Anda di halaman 1dari 21

Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009

Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

FENOMENA POLA KOMUNIKASI DAN GAYA HIDUP


TRANSGENDER DI PEKANBARU (PENDEKATAN KONSTRUKSI
REALITAS SOSIAL : PEMIKIRAN PETER L. BERGER
TENTANG KENYATAAN SOSIAL)

Sartika1, Hari Jummaulana2, Ermairel Salim3, Sri Wahyuni4, Milla Mantia Suci5
1,2,3,4
Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Persada Bunda
5
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
sartikasari29813@gmail.com1,jummaulanahari@gmail.com2,ermairelsalim@gmail.com3,
peksosriau.sriwahyuni@gmail.com4,millamantiasuci@gmail.com5

Abstract
This study aims to find out the phenomena in transgender life both in communication and
social life. The application of supporting theory in this problem is by discussing
communication patterns within the family (internal) scope and Peter L.Berger's approach of
thinking which discusses the social reality of a transgender person. This research method
uses a qualitative phenomenological approach, data collection techniques using free
interviews addressed to informants based on criteria according to the researcher's
assessment. The results of this study are the existence of communication patterns within the
family as one of the factors in assessing one's identity towards the environment. As well as to
explore this problem, a real-life thinking approach is needed, namely Peter L. Berger's
approach in which in examining a person's life it is seen from several supporting factors, so
that transgender people can describe the reality of their life based on these factors.

Keywords: Communication Patterns, Lifestyle, Transgender

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena pada kehidupan transgender baik dalam
kehidupan komunikasi dan sosialnya. Penerapan teori pendukung dalam permasalahan ini
yaitu dengan membahas pola komunikasi dalam ruang lingkup keluarga (internal) dan
pendekatan pemikiran Peter L.Berger dimana membahas mengenai realitas sosial seorang
transgender. Metode penelitian ini menggunakan kualitatif dengan pendekatan fenomologi,
teknik pengumpulan data menggunakan wawancara bebas yang ditujukan kepada
narasumber berdasarkan kriteria yang sesuai dengan penilaian peneliti. Hasil penelitian ini
yaitu dengan adanya pola komunikasi dalam keluarga sebagai salah satu faktor dalam
menilai jati diri seseorang terhadap lingkungannya. Serta untuk mendalami permasalahan ini
maka diperlukannya pendekatan pemikiran kehidupan nyata yaitu dengan pendekatan
pemikiran Peter L. Berger dimana dalam menelaah kehidupan seseorang dilihat dari
beberapa faktor yang menunjang, sehingga transgender dapat tergambarkan realita
kehidupannya berdasarkan faktor-faktor tersebut.

Kata Kunci : Pola Komunikasi, Gaya Hidup, Transgender

PENDAHULUAN
Pada kehidupan sosial sangat lazim kita jumpai adanya perbedaan status
strata sosial, budaya, adat, dan lain-lainnya. Begitu banyak persoalan yang ditemui
karena banyaknya perbedaan yang ditemui dalam kehidupan. Fenomena yang
terjadi sering diamati berdasarkan apa yang menjadi persoalan dalam kehidupan.
Salah satunya persoalan cara berkomunikasi dalam kehidupan sosial dan

337
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

penerimaan individu ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat punya persepsi dalam


menilai sesuatu, termasuk dalam mempersespsikan suatu hal yang dianggap aneh
atau yang memiliki khas keunikan tersendiri. Istilah transgender sudah marak
didengar saat ini, tetapi berbagai persespi serta penempatan dalam masyarakat
bervariasi. Sebagian masyarakat ada yang menerima namun ada pula yang menolak
kehadiran mereka. Sehingga memiliki permasalahan tersendiri untuk penerimaan
transgender ditengah-tengah masyarakat.
Fenomena ini dianggap menarik khususnya mengamati dari dunia komunikasi,
sosial, serta gaya hidup seseorang yang berlatar belakang sebagai transgender.
Sering timbulnya berbagai pendapat dan perspektif dalam memahami transgender
dalam kehidupan masyarakat. Interaksi sosial yang dilakukan transgender juga tidak
memiliki ruang yang luas, karena pada dasarnya mereka memahami kondisi dan
situasi ditengah-tengah masyarakat. Adanya keinginan seorang transgender dalam
berinteraksi membuat mereka memiliki cara tersendiri dalam bersosialisasi. Cara
berinteraksi ini juga memiliki dampak dalam berkomunikasi antara sesama
transgender. Tanpa disadari masyarakat ada sebagian yang memahami dunia
komunikasi dan interaksi transgender namun ada pula yang menganggap cara
berinteraksi mereka salah dan tidak mudah untuk memahaminya.
Maka dari itu, peneliti tertarik untuk mengamati persoalan ini yang memiliki
fenomena tersendiri dalam berkomunikasi serta gaya hidup yang dijalani oleh
trangender tersebut. Pola komunikasi yang dipandang unik dan memiliki tata bahasa
tersendiri sehingga memiliki khas sebagai indentitas diri sebagai seorang
transgender. Hal serupa juga diterapkan oleh seluruh kaum LGBT
(Lesbi,Gay,Biseksual,dan Transgender) yang ada di Indonesia, mereka memiliki cara
berinteraksi dan komunikasi yang khas. Disaat adanya interaksi dengan masyarakat
umum, maka masyarakat umumnya akan mengetahui identitas mereka yang memiliki
fantasi seksual yang tidak biasa.
Transgender di Indonesia rata-rata memiliki komunitas atau berlindung
dibawah organisasi yang mau mengorganisir mereka. Namun khusus untuk
dipekanbaru, belum ada komunitas khusus transgender selama ini hanyalah
lembaga atau organisasi yang memberikan penyuluhan kepada mereka. Salah satu
lembaga yang memperhatikan mereka adalah KPA (Komisi Penanggulangan AIDS)
dimana lembaga ini selalu memberikan edukasi seputar bahaya seksual sesama

338
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

jenis maupun sering berganti pasangan yang bertujuan untuk menghindari


transgender dari penulartan HIV-AIDS.

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Tentang Teori Fenomenologis
Kajian dalam penelitian ini merupakan fenomena dimana teori fenomenologis
berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterprestasi pengalaman-
pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya.
Tradisi ini memperhatikan pada pengalaman sadar seseorang. Oleh karena itu,
fenomenologi merupakan cara yang digunakan manusia untuk memahami dunia
melalui pengalaman langsung. Anda hendak mengetahui sesuatu dengan sadar
menganalisis serta menguji persepsi dan perasaan anda tentangnya (Little john,
2009 : 57).
Permasalahan transgender dapat diamati berdasarkan dari pengalaman
pribadi seorang transgender dengan memilih menjalani hidup dengan status
transgendernya yang tidak mudah untuk dapat diterima oleh orang lain sehingga ini
menjadi pro dan kontra di masyarakat. Melalui pengalamannya dapat diamati dan
dianalisa sehingga mampu mengubah persepsi terhadaap kaum transgender.

