Anda di halaman 1dari 28

SEJARAH SOSIOLOGI KOMUNIKASI

A. Lahirnya Sosiologi Komunikasi

Asal mula kajian komunikasi di dalam sosiologi bermula dari akar tradisi pemikiran Karl Marx.
Karl Marx merupakan salah satu pendiri sosiologi yang beraliran Jerman. Sementara itu,
gagasan awal Kal Marx tidak pernah lepas dari pemikiran-pemikiran Hegel. Hegel memiliki
pengaruh yang kuat terhadap Karl Marx, bahkan Karl Marx muda menjadi seorang idealisme
justru berasal dari pemikiran-pemikiran radikal Hegel tentang idealisme. Kemudian Karl Marx
tua menjadi seorang materialisme.

Menurut Ritzer, dalam buku Burhan Bungin yang berjudul Sosiologi Komunikasi, pemikiran
Hegel yang paling utama dalam melahirkan pemikiran-pemikiran tradisional konflik dan kritis
adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme. Dialektika merupakan suatu cara berpikir
dan citra tentang dunia. Sebagai cara berpikir, dialektika menekankan arti penting dari proses,
hubungan, dinamika, konflik dan kontradiksi, yaitu cara berpikir yang lebih dinamis. Di sisi lain,
dialektika adalah pandangan tentang dunia bukan tersusun dari struktur yang statis, tetapi
terdiri dari proses, hubungan, dinamika konflik, dan kontradiksi. Pemahaman dialektika tentang
dunia selanjut dikemukakan oleh Jurgen Habermas dengan tindakan komunikatif (interaksi).

Dengan demikian, sejarah sosiologi komunikas menempuh dua jalur. Bahwa kajian dan
sumbangan pemikiran Auguste Comte, Durkheim, Talcott Parson, dan Robert K. Merton,
merupakan sumbangan paradigma fungsional bagi lahirnya teori-teori komunikasi yang
beraliran struktural-fungsional. Sedangkan sumbangan-sumbangan pemikiran Karl Marx dan
Habermas menyumbangkan paradigma konflik bagi lahirnya teori-teori kritis dalam kajian
komunikasi.

B. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi

Pada dasarnya manusia tidak mampu hidup sendiri di dalam dunia ini baik sendiri dalam
konteks fisik maupun dalam konteks sosial budaya. Terutama dalam konteks sosial budaya,
manusia membutuhkan manusia lain untuk saling berkolaborasi dalam pemenuhan kebutuhan
fungsi-fungsi sosial satu dengan lainnya. Karena pada dasarnya suatu fungsi yang dimiliki oleh
manusia satu akan sangat berguna dan bermanfaat bagi manusia lainnya. Sehingga fungsi-
fungsi sosial yang diciptakan oleh manusia ditujukan untuk saling berkolaborasi dengan
sesama fungsi sosial manusia lainnya, dengan kata lain, manusia menjadi sangat bermartabat
apabila bermanfaat bagi manusia lainnya.

Fungsi-fungsi sosial manusia lahir dari adanya kebutuhan akan fungsi tersebut oleh orang lain,
dengan demikian produktivitas fungsional dikendalikan oleh berbagai macam kebutuhan
manusia. Setiap manusia memiliki kebutuhan masing-masing secara individual maupun
kelompok, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka perlu adanya perilaku
selaras yang bisa diadaptasi oleh masing-masing manusia. Penyelarasan kebutuhan dan
penyesuaian kebutuhan individu, kelompok, dan kebutuhan sosial satu dan lainnya, menjadi
konsentrasi utama pemikiran manusia dalam masyarakatnya yang beradab.

Sosiologi berpendapat bahwa tindakan awal dalam penyelarasan fungsi-fungsi sosial dan
berbagai kebutuhan manusia diawali oleh dan dengan melakukan interaksi sosial atau tindakan
komunikasi satu dengan yang lainnya. Aktivitas interaksi sosial dan tindakan komunikasi itu
dilakukan baik secara verbal, nonverbal, mapun simbolis. Kebutuhan adanya sinergi fungsional
dan akselerasi positif dalam melakukan pemenuhan kebutuhan manusia satu dengan lainnya ini
kemudian melahirkan kebutuhan tentang adanya norma-norma dan nilai-nilai sosial yang
mampu mengatur tindakan manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhannya, sehingga
tercipta keseimbangan sosial (sosial equilibirium) antara hak dan kewajiban dalam pemenuhan
kebutuhan manusia, terutama juga kondisi keseimbangan itu akan menciptakan tatanan sosial
(social order) dalam proses kehidupan masyarakat saat ini dan di waktu yang akan datang.

Fokus interaksi sosial dalam masyarakat adalah komunikasi itu sendiri. Sebagaimana dijelaskan
oleh sosiologi bahwa komunikasi menjadi unsur terpenting dalam seluruh kehidupan manusia.
Dominasi perspektif ini dalam sosiologi yang begitu luas dan mendalam, maka lahirlah
kebutuhan untuk mengkaji kekhususan dalam studi-studi sosiologi yang dinamakan Sosiologi
Komunikasi, yaitu perspektif kajian sosiologi tentang aspek-aspek khusus komunikasi dalam
lingkungan individu, kelompok, masyarakat, budaya, dan dunia.

Sosiologi

Kata sosiologi berasal dari sofie, yaitu bercocok tanam atau bertaman, kemudian berkembang
menjadi socius, dalam bahasa Latin yang berarti teman atau kawan. Berkembang lagi menjadi
kata social yang artinya berteman, bersama, berserikat.

Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi mengatakan bahwa sosiologi ialah ilmu yang
mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-
kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok, serta
lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi
kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal balik antara segi kehidupan hukum dan segi
kehidupan agama, antara segi kehidupan hukum dengan segi kehidupan ekonomi, dan
sebagainya. Salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri adalah dalam hal terjadi
perubahan-perubahan di dalam struktur sosial.

Pembentukan struktur sosial dan terjadinya proses sosial serta kemudian adanya perubahan-
perubahan sosial tidak lepas dari adanya aktivitas interaksi sosial yang menjadi salah satu
ruang lingkup sosiologi. Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial merupakan suatu
hubungan di mana terjadi proses saling mempengaruhi antara para individu, antara individu
dengan kelompok, maupun antara kelompok.

Pitirin Sorokin mengemukakan sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari beberapa hal di
bawah ini:

 Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya
antara gejala ekonomi dengan gejala hukum, gejala politik dengan gejala ekonomi, dan lain-
lain);

 Hubungan dengan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dan gejala nonsosial
(misalnya gejala geografis);

 Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.

Komunikasi

Garbner mendefinisikan komunikasi sebagai proses interaksi sosial melalui pesan-pesan.


Sedangkan Onong Uchyana menjelaskan hakikat komunikasi ialah proses penyampaian pikiran
atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa
merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa
berupa keyakinan, kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan
sebagainya yang timbul dari lubuk hati.

Jadi, lingkup komunikasi menyangkut persoalan-persoalan yang ada kaitannya dengan


substansi interaksi sosial orang-orang dalam masyarakat; termasuk konten interaksi
(komunikasi) yang dilakukan secara langsung maupun dengan menggunakan media
komunikasi. Unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut:

 Komunikator (orang yang menyampaikan pesan)

 Komunikan (orang yang menerima pesan)

 Pesan

 Media

 Efek

Misalnya saja, model komunikasi yang dikemukakan oleh Harold D. Laswell  seperti di bawah
ini:

 Who

 Says What
 In Which Channel

 To Whom

 With What Effect

Unsur sumber atau komunikator  (who) mengundang pertanyaan mengenai siapa yang
mengendalikan pesan. Unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk menganalisis pesan
apa yang disampaikan. Lalu, unsur saluran komunikasi (in which channel) menarik untuk
membahas media apa yang digunakan. Unsur penerima atau komunikan (to whom) dianalisis
untuk mengetahui siapa khalayak atau audiennya. Unsur pengaruh (with what effect) berkaitan
dengan efek pesan apa yang dihasilkan.

