untuk menyelesaikan
makalah sesuai dengan metode yang ada. Shalawat dan tentu saja salam semoga selalu
tercurah limpahkan kepada Rasul Allah, Nabi Muhammad SAW.
Penulis memahami bahwa makalah ini terdapat cela ataupun kesalahan dan juga
belum memenuhi definisi sempurna serta terkandung kesalahan dan kekurangan tersirat
di dalamnya. Untuk itu, penulis terbuka untuk segala bentuk kritik yang membangun
serta saran dari pembaca, supaya makalah penulis dapat berkembang.

Rabu, 20 Desember 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover………………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...…3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………...4
1.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi…………………...………………….4
1.2 Permasalahan Pengembangan Wilayah…………………………………………4
1.3 Potensi Wilayah Kabupaten Banyuwangi………………...…………………….5
BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………………………………………….6
2.1 Pengembangan Wilayah………………………………………………………….6
2.2 Pertumbuhan Ekonomi…………………………………………………………..6
2.3 Ketimpangan Wilayah……………………………………………………………6
2.4 Basis Ekonomi dan Sektor Unggulan……………………………………………6
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………………..7
3.1 Metode Penelitian…………………………………………………………………7
3.2 Teknik Analisis……………………………………………………………………7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………….11
4.1 Analisis SWOT…………………………………………………………………..11
4.2 Analisis Indeks Williamson dan Tipologi Klassen…………………………….12
4.3 Analisis Shift Share……………………………………………………………...13
4.4 Analisis Location Quotient………………………………………………………14
BAB V KESIMPULAN………………………………………………………………...17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...18

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Keadaan Umum Kabupaten Banyuwangi


Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak antara garis lintang 7043- 8046
Lintang Selatan serta garis bujur 113053- 114038 Bujur Timur, dengan batas- batasnya
antara lain selaku berikut:
a. Sebelah Utara : Kabupaten Situbondo
b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
c. Sebelah Timur : Selat Bali
d. Sebelah Barat : Kabupaten Jember, dan Bondowoso
Luas daerah 5. 782, 50 km2 di Kabupaten Jember serta Bondowoso. Sebab luas
yang masuk kawasan hutan lebih luas dari kawasan yang lain, hingga Banyuwangi
senantiasa jadi kawasan hutan. Luas hutan menggapai 183. 396, 34 ha ataupun dekat 31,
62 persen; dekat 66. 152 ha ataupun 11, 44 persen; perkebunan dengan luas dekat 82.
143, 63 ha ataupun 14, 21 persen; sebaliknya kawasan permukiman mencakup dekat 127.
454, 22 ha ataupun 22, 04% dari luas daratan. Sisanya dimanfaatkan masyarakat
Kabupaten Banyuwangi buat bermacam khasiat, antara lain buat jalur, ladang, serta lain-
lain. Kabupaten Banyuwangi mempunyai 13 pulau serta garis tepi laut yang panjangnya
kurang lebih 175, 8 km, tidak hanya luasnya pemanfaatan kawasan tersebut. Bagi BPS(
2017), warga Kabupaten Banyuwangi sangat diuntungkan dengan donasi daerah- daerah
tersebut untuk pembangunan ekonomi mereka.
Daerah Banyuwangi biasanya mempunyai dataran pegunungan di sebelah barat
serta utara, sebaliknya bagian selatan sebagian besar adalah dataran rendah. Daerah
daratannya terdiri dari dataran besar berbentuk pegunungan yang ialah wilayah penghasil
hasil perkebunan, dataran rendah dengan bermacam kemampuan hasil pertanian, serta
wilayah dekat garis tepi laut dari utara ke selatan yang ialah wilayah di mana bermacam
biota laut yang dihasilkan. Bermacam upaya intensifikasi serta diversifikasi pengelolaan
kawasan pesisir serta perairan laut bisa dimanfaatkan buat meningkatkan sumber energi
laut selama bentangan tepi laut yang luas di masa mendatang.

1.2 Permasalahan Pengembangan Wilayah


Sektor pertanian menjadi sektor unggulan di Kabupaten Banyuwangi, menurut
penelitian Banyuwangi Economic Outlook 2012 (Sectoral Analysis). Kontribusinya
terhadap PDRB merupakan yang terbesar dari ke - 9 sektor, membuatnya menjadi sektor
unggulan dalam beberapa tahun terakhir.