Tinjauan Tentang Komunikasi


Manusia adalah makhluk sosial yang didalam hidupnya tidak lepas dari sebuah
interaksi. Ia ingin mengetahui lingkungan seseorang, bahkan ingin mengetahui apa
yang terjadi di dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu
berkomunikasi. Komunikasi merupakan aktivitas yang selalu dilakukan oleh manusia,
sepertihalnya menghirup nafas, minum dan makan.
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata
Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama Efendy
(2010:9). Sama di sini dimaksudkan adalah sama arti. Sehingga komunikasi dapat
berlangsung jika di dalamnya terdapat kesamaan makna mengenai apa yang
diperbincangkan. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental
dalam kehidupan umat manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu
berkeniginan untuk berbicara, tukar-menukar gagasan, mengirim dan menerima
informasi gagasan, mengirim dan menerima informasi, berbagi pengalaman, bekerja
sama dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan, dan sebagainya (Suranto,

339
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

2011 : 1).
Elvinaro dan Bambang (2009:19) menulis dalam kutipannya, bahwa komunikasi
adalah berbagai pengalaman yang di dalamnya terdapat respon antara penggerak
dan penerima. Melalui respon atau feedback komunikator mengetahui sejauhmana
pemahaman komunikan terhadap isi pesan yang disampaikan oleh si komunikator
tersebut. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktifitas pertukaran ide atau
gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan
penyampaian dan penerimaan pesan/ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan
untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut (Yasir,
2011 : 18).

Tinjauan Tentang Pola Komunikasi


Secara umum kata “pola” merupakan suatu standarisasi dari kumpulan perilaku.
Sedangkan menurut Fowler dan Couslum, pola atau pattern adalah suatu model,
desain, rancangan, dari sesuatu yang dibuat. Hubungannya dengan komunikasi
tergambar dari proses komunikasi itu sendiri yang selalu mengikuti alur atau kaidah
tertentu. Kaidah ini juga mengatur gaya komunikasi dalam konteks sosial. Seseorang
akan mengubah gaya komunikasinya tergantung dari siapa yang berbicara
dihadapannya. Hubungan bentuk dan fungsi komunikasi inilah yang kemudian
membentuk suatu pola komunikasi (Puspita dalam Akbar, 2011 : 15).
Pola komunikasi tiap individu tidak sama, bagi transgender sendiri memiliki pola
komunikasi yang beda dan punya ciri khas baik dalam tata bahasa, kosa kata,
intonasi serta gaya bahasanya. Memiliki keunikan tersendiri sehingga peneliti tertarik
untuk memahami pola komunikasi yang digunakan oleh kalangan transgender. Tidak
hanya tramsgender yang memiliki pola komunikasi yang dikenal unik, tetapi kaum
LGBT juga memiliki sepemahaman dalam berkomunikasi dan bila dilihat dari tata
bahasa serta penggunaan kosa kata yang sama.
Menurut Friedman dalam Nuraida (2017 : 194) mengatakan pola komunikasi
dibagi menjadi dua jenis yaitu pola komunikasi fungsional dan komunikasi
nonfungsional atau disfungsional.
1. Pola Komunikasi Fungsional
Pola komunikasi fungsional dapat dikaji dari apa adanya komunikasi yang jelas
dan kongruen, adanya ekspresi perasaan, komunikasi terbuka dan terfokus,

340
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

adanya konflik dan solusinya, adanya kesesuaian antara perintah dengan isi
pesan, dan penerima pesan mempunyai suatu pemahaman arti dari pesan mirip
dengan pengirim.
2. Pola Komunikasi Nonfungsional atau Disfungsional
Pola komunikasi nonfungsional dapat dilihat dengan adanya kondisi yang
berpusat pada diri sendiri, kurangnya empati, adanya komunikasi tertutup (tidak
langsung), serta tidak ada kesesuaian antara isi pesan dengan perintah. Maka
dari itu, untuk mengetahui pola komunikasi yang digunakan oleh transgender
umumnya dapat terlihat dari dua pola diatas. Penggunaan pola keduanya bisa
memungkinkan untuk digunakan salah satu atau keduanya dapat direalisasikan
pada kehidupan sehari-hari. Namun, pola komunikasi tersebut terbentuk dalam
ruang lingkup internal (keluarga) yang melatar belakangi seseorang dalam
penerimaan ataupun penolakan pesan yang disampaikan serta dicerna oleh si
penerima (komunikan). Latar belakang seorang transgender tidak luput dari
komunikasi dalam suatu keluarga adanya penerimaan jati diri atau penolakan
juga ada sedikit kurangnya andil dalam kehidupan internalnya.
Bila dilihat dalam kajian ilmu komunikasi interpersonal, maka tujuan
komunikasi interpersonal ini bisa dilihat yaitu (Riswandi, 2009 : 87) :
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain
Melalui komunikasi interpersonal memberikan kesempatan pada kita untuk
memperbincangkan tentang diri kita sendiri. Dengan berbincang dengan orang
lain, kita menjadi mengenal dan memahami diri kita sendiri, dan memahami sikap
dan perilaku kita.
2. Mengetahui dunia luar
Memungkinkan kita memahami lingkungan kita dengan baik seperti obyek dan
peristiwa-peristiwa. Banyak informasi yang kita miliki berasal dari hasil interaksi
dengan orang lain.
3. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi lebih bermakna
Sebagai makhluk sosial, manusia cenderung untuk mencari dan berhubungan
dengan orang lain dimana ia mengadu, berkeluh kesah, menyampaikan isi hati,
dan sebagainya.
4. Mengubah sikap dan perilaku
Dalam komunikasi interpersonal, kita sering mengubah sikap dan perilaku orang

341
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

lain. Misalnya kita ingin orang lain mencoba makanan tertentu, mendengarkan
music tertentu, dan sebagainya.
5. Bermain dan mencari hiburan
Kita melakukan komunikasi interpersonal dengan tujuan untuk menghilangkan
kejenuhan dan ketegangan.
6. Membantu
Melalui komunikasi interpersonal, orang membantu dan memberikan saran-saran
pada orang lain. Misalnya : dokter, psikiater, psikolog, akuntan, perawat, dan
sebagainya adalah profesi di mana komunikasi interpersonal berlangsung antara
dua orang atau sekelompok kecil orang.
Interaksi sosial selain adanya hubungan dengan orang lain tetapi terciptanya
suatu tujuan, adanya pengenalan dengan diri sendiri dengan orang lain
memudahkan menjalin komunikasi secara interpersonal. Selain itu, melalui
komunikasi interpersonal memberikan akses bagi komunikator maupun komunikan
untuk dapat memperluas informasi yang didapat, seorang transgender juga
memerlukan interaksi sosial dengan orang lain. Selain pengenalan diri juga dapat
memperluas informasi sehingga interaksi dengan dunia luar dapat teratasi. Adaptasi
diri dengan lingkungan sekitar tidak mudah bagi seorang transgender, karena
seseorang pada hakikatnya tidak mampu mengubah perilaku maupun sikap orang
lain kecuali atas ijin dari orang tersebut. Penelitian ini lebih memfokuskan
pembahasan pola komunikasi dan gaya hidup seorang transgender melalui
perspektif realita kehidupan sosial. Melalui pengamatan dari kehidupan nyata serta
pemgalaman dari berbagai narasumber.

