Anda di halaman 1dari 10

Antara Liminal, Simbol, dan Ritual (Studi Deskriptif Analitik

Pemikiran Victor Turner Berdasarkan Realitas Kehidupan Sosial)

Muhammad Raihan Zaky Mulyadi,


Jurusan Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Email: rhnzaky1@gmail.com, busro@uinsgd.ac.id,
husnulqodim@uinsgd.ac.id

Abstract
Research on Victor Turner's thoughts on liminal, rituals,
symbols, and ritual symbols is carried out because cases related
to Victor Turner's thinking often occur in society, also cases
related to Victor Turner's thoughts can be felt by oneself
internally or seen in the surrounding community. Such things
are important to know carefully. This research was conducted
with the aim of discussing the thoughts of Victor Turner based
on the frame of social reality. This research method is
qualitative through literature studies. The results and
discussion of this study show that the reality of social life has a
very diverse meaning when referring to the thoughts of Victor
Turner. This research uses an anthropological approach as a
theoretical basis because the limination, symbols, and rituals in
Victor Turner's thought are anthropological studies. This study
concluded that liminal, symbols, rituals, and ritual symbols that
at this time are still very relevant to the realities of social life
and can be used as intermediaries in interpreting the thoughts
of Victor Turner into a wide variety of examples of events that
certainly correspond to reality and the contemporary.

Keywords: Liminal, Ritual, Symbol, Turner

Abstrak
Penelitian mengenai pemikiran Victor Turner tentang liminal,
ritual, simbol, dan simbol ritual dilakukan karena kasus yang
terkait dengan pemikiran Victor Turner acapkali terjadi di
tengah masyarakat, juga kasus terkait pemikiran Victor Turner
ini dapat dirasakan oleh internal diri sendiri atau pun terlihat
pada masyarakat sekitar. Hal-hal demikian penting diketahui
secara seksama. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
membahas pemikiran-pemikiran Victor Turner berdasarkan
bingkai realitas sosial. Metode penelitian ini bersifat kualitatif
melalui studi pustaka. Hasil dan pembahasan penelitian ini
menunjukan bahwa realitas kehidupan sosial memiliki makna
yang sangat beragam jika mengacu pada pemikiran Victor
Turner. Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi
sebagai landasan teoritik karena liminasi, symbol, dan ritual
dalam pemikiran Victor Turner merupakan kajian antropologi.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa liminal, simbol, ritual, dan
simbol ritual yang pada masa ini masih sangat relevan dengan
realitas kehidupan sosial dan dapat digunakan sebagai
perantara dalam menginterpretasikan pemikiran Victor Turner
ke dalam macam-macam contoh peristiwa yang tentunya
sesuai dengan realitas dan kontemporer.

Kata Kunci: Liminal, Ritual, Simbol, Turner

Pendahuluan
Arus perkembangan kausal yang terjadi baik itu secara paradigma
maupun pengetahuan telah menyebabkan banyaknya perubahan sosial di
masyarakat. Hal ini kemudian menyebabkan munculnya banyak
interpretasi dan anggapan terkait dengan perubahan sosial tersebut
(Marius, 2006). Banyak yang mengatakan bahwa perkembangan
paradigma dan pengetahuan yang pesat berimplikasi pada makna-makna
dalam kehidupan sehari-hari (Ula, 2014). Tetapi ada juga yang
mengatakan bahwa makna tidak terpengaruh dengan apa yang ada
diluar, diingat atau dilupakan, makna akan selalu ada.
Berbicara tentang makna, maka tentu tidak akan lepas dengan salah
satu tokoh antropologi, yaitu Victor Turner (Novianti, 2013). Victor Turner
merupakan tokoh antropolgi yang sangat ekspert dalam domain liminal,
symbol, dan ritual. Dalam konsep Turner, Liminal dapat diartikan sebagai
perubahan seseorang karena adanya situasi atau lingkungan yang
berbeda dari sebelumnya (Winangun, 1990), yang kemudian
menimbulkan kebingungan pada orang tersebut, biasanya hal ini terjadi
pada masyarakat migran (Novianti, 2013). Lalu mengenai simbol, Turner
mengatakan bahwa simbol merupakan sesuatu yang dianggap dan
disepakati sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah atau mewakili
dan mengingatkan kembali akan kualitas yang sama. Simbol ini memiliki
banyak makna, setiap maknanya diartikan tergantung pada konteks
(multivocal). Dan untuk ritual, Turner mengartikannya sebagai simbol
yang digunakan oleh masyarakat tertentu untuk menyampaikan konsep
kebersamaan (Winangun, 1990). Dibawah ini merupakan bagan dari
kerangka sekaligus alur pemikiran penelitian ini:

