Sartika1, Hari Jummaulana2, Ermairel Salim3, Sri Wahyuni4, Milla Mantia Suci5
1,2,3,4
Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Persada Bunda
5
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
sartikasari29813@gmail.com1,jummaulanahari@gmail.com2,ermairelsalim@gmail.com3,
peksosriau.sriwahyuni@gmail.com4,millamantiasuci@gmail.com5
Abstract
This study aims to find out the phenomena in transgender life both in communication and
social life. The application of supporting theory in this problem is by discussing
communication patterns within the family (internal) scope and Peter L.Berger's approach of
thinking which discusses the social reality of a transgender person. This research method
uses a qualitative phenomenological approach, data collection techniques using free
interviews addressed to informants based on criteria according to the researcher's
assessment. The results of this study are the existence of communication patterns within the
family as one of the factors in assessing one's identity towards the environment. As well as to
explore this problem, a real-life thinking approach is needed, namely Peter L. Berger's
approach in which in examining a person's life it is seen from several supporting factors, so
that transgender people can describe the reality of their life based on these factors.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena pada kehidupan transgender baik dalam
kehidupan komunikasi dan sosialnya. Penerapan teori pendukung dalam permasalahan ini
yaitu dengan membahas pola komunikasi dalam ruang lingkup keluarga (internal) dan
pendekatan pemikiran Peter L.Berger dimana membahas mengenai realitas sosial seorang
transgender. Metode penelitian ini menggunakan kualitatif dengan pendekatan fenomologi,
teknik pengumpulan data menggunakan wawancara bebas yang ditujukan kepada
narasumber berdasarkan kriteria yang sesuai dengan penilaian peneliti. Hasil penelitian ini
yaitu dengan adanya pola komunikasi dalam keluarga sebagai salah satu faktor dalam
menilai jati diri seseorang terhadap lingkungannya. Serta untuk mendalami permasalahan ini
maka diperlukannya pendekatan pemikiran kehidupan nyata yaitu dengan pendekatan
pemikiran Peter L. Berger dimana dalam menelaah kehidupan seseorang dilihat dari
beberapa faktor yang menunjang, sehingga transgender dapat tergambarkan realita
kehidupannya berdasarkan faktor-faktor tersebut.
PENDAHULUAN
Pada kehidupan sosial sangat lazim kita jumpai adanya perbedaan status
strata sosial, budaya, adat, dan lain-lainnya. Begitu banyak persoalan yang ditemui
karena banyaknya perbedaan yang ditemui dalam kehidupan. Fenomena yang
terjadi sering diamati berdasarkan apa yang menjadi persoalan dalam kehidupan.
Salah satunya persoalan cara berkomunikasi dalam kehidupan sosial dan
337
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
338
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Tentang Teori Fenomenologis
Kajian dalam penelitian ini merupakan fenomena dimana teori fenomenologis
berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterprestasi pengalaman-
pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya.
Tradisi ini memperhatikan pada pengalaman sadar seseorang. Oleh karena itu,
fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami dunia
melalui pengalaman langsung. Anda hendak mengetahui sesuatu dengan sadar
menganalisis serta menguji persepsi dan perasaan anda tentangnya (Little john,
2009 : 57).
Permasalahan transgender dapat diamati berdasarkan dari pengalaman
pribadi seorang transgender dengan memilih menjalani hidup dengan status
transgendernya yang tidak mudah untuk dapat diterima oleh orang lain sehingga ini
menjadi pro dan kontra di masyarakat. Melalui pengalamannya dapat diamati dan
dianalisa sehingga mampu mengubah persepsi terhadaap kaum transgender.
339
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
2011 : 1).