Meski industri perdagangan, hotel, dan restoran menempati urutan kedua dalam
kontribusi ekonomi, ialah mesin utama yang menekan ekspansi ekonomi. Sektor
pertanian pada tahun 2011 telah berkembang 8, 9 persen dan pada tahun 2012 mencapai
posisi 9, 2 persen melampaui total perkembangan ekonomi Banyuwangi.

4
Sebaliknya, zona pertanian yang jadi unggulan utama, hanya tumbuh rata- rata 5
persen. Dikala sektor perdagangan jasa, dan restoran serta zona konstruksi hadapi tren
peningkatan, maka sektor yang lain hendak hadapi trend penurunan.
Keadaan ini menunjukkan jika Banyuwangi saat ini lagi bertransisi dari zona
pertanian ke sektor perdagangan dan jasa. Tidak cuma pertumbuhannya yang lelet,
kontribusi tahunan sektor pertanian terhadap total PDRB pula menurun.

1.3 Potensi Wilayah Kabupaten Banyuwangi


Para ahli statistik menempatkan potensi lahan pertanian Kabupaten Banyuwangi
di urutan ketiga setelah Kabupaten Malang dan Jember. Oleh karena itu, tidak heran jika
Kabupaten Banyuwangi menjadi bagian dari lumbung pangan Jawa Timur. Kabupaten
Banyuwangi tidak hanya memiliki potensi lahan pertanian, namun juga memiliki
bentangan pantai yang cukup panjang. Dengan demikian, pemerintah dapat melakukan
upaya perbaikan sektor ini di masa mendatang dengan mengintensifkan dan
mendiversifikasi pengelolaan wilayah pesisir dan perairan laut.
Melihat potensi yang cukup besar tersebut, tidak menutup kemungkinan
percepatan pembangunan sektor-sektor potensial seperti kekayaan maritim dan sektor
potensial lainnya dapat segera diwujudkan.Sektor pertanian menjadi andalan
Banyuwangi, menurut laporan Banyuwangi Economic Outlook 2012 (Sectoral Analysis).
Kontribusinya terhadap PDRB merupakan yang tertinggi dari sembilan sektor,
menjadikannya sektor unggulan dalam beberapa tahun terakhir.
Meski perekonomian Banyuwangi tumbuh dengan stabil, namun masih banyak
kendala dan beban yang harus diatasi. Mengingat baru-baru ini ditemukan sumber daya
alam baru berupa tambang emas di wilayah Banyuwangi Selatan yang kemungkinan akan
menjadi leading sector baru, maka perubahan pola sektoral ekonomi yang terjadi seperti
diuraikan di atas harus segera dilakukan. mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
Berdasarkan hal tersebut, diperlukan kajian untuk mengidentifikasi potensi
ekonomi, membantu sektor potensial, dan sektor prioritas di Kabupaten Banyuwangi
sebagai pedoman dalam menyusun dan melaksanakan rencana pembangunan untuk
merencanakan peningkatan pertumbuhan perekonomian dan pengembangan daerah.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Wilayah


Pembangunan ekonomi wilayah merupakan suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola setiap asal daya yang terdapat dan membentuk
suatu pola kemitraan antara pemda dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan aktivitas ekonomi (pertumbuhan
ekonomi) pada daerah tadi (Arsyad, 2010:354). dari pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses dimana
Pemerintah Daerah menerapkan otonomi daerahnya buat bekerjasama menggunakan
rakyat serta sektor swasta pada mengelola asal daya yang terdapat. Adanya kerjasama
ini diharapkan dapat membentuk pertumbuhan perekonomian yang merata pada
wilayah tersebut.
2.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan di dalam
perekonomian yang mengakibatkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah (Sukirno, 2011). Pengukuran pertumbuhan ekonomi dapat
dilakukan dengan melihat perbandingan perekonomian pada suatu periode dengan
periode yang lainnya.
2.3 Ketimpangan Wilayah
Menurut Sjafrizal (2012) Salah satu model yang cukup representatif untuk
mengukur tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah indeks
williamson yang dikemukakan oleh Williamson (1965)
2.4 Basis Ekonomi dan Sektor Unggulan
Besarnya laju pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh
besarnya ekspor wilayah tersebut keluar wilayah (Tarigan, 2005). Sektor ekonomi
yang mampu hingga melakukan ekspor ke luar daerah bermakna produktivitas sektor
tersebut dapat memenuhi permintaan dari wilayah tersebut dan dapat melakukan
ekspor ke wilayah lain. Berarti sektor tersebut tidak hanya memiliki permintaan dari
daerahnya sendiri.
Definisi sektor unggulan pada dasarnya berkaitan dengan suatu bentuk
perbandingan, baik perbandingan dengan skala internasional, regional, ataupun
nasional. Pada skala nasional suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor
unggulan jika sektor di suatu daerah dapat memenangkan persaingan pada sektor
yang sama yang bersaing dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor
(Silalahi, 2011).