Onong Uchjana Effendy mengidentifikasikan bahwa terdapat lima jenis komunikasi, yakni:

1)      Komunikasi individu dengan individu (antarpribadi)

Adalah komunikasi antarperorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung
(tanpa medium) ataupun tidak langsung (melalui medium). Contohnya, kegiatan percakapan
tatap muka.

2)      Komunikasi individu dengan kelompok

Komunikasi kelompok memfokuskan pembahasannya kepada interaksi di antara orang-orang


dalam kelompok-kelompok kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi
antarpribadi di dalamnya. Pembahasannya meliputi dinamika kelompok, bagaimana
penyampaian informasinya, pola dan bentuk interaksi, serta pembuatan keputusan.

3)      Komunikasi organisasi

Komunikasi organisasi menunjuk pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks
dan jaringan organisasi. Komunikasi organisasi juga melibatkan komunikasi antarpribadi dan
komunikasi kelompok. Pembahasannya meliputi struktur dan fungsi organisasi serta
kebudayaan organisasi.

4)      Komunikasi sosial

Adalah salah satu bentuk komunikasi yang lebih intensif, di mana komunikasi terjadi secara
langsung antara komunikator dan komunikan, sehingga situasi komunikasi berlangsung dua
arah dan lebih diarahkan kepada pencapaian suatu integrasi sosial.

5)      Komunikasi massa


Adalah sebuah proses penyampaian pesan atau informasi yang bersifat umum dan berlangsung
pada tingkat masyarakat luas. Pada tingkat ini, komunikasi dilakukan dengan menggunakan
media massa.

Onong Uchjana Effendy, dalam bukunya yang berjudul Ilmu, Teori, dan Filsafat
Komunikasi membagi empat tujuan komunikasi, seperti berikut ini:

 Perubahan sikap (attitude change)

 Perubahan pendapat (opinion change)

 Perubahan perilaku (behavior change)

 Perubahan sosial (social change)

Selain tujuan-tujuan komunikasi, Onong Uchjana Effendy juga memberikan empat fungsi
komunikasi, yaitu:

 Menyampaikan informasi (to inform)

 Mendidik (to educate)

 Menghibur (to entertain)

 Mempengaruhi (to influence)

Onong Uchjana Effendy, dalam bukunya yang berjudul Ilmu, Teori, dan Filsafat
Komunikasi membagi metode-metode komunikasi, seperti di bawah ini:

 Jurnalistik (journalism)

 Jurnalistik cetak (printed journalism)

 Jurnalistik elektronik (electronic journalism)

 Jurnalistik radio (radio journalism)

 Jurnalistik televisi (television journalism)

 Hubungan masyarakat (public relations)

 Periklanan (advertising)

 Pameran (exhibition)

 Publisitas (publicity)
 Propaganda

 Perang urat syaraf (physchological warfare)

 Penerangan

Di samping metode-metode komunikasi, Onong Uchjana Effendy juga memberikan empat sifat
berlangsungnya proses komunikasi, yaitu:

 Tatap muka (face-to-face)

 Bermedia (mediated)

 Verbal (verbal)

o Lisan (oral)

o Tulisan (written)

 Nonverbal

o Kial/isyarat (gestural)

o Bergambar

Sosiologi Komunikasi

Soerjono Soekanto menerangkan sosiologi komunikasi merupakan kekhususan sosiologi dalam


mempelajari interaksi sosial yaitu suatu hubungan atau komunikasi yang menimbulkan proses
saling pengaruh-mempengaruhi antara para individu, individu dengan kelompok, maupun
antarkelompok.

Lebih lanjut, sosiologi komunikasi secara komprehensif mempelajari tentang interaksi sosial
dengan segala aspek yang berhubungan dengan interaksi tersebut seperti bagaimana interaksi
(komunikasi) itu dilakukan dengan menggunakan media, bagaimana efek media sebagai akibat
dari interaksi tersebut, sampai dengan bagaimana perubahan-perubahan sosial di masyarakat
yang didorong oleh efek media berkembang serta konsekuensi sosial macam apa yang
ditanggung masyarakat sebagai akibat dari perubahan yang didorong  oleh media massa itu.

Objek Sosiologi Komunikasi

Setiap bidang dalam masing-masing ilmu sosial memiliki objek yang sama untuk dikaji, yaitu
manusia. Objek materiil dari studi sosiologi komunikasi ialah proses sosial dan komunikasi.
Sedangkan Objek formal dalam studi sosiologi komunikasi menekankan pada aspek aktivitas
manusia sebagai makhluk sosial yang melakukan aktivitas sosiologis yaitu proses sosial dan
komunikasi, aspek ini merupakan aspek dominan dalam kehidupan manusia bersama orang
lain. Aspek-aspek yang dibahas adalah sebagai berikut:

 Telematika dan realitasnya;

 Efek media dan norma sosial baru;

 Masalah sosial dan media massa;

 Perubahan sosial dan komunikasi;

 Cybercommunity;

 Aspek hukum dan bisnis media.

Daftar Pustaka

Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi


Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Effendy, Onong Uchjana. 2000. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya
Bakti.

McQuail, Dennis. 1987. Teori Komunikasi Massa, ed. 2. Jakarta: Erlangga.

Severin, Werner J., dan James W. Tankard, Jr.  2005. Teori Komunikasi Massa: Sejarah, Metode,
dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Prenada Media.
Komunikasi Massa dan Perubahan Sosial
A. Perubahan Sosial

Adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya
dan sistem-sistem sosial, di mana semua tingkat kehidupan masyarakat secara sukarela akan
dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan
sistem-sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola
kehidupan, budaya dan sistem-sistem sosial yang baru. Hal-hal penting dalam perubahan
sosial menyangkut aspek-aspek berikut, yaitu: perubahan pola pikir masyarakat, perubahan
perilaku masyarakat, dan perubahan budaya materi. Di bawah ini terdapat tiga tahap
perkembangan masyarakat yang bisa dikaji sebagai contoh perubahan sosial:

a)      Fase tradisional.

Fase tradisional ini dijalani oleh masyarakat dengan hidup secara menetap di suatu tempat
yang dianggap strategis untuk penyediaan berbagai kebutuhan hidup masyarakat, seperti di
pinggir sungai, di pantai, di lereng bukit, di dataran tinggi, di dataran rendah yang datar, dan
sebagainya. Pada fase ini, kita mulai mengenal kata ‘desa’ di mana beberapa kelompok kecil
masyarakat memilih menetap dan saling berinteraksi satu dan lainnya sehingga menjadi
kelompok besar kemudian menjadi komunitas desa, mengembangkan budaya, tradisi internal,
dan membina hubungan dengan masyarakat di sekitarnya.

b)  Fase transisi

Kehidupan desa sudah sangat maju, isolasi kehidupan hampir tidak ditemukan lagi dalam skala
luas, transportasi sudah lancar walaupun untuk masyarakat desa tertentu masih menjadi
masalah. Penggunaan media informasi sudah hampir merata. Namun secara geografis,
masyarakat transisi berada di pinggiran kota serta hidup mereka masih tradisional, termasuk
pola pikir serta sistem sosial masih silih berganti digunakan dan mengalami penyesuaian
dengan hal-hal yang baru dan inovatif. Dengan demikian, umumnya masyarakat transisi
bersifat mendua atau ambigu terhadap sikap, pandangan, dan perilaku mereka sehari-hari.
Pola pikir masyarakat masih tradisional dan memelihara kekerabatan namun perilaku
masyarakat sudah terlihat individualis. Sesuatu yang masih dominan dalam kehidupan
masyarakat adalah proses asimilasi budaya dan sosial yang belum tuntas dan masih terlihat
canggung di semua level masyarakat.