Tinjauan Tentang Gaya Hidup


Kehidupan bermasyarakat merupakan aplikasi dasar dalam bersosialisasi
yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Bentuk umum proses sosial
adalah interaksi sosial, sedangkan bentuk khsusnya adalah aktifitas-aktifitas sosial.
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan
antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia. Syarat terjadinya interaksi sosial adalah
adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (communication)
(Soekanto dalam Bungin, 2008 : 55).

342
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

Gaya hidup adalah suatu cara terpola dalam pergaulan, pemahaman, atau
penghargaan artefak-artefak budaya material untuk mengasosiasikan permainan
kriteria status dalam konteks yang tidak diketahui namanya (Chaney dalam Budiatry,
2011 : 31). Pola hidup pada transgender tidaklah sama dengan masyarakat umum
laiannya. Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktifitas,
minat, dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan
status sosialnya.

Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai oleh seseorang


dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu.
Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup
sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image dimata orang lain,
berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image
inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam
mempengaruhi perilaku konsumsinya (Awan dalam Buadiatry, 2011 : 32).

Gaya Hidup (life style) sering digambarkan dengan kegiatan, minat dan opini
dari seseorang (activities, interest, and opinion), Suwarman (2011). Gaya hidup
seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah. Menurut Weber, gaya hidup
merupakan selera pengikat kelompok dalam (in grup) aktor-aktor kolektif atau
kelompok status berkompetisi ditandai dengan kemampuan untuk memonopoli
sumber-sumber budaya. Menurut Plummer, gaya hidup adalah cara individu yang
didefenisikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa
yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka
pikirkan tentang dunia sekitarnya (Salim, 2022 : 216).

Gaya hidup seorang transgender merupakan interprestasi diri kepada


lingkungan yang menjadikan dirinya sebagai identitas yang berbeda dengan
masyarakat umumnya. Perilaku dan status sosial tercermin dari gaya hidup yang
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maupun bersosialisasi dengan lingkungan.
Sehingga peneliti merasa layak untuk mengamati cara gaya hidup transgender
melalui pola perilaku, kebiasaan maupun sikap mereka. Bila dikaitkan dengan apa
yang menjadi ketertarikan seorang transgender dalam menjalani aktifitasnya
tentunya memiliki ragam penjelasan. Adanya ketertarikan dengan lawan atau pun
sesama jenis menyebabkan seseorang mampu untuk merubah atas identitas dirinya

343
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

sekalipun dalam beberapa pandangan masyarakat atau pun ruang lingkup suatu
kelompok tidak sesuai dengan hal tersebut.

Tinjauan Tentang Transgender


Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang
yang melakukan, merasa, berfikir, atau terlihat berbeda dari peran gender pada
“Transgender” tidak menunjukkan bentuk spesifik apapun dari orientasi seksual
heteroseksual, homoseksual, biseksual, panseksual, poliseksual, atau aseksual.
Orang-orang transgender dapat saja mengidentifikasikan dirinya sebagai seseorang
yang identitasnya tidak sesuai dengan gender laki-laki atau perempuan. Melainkan
mereka menggabungkan atau bergerak diantara keduanya (Lestari, 2016 : 38).
Transgender adalah munculnya perasaan laki-laki atau perempuan pada fisik
yang berbeda, baik dari female to male atau male to female yang membuat dirinya
ingin hidup dalam identitas gender yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya
(Stieqlitz dalam Mukhid, 2018 : 58). Kemunculan perasaan seperti inilah yang
melatar belakangi membentuk diri menjadi seorang transgender. Peneliti merasa
tertarik tentang kepribadian dalam mencari jati diri seorang transgender baik dalam
pola komunikasi maupun dengan gaya hidup setelah menempatkan posisi diri
menjadi trnsgender.
Transgender asal suku kata dari gender, kata gender secara estimologis
berasal dari bahasa inggris “gender” berarti jenis kelamin, yakni secara gramatika
terdiri dari bentuk jenis kelamin laki-laki (maskulin), perempuan (feminim) dan netral,
atau orang yang mempunyai kelamin yang menghendaki perlakuan yang sama
(Echols, 1985 : 265). Berdasarkan pengertian tersebut, mengartikan baik dari
penampilan maupun berperilaku adanya penonjolan baik laki-laki maupun
perempuan. Selain itu istilah gender berasal dari “Middle English”gendre yang
diambil dari era penaklukan Norman pada zaman Perancis Kuno. Sedangkan kata
gender berasal dari bahasa latin “Genus” berarti ras, turunan, golongan atau kelas.
Kedua istilah gendre dan genus berarti tipe, jenis dan kelompok.
Gender adalah himpunan karakteristik yang terlihat sehingga dapat
membedakan laki-laki dan perempuan. Melalui penentuan jenis kelamin secara
biologis ini maka dikatakan bahwa seseorang akan disebut berjenis kelami laki-laki
jika ia memiliki penis, jakun, kumis, janggut, dan memproduksi sperma. Sementara

344
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

seseorang disebut berjenis kelamin perempuan jika ia mempunyai vagina dan Rahim
sebagai alat reproduksi , memiliki alat untuk menyusui (payudara) dan mengalami
kehamilan dan proses melahirkan. Ciri-ciri secara biologis ini sama disemua tempat,
disemua budaya dari waktu kewaktu dan tidak dapat dipertukarkan satu sama lain.
Konsep seks mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki dan
ini yang disebut dengan kodrat (ciptaan Tuhan). Perbedaan tubuh antara laki-laki dan
perempuan menekankan pada perbedaan yang disebabkan kromosom pada janin
(Moore, 1995 : 117).
Oleh karena itu, identitas gender seseorang selain minat seks dan fisik tidak
dapat diubah kecuali dengan operasi. Hal ini tentunya merubah fisik, minat seks,
serta karakteristik diri seseorang berubah bila memposisikan diri tidak sesuai dengan
gender saat dilahirkan. Perubahan identitas diri ini, yang melatar belakangi
seseorang menjadi transgender perubahan dari laki-laki menjadi perempuan maupun
sebaliknya. Adanya perubahan tersbut selain merubah identitas diri tetapi juga
merubah pola komunikasi serta gaya hidup yang berbeda dari pada sebelumnya.