6
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yang diperuntukan
mendeskripsikan indikasi sosial dengan cara menghitung data untuk mengetahui
sektor ekonomi yang menjadi unggulan serta mengidentifikasi pengembangan
wilayah di Kabupaten Banyuwangi.
Daerah yang menjadi lokasi penelitian adalah seluruh kabupaten Banyuwangi
yang ada di Provinsi Jawa Timur. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah data sekunder dimana data tersebut diperoleh dari BPS Provinsi Jawa Timur.
Teknik analisis data dalam penelitian ini diantaranya SWOT, Indeks Williamson dan
Tipologi Klassen, Shift Share, dan Location Quotient.

3.2 Teknik Analisis


3.2.1 SWOT
Menurut Fatimah (2016), analisis SWOT merupakan alat bantu yang
paling banyak digunakan sebagai alat bantu pengambilan keputusan untuk
membentuk solusi yang terbaik, analisis dipergunakan banyak pada suatu
organisasi, perusahaan, hingga pemerintahan. pada analisis SWOT hal yg
dilakukan yaitu mencari info asal luar serta dalam mirip dari faktor internal
yaitu mengetahui strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan),
sedangkan dari faktor eksternal yaitu mencari opportunities (peluang atau
kesempatan) dan threats (ancaman).
Analisis SWOT pertama kali dikembangkan dari Harvard Business
School. tetapi, masih ada beberapa kelemahan yaitu masih bersifat naratif.
Analisis SWOT pertama kali diterapkan ke perusahaan di tahun 1960-1970
buat mengetahui bagaimana perencanaan bisnis tersebut gagal diterapkan.

3.2.2 Indeks Williamson dan Tipologi Klassen


● Indeks Williamson
Analisis yang dilakukan untuk mengetahui kondisi ketimpangan
pendapatan yang terjadi antar daerah dengan menggunakan data sekunder yaitu
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita serta jumlah penduduk disebut
dengan Analisis Indeks Williamson. Rumus Indeks Williamson yang digunakan
menurut Sjafrizal (2012) yaitu:

Keterangan :
Iw : Indeks Williamson

7
yi : PDRB per kapita daerah i
y : Rata-rata PDRB per kapita provinsi
fi : Jumlah penduduk daerah i
n : Jumlah penduduk provinsi

Pengertian indeks ini adalah sebagai berikut:


Dikatakan ketimpangan rendah yaitu apabila nilai Indeks Williamson (IW) <
0,35, sedangkan untuk kategori ketimpangan sedang apabila nilai dari Indeks
Williamson (IW) = 0,35 - 0,5, dan untuk kategori ketimpangan tinggi apabila nilai
Indeks Williamson (IW) > 0,5.

● Tipologi Klasen

Adapun kriteria yang digunakan untuk mengklasifikasinya merupakan menjadi


berikut:
(1) wilayah maju dan tumbuh pesat adalah daerah yang memiliki taraf pertumbuhan
ekonomi serta PDRB perkapita yg lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi.
(2) wilayah maju tetapi tertekan artinya daerah yang mempunyai PDRB perkapita
lebih tinggi tetapi taraf pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan
menggunakan provinsi.
(3) wilayah berkembang cepat/potensial artinya wilayah yang mempunyai taraf
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi tetapi tingkat PDRB erkapita lebih rendah
dibandingkan dengan provinsi.
(4) daerah relatif tertinggal ialah daerah yg mempunyai tingkat pertumbuhan
ekonomi serta PDRB perkapita lebih rendah dibandingkan dengan provinsi.