c)  Fase modern

Fase ini ditandai dengan peningkatan kualitas perubahan sosial yang lebih jelas meninggalkan
fase transisi. Kehidupan masyarakat sudah kosmopolitan dengan kehidupan individual yang
sangat menonjol, profesionalisme di segala bidang, dan penghargaan terhadap profesi menjadi
kunci hubungan-hubungan sosial di antara elemen masyarakat. Di sisi lain, sekularisme
menjadi sangat dominan dalam sistem religi dan kontrol sosial masyarakat serta sistem
kekerabatan mulai diabaikan. Anggota masyarakat hidup dalam sistem yang sudah mekanik,
kaku, dan hubungan-hubungan sosial ditentukan berdasarkan kepentingan masing-masing
elemen masyarakat. Masyarakat modern umumnya berpendidikan relatif lebih tinggi dari
masyarakat transisi sehingga memiliki tingkat pengetahuan yang lebih luas dan pola pikir yang
lebih rasional dari semua tahapan kehidupan masyarakat sebelumnya, walaupun kadang
pendidikan formal saja tidak cukup untuk mengantarkan masyarakat pada tingkat pengetahuan
dan pola pikir semacam itu. Secara demografis, masyarakat modern menempati lingkungan
perkotaan yang cenderung gersang dan jauh dari situasi yang sejuk dan rindang, ditambah lagi
karena kehidupan mereka yang serba mekanik sepanjang minggu sehingga masyarakat kota
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kebutuhan rekreasi di akhir minggu untuk rileks dan
melepas kepenatan.

B. Proses Komunikasi

Onong Uchjana Effendy membagi proses komunikasi menjadi dua tahap, yakni:

1)      Proses komunikasi secara primer.

Adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses
komunikasi contohnya saja bahasa, kial, isyarat, gambar, dan warna.

2)      Proses komunikasi secara sekunder

Adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai
media pertama. Alat-alat atau sarana yang dimaksud ialah surat, telepon, surat kabar, majalah,
radio, televisi, dan lain-lain.
C. Komunikasi Massa

Burhan Bungin menjelaskan komunikasi massa sebagai proses komunikasi yang dilakukan
melalui media massa dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi
kepada khalayak luas. Selanjutnya, unsur-unsur terpenting di dalam komunikasi massa adalah
sebagai berikut:

1. Komunikator

Komunikator yang dimaksud di dalam komunikasi massa ialah komunikator yang sifatnya
melembaga dan mewakili sebuah institusi formal. Di sini komunikator berperan sebagai sumber
pemberitaan yang sifatnya mencari keuntungan dari penyebaran suatu berita atau informasi.

1. Media massa

Yaitu media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massal
dan bisa diakses secara massal pula. Media massa biasanya menimbulkan keserempakan di
dalam proses komunikasi massa.

1. Informasi (pesan) massa

Informasi massa adalah informasi-informasi yang diperuntukkan kepada masyarakat secara


massal, bukan untuk informasi yang hanya boleh dikonsumsi secara pribadi. Informasi yang
disampaikan biasanya bersifat umum.

1. Gatekeeper

Gatekeeper berperan sebagai penyeleksi informasi. Seperti diketahui bahwa komunikasi massa


dijalankan oleh beberapa orang dalam organisasi media massa, maka mereka inilah yang
bertugas menyeleksi setiap informasi yang akan disebarluaskan atau tidak disebarluaskan.
Bahkan, mereka memiliki wewenang untuk memperluas dan bahkan membatasi informasi yang
akan disebarluaskan tersebut. Para gatekeeper ini adalah wartawan, editor, redaktur, dan
sebagainya.

1. Komunikan

Di dalam berlangsungnya komunikasi massa, khalayak atau publik dapat disebut sebagai
komunikan yang menerima informasi massa yang disebarkan oleh media massa. Khalayak atau
publik terdiri atas masyarakat dalam jumlah yang besar dan tersebar di mana-mana.

1. Umpan balik
Umpan balik yang muncul di dalam komunikasi massa biasanya bersifat tertunda, berbeda
dengan komunikasi tatap muka (antarpribadi) yang sifatnya langsung. Namun, seiring dengan
majunya teknologi komunikasi, media massa berupaya untuk melakukan komunikasi interaktif
dengan khalayak atau masyarakat luas.

Dennis McQuail menyebutkan ciri-ciri khusus institusi (lembaga) media massa sebagai berikut:

1)      Memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan,


dan budaya. Upaya tersebut merupakan respon terhadap kebutuhan sosial kolektif dan
permintaan individu.

2)      Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain, dari
pengirim ke penerima, dari anggota audien ke anggota audien lainnya, dari seseorang ke
masyarakat dan institusi masyarakat yang terkait.

3)      Menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik dan merupakan
institusi yang terbuka bagi semua orang untuk peran serta sebagai penerima. Institusi media
juga bisa mewakili kondisi, opini, dan pandangan publik terhadap sesuatu hal.

4)      Partisipasi anggota audien dalam institusi pada hakikatnya bersifat sukarela tanpa adanya
keharusan atau kewajiban sosial. Partisipasi anggota audien lebih mengacu pada mengisi waktu
luang atau senggang, tidak berkenaan dengan pekerjaan dan tugas.

5)      Institusi media dikaitkan dengan industri dan pasar karena ketergantungannya pada
imbalan kerja, teknologi, dan kebutuhan pembiayaan.

6)      Meskipun institusi media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu
berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media,
mekanisme hukum, dan pandangan-pandangan menentukan yang berbeda antara negara yang
satu dengan lainnya.

Massa memiliki unsur-unsur penting, seperti di bawah ini:

1. Terdiri dari masyarakat dalam jumlah yang besar, menyebar di mana-mana, di mana
satu dengan lainnya tidak saling tahu-menahu bahkan tidak pernah bertemu dan
berhubungan secara personal.

2. Jumlah massa yang besar menyebabkan massa tidak bisa dibedakan antara satu dengan
yang lainnya. Sulit dibedakan mana anggota massa satu dengan lainnya di suatu
masyarakat karena jumlahnya yang besar itu. Kita tidak bisa membedakan mana suatu
massa pendengar Radio Prambors yang bergabung pada acara yang disiarkan mulai jam 6
sampai jam 10 pagi.
3. Sebagian besar anggota massa memiliki negative image terhadap pemberitaan media
massa. Masyarakat senantiasa mencurigai pemberitaan media massa sebagai sesuatu yang
benar, bahkan untuk hal-hal tertentu cenderung skeptis dan berpikir negatif. Bahkan,
apabila ada pemberitaan yang baik, selalu disikapi dengan kecurigaan. Contohnya, ketika
Presiden SBY menyiarkan pengumuman bahwa masyarakat bisa memberikan keluhan
kepadanya melalui SMS, kemudian masyarakat cenderung bersikap skeptis bahwa
pengumuman tersebut lebih banyak ditujukan untuk menaikkan citra serta popularitasnya
sendiri.

4. Karena jumlahnya yang besar, massa sulit diorganisir. Jumlah massa yang besar itu
membuat massa cenderung bergerak sendiri-sendiri berdasarkan kepentingannya masing-
masing orang yang ada di dalamnya. Interaksi-interaksi di antara mereka terjadi sangat
emosional, sehingga bersifat destruktif.