Tinjauan Tentang Realitas Sosial Pemikiran Peter L. Berger


Pada umumnya teori dalam paradigma definisi sosial sebenarnya
berpandangan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya.
Dalam arti, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma,
kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya, yang kesemuanya itu tercakup
dalam fakta sosial yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata sosial
(Ritzel dalam Bungin, 2008 : 187). Dalam hal ini, manusia mampu berbuat diluar
batas kontrol dan pranata sosial. Manusia bisa berbuat secara bebas berdasarkan
kreatifitas dan keaktifannya. Banyak faktor yang melatar belakangi seseorang dalam
berbuat sesuatu yang cenderung dipandang aneh bahkan menentang dari norma
yang ada
Melalui peninjauan realitas sosial berdasarkan pemikiran Peter L. Berger
memberikan pemahaman untuk masyarakat bahwa hal-hal yang dianggap diluar
batas ternyata benar adanya terjadi dalam dunia nyata ini. Namun, dalam penjelasan
ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang
diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat
nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial

345
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

(Hidayat dalam Bungin, 2008 : 187).


Bagi Berger, konstruksi realitas sosial adalah proses di mana seseorang
bernteraksi dan membentuk realitas-realitas. Menurut konsep ini, masyarakat
bukanlah entitas obyektif yang berevolusi dengan cara yang ditentukan d an tidak
dapat diubah. Manusia menciptakan realitas melalui interaksi sosial. Ketika manusia
berinteraksi dengan orang lain, manusia akan terus memberikan pesan dan kesan,
mendengarkan, mengamati, mengevaluasi, dan menilai situasi berdasarkan cara
mereka disosialisaikan untuk memahami dan berinteraksi terhadap diri mereka.
Melalui proses pemahaman dan pendefinisian peri- stiwa yang berlangsung,
manusia menafsirkan realitas dan menegosisikan makna (Dharma, 2018 : 7).
Fenomena, transgender saat ini dapat dikonstruksikan realitas sosial sebagai
sesuatu interaksi sosial dengan evolusi identitas diri yang berbeda dari umumnya.
Tentunya, hal ini mengundang pro dan kontra ditengah-tengah masyarakat. Adanya
interaksi sosial tersebut meninggalkan pesan dan kesan serta mengubah gaya hidup
seseorang terlebih lagi dengan kondisi status yang berbeda. Gaya hidup seoarang
transgender tidak sama dengan masyarakat umumnya. Adanya rasa ingin
keakuannya sebagai seorang transgender memiliki khas dari cara berpakaian,
perilaku, dan sikap. Sehingga dalam berkomunikasipun, adanya pola komunikasi
yang beda dengan masyarakat umum. Sesama transgender saling memahami cara
berkomunikasi tersebut, masalah ini menjadikan peneliti tertarik untuk mendalami
pola serta gaya hidup transgender yang ada di Pekanbaru.
Antara realitas dan pengetahuan terdapat kaitan yang sangat erat.Dalam
kehidupan bermasyarakat, seperangkat pengetahuan atau body of knowledge
diproses secara terus menerus dan kemudian ditetapkan sebagai suatu
realitas.Realitas social terbentuk karena pengaruh dari pengalaman-pengalaman
social individu atau pengalaman intelektualnya pada orientasi terhadap lingkungan
social tertentu.
Perumusan Berger (Samuel dalam Suryadi, 2011 : 635) tentang hubungan
timbal balik di antara realitas sosial (yang bersifat obyektif) dengan pengetahuan
(yang bersifat subyektif) dilandaskan pada tiga konsep yaitu :

1. Realitas Kehidupan Sehari-hari.


Realitas sosial seperti yang dikemukakan Berger terletak pada

346
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

kehadirannya yang tidak tergantung pada kehendak masing-masing


individu.Berger mengakui bahwa realitas ada banyak corak dan ragamnya,
namun yang terpenting adalah realitas kehidupan sehari- hari; yaitu, realitas
yang dihadapi atau dialami oleh individu dalam kehidupannya sehari-hari.Ada
beberapa hal yang menandai realitas kehidupan sehari-hari ini; yang bisa kita
ketahui dari jawaban atas pertanyaan “bagaimana pengalaman subyektif
individu tentang kehidupannya sehari-hari”.

2. Interaksi Sosial dalam kehidupan sehari-hari.


Realitas sosial dialami oleh individu bersama-sama dengan individu
lainnya.Selain itu, individu lainnya itu pun sesungguhnya merupakan realitas
social. Hal ini berarti, bahwa orang lain itu bukan hanya merupakan bagian atau
obyek dalam realitas kehidupan sehari-hari individu, tetapi ia atau mereka juga
bisa dipandang sebagai realitas social itu sendiri. Artinya bahwa pengalaman
individu tentang sesamanya merupakan hal penting untuk ditelaah dalam
pembicaraan tentang konstruksi realitas social.
Penciptaan realitas dilakukan individu memalui berbagai komunikasi dan
komunikasi tatap muka merupakan hal yang terpenting, dimana subyektifitas
paling jelas menampakkan diri, karena : (1). Subyektivitas orang-orang suasana
tatap muka hadir bagi individu secara penuh. Begitu pula sebaliknya.Dalam
suasana tatap muka setiap aktivitas baik verbal maupun non verbal diterima
secara penuh oleh setiap individu; (2).Sejalan dengan pemenuhan subyektivitas
dalam suasana tatap muka, pertukaran antar individu dengan lawan interaksinya
pun berlangsung secara terus menerus dan dekat. Kesimpulan realitas sosial
kehidupan sehari-hari itu tidak lepas dari interaksi tatap muka yang dilakukan
individu dengan sesamanya; dalam arti bersamaorang lain tersebut individu
mengalami atau menghadapi realitas social kehidupan sehari-hari, dan orang lain
dalam suasana tatap muka itu sendiri juga merupakan realitas social bagi
individu.

3. Bahasa dan Pengetahuan dalam Kehidupan Sehari-hari


Menurut Peter Berger human expressivity is capable of objectivation.
Maksudnya, expresivitas manusia itu muncul dari hasil aktivitas manusia. Hasil
tersebut tersedia baik bagi si pencetus atau penghasilnya maupun bagi orang-

347
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

orang lain bersifat obyektif. Realitas kehidupan sehari-hari tidak akan bisa
bertahan tanpa adanya obyek-obyek (hasil obyektivikasi, proses pengobyekan).
Yang terpenting dari obyek-obyek itu bukan bentuk fisiknya, tetapi makna atau
maksud subyektif yang ditampilkan orang atau sesama manusia.(sebaliknya
bahwa makna subyektif orang lain hanya dapat dipahami hanya jika ia
ditampilkan dalam bentuk obyektif).
Dari berbagai obyek yang ada (fisik,sosial dan abstrak/kultural), ada satu
jenis obyek atau satu jenis kasus obyektivasi yang berkedudukan khusus-
signifikasi; yaitu produksi berbagai isyarat oleh manusia. Signifikasi ini sendiri
satu jenis yang terpenting yaitu bahasa (dapat didefinisikan sebagai sistem
isyarat vokal yang bermakna. Beberapa alasan penting yang mendasari
pentingnya bahasa dalam perspektif Berger, yaitu Bahasa sebagai alat atau cara;
bahasa sebagai sarana untuk mempertukarkan makna subyektif, sehingga dapat
diwariskan kepada orang lain; bahasa sebagai tujuan atau sebagai hasil
obyektivasi.
Melalui perumusan hubungan timbal balik antara realitas sosial diatas,
merupakan gambaran yang akan dibahas kepada narasumber yakni beberapa
orang trasngender mengenai realita kehidupan kenyataan yang dihadapi setelah
adanya identitas diri baru yang muncul satelah merubah gaya hidup dan pola
komunikasi yang dibentuk karena konstruksi realita sosial yang tercipta.