3.2.3 Shift Share


Metode analisis shift- share bertitik tolak dari asumsi dasar jika perkembangan
ekonomi ataupun nilai tambah suatu wilayah (Dij) dipengaruhi oleh 3 (tiga)

8
komponen utama yang silih berhubungan satu sama yang lain, yakni Regional Share
(regional growth componen) Nij, perkembangan sektoral (Proportional shift) Mij
ataupun PS serta perkembangan energi saing daerah (Differential Shift) (Cij) ataupun
DS.
Tata cara shift- share diawali dengan mengenali tingkatan perkembangan suatu
daerah, dalam permasalahan ini merupakan Kabupaten Banyuwangi, yang ditafsirkan
dengan simbol rn. sebaliknya buat daerah yang lebih luas( benchmark region) buat
permasalahan ini merupakan Provinsi Jawa Timur, dengan simbol mengukur
pergantian PDRB sesuatu zona- i di suatu daerah dengan rumus selaku berikut:
𝐷𝑖𝑗 = 𝑁𝑖𝑗 + 𝑀𝑖𝑗 + 𝐶𝑖𝑗
Keterangan:
Dij = Perubahan PDRB sektor/subsektor i di wilayah amatan (kabupaten).
Nij = Perubahan PDRB sektor/subsektor i di wilayah amatan (kabupaten) yang
disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan ekonomi wilayah acuan (provinsi atau
nasional).
Mij = Perubahan PDRB sektor/subsektor i di wilayah amatan (kabupaten) yang
disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan sektor i di wilayah acuan (provinsi aatau
nasional).
Cij = Perubahan PDRB sektor/subsektor i di wilayah amatan (kabupaten) yang
disebabkan oleh keunggulan kompetitif sektor i tersebut di wilayah amatan
(kabupaten).
Untuk menghitung komponen Nij, Mij, dan Cij dapat dihitung dengan rumus :
𝑁𝑖𝑗 = 𝐸𝑖𝑗. 𝑟𝑛
𝑀𝑖𝑗 = 𝐸𝑖𝑗 (𝑟𝑖𝑛 − 𝑟𝑛)
𝐶𝑖𝑗 = 𝐸𝑖𝑗(𝑟𝑖𝑗 − 𝑟𝑖𝑛)
Keterangan:
Nij = Eij.rn
Mij = Eij (rin-rn)
Eij = PDRB sektor/subsektor i di wilayah amatan (kabupaten) tahun awal analisis
Ein = PDRB sektor/sub sektor i di wilayah acuan (provinsi atau nasional)
En = PDRB total di wilayah acuan (provinsi atau nasional) tahun awal analisis
Eij,t = PDRB sektor/subsektor i di wilayah amatan (kabupaten) tahun akhir
analisis
Ein,t = PDRB sektor/subsektor i di wilayah acuan (provinsi atau nasional) tahun
akhir analisis
En,t = PDRB total acuan (provinsi atau nasional) tahun akhir analisis
3.2.4 Location Quotient
Location Quotient (LQ) menunjukkan perbandingan antara besarnya
kemampuan sektor yang diselidiki dalam suatu daerah dengan sektor yang
sama dalam daerah yang lebih luas secara relatif (Tarigan,2005). Rumus LQ
adalah sebagai berikut:

9
𝑆𝑖/𝑁𝑖
LQ = 𝑆/𝑁
Keterangan:
Si = Pendapatan sektor i Kabupaten Banyuwangi
S = Total PDRB Kabupaten Banyuwangi pada tahun tertentu
Ni = Pendapatan sektor i Provinsi Jawa Timur
N = Total PDRB Provinsi Jawa Timur pada tahun tertentu
Kategori:
● LQ ≥ 1 = Sektor tersebut merupakan sektor basis
● LQ < 1 = Sektor tersebut merupakan sektor non basis

Analisis lain juga dilakukan diantaranya:


● Analisis Koefisien Lokalisasi (α)
Alat analisis ini digunakan untuk mengukur tingkat konsentrasi suatu
kegiatan ekonomi di suatu daerah. Dalam perhitungannya hanya
menjumlahkan nilai α𝑖 positif saja.
Berikut rumus koefisien lokalisasi:
α𝑖 = (Si/Ni) - (S/N)
Jika jumlah α = 1 berarti terdapat pemusatan perekonomian pada suatu
kegiatan.
● Analisis Koefisien Spesialisasi (β)
Alat analisis ini digunakan untuk mengukur tingkat spesialisasi suatu
daerah dalam kegiatan tertentu. Dalam perhitungannya hanya
menjumlahkan nilai β𝑖 positif saja.
Berikut rumus koefisien spesialisasi:
β𝑖 = (Si/S) - (Ni/N)
Jika jumlah β = 1 berarti daerah tersebut melakukan spesialisasi pada suatu
kegiatan.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis SWOT