5. Massa merupakan refleksi dari kehidupan sosial secara luas. Setiap bentuk kehidupan
sosial yang ada dalam sebuah masyarakat adalah refleksi dari kondisi sosial masyarakat itu
sendiri, begitu pula dengan massa adalah refleksi dari keadaan sosial masyarakat secara
keseluruhan. Ketika masyarakat Korea Selatan melakukan demonstrasi menentang
kebijakan perusahaan yang tidak menaikkan gaji para karyawannya, berbeda dengan
demonstrasi yang terjadi di Indonesia. Massa demonstran di Korea Selatan jauh lebih
teratur dan tertib dalam menyampaikan aspirasi mereka. Sementara demonstran di
Indonesia terlihat lebih emosional, destruktif, dan tidak terorganisir.

D. Fungsi Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah salah satu aktivitas sosial yang berfungsi di masyarakat. Robert K.
Merton mengemukakan bahwa fungsi aktivitas sosial memiliki dua aspek, yakni, pertama,
fungsi nyata (manifest function) ialah fungsi nyata yang diinginkan. Kedua, fungsi tidak nyata
atau tersembunyi (latent function) adalah fungsi yang tidak diinginkan. Sehingga pada dasarnya
setiap fungsi sosial dalam masyarakat itu memiliki efek fungsional dan disfungsional.

Selain manifest function dan latent function, setiap aktivitas sosial juga berfungsi melahirkan


fungsi-fungsi sosial lainnya bahwa manusia memiliki kemampuan beradaptasi yang sangat
sempurna. Sehingga setiap fungsi sosial yang dianggap membahayakan dirinya, maka ia akan
mengubah fungsi-fungsi sosial yang ada. Seperti, pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh
pemerintah, di satu sisi adalah untuk membersihkan masyarakat dari praktik korupsi, tetapi di
sisi lain tindakan pemberantasan korupsi tidak diikuti dengan perbaikan sistem justru akan
menimbulkan ketakutan bagi aparatur pemerintahan secara luas tentang masa depan mereka
karena merasa tindakannya selalu diawasi, diikuti, dan ditindak. Tidak adanya perbaikan sistem
yang baik justru akan melahirkan model-model korupsi yang lebih canggih.

Begitu pula dengan fungsi komunikasi media massa, sebagai aktivitas sosial masyarakat,
komunikasi media massa juga mengalami hal yang serupa. Contohnya saja, pemberitaan
bahaya Tsunami terhadap masyarakat pantai. Di satu sisi pemberitaan tersebut adalah
informasi mengenai bagaimana masyarakat pantai menghindari Tsunami ketika bencana itu
datang, tapi pemberitaan itu juga sekaligus menciptakan ketakutan dan kecemasan yang amat
sangat bagi masyarakat yang hidup di pesisir pantai. Bahkan pemberitaan itu juga berdampak
buruk bagi orang-orang pegunungan yang akan merencanakan pindah tempat tinggal ke
pesisir pantai.

Burhan Bungin, dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Komunikasi, memberikan penjelasan
mengenai lima fungsi komunikasi massa di dalam masyarakat, seperti di bawah ini:

1. Fungsi Pengawasan

Media massa merupakan sebuah medium di mana bisa digunakan untuk pengawasan terhadap
aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan ini dapat berupa peringatan dan
kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial bisa dilakukan untuk
aktivitas preventif dalam rangka mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti,
pemberitaan bahaya narkoba bagi kehidupan manusia yang dilakukan melalui media massa dan
ditujukan kepada masyarakat, maka fungsinya untuk kegiatan preventif agar masyarakat tidak
terjerumus ke dalam pengaruh narkoba. Sementara fungsi persuasif sebagai upaya
memberi reward danpunishment kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya.
Media massa bisa memberikan reward kepada masyarakat yang bermanfaat dan fungsional bagi
masyarakat lainnya. Di samping itu, media massa juga dapat memberikan punishmentapabila
aktivitasnya tidak bermanfaat dan bahkan merugikan fungsi-fungsi sosial lainnya di
masyarakat.

1. Fungsi Social Learning

Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan guidingdan
pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan
pencerahan-pencerahan kepada masyarakat di mana komunikasi massa itu berlangsung.
Fungsi komunikasi massa yang kedua ini merupakan sebuah andil untuk menutupi kelemahan
fungsi-fungsi paedagogi yang dilangsungkan hanya melalui komunikasi tatap muka saja.

1. Fungsi Penyampaian Informasi

Komunikasi massa yang mengandalkan media massa mempunyai fungsi utama lainnya, yakni,
menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi
dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat dan
singkat.

1. Fungsi Transformasi Budaya


Fungsi komunikasi massa yang dinamis ialah fungsi transformasi budaya. Sebagaimana sifat-
sifat budaya massa, yang terpenting adalah komunikasi massa menjadi proses transformasi
budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama
didukung oleh media massa. Fungsi transformasi budaya lebih banyak berperan sebagai bagian
dari dunia global. Sebagaimana diketahui bahwa perubahan-perubahan budaya yang
disebabkan karena perkembangan teknologi komunikasi menjadi perhatian utama semua
masyarakat di dunia. Jadi, tidak dapat dihindari bahwa komunikasi massa memainkan peran
penting dalam proses ini di mana hampir semua perkembangan teknologi komunikasi
mengikutsertakan proses-proses komunikasi massa terutama dalam proses transformasi
budaya.

1. Fungsi Hiburan

Fungsi lain dari komunikasi adalah hiburan, bahwa seirama dengan fungsi-fungsi lain,
komunikasi massa juga sering digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena
komunikasi massa menggunakan media massa, jadi fungsi-fungsi hiburan yang ada pada
media massa juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa.

Transformasi budaya yang dilakukan oleh komunikasi massa mengikutsertakan fungsi hiburan
ini sebagai bagian penting dalam fungsi komunikasi massa. Hiburan tidak terlepas dari fungsi
media dan juga tidak terlepas dari tujuan transformasi budaya. Dengan demikian, fungsi
hiburan dari komunikasi massa saling mendukung fungsi-fungsi lainnya dalam proses
komunikasi massa.

Daftar Pustaka

Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi


Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Effendy, Onong Uchjana. 2000. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi . Bandung: Citra Aditya
Bakti.

McQuail, Dennis. 1987. Teori Komunikasi Massa, ed. 2. Jakarta: Erlangga.


Teori-teori di dalam Kajian
Sosiologi Komunikasi
A. Teori Fungsionalisme Struktural

Emile Durkheim

Emile Durkheim berpendapat bahwa sosiologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari apa yang
dinamakannya fakta sosial. Menurut Durkheim, fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir,
dan berperasaan, yang bersumber pada suatu kekuatan di luar individu, bersifat memaksa serta
mengendalikan individu. Contoh fakta sosial ialah seorang anak sudah diwajibkan makan,
minum, tidur pada waktu tertentu sejak masih bayi. Seorang anak juga diwajibkan taat kepada
orang tua, menjaga tenggang rasa dengan orang lain, dan menghormati adat-istiadat serta
kebiasaan orang lain. Apabila seorang anak tidak menaati apa yang telah diajarkan padanya,
maka akan mengalami sanksi tertentu.

Contoh lain mengenai konsep fakta sosial dapat kita ambil dari dua buku terkenal yang ditulis
Durkheim, yaitu The Division of Labor in Society dan Suicide. Durkheim mengemukakan bahwa
pembagian kerja dalam masyarakat – di masa ini orang mungkin akan lebih cenderung
menggunakan istilah lain, seperti spesialisasi dan diferensiasi – merupakan fakta sosial.
Spesialisasi dan diferensiasi dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti hukum, moral,
kepercayaan, adat istiadat, dan kaidah ekonomi merupakan cara bertindak yang dianut secara
umum, bersifat memaksa, berada di luar kehendak individu, serta dapat menjalankan paksaan
luar terhadap individu. Durkheim memberikan contoh bahwa peningkatan angka bunuh diri
setiap tahunnya dapat disebut sebagai suatu fakta sosial. Hal ini disebabkan bahwa ketika
agama dari seseorang yang bunuh diri tersebut kurang mengikatnya.