Elvinaro dan Bambang (2009:19) menulis dalam kutipannya, bahwa komunikasi
adalah berbagai pengalaman yang di dalamnya terdapat respon antara penggerak
dan penerima. Melalui respon atau feedback komunikator mengetahui sejauhmana
pemahaman komunikan terhadap isi pesan yang disampaikan oleh si komunikator
tersebut. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktifitas pertukaran ide atau
gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan
penyampaian dan penerimaan pesan/ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan
untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut (Yasir,
2011 : 18).
340
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
adanya konflik dan solusinya, adanya kesesuaian antara perintah dengan isi
pesan, dan penerima pesan mempunyai suatu pemahaman arti dari pesan mirip
dengan pengirim.
2. Pola Komunikasi Nonfungsional atau Disfungsional
Pola komunikasi nonfungsional dapat dilihat dengan adanya kondisi yang
berpusat pada diri sendiri, kurangnya empati, adanya komunikasi tertutup (tidak
langsung), serta tidak ada kesesuaian antara isi pesan dengan perintah. Maka
dari itu, untuk mengetahui pola komunikasi yang digunakan oleh transgender
umumnya dapat terlihat dari dua pola diatas. Penggunaan pola keduanya bisa
memungkinkan untuk digunakan salah satu atau keduanya dapat direalisasikan
pada kehidupan sehari-hari. Namun, pola komunikasi tersebut terbentuk dalam
ruang lingkup internal (keluarga) yang melatar belakangi seseorang dalam
penerimaan ataupun penolakan pesan yang disampaikan serta dicerna oleh si
penerima (komunikan). Latar belakang seorang transgender tidak luput dari
komunikasi dalam suatu keluarga adanya penerimaan jati diri atau penolakan
juga ada sedikit kurangnya andil dalam kehidupan internalnya.
Bila dilihat dalam kajian ilmu komunikasi interpersonal, maka tujuan
komunikasi interpersonal ini bisa dilihat yaitu (Riswandi, 2009 : 87) :
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain
Melalui komunikasi interpersonal memberikan kesempatan pada kita untuk
memperbincangkan tentang diri kita sendiri. Dengan berbincang dengan orang
lain, kita menjadi mengenal dan memahami diri kita sendiri, dan memahami sikap
dan perilaku kita.
2. Mengetahui dunia luar
Memungkinkan kita memahami lingkungan kita dengan baik seperti obyek dan
peristiwa-peristiwa. Banyak informasi yang kita miliki berasal dari hasil interaksi
dengan orang lain.
3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi lebih bermakna
Sebagai makhluk sosial, manusia cenderung untuk mencari dan berhubungan
dengan orang lain dimana ia mengadu, berkeluh kesah, menyampaikan isi hati,
dan sebagainya.
4. Mengubah sikap dan perilaku
Dalam komunikasi interpersonal, kita sering mengubah sikap dan perilaku orang
341
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
lain. Misalnya kita ingin orang lain mencoba makanan tertentu, mendengarkan
music tertentu, dan sebagainya.
5. Bermain dan mencari hiburan
Kita melakukan komunikasi interpersonal dengan tujuan untuk menghilangkan
kejenuhan dan ketegangan.
6. Membantu
Melalui komunikasi interpersonal, orang membantu dan memberikan saran-saran
pada orang lain. Misalnya : dokter, psikiater, psikolog, akuntan, perawat, dan
sebagainya adalah profesi di mana komunikasi interpersonal berlangsung antara
dua orang atau sekelompok kecil orang.
Interaksi sosial selain adanya hubungan dengan orang lain tetapi terciptanya
suatu tujuan, adanya pengenalan dengan diri sendiri dengan orang lain
memudahkan menjalin komunikasi secara interpersonal. Selain itu, melalui
komunikasi interpersonal memberikan akses bagi komunikator maupun komunikan
untuk dapat memperluas informasi yang didapat, seorang transgender juga
memerlukan interaksi sosial dengan orang lain. Selain pengenalan diri juga dapat
memperluas informasi sehingga interaksi dengan dunia luar dapat teratasi. Adaptasi
diri dengan lingkungan sekitar tidak mudah bagi seorang transgender, karena
seseorang pada hakikatnya tidak mampu mengubah perilaku maupun sikap orang
lain kecuali atas ijin dari orang tersebut. Penelitian ini lebih memfokuskan
pembahasan pola komunikasi dan gaya hidup seorang transgender melalui
perspektif realita kehidupan sosial. Melalui pengamatan dari kehidupan nyata serta
pemgalaman dari berbagai narasumber.