KONSEP
COMMUNITAS
LIMINASI

SIMBOL RITUAL

SIMBOL RITUAL

Berdasarkan paparan di atas, penulis berusaha menyusun formula


penelitian, yaitu rumusan masalah, pertanyaan penelitian, dan tujuan
penelitian (Darmalaksana, 2020b). Rumusan masalah penelitian ini adalah
mengenai penjelasan liminal, simbol, dan ritual dalam pemikiran Victor
Turner yang berdasarkan pada realotas kehidupan sosial. Pertanyaan
penelitian ini ialah, apakah pemikiran Victor Turner dapat secara aplikatif
dijelaskan lewat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia sesuai dengan
realitas sosial (Fadilah, 2021). Tujuan penelitian ini yaitu
menginterpretasikan pemikiran Victor Turner dengan bahasa sederhana
melalui contoh-contoh dalam realitas kehidupan sosial (Damsar, 2015).
Penelitian ini mengambil fokus pada pendekatan deskriptif analitik dalam
menjelaskan pemikiran Victor Turner. Penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan manfaat berupa bahan kajian serta stimulus kepada
pembaca agar dapat terus bersemangat dalam mengkaji domain-domain
pengetahuan.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif, dimana penelitian kualitatif sebagai metode ilmiah sering
digunakan dan dilaksanakan oleh sekelompok peneliti di bidang ilmu
sosial, pendidikan, dan bidang keilmuan lainnya (Darmalaksana, 2020a).
Penelitian digunakan untuk membantu dalam menjelaskan artikel,
mengingat artikel ditulis secara singat, padat dan sederhana tanpa harus
mendeskripsikannya (Darmalaksana, 2020a). Alur penelitian ini adalah
dengan melalui studi pustaka, penelusuran sumber primer dan skunder,
klasifikasi berdasarkan formula penelitian, pengolahan data, pengutipan
referensi, menampilkan data, abstraksi data, interpretasi data, dan
kesimpulan (Darmalaksana, 2020a).

Hasil dan Pembahasan


Manusia merupakan makhluk dinamis, yang dimana setiap dalam
alur hidupnya selalu mengalami perubahan-perubahan yang bisa
dikatakan signifikan. Seperti misalnya ketika beribadah, seseorang
menjadi sangat berbeda dibandingkan dengan keadaannya sehari-hari.
Saat beribadah, seseorang menjalani proses yang khusyuk dan dalam
penampilannya pun menggunakan pakaian yang rapi serta atribut-atribut
yang sesuai dengan peribadatannya. Inilah yang kemudian disebut oleh
Victor Turner sebagai communitas (Haviland, 1993). Secara teori, konsep
communitas Victor Turner dapat diartikan sebagai situasi transisional
yang dialami ketika kita keluar dari "situasi biasa" dan biasanya berada
diluar struktur waktu (Winangun, 1990).