Analisis SWOT dilakukan pada faktor lingkungan internal dan faktor
lingkungan
Eksternal. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor Internal
a. Kekuatan (Strengths), yaitu faktor-faktor yang mempunyai kekuatan
peluang usaha
- Keindahan pemandangan (bentang alam), potensi hidrologi yang
cukup besar.
- Kekhasan budaya daerah setempat yang menonjol, seperti adanya
Petik Laut.
- Terdapat obyek wisata yang belum dikembangkan, seperti area
pemancingan, diving, pengamatan burung, dan lain sebagainya.
b. Kelemahan (Weaknesses), yaitu faktor-faktor yang dianggap sebagai
kelemahan dari peluang usaha seperti:
- Potensi Sumber Daya Alam Hutan dan Ekosistem pesisir belum
dimanfaatkan secara optimal.
- Data dan informasi mengenai potensi Sumber Daya Alam Hutan
dan Ekosistem Pesisir belum memadai.
- Kualitas SDM belum memadai.
- Pengawasan kawasan belum intensif.
- Pola kemitraan belum dilaksanakan dengan optimal
2. Faktor Eksternal
a. Peluang (Opportunities), yaitu faktor-faktor yang dianggap menjadi
peluang usaha seperti,
- Potensi pendapatan dan keuntungan.;
- Pasar pariwisata domestik
b. Ancaman (Threats), yaitu faktor-faktor yang dianggap sebagai ancaman
internasional yang cukup tinggi
- Kebijakan politik luar negeri dan dalam negeri, yang berpengaruh
terhadap jumlah kunjungan wisata baik wisatawan mancanegara
maupun wisatawan nusantara.
- Masuknya eksotik spesies yang dibawa oleh wisatawan.
- Masuknya budaya asing atau budaya dari luar.
- Adanya produk sejenis yang lebih unggul

11
4.2 Analisis Indeks Williamson dan Tipologi Klassen

● Analisis Indeks Williamson


Indeks Williamson tidak dapat dihitung dikarenakan data PDRB
masing-masing kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tidak ditemukan.

● Analisis Tipologi Klasen


Metode ini merupakan klasifikasi untuk mengetahui tipologi ekonomi
sektoral dan wilayah. Metode ini menggunakan data sekunder yaitu PDRB daerah
dengan laju pertumbuhannya, Berikut merupakan perhitungan klassen.

Penentuan kategori suatu sektor ke dalam empat kategori di atas didasarkan pada
laju pertumbuhan kontribusi sektoral dan rerata besar kontribusi sektoralnya terhadap
PDRB, dapat ditunjukkan pada tabel berikut:

12
Berdasarkan analisis tipologi Klassen, Kabupaten Banyuwangi termasuk kategori
wilayah lamban, Hal tersebut dikarenakan nilai Ratio PDRB Kab. Banyuwangi/kapita
terhadap pertumbuhan PDRB/kapita provinsi Jawa Timur adalah 0.0352 (<1) dan nilai
rasio laju pertumbuhan PDRB/kapita Kab. Banyuwangi terhadap PDRB/kapita provinsi
Jawa Tengah adalah 1,49 >1).
4.3 Analisis Shift Share
Berikut merupakan hasil analisis Shift Share yang menggunakan data PDRB
dari beberapa sektor di Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur pada
periode tahun 2018-2019.
Lapangan Usaha rij rin rn Nij Mij Cij Dij