342
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
Gaya hidup adalah suatu cara terpola dalam pergaulan, pemahaman, atau
penghargaan artefak-artefak budaya material untuk mengasosiasikan permainan
kriteria status dalam konteks yang tidak diketahui namanya (Chaney dalam Budiatry,
2011 : 31). Pola hidup pada transgender tidaklah sama dengan masyarakat umum
laiannya. Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktifitas,
minat, dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan
status sosialnya.
Gaya Hidup (life style) sering digambarkan dengan kegiatan, minat dan opini
dari seseorang (activities, interest, and opinion), Suwarman (2011). Gaya hidup
seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah. Menurut Weber, gaya hidup
merupakan selera pengikat kelompok dalam (in grup) aktor-aktor kolektif atau
kelompok status berkompetisi ditandai dengan kemampuan untuk memonopoli
sumber-sumber budaya. Menurut Plummer, gaya hidup adalah cara individu yang
didefenisikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa
yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka
pikirkan tentang dunia sekitarnya (Salim, 2022 : 216).
343
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
sekalipun dalam beberapa pandangan masyarakat atau pun ruang lingkup suatu
kelompok tidak sesuai dengan hal tersebut.
344
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
seseorang disebut berjenis kelamin perempuan jika ia mempunyai vagina dan Rahim
sebagai alat reproduksi , memiliki alat untuk menyusui (payudara) dan mengalami
kehamilan dan proses melahirkan. Ciri-ciri secara biologis ini sama disemua tempat,
disemua budaya dari waktu kewaktu dan tidak dapat dipertukarkan satu sama lain.
Konsep seks mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki dan
ini yang disebut dengan kodrat (ciptaan Tuhan). Perbedaan tubuh antara laki-laki dan
perempuan menekankan pada perbedaan yang disebabkan kromosom pada janin
(Moore, 1995 : 117).
Oleh karena itu, identitas gender seseorang selain minat seks dan fisik tidak
dapat diubah kecuali dengan operasi. Hal ini tentunya merubah fisik, minat seks,
serta karakteristik diri seseorang berubah bila memposisikan diri tidak sesuai dengan
gender saat dilahirkan. Perubahan identitas diri ini, yang melatar belakangi
seseorang menjadi transgender perubahan dari laki-laki menjadi perempuan maupun
sebaliknya. Adanya perubahan tersbut selain merubah identitas diri tetapi juga
merubah pola komunikasi serta gaya hidup yang berbeda dari pada sebelumnya.
345
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
346
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
347
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
orang lain bersifat obyektif. Realitas kehidupan sehari-hari tidak akan bisa
bertahan tanpa adanya obyek-obyek (hasil obyektivikasi, proses pengobyekan).
Yang terpenting dari obyek-obyek itu bukan bentuk fisiknya, tetapi makna atau
maksud subyektif yang ditampilkan orang atau sesama manusia.(sebaliknya
bahwa makna subyektif orang lain hanya dapat dipahami hanya jika ia
ditampilkan dalam bentuk obyektif).
Dari berbagai obyek yang ada (fisik,sosial dan abstrak/kultural), ada satu
jenis obyek atau satu jenis kasus obyektivasi yang berkedudukan khusus-
signifikasi; yaitu produksi berbagai isyarat oleh manusia. Signifikasi ini sendiri
satu jenis yang terpenting yaitu bahasa (dapat didefinisikan sebagai sistem
isyarat vokal yang bermakna. Beberapa alasan penting yang mendasari
pentingnya bahasa dalam perspektif Berger, yaitu Bahasa sebagai alat atau cara;
bahasa sebagai sarana untuk mempertukarkan makna subyektif, sehingga dapat
diwariskan kepada orang lain; bahasa sebagai tujuan atau sebagai hasil
obyektivasi.