1. Victor Turner
Sedikit tentang Victor Turner. Victor Witter Turner merupakan
seorang antropologi British yang terkenal karena karyanya akan
symbol, ritual, dan ritus peralihan. Turner lahir di Glasgow, Skotlandia
pada tanggal 28 Mei 1920 (Ashley, 1990). Ia adalah putra dari pasangan
Norman dan Violet Turner. Ayahnya adalah seorang insinyur listrik
dan ibunya merupakan seorang aktris teater. Turner awalnya berkuliah
di University College London dengan jurusan poetry and classic.
Namun, pada tahun 1941, ia direkrut untuk mengikuti Perang Dunia II,
dan menjabat sebagai non-combatan sampai 1944. Setelah itu, Turner
kembali ke University College pada tahun 1946 dengan focus baru,
yaitu antropologi (Ashley, 1990). Dia kemudian melanjutkan studi
pascasarjananya di Universitas Manchester dengan bidang yang sama,
antropologi. Salah satu orang yang berpengaruh dalam hidup Turner
adalah prosestualisme dialektis Max Gluckman, yang dimana
Gluckman kepala Antropologi Sosial di Universitas Manchester,
Gluckman juga adalah orang yang menasihati disertasi PhD Turner
tentang organisasi sosial suku Ndembu di Rhodesia Utara yang
sekarang menjadi Zambia, Turner selesai pada tahun 1955 (St. John,
2018). Sejak saat itu Turner mulai dikenal karena pemikiran-pemikiran
brilliannya terkait liminal, symbol, dan ritual. Turner meninggal pada
18 Desember 1983 di Charlottesville, Virginia (Ashley, 1990). Turner
meninggal dikarenakan serangan jantung yang begitu fatal (St. John,
2018).
2. Liminasi
Kata liminal berasal dari bahasa latin yaitu limen, yang berarti
ambang batas atau ruang antara. Ini kemudian yang digunakan Victor
Turner dalam memahami proses yang dialami seseorang (Winangun,
1990). Konsep liminal Tuner bisa dijelaskan dengan contoh sederhana,
misalnya ada seseorang yang memiliki status tersendiri, lalu kemudian
seseorang tersebut mengalami perubahan pada statusnya yang
mengakibatkan kebingungan karena tidak terbiasa dengan status
barunya. Seiring dengan berjalannya waktu, seseorang tersebut mulai
terbiasa dengan statusnya dan merasa sama seperti yang lainnya
(Morsis, 2003). Bertolak dari contoh tersebut yang selaras dengan Victor
Turner, bahwa dalam liminal diberlakukan tahap-tahap pemisahan-
transisi-dan reintegrasi status sosial.
Dalam teori liminal, Turner mengembangkan apa yang telah
diteliti oleh Van Gennep. Menurutnya, terdapat fase-fase dalam
liminasi, yaitu pra-liminal, liminal, dan pasca liminal (Winangun, 1990).
Misalnya seperti pada proses khitan. Dalam proses khitan, anak yang
menjalani akan melakukan khitan tersebut tidak serta merta langsung
dikhitan, melainkan dipersiapkan dahulu kesiapannya, baik itu mental
(dengan doktrin-doktrin agama) maupun fisik (Kamala, 2009), inilah
yang menurut Turner disebut dengan fase pra-liminal. Setelah itu baru
dilakukan proses khitan, ini diposisikan sebagai fase liminal, karena
pada saat proses ini si anak mengalami perubahan secara fisik maupun
mental, yaitu dengan suasana yang berbeda seperti memakai pakaian-
pakaian khitan yang berbeda dengan lingkungan disekitarnya. Inilah
yang kemudian dikatakan sebagai fase liminal. Pasca proses khitan
selesai (sembuh), si anak kemudian kembali normal dengan menjadi
bagian dari lingkungannya sebagai orang dewasa. Ini disebut sebagai
fase pasca liminal (Leni, 2018).
Selain itu, konsep liminal ini sebetulnya selaras dengan perjalanan
hidup manusia, yaitu sebelum lahir, masa ketika diasuh, dan masa
dewasa. Sebelum lahir manusia mengalami fase pra liminal, karena
menjalani serangkaian persiapan untuk kemudian dapat lahir di dunia.
Lalu setelah lahir manusia yang sedang diasuh oleh orang tua atau
pengasuh serta bergantung pada hal itu pun mengalami fase liminal,
karena sedang menjalani proses pencarian akan jati diri (Setyaningsih,
2016). Dan setelah dewasa manusia mengalami fase pasca liminal, yang
dimana orang tersebut sudah memiliki jati diri dan menjadi bagian dari
lingkung sekitarnya (Ghazali, 2011).
Bertolak dari teks sebelumnya, dalam masyarakat pun demikian.
Misalnya pada situasi pandemi sekarang. Pra-liminalnya adalah ketika
masyarakat sebelum ada pandemi dapat berkumpul secara bebas,
tetapi kemudian terjadi masa pandemi yang mengakibatkan fase
limimal, dimana masyarakat mengalami proses penyesuaian dengan
keadaan pandemi, seperti diam di rumah, menjaga jarak, dan
penggunaan masker (Komalasari, 2020). Lalu kemudian pasca
liminalnya adalah new normal, ini memang belum terjadi di semua
negara, tetapi negara-negara tertentu sudah mengalami fase ini. Dalam
fase pasca liminal ini pasti asa sesuatu yang berubah, yaitu misalnya
tetap menggunakan masker, memperkuat imunitas dengan rutin
berolahraga, dan menjaga kebersihan serta kesehatan (Komalasari,
2020).
Atribut liminalitas atau persona liminal ("orang ambang batas")
tentu ambigu, karena suatu kondisi dan orang-orang menghindari atau
menyelinap melalui jaringan klasifikasi yang biasanya menemukan
negara dan posisi di ruang budaya (V. Turner, 1969). Entitas liminal
tidak ada di sini atau di sana; mereka adalah betwixt dan antara posisi
yang ditugaskan dan disusun oleh hukum, adat istiadat, konvensi, dan
seremonial. Dengan demikian, atribut ambigu dan tak tentu mereka
diekspresikan oleh berbagai simbol yang begitu banyak di tengah
masyarakat yang melakukan ritual transisi sosial dan budaya. Dengan
demikian, liminalitas sering disamakan dengan kematian, berada di
dalam rahim, tembus pandang, kegelapan, biseksualitas, ke padang
belantara, dan dengan gerhana matahari atau bulan (V. Turner, 1969).