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomologi, data yang dihasilkan merupakan deskriptif. Menurut Strauss dan Corbin
dalam Nyoto (2015:172) istilah kualitatif dipergunakan untuk penelitian yang tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Penelitian ini bisa
berupa penelitian tentang riwayat, kehidupan, perilaku seseorang, peranan
organisasi, pergerakan sosial atau hubungan timbal balik. Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dengan wawancara bebas kepada narasumber
yang dianggap memenuhi kriteria.

PEMBAHASAN
A. Pembahasan Pola Komunikasi
Melalui pendekatan secara fenomenologis merupakan cara untuk dapat

348
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

memahami permasalahan melalui pengalaman langsung yang dialami oleh


narasumber. Berdasarkan pola komunikasi pada umumnya ada dua yaitu komunikasi
fungsional dan komunikasi nonfungsional. Bila dilihat dari pola komunikasi tersebut
dapat ditemui beberapa asumsi dari narasumber :
1) Pola komunikasi Fungsional
Dalam realitanya komunikasi dalam sebuah keluarga mengenal komunikasi
fungsioanal dimana, antara sesama anggota keluarga saling memahami isi pesan
ataupun instruksi yang disampaikan. Adanya hubungan keluarga yang hangat dan
menghargai satu sama lain menimbulkan rasa percaya diri dan penghargaan diri
yang dirasakan oleh sesama anggota keluarga. Seperti pengalaman yang
disampaikan oleh sesama transgender sebagai berikut :
“nah pengalaman orang beda-beda, kalau boleh aku jujur kenapa jadi transgender,
aku kan terlahir anak bungsu jadi abangku 1 kakakku 4, diatas aku udah tua-tua lah,
jauh beda usianya dengan aku, saat aku usia 5 tahun saat TK merasa seperti cewek,
ketika aku dibawa acara kenduri atau rewang dirumah tetangga, aku lebih memlih
main tanah-tanahan sama anak-anak cewek, kalau main kelereng dengan anak lelaki,
lari-larian, manjat pohon, aku gak mau karena mereka laki-laki, udah gitu gayanya
lebih kasar, lebih agresif, aku gak suka, aku lebih suka main masak-masakan, main-
main ikat rambut dengan cewek dan aku ingin memiliki baju-baju cewek sehingga aku
cenderung ke cewek ya, aku malah takut main sama anak cowok, takut kena
pukul,karena anak cowok kan asal main pukul aja, sementara aku lembut
”(wawancara dengan shella, 5 juni 2022).

Dari hasil wawancara diatas, terlihat faktor pendukung dari narasumber


adanya hubungan anggota keluarga yang cenderung lebih dominan perempuan,
sehingga terbentuk adanya dukungan sikap yang lembut dari figur seorang kakak
yang selalu bicara dengan lembut serta sopan. Tidak hanya sikap namun, kegaiatan
aktifitas yang umumnya dilakukan oleh perempuan seperti berdandan juga salah satu
faktor yang melekat dalam ingatan dan minat dari seorang narasumber yang berjenis
kelamin asli laki-laki. Seiring waktu hal ini menjadi berkembang ketika usia remaja
hingga masuk dunia perkuliahan, seperti yang disampaikan oleh narasumber :
“saat aku SMP di bully orang dikatain eh bencong diketawain,gaya kok kayak
bencong terus disekolah aku lebih memilih bergaul dengan perempuan atau dengan
lelaki aku mau, tapi laki-laki yang bisa menghargai aku bukan yang kasar, dan
akhirnya SMA aku berubah seperti cowok, aku berteman dengan siapa pun, udah
mulai membiasakan diri seperti orang normal tetapi cuma sebentar hanya 3 tahun aku
meruibah diri seperti anak cowok, seperti suaraku harus tegas seperti anak cowok,
semuanyalah cara aku berpakaian, cara sikap aku, akhirnya saat aku kuliah
menemukan jati diriku lagi, sebenarnya aku gak bisa rubah jadi cowok, kok aku suka
sama cowok, ingin dicintai cowok, ngebet banget jadi perempuan dan inilah aku jadi
kek gini, dandan jadi cewek” (wawancara dengan Shella, 5 juni 2022).

349
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

Rasa kepercayaan diri narasumber timbul karena adanya kepercayaan dari


anggota keluarga yang beranggapan hal yang dilakukan narasumber merupakan
perbuatan lumrah, bentuk rasa kekeluargaan yang mendukung dan harmonis. Sikap
lemah lembut narasumber diterima oleh keluarga karena keluarga masih
beranggapan hal ini positif. Komunikasi fungsional dalam permasalahan ini, tidak
hanya bentuk komunikasi verbal semata melainkan juga komunikasi nonverbal
sehingga narasumber menanggapi apa yang ada pada lingkungan keluarga selalu
memberikan dukungan terhadapnya.Hal senada juga disampaikan oleh saudara
sepupunya, beliau mengatakan :
“Dulu kami kira dia gak bakal seperti saat ini, karena memang dari kecil kami kenal
sama sosok dia yang lembut tidak menyangka juga akan merubah diri jadi
perempuan, makanya kami tetap anggap cara sikap dia itu masih wajar dulu, jadi
keluarga tidak ada terpikirkan akan perubahan dia setelah kuliah ini“(wawancara
dengan Aryo, 10 juni 2022).

Dukungan keluarga serta interaksi yang tercipta menimbulkan kesamaan


komunikasi fungsional karena antar sesama anggota keluarga sudah saling dukung
sejak awal dan memang dalam keluarga tersebut dibiasakan dalam perkataan yang
sopan dan lemah lembut. Namun, bedahalnya ketika salah satu anggota keluarga
memiliki fantasi seksual yang tidak umum. Kemungkinan besar justru ini sebagai
penanda adanya ketidaklaziman dalam bersikap dan bertutur kata yang tidak sesuai
dengan kodratnya sebagai laki-laki yang identik dengan ketegasan dalam berbicara.
2) Pola Komunikasi Nonfungsional
Bedahalnya bila komunikasi nonfungsional dapat diartikan kurangnya rasa
empati, dihargai, atau tidak adanya kehangatan dalam suatu hubungan keluarga.
Sehingga tidak terciptanya hubungan keluarga yang hangat dan harmonis. Dalam
pembahasan ini, dapat disimak dari hasil wawancara dengan narasumber :
“jadi intinya kita harus banyak duit, menurutku sama sih dengan kehidupan orang
normal, begitu juga dengan waria dihargai keluarga kalau ada duit meskipun mereka
tidak setuju dengan keputusan kita jadi transgender tapi tetap mau dekat kok dengan
kita kalau banyak duitnya”
(wawancara dengan shella, 20 mei 2023)