Pertanian -0,0056 0,0131 0,0553 856,0316 -652,5518 -289,6098 -86,1300

Pertambangan dan 0,0193 0,0154 0,0553 245,9857 -177,3262 17,3105 85,9700


Penggalian

Industri Pengolahan 0,0786 0,0682 0,0553 334,4481 78,2297 63,3522 476,0300

Listrik, Gas, dan Air 0,0333 0,0138 0,0553 1,5592 -1,1701 0,5509 0,9400
Bersih

Pengadaan Air, 0,0530 0,0470 0,0553 1,8648 -0,2769 0,2021 1,7900


Pengolahan Sampah,
Limbah, dan Daur
Ulang

Konstruksi 0,1232 0,0589 0,0553 358,0874 23,6659 416,6868 798,4400

Perdagangan, Hotel, 0,0960 0,0596 0,0553 459,0175 36,4733 302,2992 797,7900


dan Restoran

Transportasi dan 0,0597 0,0377 0,0553 86,2158 -27,4596 34,3538 93,1100

13
Pergudangan

Penyedia Akomodasi 0,1118 0,0753 0,0553 77,5240 28,1856 51,2004 156,9100


dan Makanan

Informasi dan 0,0903 0,0736 0,0553 158,4245 52,5998 47,8657 258,8900


Komunikasi

Dari hasil perhitungan di atas, berdasarkan nilai Mij pada masing-masing


lapangan usaha diketahui bahwa terdapat 5 (lima) dari 10 (sepuluh) lapangan usaha
yaitu: Industri Pengolahan, Konstruksi, Perdagangan, Hotel, dan Restoran, Penyedia
Akomodasi dan Makanan, dan Informasi dan Komunikasi bertanda positif, artinya
lapangan usaha tersebut mempunyai pertumbuhan pesat, dan pengaruhnya pada
pendapatan kabupaten positif.
Selanjutnya berdasarkan hasil data dari Dij, seluruh lapangan usaha bernilai
positif yang artinya pergeseran bersih memiliki nilai positif, kecuali pada 1 (satu)
lapangan usaha Pertanian. Berdasarkan nilai dari data Cij di atas bahwa hanya 1
(satu) lapangan usaha yang memiliki nilai negatif, maka menunjukkan bahwa
lapangan usaha tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif sebaliknya, jika nilai
Cij pada sektor lapangan usaha bernilai positif maka sektor tersebut memiliki
keunggulan kompetitif.

4.4 Analisis Location Quotient


Berikut merupakan hasil analisis Location Quotient beserta analisis Koefisien
Lokalisasi dan Koefisien Spesialisasi dari beberapa sektor ekonomi Kabupaten
Banyuwangi tahun 2017 - 2019.
A. Location Quotient

Lapangan Usaha LQ

2017 2018 2019

Pertanian 2,794 2,823 2,776

Pertambangan dan Penggalian 1,557 1,610 1,617

Industri Pengolahan 0,390 0,387 0,391

Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,178 0,187 0,191

Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah, dan 0,667 0,665 0,668


Daur Ulang

Konstruksi 1,276 1,333 1,414

Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0,819 0,855 0,883

Transportasi dan Pergudangan 1,012 0,997 1,018

14
Penyedia Akomodasi dan Makanan 0,479 0,491 0,508

Informasi dan Komunikasi 0,933 0,947 0,961


Sumber: BPS (2020, diolah)
Sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, konstruksi, dan sektor
transportasi dan pergudangan (2017 dan 2019) menunjukkan LQ > 1 yang berarti
termasuk kedalam sektor basis. Sedangkan sektor lainnya menunjukkan LQ < 1
yang berarti termasuk sektor non basis.
B. Koefisien Lokalisasi

Lapangan Usaha Koefisien Lokalisasi α

2017 2018 2019

Pertanian 0,059 0,061 0,059 0,179

Pertambangan dan Penggalian -0,009 0,020 0,020 0,040

Industri Pengolahan -0,021 -0,021 -0,021 -

Listrik, Gas, dan Air Bersih -0,028 -0,028 -0,028 -

Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, -0,012 -0,012 -0,012 -


Limbah, dan Daur Ulang

Konstruksi 0,009 0,011 0,013 0,033

Perdagangan, Hotel, dan Restoran -0,007 -0,005 -0,004 -

Transportasi dan Pergudangan -0,00004 -0,00050 0,00021 0,00021

Penyedia Akomodasi dan Makanan -0,018 -0,017 -0,017 -

Informasi dan Komunikasi -0,003 -0,002 -0,002 -


Sumber: BPS (2020, diolah)
Hasil analisis koefisien lokalisasi menunjukkan bahwa tidak ada pemusatan
perekonomian pada suatu kegiatan (α < 1) di Kabupaten Banyuwangi pada
periode 2017-2019. Adapun beberapa sektor yang menunjukkan nilai α lebih dari
nol namun rendah.