3. Ritual
Selanjutnya, Victor Turner menjelaskan mengenai Ritual. Ritual
dalam pengertian Turner adalah urutan stereotip kegiatan yang
melibatkan gestur, kata-kata, dan objek, ritual ini dilakukan pada
tempat yang diasingkan atau disakralkan, dan dirancang untuk
mempengaruhi entitas atau kekuatan alam preternatural atas
kepentingan dan tujuan pelaku (Witter Turner, 1973). Sedikit
menjelaskan mengenai preternatural, preternatural adalah hal-hal yang
melampaui alam, kodrat, atau hakikat (Browne, 1678). Ritual menurut
Turner merupakan drama sosial, tidak hanya sekedar mirip dengan
drama, tetapi memang drama (V. W. Turner, 2008). Ritual sebagai
drama sosial dapat menjadi unit analisis, karena memiliki awal, tengah,
dan akhir, begitupun dengan drama sosial (V. W. Turner, 2008).
Misalnya seperti pada ritual kuda lumping. Mula-mula ritme musik
kuda lumping masih teratur dan orang yang melakukan ritual pun
menari dengan barisan yang tertata dengan rapih, namun kemudian
pada tengah-tengah pertunjukan atau puncak pertunjukan tarian itu
menjadi tidak teratur serta para orang-orangnya pun mengalami
kesurupan dan terjadi kekacauan (Springate, 2009), itulah yang disebut
liminal. Namun pada akhir ritual, datanglah si dukun yang bertujuan
untuk mendamaikan kekacauan dan mengakhiri pertunjukan.
Ritual ini bersifat publik guna menyelarasakan wujud nilai-nilai
yang ada pada masyarakat untuk menjadikan suatu perantaraan
pengalaman-pengalaman individu dalam masyarakat (Bell, 1997).
Konsep ritual menurut Victor Turner juga selaras dengan kehidupan
dimasyarakat. Berdasarkan penelitiannya terhadap suku Ndemu di
Zambia, Turner mengatakan bahwa konflik itu selalu diawali dari
pelanggaran peraturan (V. W. Turner, 1970). Pelanggaran peraturan
yang dibiarkan kemudian diikuti oleh banyak orang, sehingga jumlah
pelanggar yang besar menjadi pesaing bagi orang-orang yang tidak
melanggar. Akibatnya, muncul anggapan aneh terhadap orang yang
tidak melanggar (V. W. Turner, 1970). Contoh sederhananya adalah
ketika dalam lalu lintas, rambu lalu lintas menunjukan lampu merah
tetapi ada seorang pengendara yang menerobos lampu merah tersebut,
yang kemudian diikuti pengendara-pengendara yang lain, sehingga
menyisakan dua orang (misalnya) yang tetap patuh pada peraturan
(Budiastomo & A, 2007). Jikalau dua orang tersebut tidak ikut
menerobos maka akan kemungkinan besar akan memunculnya
"amarah" pengendara lain (seperti membunyikan klakson). Begitu juga
dalam konteks masyarakat secara umum, jikalau itu terjadi, maka akan
muncul guncangan dalam masyarakat (Qodim & B, 2018).