Melalui perumusan hubungan timbal balik antara realitas sosial diatas,
merupakan gambaran yang akan dibahas kepada narasumber yakni beberapa
orang trasngender mengenai realita kehidupan kenyataan yang dihadapi setelah
adanya identitas diri baru yang muncul satelah merubah gaya hidup dan pola
komunikasi yang dibentuk karena konstruksi realita sosial yang tercipta.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomologi, data yang dihasilkan merupakan deskriptif. Menurut Strauss dan Corbin
dalam Nyoto (2015:172) istilah kualitatif dipergunakan untuk penelitian yang tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Penelitian ini bisa
berupa penelitian tentang riwayat, kehidupan, perilaku seseorang, peranan
organisasi, pergerakan sosial atau hubungan timbal balik. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dengan wawancara bebas kepada narasumber
yang dianggap memenuhi kriteria.
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Pola Komunikasi
Melalui pendekatan secara fenomenologis merupakan cara untuk dapat
348
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
349
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
Dari perkataan narasumber dapat diamati bahwa adanya rasa kurang dihargai
oleh keluarga karena telah hilang rasa empati terhadap dirinya atas keputusan sikap
narasumber menjadi transgender. Hal ini sesuai dengan kerabat narasumber, yang
mengatakan bahwa:
“pertama kali aku mendengar dia berubah jadi seorang transgender kaget juga,
350
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
sempat juga aku telpon dia ngobrol-ngobrol dan dia mau curhat sama aku soal dirinya
merubah diri, efeknya ya seperti itu meslkipun awalnya keluarga tidak setuju bahkan
anggota keluarga ada yang marah, tapi yang lucunya saat dia sudah memiliki
ekonomi yang bagus saat barulah keluarganya mau dekat lagi dengannya”.
(wawancara dengan lia, 10 juni 2022).
351
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
menelaah fenomena ini bisa diamati dari tiga konsep bagian yang bisa disimak
melalui wawancara dengan narasumber seorang transgender sebagai berikut :
1) Realitas Kehidupan Sehari-Hari
Dalam realita kehidupan sehari-hari bagi seorang transgender memiliki
permasalahan tersendiri dalam menjalankan aktifitasnya sesuai dengan hasil
wawancaranya yang mengatakan bahwa :
“ya beda dengan perilaku aja sih, karena ini kan perilaku kita di anggap menyimpang
ya mereka shock, tapi kalau pandai cari duit keluarga atau lingkungan masih mau
mendekat dengan kita meski sekarang aku udah jadi waria”(wawancara dengan
shella, 20 mei 2023).
Hal ini juga disampaikan oleh narasumber yang lain, beliau mengatakan :
“intinya duit kalau pun duit gak banyak seenggaknya mereka pandai ngambil hati
keluarga”(wawancara dengan Mia, 20 mei 2023).
“kalau interaksi sosial karena aku punya salon, di salon nanti kan orang pada
datang, kasih semangat, berteman gitu, bahkan datang pula orang yang kaya
berteman diundang makan dirumahnya”(wawancara dengan shela, 20 mei 2023).
Interaksi sosial umumnya terjadi karena rata-rata waria atau transgender di
Pekanbaru umumnya suka membuat usaha salon sebagai mata pencahariannya.
Melalui salon ini terjadi interasksi sosial antara pemilik atau pekerja salon dengan
pelanggan (konsumen) sehingga jalinan komunikasi dapat berjalan dengan baik.