Dari perkataan narasumber dapat diamati bahwa adanya rasa kurang dihargai
oleh keluarga karena telah hilang rasa empati terhadap dirinya atas keputusan sikap
narasumber menjadi transgender. Hal ini sesuai dengan kerabat narasumber, yang
mengatakan bahwa:
“pertama kali aku mendengar dia berubah jadi seorang transgender kaget juga,

350
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

sempat juga aku telpon dia ngobrol-ngobrol dan dia mau curhat sama aku soal dirinya
merubah diri, efeknya ya seperti itu meslkipun awalnya keluarga tidak setuju bahkan
anggota keluarga ada yang marah, tapi yang lucunya saat dia sudah memiliki
ekonomi yang bagus saat barulah keluarganya mau dekat lagi dengannya”.
(wawancara dengan lia, 10 juni 2022).

Berdasarkan wawancara dengan kerabat narasumber mengakui adanya


penolakan dari keluarga narasumber sehingga komunikasi yang tercipta sudah tidak
hangat lagi adanya kurang rasa empati, tidak menghargai atas keputusan
narasumber atas pilihan perubahan jati diri menjadi transgender. Namun dalam
wawancara bersama narasumber juga ada menyatakan :
“kalau dari pengalaman aku , ketika aku pulang kampung penampilan aku rapi,
modis, bisa megalahkan cewek tapi bukan dandan yang norak ya, baju nya cantik
malah masyarakat suka dan kagum walaupun mereka tau itu udah merubah kodrat,
udah itu keluargaku pun udah gak malu karena kan tangan aku udah mulus, gak
berotot, kaki pun gak berbulu, keluargaku gak malu tapi kalau aku masih terlihat
seperti cowok malah keluargaku malu, kok malah jadi banci kok jelek, kok nampak
masih cowok, aku jadi malu gak percaya diri jadinya”. (wawancara dengan shella, 16
juni 2022).

Penyampain narasumber diatas, menceritakan bahwa keluarga tidak


menyukai bila adanya perubahan jati diri menjadi seorang transgender tetapi belum
merubah selayaknya, meskipun perubahan fisik merupakan perlawanan kodratnya
sebagai laki-laki. Namun keluarga jauh lebih malu ketika fisik narasumber masih
terlihat jelas sebagai laki-laki mengingat keputusan narasumber merubah diri menjadi
perempuan (waria) sehingga harus diupayakan menyamai fisik wanita. Komunikasi
nonfungsional dalam hal ini, adanya kurang menghargai akan perubahan
narasumber terlebih lagi bila tidak disesuaikan dengan fisik yang memadai.
Dampaknya tidak adanya dukungan, timbulnya rasa malu baik pada diri narasumber
sendiri maupun keluarga.

B. Pembahasan Konstruksi Realitas Sosial


Dalam pembahasan secara umum pendekatan pemikiran konstruksi realitas
sosial moleh enangga tetsatu salah ggunakan Peter L. Berger dimana dalam kajian
ini, menginterprestasi pemikiran yang dituangkan dalam bentuk realita oleh
seseorang. Transgender sendiri tercipta karena adanya kebebasan pemikiran dan
menuangkannya dalam bentuk kehidupan nyata meskipun masih ada penerimaan
atau penolakan ditengah-tengah masyarakat. Untuk memahami realitas sosial
permasalahan ini dapat diuraikan dari hasil wawancara. Maka dari itu, dalam

351
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

menelaah fenomena ini bisa diamati dari tiga konsep bagian yang bisa disimak
melalui wawancara dengan narasumber seorang transgender sebagai berikut :
1) Realitas Kehidupan Sehari-Hari
Dalam realita kehidupan sehari-hari bagi seorang transgender memiliki
permasalahan tersendiri dalam menjalankan aktifitasnya sesuai dengan hasil
wawancaranya yang mengatakan bahwa :

“ya beda dengan perilaku aja sih, karena ini kan perilaku kita di anggap menyimpang
ya mereka shock, tapi kalau pandai cari duit keluarga atau lingkungan masih mau
mendekat dengan kita meski sekarang aku udah jadi waria”(wawancara dengan
shella, 20 mei 2023).
Hal ini juga disampaikan oleh narasumber yang lain, beliau mengatakan :

“intinya duit kalau pun duit gak banyak seenggaknya mereka pandai ngambil hati
keluarga”(wawancara dengan Mia, 20 mei 2023).

Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat kita simpulkan bahwa menjalani


kehidupan sehari-hari bagi seorang transgender tetap bisa dilakukan meskipun
keluarga atau pun lingkungannya menolak atas perubahan jati diri mereka. Untuk
itu, demi adanya penerimaan kehadirannya upaya yang dilakukan dengan
mengusahakan taraf kemampuan finansial agar selalu dihargai dan dianggap ada
oleh keluarga. Permasalahan inilah yang dihadapi dalam kehidupan mereka sehari-
hari setelah resmi menjadi seorang transgender. Tidak mudah dalam realitanya
mereka masih dianggap sebelah mata terlebih lagi dalam ruang lingkup keluarga
dan kerabat terdekat.
Kenyataan ini juga diungkapkan oleh salah satu narasumber kerabat terdekat
dari seorang transgender yang mengatakan:
“memang ada dia cerita denganku mengenai kehidupannya dimata keluarganya, ia
kurang dihargai kalau tidak ada duit tapi beda cerita kalau dia bisa banyak
membantu keluarganya dengan mengirim uang ke kampungnya, sebenarnya
kasihan juga sih lihatnya tapi bagaimana lagi seperti itu pula keluarganya mau dekat
kalau dia punya uang banyak apalagi bisa bantu keluarga”(wawancara dengan Lia,
10 juni 2022).
Penjelasan dari narasumber diatas, sangat tercermin kehidupan nyata dari
seorang transgender dalam rumitnya menjalani kehidupan sehari-hari adanya
penerimaan ataupun penolakan terhadap dirinya sebagai transgender. Sikap dari
lingkungan sekitar telah dirasakan sejak awal menjadi transgender selain membuat
keluarga dan kerabat terkejut dengan kondisinya tetapi juga adanya pembuktian diri
mapan dari secara finansial agar keputusan yang dibuat tidak menjadi sia-sia dimata
352
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

keluarga. Meskipun keluarga belum bisa sepenuhnya menerima keputusannya akan


tetapi, melalui pembuktian kemampuan secara finansial dapat memberikan
pembuktian untuk bisa selalu diterima ditengah-tengah keluarga dan kerabatnya.