Talcott Parsons

Adalah seorang tokoh sosiologi modern yang mengembangkan analisis fungsional secara rinci
untuk digunakan ke dalam karya-karyanya. Karya pertamanya yang menggunakan analisis
fungsional adalah buku The Social System. Teori fungsionalisme struktural dapat dikaji melalui
beberapa asumsi-asumsi dasar berikut ini:

1. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling
berhubungan satu sama lain;

2. Dengan demikian hubungan pengaruh-mempengaruhi di antara bagian-bagian tersebut


bersifat timbal balik;

3. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah tercapai dengan baik, namun, secara
fundamental, sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah ekuilibrium yang bersifat
dinamis;

4. Sistem sosial senantiasa berproses ke arah integrasi, sekalipun terjadi ketegangan,


disfungsi, dan penyimpangan;

5. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial terjadi secara bertahap melalui penyesuaian-


penyesuaian dan bersifat evolutif;

6. Faktor paling penting yang memiliki daya integrasi suatu sistem sosial ialah konsesus
atau mufakat di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai.

Kemudian Talcott Parsons menjelaskan teori sistem sosial, bahwa setiap masyarakat memiliki
sistem sosial yang bisa digambarkan dengan AGIL serta mengenai fungsi struktur untuk
memecahkan empat masalah, yaitu: adaptation  (adaptasi), goal
attainment  (pencapaian
tujuan), integration (integrasi), dan latency pattern maintenance(pemeliharaan pola). Berikut
penjelasannya:

1. Adaptation (adaptasi), di mana, sistem harus beradaptasi dengan lingkungannya;

2. Goal Attainment (pencapaian tujuan), di mana, sistem memiliki tujuan-tujuan yang akan


dicapai;

3. Integration (integrasi), di mana, setiap bagian sistem berhubungan antara satu dengan


lainnya secara erat dan saling mendukung fungsi masing-masing;

4. Latency pattern maintenance (pemeliharaan pola), di mana, sistem juga memiliki


kemampuan untuk mempertahankan pola-pola, aturan-aturan, dan bahkan memiliki
kemampuan untuk memperbaiki sistem yang rusak apabila ada serangan dari luar sistem.
Di samping itu, Talcott Parsons juga menilai, keberlanjutan sebuah sistem sosial bergantung
pada persyaratan:
a) Sistem harus terstruktur agar bisa menjaga keberlangsungan hidupnya dan juga harus

Mampu harmonis dengan sistem lain;


b) Sistem harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem lain;
c) Sistem harus mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsional;
d) Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornya;
e) Sistem harus mampu untuk mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu;
f) Bila terjadi konflik menimbulkan kekacauan harus dapat dikendalikan;
g) Sistem harus memiliki bahasa aktor dan sistem sosial.

B. Teori Pertukaran (exchange theory)

Teori ini menelaah bagaimana kontribusi seseorang dalam suatu hubungan, di mana hubungan
itu mempengaruhi kontribusi orang lain. Thibaut dan Kelley mengemukakan bahwa orang
mengevaluasi hubungannya dengan orang lain dengan mempertimbangkan konsekuensinya,
khususnya terhadap ganjaran yang diperoleh dan upaya yang telah dilakukan, orang akan
memutuskan untuk tetap tinggal dalam hubungan tersebut atau pergi meninggalkannya.
Ukuran bagi keseimbangan pertukaran antara untung dan rugi dalam hubungan dengan orang
lain itu disebut comparison levels, di mana apabila orang mendapatkan keuntungan dari
hubungannya dengan orang lain, maka orang akan merasa puas dengan hubungan itu.
Sebaliknya, apabila orang merasa rugi berhubungan dengan orang lain dalam konteks upaya
dan ganjaran, maka orang cenderung menahan diri atau meninggalkan hubungan tersebut.
Biasanya dalam konteks hubungan ini, seseorang memiliki banyak alternatif yang dapat
diberikan dalam model pertukaran sosial di mana pilihan-pilihan alternatif tersebut memiliki
ukuran yang dapat ditoleransi seseorang dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang
dia miliki.

Hubungan antara dua orang kekasih renggang dan akhirnya putus tatkala salah seorang
dipindahkan ke daerah lain sehingga biaya untuk berkomunikasi menjadi sangat mahal.
Seorang dermawan memberikan sumbangan secara berkala dalam jumlah besar pada sebuah
yayasan amal. Yayasan amal tersebut selalu menyatakan rasa terima kasihnya secara terbuka di
muka umum, namun sumbangan dihentikan ketika dermawan yang bersangkutan merasa
bahwa pengurus yayasan kurang memperlihatkan rasa terima kasih mereka. Atau misalnya,
seorang siswa senantiasa belajar dengan rajin karena orang tuanya selalu memuji prestasi
belajarnya, sedangkan seorang siswa lain enggan belajar karena terus-menerus dikritik oleh
orang tuanya. Kasus-kasus di atas mencerminkan adanya asas pertukaran dalam hubungan
sosial antaramanusia dan oleh sejumlah ahli sosiologi asas pertukaran dikembangkan menjadi
teori.

Sedangkan Jonathan H. Turner meringkas pokok pikiran teori pertukaran seperti di bawah ini:
 Manusia selalu berusaha mencari keuntungan dalam transaksi sosialnya dengan orang
lain;

 Dalam melakukan transaksi sosial, manusia melakukan perhitungan untung dan rugi;

 Manusia cenderung menyadari adanya berbagai alternatif yang tersedia baginya;

 Manusia saling bersaing antara satu dengan yang lainnya;

 Secara umum, hubungan pertukaran antarindividu berlangsung dalam hampir semua


konteks sosial;

 Individu pun mempertukarkan berbagai komoditas tak berwujud seperti perasaan dan
jasa.

Perkembangan teori pertukaran dimulai melalui pemikiran prinsip kemanfaatan ( utility) pada
abad ke 18. Menurut Jeremy Bentham, para penganut pemikiran prinsip kemanfaatan ( utility)
terdiri atas mereka yang mengukur baik-buruknya suatu tindakan dengan melihat pada
penderitaan dan kesenangan (pain and pleasure) yang dihasilkan oleh tindakan tersebut.
Kemudian, teori pertukaran awal mula-mula dikembangkan oleh para ahli antropologi, seperti
Bronislaw Malinowski, Marcel Mauss, dan Claude Levi Strauss. Inti dari teori pertukaran adalah
sebagai berikut:

 Manusia merupakan makhluk yang mencari keuntungan ( benefit) dan menghindari biaya
(cost);

 Manusia merupakan makhluk pencari imbalan (reward-seeking).

C. Teori Interaksi Simbolik (symbolic interaction theory)

Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan
nama interactionist perspective. Di antara berbagai pendekatan yang digunakan untuk
mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksi simbolik
(symbolic interaction). Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead.

Pemikiran George Herbert Mead

Salah satu teori peran yang dikaitkan dengan interaksi sosial adalah teori George Herbert Mead.
Dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society, Mead menguraikan tahap
pengembangan diri manusia. Manusia yang baru lahir belum mempunyai diri. Diri manusia
berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead
pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui beberapa tahap, seperti tahap prepatory
stage, tahap play stage, dan tahapgame stage.