Interaksi yang terbentuk terkadang membuat narasumber merasa nyaman karena
ada pihak dari luar yang mau berkomunikasi dan berinteraksi dengannya. Tidak
heran bila komunikasi tersebut berjalan dengan baik maka tercipta suatu hubungan
kedekatan pertemanan dan sering diajak makan dan minum bersama di cafe atau
dirumah konsumennya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh rekan dari narasumber
yang ditemui pada saat wawancara yaitu:
“aku udah ada singgah ke salonnya, lumayanlah ada pelanggan tetapnya juga jadi
bisa untuk hidupi dirinya sendiri dengan adanya salon”(wawancara dengan Lia, 10
juni 2022).
Pernyataan dari rekan narasumber tersebut membenarkan dengan adanya
salon memudahkan rekannya dalam berinteraksi dengan orang lain. Kedekatan
yang timbul berawal dari adanya komunikasi secara aktif dan interaksi sosial yang
baik yang telah dibentuk sehingga memudahkan transgender dalam kehidupan
353
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
sosialnya. Tidak heran bila sudah ada hubungan sosial terbentuklah hubungan
pertemanan yang cukup baik tidak hanya sebagai tukang salon dan pelangggannya
akan tetapi pertemanan serta rasa persaudaran. Dalam realita hubungan seperti
inilah narasumber merasa tidak terasingkan dari ruang lingkup yang ada
disekitarnya.
3) Bahasa dan Pengetahuan Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari seorang transgender juga
memiliki suatu ciri khas tertentu yang dimana, hanya sesama transgender yang bisa
memahaminya. Secara tidak langsung ketika seorang transgender memasuki awal
dunia barunya sebagai seorang transgender maka sejak saat itulah dalam
berkomunikasi ada perubahan sehingga dalam wawasan ataupun pengetahuannya
dalam kehidupan sosialnya juga bertambah. Untuk menempatkan diri sebagai
transgender banyak hal yang dilalui hingga pemkaian bahasa serta tingkat
pengetahuan dalam dunia interaksi dan komunikasi juga harus dipelajari oleh
mereka yang memilih jati diri baru sebagai seorang transgender. Seperti yang
disampaikan saat wawancara dengan narasumber, sebagai berikut :
“iya dalam bahasa istilah itu ada, karena itu sama aja ketika kita lagi ngomongin
orang atau lagi ditenpat umum biar orang lain gak tau kita omongkan, misalkan gini
kata cucok, cucok itukan artinya bagus, atau misalnya ngomongin laki-laki itu lekong,
ngomongin tentang perempuan itu pere atau pewong gitulah”(wawancara dengan
Shela, 5 juni 2022).
Hal yang sama juga disampaikan oleh rekan dari narasumber yang
mengatakan:
“iya, sama aku itu kalau dia curhat suka sesekali pakai bahasa sesama waria gitu,
kadang kalau gak paham aku tanya apa artinya, dari sana nambah juga
pengetahuanku tentang bahasa mereka” (wawancara dengan Lia, 10 juni 2022).
354
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
Hal yang sama juga disampaikan oleh narasumber yang lain, yang
menyatakan bahwa :
“kalau untuk Pekanbaru untuk komuniti itu gak ada, cuma yang ada itulah Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) tujuannya supaya waria itu biar hidup bersih jadi
mereka cuma bagi-bagikan kondom dan tes darah, itu aja sih tapi kalau komuniti
mang gak ada sih, jadi kalau waria di Pekanbaru ini sibuk masing-masing buka
salon, mikirkan karirnya gitu.” (wawancara dengan Mia, 20 mei 2023).
KESIMPULAN
Fenomena transgender ditengah-tengah masyarakat banyak pendapat antara
pro dan kontra, permasalahan ini tidak luput dari dunia komunikasi dan kehidupan
sosialnya yang dirasa memiiki konflik tersendiri. Dalam penelitian ini membahas dua
sisi yaitu dunia komunikasinya berupa pola komunikasi sebagai latar terbentuknya
probadi seseorang menjadi transgender dalam kehidupan internal maupun
eksternalnya. Serta membahas dari sisi interaksi sosialnya, sehingga pendekatan
dalam penelitian ini memiliki dua perspektif baik sisi ilmu komunikasi dan ilmu sosial.