4. Simbol
Lalu Victor Turner juga "berteori" mengenai simbol. Menurutnya,
dalam memahami Simbol harus dikaitkan dengan konteksnya, karena
makna dalam simbol tergantung pada konteks (V. W. Turner, 1970).
Misalnya, AlQuran sebagai simbol agama Islam, ketika diletakan di
atas meja dan dibaca dengan merdu akan memiliki makna yang
berbeda dengan AlQuran yang diletakan diatas kepala untuk
bersumpah. Ini menunjukan bahwa walaupun benda dan simbolnya
sama, tetapi maknanya berbeda-beda, tergantung pada situasi dan
penempatannya. Contoh lain misalnya adalah pada bendera Amerika.
Bendera Amerika yang dilipat memiliki makna yang berbeda ketika
dikibarkan di halaman sekolah, atau dikibarkan ditengah-tengah
peperangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa simbol diasosiasikan
dengan kepentingan, tujuan, dan cara yang ditempuh oleh manusia
(Dillistone, 2002).
Pada dasarnya symbol terkait atau terlibat pada proses-proses
sosial, namun jika ada pertunjukan atau pelaksanaan ritual maka akan
terpisah dengan proses sosial. Dapat dianalogikan seperti ketika umat
islam melaksanakan ritual katakanlah sholat maka proses-proses sosial
seperti bekerja, kuliah, dan lain-lain akan ditinggalkan. Hal-hal
mengenai pertunjukan ritual ini juga bersifat adaptif, misalnya
seseorang melakukan sholat dikarenakan ia memiliki keinginan dan
keinginan ini dipengaruhi beberapa faktor misal, cuaca, perasaan hati,
dan lain-lain. Maka daripada itu pertunjukan ritual ini bersifat adaptif,
adaptif yang dimaksud adalah adaptasi antara perubahan internal dan
ingkungan eksternalnya.

5. Simbol Ritual
Selanjutnya, Victor Turner memaparkan apa yang disebut dengan
simbol ritual. Menurut Turner, simbol ritual adalah faktor yang
fundamental dalam suatu tindakan sosial berupa ritus (V. W. Turner,
2008). Turner juga menjelaskan bahwa simbol ritual ini merupakan
suatu tanda yang disepakati bersama yang dianggap memiliki nilai
yang mewakili definisi tersebut dan dapat mengataran kepada
preternatural (Witter Turner, 1973). Misalnya dalam tradisi kenduri
orang Jawa. Dalam jamuan makanannya, banyak sekali memakai
sebuah akronim termasuk didalamnya adalah tumpeng. Tumpeng
sendiri artinya Nek Metu Kudu Mempeng yaitu kalau kita keluar untuk
bekerja atau mencari harta haruslah serius dan bersungguh sungguh
agar hasilnya bisa maksimal (Susanti, 2017). Selain tumpeng, ada juga
apem. Apem disini dimaknai dengan meminta dan memberi maaf
(Susanti, 2017). Contoh inilah yang disebut sebagai faktor dalam suatu
tindakan sosial seseorang (berbuat, bertindak, dan berkata-kata) yang
kemudian ada benda atau objek tertentu yang menyimbolkan tindakan
sosial seseorang tersebut dan dimasukan ke dalam upacara ritual,
sehingga benda atau objek tersebut memiliki makna (Yolanda et al.,
2019). Selain itu, simbol ritual juga menurut Turner menjadi kekuatan
positif pada aktivitas manusia, karena ketika seseorang selesai
melakukan upacara ritual biasanya lebih bahagia dan lebih optimis (V.
W. Turner, 2008). Pada simbol ritual memiliki tiga dimensi, yaitu,
dimensi eksegetik (makna), dimensi operasional (fungsi), dan dimensi
posisional (relasi dengan simbol lain) (V. W. Turner, 1970). Maka
daripada itu symbol ritual diasosiasikan dengan kepentingan, arah,
tujuan, dan cara yang dilakukan oleh manusia.

Kesimpulan
Dari apa yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan pemikiran
Victor Turner mengenai liminal, simbol, ritual, dan simbol ritual sampai
saat ini masih relevan dengan realitas kehidupan sosial. Terbukti dengan
interpretasi pemikiran Turner tersebut dapat digunakan dengan
bermacam-macam contoh peristiwa yang tentunya sesuai dengan realitas
dan kontemporer. Selain daripada itu, pemikiran Turner ini juga
menunjukan bahwa perubahan sosial terjadi hingga pada bentuk paling
partikular, yaitu perubahan-perubahan akan suasana perasaan manusia,
yang kemudian hal tersebut secara universal berada di dalam hukum
kausal (determinisme). Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
berupa informasi dan pengetahuan, khususnya mengenai teori-teori
Victor Turner terkait liminal, simbol, ritual, dan simbol ritual. Penelitian
ini memiliki banyak keterbatasan, karena hanya berdasar pada studi
pustaka, sehingga memungkinkan adanya penelitian lebih lanjut dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian ini merekomendasikan agar teori-teori
yang diungakpkan oleh Victor Turner dapat secara aplikatif diterapkan
pada permasalahan-permasalahan yang linier.