2) Interaksi Sosial Dalam Kehidupam Sehari-Hari

Menghadapi kenyataan sikap dan perilaku lingkungan terhadap transgender


memiliki cara tersendiri hal ini membuat peneliti merasa tertarik mendalaminya.
Untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat umum dengan jati diri yang berbeda
dari bawaan lahiriah memang tidak semudah yang dipikirkan oleh narasumber.
Namun, dalam pembahasan penelitian ini, narasumber bersedia untuk menceritakan
apa yang dilakukannya dalam seputaran kehidupan sehari-hari. Bagaimana
kenyataan kehidupan yang dihadapi dalam berinteraksi, berkomunikasi serta
mampu mendekatkan diri dengan orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh
narasumber mengenai interaksi sosialnya saat melakukan wawancara dengan
peneliti sebagai berikut :

“kalau interaksi sosial karena aku punya salon, di salon nanti kan orang pada
datang, kasih semangat, berteman gitu, bahkan datang pula orang yang kaya
berteman diundang makan dirumahnya”(wawancara dengan shela, 20 mei 2023).
Interaksi sosial umumnya terjadi karena rata-rata waria atau transgender di
Pekanbaru umumnya suka membuat usaha salon sebagai mata pencahariannya.
Melalui salon ini terjadi interasksi sosial antara pemilik atau pekerja salon dengan
pelanggan (konsumen) sehingga jalinan komunikasi dapat berjalan dengan baik.
Interaksi yang terbentuk terkadang membuat narasumber merasa nyaman karena
ada pihak dari luar yang mau berkomunikasi dan berinteraksi dengannya. Tidak
heran bila komunikasi tersebut berjalan dengan baik maka tercipta suatu hubungan
kedekatan pertemanan dan sering diajak makan dan minum bersama di cafe atau
dirumah konsumennya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh rekan dari narasumber
yang ditemui pada saat wawancara yaitu:

“aku udah ada singgah ke salonnya, lumayanlah ada pelanggan tetapnya juga jadi
bisa untuk hidupi dirinya sendiri dengan adanya salon”(wawancara dengan Lia, 10
juni 2022).
Pernyataan dari rekan narasumber tersebut membenarkan dengan adanya
salon memudahkan rekannya dalam berinteraksi dengan orang lain. Kedekatan
yang timbul berawal dari adanya komunikasi secara aktif dan interaksi sosial yang
baik yang telah dibentuk sehingga memudahkan transgender dalam kehidupan
353
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

sosialnya. Tidak heran bila sudah ada hubungan sosial terbentuklah hubungan
pertemanan yang cukup baik tidak hanya sebagai tukang salon dan pelangggannya
akan tetapi pertemanan serta rasa persaudaran. Dalam realita hubungan seperti
inilah narasumber merasa tidak terasingkan dari ruang lingkup yang ada
disekitarnya.
3) Bahasa dan Pengetahuan Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari seorang transgender juga
memiliki suatu ciri khas tertentu yang dimana, hanya sesama transgender yang bisa
memahaminya. Secara tidak langsung ketika seorang transgender memasuki awal
dunia barunya sebagai seorang transgender maka sejak saat itulah dalam
berkomunikasi ada perubahan sehingga dalam wawasan ataupun pengetahuannya
dalam kehidupan sosialnya juga bertambah. Untuk menempatkan diri sebagai
transgender banyak hal yang dilalui hingga pemkaian bahasa serta tingkat
pengetahuan dalam dunia interaksi dan komunikasi juga harus dipelajari oleh
mereka yang memilih jati diri baru sebagai seorang transgender. Seperti yang
disampaikan saat wawancara dengan narasumber, sebagai berikut :
“iya dalam bahasa istilah itu ada, karena itu sama aja ketika kita lagi ngomongin
orang atau lagi ditenpat umum biar orang lain gak tau kita omongkan, misalkan gini
kata cucok, cucok itukan artinya bagus, atau misalnya ngomongin laki-laki itu lekong,
ngomongin tentang perempuan itu pere atau pewong gitulah”(wawancara dengan
Shela, 5 juni 2022).

Hal yang sama juga disampaikan oleh rekan dari narasumber yang
mengatakan:
“iya, sama aku itu kalau dia curhat suka sesekali pakai bahasa sesama waria gitu,
kadang kalau gak paham aku tanya apa artinya, dari sana nambah juga
pengetahuanku tentang bahasa mereka” (wawancara dengan Lia, 10 juni 2022).

Dari pernyataan diatas saat dilakukan wawancara dengan kedua narasumber


terlihat bahwa dalam dunia komunikasi transgender memiliki bahasa tersendiri yang
hanya dapat dimengerti oleh sesamanya. Namun, bagi rekan atau kerabat
transgender sendiri merasa memiliki pengetahuan baru berupa bahasa baru yang
bisa dipelajari atau dipahami ketika melihat sesama transgender sedang
berbincang-bincang sehingga menambah wawasannya dalam dunia komunikasi dan
interaksi sosial bila berteman dengan seorang transgender.
Banyak juga pemerhati lingkungan dan sosial yang memperhatikan
kehidupan seorang transgender. Dalam kehidupan nyatanya masyarakat

354
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

dihadapkan oleh adanya kehadiran transgender, sehingga ada beberapa pihak


seperti organisasi, lembaga, bahkan pemerintah juga ada mengadakan sosialisasi
mengenai bahaya kehidupan sex bebas terlebih lagi bagi transgender yang memiliki
fantasi seksual yang tidak lazim. Untuk menambah wawasan atau pengetahuan
akan bahayanya seks bebas baik bagi diri transgender tersebut maupun masyarakat
maka adanya sosialisasi kepada mereka (transgender), seperti yang diungkapkan
oleh narasumber saat wawancara berlangsung :
“kalau didaerah Riau khususnya Pekanbaru, kita tidak ada komuniti tetapi ada kantor
yang menyediakan tentang Penaanggulangan AIDS kalau gak salah namanya KPA
(Komisi Penanggulangan AIDS), jadi karena kita ini kan banyak yang heteroseksual,
homoseksual, gay,lesbi, waria, bencong, itu kan bebas seks jadi otomatis gonta ganti
pasangan, ketakutan itu pasti ada terkena AIDS jadinya kami dibagi-bagikan
kondom, kepada bencong-bencong yang suka mangkal dipinggir jalan, anak-anak
malam, atau dijundul tempat ada warianya,atau kaum homo gitu. Tapi di Riau gak
ada komuniti untuk transgender gak sama seperti kota-kota besar seperti Jakarta,
karena transgender di Riau ini sibuk dengan karir seperti buka salon, sehingga dia
tidak ada komuniti.” (wawancara dengan Shela, 5 juni 2022).

Hal yang sama juga disampaikan oleh narasumber yang lain, yang
menyatakan bahwa :
“kalau untuk Pekanbaru untuk komuniti itu gak ada, cuma yang ada itulah Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) tujuannya supaya waria itu biar hidup bersih jadi
mereka cuma bagi-bagikan kondom dan tes darah, itu aja sih tapi kalau komuniti
mang gak ada sih, jadi kalau waria di Pekanbaru ini sibuk masing-masing buka
salon, mikirkan karirnya gitu.” (wawancara dengan Mia, 20 mei 2023).