C. Koefisien Spesialisasi
Lapangan Usaha Koefisien Spesialisasi

15
2017 2018 2019

Pertanian 0,225 0,213 0,199

Pertambangan dan Penggalian 0,033 0,035 0,034

Industri Pengolahan -0,205 -0,209 -0,211

Listrik, Gas, dan Air Bersih -0,003 -0,003 -0,003

Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah, dan -0,0004 -0,0004 -0,0004


Daur Ulang

Konstruksi 0,027 0,033 0,042

Perdagangan, Hotel, dan Restoran -0,040 -0,033 -0,027

Transportasi dan Pergudangan -0,00004 -0,0005 0,0002

Penyedia Akomodasi dan Makanan -0,032 -0,032 -0,031

Informasi dan Komunikasi -0,005 -0,004 -0,003

β 0,285 0,282 0,275


Sumber: BPS (2020, diolah)
Hasil analisis koefisien spesialisasi menunjukkan bahwa tidak ada
spesialisasi suatu kegiatan ekonomi pada tahun tertentu dalam periode 2017-2019
di Kabupaten Banyuwangi dimana nilai β < 1.

16
BAB V
KESIMPULAN

Sektor pertanian menjadi sektor unggulan di Kabupaten Banyuwangi, menurut


penelitian Banyuwangi Economic Outlook 2012 (Sectoral Analysis). Kontribusinya
terhadap PDRB merupakan yang terbesar dari ke - 9 sektor, membuatnya menjadi sektor
unggulan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, seiring berjalannya waktu sektor
perdagangan dan jasa mulai menempati sektor unggulan.
Kabupaten Banyuwangi memiliki strengths dan opportunities yang dapat menjadi
faktor pendorong kemajuan wilayah. Namun, pemerintah juga perlu memperhatikan
faktor-faktor negatif dari weakness dan threats yang menjadi penghambat kemajuan
wilayah.
Berdasarkan analisis tipologi Klassen, Kabupaten Banyuwangi termasuk kategori
wilayah lamban, Hal tersebut dikarenakan nilai Ratio PDRB Kab. Banyuwangi/kapita
terhadap pertumbuhan PDRB/kapita provinsi Jawa Timur adalah 0.0352 (<1) dan nilai
rasio laju pertumbuhan PDRB/kapita Kab. Banyuwangi terhadap PDRB/kapita provinsi
Jawa Tengah adalah 1,49 >1).
Hasil analisis Location Quotient beserta analisis Koefisien Lokalisasi dan
Koefisien Spesialisasi di Kabupaten Banyuwangi tahun 2017 - 2019 menunjukkan bahwa
sektor basis diantaranya sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, konstruksi, dan
sektor transportasi dan pergudangan. Tidak terdapat pemusatan perekonomian pada suatu
kegiatan serta tidak ada spesialisasi suatu kegiatan ekonomi di Kabupaten banyuwangi.
Dari hasil analisis shift-share di Kabupaten Banyuwangi menunjukkan sektor
konstruksi, Penyedia Akomodasi dan Makanan mengalami perkembangan pesat, hal ini
sesuai dengan kondisi Kabupaten Banyuwangi pada masa kini yang merupakan wilayah
sebagai limpahan perkembangan dari kota besar di sekitarnya, di pihak lain pertanian,
Pertambangan dan Penggalian, Transportasi dan Pergudangan mengalami kemunduran.

17
DAFTAR PUSTAKA

Adi Sutrisno, 2012. Analisis Ketimpangan Pendapatan Dan Pengembangan Sektor


Unggulan Di Kabupaten Dalam Kawasan Barlingmascakeb Tahun 2007 - 2010 ,
Economics Development Analysis Journal, Vol 1, No 1, Hal 43-49.

Badan Pusat Statistik (2020). Kabupaten Banyuwangi Dalam Angka. Banyuwangi.

Diartho, H. C., Lestari, E. K., Yunitasari, D., Lutfi, A., & Muslihatinningsih, F.
(2020). Perencanaan Pengembangan Kawasan Perdesaan Berbasis Potensi di Bagian
Selatan Provinsi Jawa Timur (Studi: Kabupaten Banyuwangi). Media Trend, 15 (1), 62 -
73.

Muta’ali Lutfi (2015), Teknik Analisis Regional untuk Perencanaan Wilayah, Tata Ruang
dan Lingkungan, Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG) Universitas Gajah Mada.

Wei Chen, Jiuping (2007) An appliction of Shift-share model to economic analysis of


county, World Journal of Modelling and Simulation, Vol 3 No. 2, pp. 90-99 ISSN 1
746-7233, England,

18

Anda mungkin juga menyukai