DAFTAR PUSTAKA

Ashley, K. M. (1990). Victor Turner and the construction of cultural criticism :


between literature and anthropology. Indiana University Press.
Bell, C. (1997). Ritual: Perspectives and Dimensions. Oxford University Press.
Browne, J. (1678). A Compleat Treatise of Preternatural Tumours. Printed by
S.R. for R. Clavel.
Budiastomo, N., & A, G. (2007). Hubungan persepsi risiko kecelakaan dan
pengambilan keputusan melanggar lampu merah. Jurnal Psikologi
Sosial, 13(1).
Damsar. (2015). Pengantar Teori Sosiologi. Prenada Media Group.
Darmalaksana, W. (2020a). Metode Penelitian Kualitatif Studi Pustaka dan
Studi Lapangan. Pre-Print Digital Library UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 1–6.
Darmalaksana, W. (2020b). Template Penulisan Artikel Hadis dengan
Pendekatan Design Thinking. Pre-Print Digital Library UIN Sunan
Gunung Djati Bandung.
Dillistone, F. W. (2002). The Power of Symbols. Kanisius.
Fadilah, G. (2021). Implikasi Teori-teori Konflik terhadap Realitas Sosial
Masa Kini: Tinjauan Pemikiran Para Tokoh Sosiologi. Journal of
Society and Development, 1(1), 11–15.
Ghazali, A. M. (2011). Antropologi Agama. Alfabeta.
Haviland, W. A. (1993). Antropologi Edisi 4 Jilid 2. Erlangga.
Kamala, N. (2009). Tinjauan Hukum Islam dan Kesehatan Terhadap Khitan
Bagi Laki-laki dan Perempuan. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Komalasari, R. (2020). Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi di
Masa Pandemi Covid 19. EMATIK-Jurnal Teknologi Informasi Dan
Komunikasi, 7(1), 38–50.
Leni, N. (2018). Peran Antroplogi Bagi Studi Islam. Analisis: Jurnal Studi
Keislaman, 18(2), 233–252. https://doi.org/10.24042/ajsk.v18i2.4138
Marius, J. A. (2006). Perubahan Sosial. Jurnal Penyuluhan, 2(2).
Morsis, B. (2003). Antropologi Agama Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer.
AK Group.
Novianti, K. (2013). Kebudayaan, Perubahan Sosial, dan Agama dalam
Perspektif Antropologi. Harmoni.
Qodim, H., & B, B. (2018). Perubahan Budaya dalam Ritual Slametan
Kelahiran di Cirebon, Indonesia. Jurnal Studi Agama Dan Masyarakat,
127–147.
Setyaningsih. (2016). Dampak Globalisasi Terhadap Moral Generasi
Muda. Sanjiwani.
Springate, L. A. C. (2009). Kuda Lumping dan Fenomena Kesurupan Massal:
dua studi kasus tentang kesurupan dalam kebudayaan Jawa. Universitas
Muhamadiyah Malang.
St. John, G. (2018). Victor Turner. Oxford Bibliographies.
https://doi.org/10.1093/OBO/9780199766567-0074
Susanti, R. D. (2017). Tradisi Kenduri Dalam Masyarakat Jawa Pada
Perayaan Hari Raya Galungan di Desa Purwosari Kecamatan Tegal
Dlimo Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Penelitian Agama Hindu, 1(2),
489–495.
Turner, V. (1969). The Ritual Process Structure and Antisctructure (R. D.
Abrahams (ed.)). Routledge.
Turner, V. W. (1970). The Forest Of Symbols: Aspects Of Ndembu Ritual.
United States of America.
Turner, V. W. (2008). The Ritual Process structure and anti-structure. United
States of America.
Ula, S. T. (2014). Makna Hidup Bagi Narapidana. Hisbah: Jurnal Bimbingan
Konseling Dan Dakwah Islam, 11(1), 15–36.
https://doi.org/10.14421/hisbah.2014.111-02
Winangun, Y. M. W. (1990). Masyarkat Bebas Struktur Liminalitas dan
Komunitas Menurut Victor Turner. Kanisius.
Witter Turner, V. (1973). Symbols in African Ritual. Science, 179(4078),
1100–1105. https://doi.org/10.1126/science.179.4078.1100
Yolanda, B. A., Amri, E., & Fitriani, E. (2019). Makna Upacara Kematian
Malapeh-lapeh bagi Masyarakat Nagari Taluak Pesisir Selatan. 1(1), 31–37.

Anda mungkin juga menyukai