1. Tahap prepatory stage
Pada tahap pertama ini, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peran orang yang berada
di sekitarnya. Ia mulai menirukan peran yang dijalankan oleh orang tuanya atau peran orang
dewasa lain dengan siapa ia sering berinteraksi. Dengan demikian, kita sering melihat anak
kecil yang di kala bermain meniru peran yang dijalankan oleh ayah, ibu, kakek, nenek, polisi,
dokter, dan sebagainya. Namun, pada tahap ini, sang anak belum sepenuhnya memahami isi
peran-peran yang ditirunya.

1. Tahap play stage

Pada tahap kedua ini, seorang anak tidak hanya telah mengetahui peran yang harus
dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peran yang harus dijalankan oleh orang lain
dengan siapa ia berinteraksi. Misalnya saja, dalam suatu pertandingan, seorang anak ikut
bermain dan tidak hanya mengetahui apa yang diharapkan orang lain darinya, tetapi juga apa
yang diharapkan dari orang lain yang ikut bermain dalam pertandingan tersebut. Ia mengetahui
peran-peran yang dijalankan oleh para pemain lain dalam pertandingan bola, contohnya, peran
wasit, penjaga gawang, penjaga garis, dan lain-lain. Mead mengatakan bahwa seseorang telah
dapat mengambil peran orang lain pada tahap ini.

1. Tahap game stage

Pada tahap ketiga ini, seseorang dianggap telah mampu mengambil peran-peran yang
dijalankan orang lain dalam masyarakat – mampu mengambil peran generalized other. Ia telah
mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya
sendiri serta peran orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Selaku anak ia telah memahami
peran yang dijalankan orang tuanya; selaku siswa ia memahami peran guru; selaku anggota
Pramuka ia memahami peran para pembinanya. Jika seseorang telah mencapai tahap ini, maka
menurut Mead, orang tersebut telah mempunyai suatu konsep diri. Dari pandangan-pandangan
Mead ini, tampak jelas bahwa diri seseorang terbentuk melalui interaksi dengan orang lain.

Mead menjelaskan setiap anggota baru masyarakat harus mempelajari peran-peran yang ada
dalam masyarakat. Hal ini dinamakan sebuah proses pengambilan peran ( role taking). Dalam
proses ini, seseorang belajar untuk mengetahui peran yang harus dijalankannya serta peran
yang harus dijalankan orang lain. Melalui penguasaan peran yang ada dalam masyarakat ini,
seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain.Salah satu konsep pokok yang dicetuskan oleh
Mead dalam pembahasannya mengenai interaksi simbolik adalah konsep the generalized other.
Pada hakikatnya, konsep ini menunjukkan bagaimana seseorang melihat dirinya sebagaimana
orang lain melihat dirinya.

Pemikiran Herbert Blumer

Herbert Blumer merupakan salah seorang penganut pemikiran mead, berusaha menjabarkan
pemikiran Mead mengenai interaksi simbolik. Menurut Blumer, terdapat tiga pokok pikiran
interaksi simbolik, yakni:
1. Pertama, manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning)
sesuatu yang disampaikan kepada orang lain. Contohnya saja, tindakan seorang penganut
agama Hindu di India terhadap seekor sapi akan berbeda dengan tindakan seorang
penganut agama Islam di Pakistan, karena masing-masing penganut mempunyai makna
yang berbeda tentang sapi tersebut.

2. Kedua, makna yang muncul itu berasal dari interaksi sosial antara seseorang dengan
orang lain. Makna merupakan suatu produk sosial yang muncul dalam proses interaksi
antarmanusia. Makna dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa ( language). Manusia
mempunyai kemampuan untuk mendesain objek yang spesifik, menentukan sebuah
tindakan, dan menunjuk pada sebuah gagasan yang abstrak. Misalnya saja, mengapa
ideologi radikal sering disebut kiri, sedangkan yang konservatif disebut kanan? Pandangan
ideologi tidak ada kaitannya dengan arah kiri atau kanan, kecuali dalam konteks di masa
lalu, di mana pandangan ideologi yang dianut seseorang pernah berkaitan dengan letak
tempat duduknya di parlemen.

3. Ketiga, makna diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran atau proses
interpretasi yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya. Makna
yang muncul dari interaksi tersebut tidak langsung diterima oleh seseorang melainkan
diinterpretasikan terlebih dahulu. Atau bisa dijelaskan bahwa pemikiran ( thought) sebagai
masalah interpretasi individu terhadap simbol yang dimodifikasi oleh proses-proses
pemikiran yang dimilikinya. Artinya, penggunaan makna oleh para pelaku berlangsung
melalui suatu proses penafsiran atau interpretasi. Seperti, apakah seseorang akan
menanggapi dengan baik ucapan “selamat pagi” atau “assalammualaikum” tergantung pada
penafsirannya apakah si pemberi salam beritikad baik atau buruk.

Daftar Pustaka

Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi


Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Griffin. 2003. A First Look at Communication Theory, ed. 5th. New York: McGraw Hill.

Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.


Budaya Massa (Budaya Pop) dan
Komunikasi Massa
A. Definisi massa di dalam budaya massa

Menurut Dennis McQuail, kata massa berdasarkan sejarah mempunyai dua makna, yaitu positif
dan negatif. Makna negatifnya adalah berkaitan dengan kerumunan ( mob), atau orang banyak
yang tidak teratur, bebal, tidak memiliki budaya, kecakapan, dan rasionalitas. Makna positif,
yaitu massa memiliki arti kekuatan dan solidaritas di kalangan kelas pekerja biasa saat
mencapai tujuan kolektif.

Sehubungan dengan makna komunikasi terutama komunikasi massa, makna kata massa
mengacu pada kolektivitas tanpa bentuk, yang komponen-komponennya sulit dibedakan satu
dengan yang lainnya. Dengan demikian, maka massa sama dengan suatu kumpulan orang
banyak yang tidak mengenal keberadaan individualitas. Blumer di dalam buku Dennis McQuail
yang berjudul ”Mass Communication Theory” mengemukakan ada empat komponen sosiologis
yang mengandung arti massa, yaitu:
1)      Anggota massa adalah orang-orang dari posisi kelas sosial yang berbeda, jenis pekerjaan
yang berlainan, dengan latar belakang budaya yang bermacam-macam, serta tingkat kekayaan
yang beraneka ragam atau berasal dari segala lapisan kehidupan dan dari seluruh tingkatan
sosial.

2)      Massa terdiri dari individu-individu yang anonim.

3)      Biasanya secara fisik anggota massa terpisah satu sama lainnya dan hanya terdapat
sedikit interaksi atau penukaran pengalaman antara anggota-anggota massa yang dimaksud.

4)      Keorganisasian dari suatu massa bersifat sangat longgar, dan tidak mampu untuk
bertindak bersama atau secara kesatuan, seperti hanya suatu kerumunan ( crowd).

Burhan Bungin mengidentifikasikan secara umum pengertian massa ditandai dengan:

a)      Kurang memiliki kesadaran diri;

b)      Kurang memiliki identitas diri;

c)      Tidak mampu bergerak secara serentak dan teorganisir untuk mencapai suatu tujuan
tertentu;

d)      Massa ditandai oleh komposisi yang selalu berubah-ubah dan berada dalam batas wilayah
yang selalu berubah pula;

e)      Massa tidak bertindak dengan dirinya sendiri, tetapi dikooptasi untuk melakukan suatu
tindakan

f)        Meski anggotanya heterogen, dan dari semua lapisan sosial, massa selalu bersikap sama
dan berbuat sesuai dengan persepsi orang yang akan mengkooptasi mereka.