Dari pernyataan kedua narasumber diatas menceritakan bahwa pengetahuan


mereka bahaya seks bebas terlebih lagi fantasi seksual yang tidak biasa memiliki
resiko besar terdampak HIV-AIDS mereka sadar akan resiko tersebut, pemerintah
sendiri mensosialisasikan hal ini melalui adanya KPA (Komisi Penanggulangan
AIDS) yang berfungsi sebagai wadah untuk dapat memberikan edukasi kepada
transgender tersebut. Di Pekanbaru tidak memiliki komunitas khusus transgender
sehingga semua transgender hanya fokus pada kehidupan masing-masing. Hal ini,
sebagai bukti adanya kehidupan transgender ditengah-tengah kita, mungkin masih
banyak organisasi yang peduli akan hal ini seperti yang disampaikan oleh
narasumber berikut ini :
“saya dulu memang mantan penyuluh yang juga peduli dengan bahaya HIV AIDS
masa kami kuliah dulu masih bergerak organisasi ini namanya PIKMA FDIK UIN
Suska Riau, kami penyuluhan ke sekolah-sekolah ataupun kepada orang-orang
terdekat yang kami anggap rentan dengan terdampak HIV seperti remaja yang jadi
sasaran empuk kehidupan seks bebas, waria-waria, lesbi dan lainnya”(wawancara
dengan Sari, 20 mei 2023).
355
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

Dalam pernyataan narasumber diatas, menceritakan bahwa memang besar


resiko yang akan dihadapi bila terjadi seks bebas sehingga kriteria transgender juga
termasuk dalam kategorinya, mengingat mereka memiliki fantasi seksual yang tidak
lumrah dan tidak aman. Tidak hanya kategori remeja saja tetapi kaum waria yang
merupakan bagian dari transgender juga bisa terdampak HIV, sosialisasi ini
merupakan wujud untuk menambah wawasan atau pengetahuan kepada
transgender agar lebih berhati-hati lagi untuk tidak menyebarkan penyakit kelamin
dan sebagainya. Bisa dikatakan bahwa transgender di Pekanbaru hampir merata
mengetahui bahaya akan perilaku seks bebas atau sesama jenis ini. Namun untuk
keputusan transgender masih bertahan atau kembali kepada kodrat seutuhnya
tergantung pada diri masing-masing. Segala informasi mengenai penyakit ini sudah
disosialisasikan banyak pihak yang terkait.

KESIMPULAN
Fenomena transgender ditengah-tengah masyarakat banyak pendapat antara
pro dan kontra, permasalahan ini tidak luput dari dunia komunikasi dan kehidupan
sosialnya yang dirasa memiiki konflik tersendiri. Dalam penelitian ini membahas dua
sisi yaitu dunia komunikasinya berupa pola komunikasi sebagai latar terbentuknya
probadi seseorang menjadi transgender dalam kehidupan internal maupun
eksternalnya. Serta membahas dari sisi interaksi sosialnya, sehingga pendekatan
dalam penelitian ini memiliki dua perspektif baik sisi ilmu komunikasi dan ilmu sosial.
Melalui pola komunikasi yang terbentuk dalam diri seorang transgender dapat
ditelaah lagi hingga kehidupan nyatanya sebagai seorang transgender yang memiliki
berbagai macam fenomena yang menarik untuk dibahas. Pola komunikasi dalam
penelitian ini menggunakan pola komunikasi dalam keluarga yaitu pola komunikasi
fungsional dan nonfungsional dimana, pola tersebut terbentuk dalam kehidupan
pribadi secara internal. Namun untuk mengetahui dampak pola komunikasi tersebut
terhadap lingkungan sekitar maka diperlukannya pendekatan secara kehidupan
sosial yaitu melalui pendekatan dari pemikiran Peter L.Berger yang menceritakan
bagaimana konstruksi realitas sosial dapat menguraikan fenomena ini bisa
tergambarkan.
Melalui penelitian ini, diharapkan sebagai gambaran fenomena yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari akan kehadiran transgender ditengah-tengah

356
Jurnal Sosio-Komunika e-ISSN: 2830-0009
Vol. 2 No. 1 (Mei 2023)

masyarakat. Tentunya permasalahan pro dan kontra selalu ada, namun adanya
penelitian ini mengungkapkan kenyataan yang dialami oleh transgender atas resiko
pilihannya sebagai jati diri yang baru meskipun banyak pendapat, cercaan, atau pun
social judgment yang mereka rasakan. Penelitian ini sebagai pihak ketiga
memaparkan dari berbagai sumber baik yang mengalaminya selaku transgender
maupun orang-orang sekitar yang mengetahui kehidupan mereka.

REFERENSI
Aw, Suranto. Komunikasi Interpersonal Graha Ilmu :Yogyakarta, 2011.
Budraty, Astry, Gaya Hidup Lesbian (Studi Kasus Di Kota Makasar), Skripsi Jurusan
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 2011.
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi, Kencana: Jakarta, 2008 .
Dharma, Ferny Adhi, Konstruksi Realitas Sosial : Pemikiran Peter L. Berger Tentang
Kenyataan Sosial, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 7 No. 1, 2018.
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT. Remaja
Rondakarya: Bandung, 2006
John, Little, Teori Komunikasi (Theories of Human Communication), Salemba
Humanika, 2019, Jakarta
Lestari, Indah dan Siti Safitri, Konseling Bayi Populasi Transyadar, Jurnal Konseling
Gusjiyang Vol-2 No. I, 2016 Januari.
M. Echols, John dan Hasan Shadily, 1983, Kamis Inggris-Indonesia, Jakarta:
Gremedia Cet XII
Moore, Stephen dan Stephen P-Sinclair, 1995, Sociology Teach Yourself Boues
Mukhid, Abd, Kajian Teoritis Tentang Perilaku Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender
(LGBT) Dalam Perspektif Psikologis dan Teologis, Jurnal Sophit: Jurnal Sosial,
Politik, Kajian Islam dan Tafsir Vol. I No. 1, 2018 Juni
Nuraida dan M. Zaki Bin Hasan. Pola Komunikasi Gender Dalam Keluarga, Jurnal :
Wardah, Vol.18. No. 2, 2017
Nyoto, Metodologi Penelitian Teori & Aplikasi Pekanbaru, UU Pers 2015
Riswandi, Ilmu Komunikasi, Graha Ilmu: Yogyakarta, 2009
Salim, Ermairel, Gaya Hidup Keluarga Berperilaku Menyimpang Di Pekanbaru, Jurnal
Sosio Komunika Vol. I No. 2 November 2022
Suryadi, Karyawati. Peran Media Massa Dalam Membentuk Realitas Sosial, Jurnal
ACADEMICA Fisip Unfad Vol 03 No 02, 2011 Oktober.

357

Anda mungkin juga menyukai