Melalui pola komunikasi yang terbentuk dalam diri seorang transgender dapat
ditelaah lagi hingga kehidupan nyatanya sebagai seorang transgender yang memiliki
berbagai macam fenomena yang menarik untuk dibahas. Pola komunikasi dalam
penelitian ini menggunakan pola komunikasi dalam keluarga yaitu pola komunikasi
fungsional dan nonfungsional dimana, pola tersebut terbentuk dalam kehidupan
pribadi secara internal. Namun untuk mengetahui dampak pola komunikasi tersebut
terhadap lingkungan sekitar maka diperlukannya pendekatan secara kehidupan
sosial yaitu melalui pendekatan dari pemikiran Peter L.Berger yang menceritakan
bagaimana konstruksi realitas sosial dapat menguraikan fenomena ini bisa
tergambarkan.
Melalui penelitian ini, diharapkan sebagai gambaran fenomena yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari akan kehadiran transgender ditengah-tengah
356
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)
masyarakat. Tentunya permasalahan pro dan kontra selalu ada, namun adanya
penelitian ini mengungkapkan kenyataan yang dialami oleh transgender atas resiko
pilihannya sebagai jati diri yang baru meskipun banyak pendapat, cercaan, atau pun
social judgment yang mereka rasakan. Penelitian ini sebagai pihak ketiga
memaparkan dari berbagai sumber baik yang mengalaminya selaku transgender
maupun orang-orang sekitar yang mengetahui kehidupan mereka.
REFERENSI
Aw, Suranto. Komunikasi Interpersonal Graha Ilmu :Yogyakarta, 2011.
Budraty, Astry, Gaya Hidup Lesbian (Studi Kasus Di Kota Makasar), Skripsi Jurusan
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 2011.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi, Kencana: Jakarta, 2008 .
Dharma, Ferny Adhi, Konstruksi Realitas Sosial : Pemikiran Peter L. Berger Tentang
Kenyataan Sosial, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 7 No. 1, 2018.
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT. Remaja
Rondakarya: Bandung, 2006
John, Little, Teori Komunikasi (Theories of Human Communication), Salemba
Humanika, 2019, Jakarta
Lestari, Indah dan Siti Safitri, Konseling Bayi Populasi Transyadar, Jurnal Konseling
Gusjiyang Vol-2 No. I, 2016 Januari.
M. Echols, John dan Hasan Shadily, 1983, Kamis Inggris-Indonesia, Jakarta:
Gremedia Cet XII
Moore, Stephen dan Stephen P-Sinclair, 1995, Sociology Teach Yourself Boues
Mukhid, Abd, Kajian Teoritis Tentang Perilaku Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender
(LGBT) Dalam Perspektif Psikologis dan Teologis, Jurnal Sophit: Jurnal Sosial,
Politik, Kajian Islam dan Tafsir Vol. I No. 1, 2018 Juni
Nuraida dan M. Zaki Bin Hasan. Pola Komunikasi Gender Dalam Keluarga, Jurnal :
Wardah, Vol.18. No. 2, 2017
Nyoto, Metodologi Penelitian Teori & Aplikasi Pekanbaru, UU Pers 2015
Riswandi, Ilmu Komunikasi, Graha Ilmu: Yogyakarta, 2009
Salim, Ermairel, Gaya Hidup Keluarga Berperilaku Menyimpang Di Pekanbaru, Jurnal
Sosio Komunika Vol. I No. 2 November 2022
Suryadi, Karyawati. Peran Media Massa Dalam Membentuk Realitas Sosial, Jurnal
ACADEMICA Fisip Unfad Vol 03 No 02, 2011 Oktober.
357