Kata massa juga seringkali digunakan untuk menyebutkan kata konsumen di pasar massal,
sejumlah besar pemilih dalam pemilu. Konsep massa kemudian mengandung pengertian
masyarakat secara keseluruhan ”masyarakat massa” ( the mass society). Menurut Dennis
Mcquail, massa ditandai oleh beberapa hal, sebagai berikut:

1)      Memiliki agregat yang besar;

2)      Tidak dapat dibedakan;

3)      Cenderung berpikir negatif;

4)      Sulit diperintah atau diorganisasi;

5)      Refleksi dari khalayak massa.


B. Penggunaan media massa di dalam budaya massa

Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan
lainnya melalui produk media massa yang dihasilkan. Menurut Dennis McQuail, secara spesifik
institusi media massa adalah:

a)      Sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis;

b)      Sebagai institusi publik yang bekerja sesuai dengan aturan yang ada;

c)      Keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah sukarela;

d)      Menggunakan standar profesional dan birokrasi;

e)      Media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan.

Kehidupan masyarakat kota, pada umumnya, satu sama lain tidak saling mengenal dan
interaksi-interaksi mereka didasari oleh kepentingan dan kebutuhan yang dilandasi pada
hubungan sekunder, sehingga secara real media massa telah menjadi salah satu kebutuhan
dalam berinteraksi di dalam masyarakat perkotaan satu dengan lainnya.

Namun penggunaan media massa berbeda dengan komunikasi antarpribadi. Media massa
membutuhkan persyaratan tertentu dari pemakainya. Pertama adalah orang harus bisa
membaca, sebelum mengkonsumsi surat kabar atau majalah. Kedua, orang harus memiliki
pesawat radio atau televisi, bila akan mengikuti siarannya, atau punya uang untuk beli karcis
bila akan menonton film. Ketiga, kebiasaan memanfaatkan media (media habit). Untuk menjadi
khalayak media massa, maka ketiganya perlu dimiliki atau dilakukan. Apabila tidak, maka
mereka tidak bisa menjadi khalayak media massa atau masyarakat media.

Dalam penyampaian berbagai produk tayangan, media massa berupaya menyesuaikan dengan
khalayaknya yang heterogen dan berbagai sosio-ekonomi, kultural, dan lainnya. Produk media
pun pada akhirnya dibentuk sedemikian rupa, sehingga mampu diterima oleh banyak orang. Di
sisi lain, media juga sering kali menyajikan berita, film, dan informasi lain dari berbagai negara
sebagai upaya media memberikan pilihan yang memuaskan bagi khalayaknya. Produk media
baik yang berupa berita, program keluarga, kuis, film, dan sebagainya, disebut sebagai upaya
massa yaitu karya budaya.

Berdasarkan ciri-ciri yang demikian, maka seni hiburan ini banyak diproduksi media untuk
menarik sebanyak mungkin khalayaknya. Hal ini tidak hanya dipengaruhi kebutuhan khalayak
massa yang heterogen, juga adanya kepentingan komersial media yang kini masuk sebagai
industri yang membutuhkan dana besar melalui iklannya. Menurut Burhan Bungin, budaya
massa dibentuk disebabkan:
1)      Tuntutan industri kepada pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam tempo
singkat. Maka si pencipta untuk menghasilkan karya yang banyak dalam tempo singkat, tak
sempat berpikir lagi, dan dengan secepatnya menyelesaikan karyanya. Mereka memiliki target
produksi yang harus dicapai dalam waktu tertentu.

2)      Karena budaya massa cenderung ’latah’ menyulap atau meniru segala sesuatu yang
sedang naik daun atau laris, sehingga media berlomba untuk mencari keuntungan sebesar-
besarnya.

C. Budaya Massa atau Budaya Populer

Pada umumnya budaya massa dipengaruhi oleh budaya populer. Pemikiran tentang budaya
populer menurut Ben Agger dapat dikelompokkan pada empat aliran, seperti di bawah ini:

a)      Budaya dibangun berdasarkan kesenangan namun tidak substansial dan mengentaskan
orang dari kejenuhan kerja sepanjang hari;

b)      Kebudayaan populer menghancurkan nilai budaya tradisional;

c)      Kebudayaan menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi Marx Kapitalis;

d)      Kebudayaan populer merupakan budaya yang menetes dari atas.

Kebudayaan populer banyak berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh
semua orang atau kalangan tertentu, seperti pementasan mega bintang, kendaraan pribadi,
fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan semacamnya. Sebuah budaya yang akan
memasuki dunia hiburan, maka budaya itu umumnya menempatkan unsur populer sebagai
unsur utamanya. Dan budaya itu akan memperoleh kekuatannya manakala media massa
digunakan sebagai by pass penyebaran pengaruh di masyarakat. Seperti Kapten Madison
Avenue yang menggunakan media untuk menjual produk melalui televisi.

Makna budaya populer adalah sebagai budaya massa. Menurut Hikmat Budiman, dalam
bukunya ”Lubang Hitam Kebudayaan”, secara umum perhatian orang terhadap budaya massa
tertuju pada tiga hal, yakni:

1)      Daya tariknya yang demikian besar yang sanggup menjangkau kalangan terbatas dari
sebuah kelompok massa dalam sebuah masyarakat. Kalau disederhanakan sebagai suatu
produk konsumsi atas produk kultural sehingga daya tarik dari produk-produk kultural
tersebut sanggup menyedot ketertarikan orang pada tingkat yang jauh lebih besar dibanding
produk-produk yang ada sebelumnya.

2)      Memiliki kekuatan massif untuk menjangkau jumlah massa yang besar pada gilirannya
menarik perhatian sejumlah orang untuk mengetahui pengaruh positif atau negatif terhadap
bidang-bidang lain dalam kehidupan masyarakat kontemporer, maupun masyarakat
pendukungnya secara keseluruhan.

3)      Medium penyebar budaya massa ini melalui media massa.

D. Budaya Massa dan Komunikasi Massa

Komunikasi massa berproses pada level budaya massa, sehingga sifat-sifat komunikasi massa
sangat dipengaruhi oleh budaya massa yang berkembang di masyarakat di mana proses
komunikasi itu berlangsung. Dengan demikian, menurut Burhan Bungin, budaya massa dalam
komunikasi massa memiliki karakter:

1)      Nontradisional, yaitu umumnya komunikasi massa berkaitan erat dengan budaya populer.
Acara-acara infotainmen, seperti Akademin Fantasi Indosiar (AFI) dan Kontes Dangdut
Indonesia (KDI), merupakan contoh-contoh karakter budaya massa ini.

2)      Budaya massa juga bersifat merakyat, tersebar di basis massa sehingga tidak mengerucut
di tingkat elite, namun apabila ada elite yang terlibat dalam proses ini, maka itu bagian dari
basis massa itu sendiri.

3)      Budaya massa juga memproduksi produk-produk massa seperti umpamanya infotainmen
adalah produk pemberitaan yang diperuntukkan kepada massa secara luas. Semua orang dapat
memanfaatkannya sebagai hiburan umum.

4)      Budaya massa sangat berhubungan dengan budaya populer sebagai sumber budaya
massa. Bahkan secara tegas dikatakan bahwa, bukan populer kalau bukan budaya massa,
artinya budaya tradisional juga dapat menjadi populer apabila menjadi budaya massa.
Contohnya adalah Srimulat, Ludruk, maupun Campursari. Pada mulanya kesenian tradisional ini
berkembang di masyarakat tradisional dengan karakter-karakter tradisional, namun ketika
kesenian ini dikemas di media massa, maka sentuhan-sentuhan populer mendominasi seluruh
kesenian tradisional itu, baik cerita, kostum, latar, dan sebagainya tidak lagi menjadi konsumsi
masyarakat pedesaan namun secara massal menjadi konsumsi semua lapisan masyarakat di
pedesaan dan perkotaan.

5)      Budaya massa, terutama yang diproduksi oleh media massa diproduksi menggunakan
biaya yang cukup besar, karena itu dana yang besar itu harus menghasilkan keuntungan untuk
kontinuitas budaya massa itu sendiri, karena itu budaya massa diproduksi secara komersial
agar tidak saja menjadi jaminan keberlangsungan sebuah kegiatan budaya massa namun juga
menghasilkan keuntungan bagi kapital yang diinventasikan pada kegiatan tersebut.

6)      Budaya massa juga diproduksi secara eksklusif menggunakan simbol-simbol kelas sosial
sehingga terkesan diperuntukkan kepada masyarakat modern, homogen, terbatas, dan
tertutup. Namun sebenarnya budaya massa yang eksklusif ini terbuka untuk siapa saja yang
ingin menikmatinya. Syarat-syarat utama dari eksklusifitas budaya massa ini adalah
keterbukaan dan kesediaan terlibat dalam perubahan budaya secara massal.

E. Kritik terhadap Budaya Massa atau Budaya Populer

Budaya juga memiliki nilai yang membedakan satu budaya dengan budaya lainnya. Budaya yang
memiliki nilai tinggi dibedakan dengan budaya yang memiliki nilai di bawahnya. Namun, dalam
budaya populer, ’perangkat media massa’ seperti pasar rakyat, film, buku, televisi, dan
jurnalistik akan menuntut perkembangan budaya pada ’erosi nilai budaya’. Sedangkan
kelompok konservatif seperti Edmund Burke mengatakannya dengan ’erosi peradaban
berharga’. Sedangkan Allan Bloom dalam bukunya The
Closing of The American
Mind mengartikulasikan pemahaman kaum neokonservatif, di mana paham ini menyalahkan
kebudayaan baru sebagai yang merusak kebudayaan tradisional. Kebudayaan populer tidak
hanya secara langsung disalahkan bagi penantang inteligensia publik dan melemahkan keadaan
normal, namun justru kritik neokonservatif semakin memperkeruh suasana dengan tidak
menunjukkan sikap penyelamatan terhadap budaya tradisional.

Sampai saat ini kaum konservatif dan neokonservatif terus menyerang kebudayaan populer,
namun anehnya kekuatan budaya populer semakin kuat dengan begitu besar pengaruhnya
kepada miliaran manusia di bumi ini. Dan anehnya pula kebudayaan pupuler lebih banyak
berpengaruh pada kelompok orang muda dan menjadi pusat ideologi masyarakat dan
kebudayaan, padahal budaya populer terus menjadi kontradiksi dan perdebatan.

Budaya populer juga menjadi bagian dari budaya elite dalam masyarakat tertentu. Sejauh itu
pula budaya populer dipertanyakan konsepnya yang konkret, serta pengaruhnya yang lebih
dirasakan seperti umpamanya apa perbedaan antara modernisasi dan post-modernisasi. Begitu
pula pertarungan konseptual antara kebudayaan tinggi dan kebudayaan pop. Pertanyaan itu
juga ditujukan kepada bagaimana pendekatan metodik hegemonisasi dan dorongan
pembebasan dari kebudayaan populer. Dengan kata lain, kekuatan hegemonisasi budaya
menguasai unsur-unsur penting dalam kehidupan masyarakat.

Sebagaimana yang dijelaskan bahwa budaya populer lebih banyak mempertontonkan sisi
hiburan, yang kemudian mengesankan lebih konsumtif. Richard Deyer mengatakan hiburan
merupakan kebutuhan pribadi masyarakat yang telah dipengaruhi oleh struktur kapitalis.
Hiburan menyatu dengan makna-makna hiburan dan saat ini didominasi oleh musik. Saat ini
musik merupakan perangkat hiburan yang lengkap dipadukan dengan berbagai seni lainnya.
Hampir tidak dapat ditemui sebuah hiburan tanpa mengabaikan peran musik, sebaliknya musik
menjadi sebuah bangunan hiburan yang paling besar dan lengkap. Sehingga dunia musik
menjadi sebuah seni pertunjukan profesional yang menghasilkan uang dan menciptakan
lapangan kerja yang luas.

Menurut Richard Dyers hiburan merupakan respon emosi jiwa dan perkembangan implikasi
emosi diri, merupakan suatu tanda keinginan manusia yang meronta-ronta ingin ditanggapi
dengan memenuhinya. Prinsip-prinsip yang menonjol dalam hiburan adalah kesenangan yang
tertanam dan menjelma dalam kehidupan manusia, sehingga pada saat lain akan menjelma
membentuk budaya manusia.Dan akhirnya kesenangan itu menjadi larut dalam kebutuhan
manusia yang lebih besar, bahkan kadang menjadi eksistensi kehidupan manusia. Kesenangan
juga membuat manusia manja dan terbiasa dengan kehidupan yang aduhai dan mengagumkan.

Konteks sosial semacam ini lebih cenderung membawa manusia dalam dunia yang serba
tipuan. Maksudnya, kadang kefanaan menjadi sesuatu tujuan yang lebih konkret dari apa yang
diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. Dan di saat dunia tipuan ini dapat dimanipulasi oleh
dunia industri, maka tipuan itu menjadi abadi dalam dunia fana. Contohnya, teknologi film
telah sampai pada tingkat di mana kefanaan menjadi sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera
manusia sebagai kenyataan konkret.

Dalam dunia kapitalisme, hiburan dan bahkan budaya telah menjelma menjadi industri. Pada
konteks ini, Theodore Adorno dan Max Horkheimer mengatakan budaya industri adalah media
tipuan. Mereka percaya, bahwa hilangnya kepribadian yang tulus seperti kemampuan
menggambarkan keadaan yang nyata karena budaya telah berubah menjadi alat industri serta
menjadi produk standar ekonomi kapitalis. Dunia hiburan telah menjadi sebuah proses
reproduksi kepuasaan manusia dalam media tipuan. Hampir tidak ada lagi perbedaan antara
kehidupan nyata dan dunia yang digambarkan dalam film yang dirancang menggunakan efek
suara dengan tingkat ilusi yang sempurna sehingga tak terkesan imajinatif.

Proses reproduksi juga terjadi pada saat budaya hiburan mampu mereproduksi tatanan baru
dalam interaksi individu dan keluarga di masyarakat. Umpamanya bagaimana sebuah telenovela
mampu mreproduksi hubungan perselingkuhan sebagai bagian yang dulu ditolak masyarakat,
saat ini menjadi samar-samar. Keadaan serupa juga tergambarkan secara gamblang dalam
film-film Hollywood tahun 2005 yang mengunggulkan kehidupan homoseksual, salah satunya
adalah film Brokeback The Mountain. Bukti reproduksi sosial itu tergambarkan di saat film
sejenis reproduksi homoseksual itu justru menjadi film terbaik dan memperoleh Piala Oscar
2006. Kehidupan seksual sejenis yang ditakuti oleh umumnya keluarga, menjadi sesuatu yang
tidak termasuk sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian baik-buruk sebuah karya seni.
Artinya, dalam budaya hiburan, makna bisa saja terlepas dari nilai sebuah benda, dan nilai
begitu tidak penting di saat berhadapan dengan makna benda tersebut.

Para sejarawan begitu sulit menentukan kaidah-kaidah dasar tentang kesalahan, sama
susahnya dengan menentukan kaidah-kaidah dasar mengenai kebenaran. Kemerdekaan pribadi
menjadi ukuran utama dan dalam dunia postmodern, ukuran ini menjadi semakin tidak jelas.

Daftar Pustaka

McQuail, Dennis. 2002.  Mass Communication Theory, 4th  edition. London: Sage Publications.

Budiman, Hikmat. 2002. Lubang Hitam Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.


Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai