Anda di halaman 1dari 11

Krisis Empati dalam Era Digital: Implikasi Sosial dalam Sosiologi Komunikasi

Alfin alianto widodo


202221700044
Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Fakultas Ilmu Komunikasi

ABSTRAK
Krisis empati dalam era digital merupakan tantangan sosial yang signifikan dalam sosiologi
komunikasi. Era digital dengan kemajuan teknologi komunikasi seperti media sosial, pesan instan,
dan platform daring, telah mengubah cara kita berinteraksi dan berkomunikasi. Namun, dampaknya
juga menyebabkan penurunan empati, yang disebabkan oleh anonimitas dan distansi fisik yang
memungkinkan ketidakpedulian terhadap perasaan orang lain, filter bubble yang membatasi paparan
pandangan berbeda, dan fenomena "cancel culture" yang menghambat pemahaman dan dialog yang
konstruktif. Implikasi sosialnya berdampak pada ketegangan sosial, gangguan hubungan antarpribadi,
partisipasi politik yang menurun, dan menguatkan teori "masyarakat yang terfragmentasi" dalam
sosiologi. Salah satu faktor yang mendasari krisis empati di era digital adalah apatisme pengguna
media sosial. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan melalui studi literatur. Penulis
menggunakan sumber penelitian empiris dengan mengumpulkam data dan informasi yang berkaitan
dengan krisis empati dalam era digital sehingga tujuan akhir yang ingin dicapai adalah dapat secara
signifikan meningkatkan kepedulian pengguna media sosial di era digital. Untuk mengatasi krisis
empati ini, diperlukan kesadaran, pendidikan, dan advokasi tentang pentingnya berempati dalam
komunikasi digital serta upaya dari desainer dan pengelola platform untuk menciptakan lingkungan
digital yang inklusif dan empatik. Selain itu, peran pengguna dalam membangun budaya digital yang
lebih empatik juga menjadi kunci penting untuk mencapai komunikasi sosial yang lebih positif dan
harmonis.
Kata Kunci: Krisis Empati, Implikasi SosialMedia Sosial, Cancel Culture
ABSTRACT
The empathy crisis in the digital era represents a significant social challenge in the sociology of
communication. The digital age, with its advancements in communication technology such as social
media, instant messaging, and online platforms, has transformed the way we interact and
communicate. However, it has also led to a decline in empathy, driven by anonymity and physical
distance that foster indifference towards others' feelings, filter bubbles that limit exposure to diverse
perspectives, and the phenomenon of "cancel culture" that obstructs understanding and constructive
dialogue. The social implications encompass heightened social tension, disruptions in interpersonal
relationships, decreased political participation, and the reinforcement of the theory of "fragmented
societies" in sociology. One of the underlying factors of the empathy crisis in the digital age is the
apathy of social media users. The methodology used is an approach through literature study. The
author uses empirical research sources by collecting data and information related to the empathy crisis
in the digital age so that the ultimate goal to be achieved is to be able to significantly increase the
awareness of social media users in the digital era. To address this empathy crisis, raising awareness,
providing education, and advocating for the importance of empathy in digital communication are
essential. Additionally, efforts from designers and platform managers to create an inclusive and
empathetic digital environment are crucial. Furthermore, the role of users in fostering a more
empathetic digital culture is also key to achieving a more positive and harmonious social
communication.
Keywords: Empathy Crisis, Implikasi Social, Social Media, Cancel Culture
PENDAHULUAN William F. Ogburn dan Meyer F.
Nimkoff (Soekanto, 2003: 19) berpendapat
A. Sosiologi Komunikasi bahwa sosiologi adalah penelitian secara
Sebelum memahami lebih jauh ilmiah terhadap interaksi sosial dan
mengenai Sosiologi Komunikasi, maka hasilnya yaitu organisasi sosial.
perlu diurai terlebih dahulu mengenai Selo Soemardjan dan Soeleman
pengertian sosiologi dan komunikasi itu Soemardi (Soekanto, 2003: 20)
sendiri. menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu
a. Sosiologi masyarakat ialah ilmu yang mempelajari
struktur sosial dan proses-proses sosial,
Asal kata Sosiologi adalah Socius termasuk perubahan-perubahan sosial.
(bhs. Latin yang berarti teman, kawan,
social = berteman, bersama, berserikat) Struktur sosial adalah keseluruhan
bermaksud untuk mengerti kejadian- jalinan antara unsur-unsur sosial yang
kejadian dalam masyarakat yaitu pokok yaitu kaidah-kaidah sosial (norma-
persekutuan manusia, dan selanjutnya norma sosial), lembaga-lembaga sosial,
dengan pengertian itu untuk dapat kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan
berusaha mendatangkan perbaikan dalam sosial . Proses sosial adalah pengaruh
kehidupan bersama. (Shadily, 1993:1-2) timbal balik antara pelbagai segi
Dengan kata lain menurut Hassan Shadily kehidupan bersama, umpamanya pengaruh
Sosiologi adalah ilmu masyarakat atau timbal balik antara segi kehidupan hukum
ilmu kemasyarakatan yang mempelajari dan segi kehidupan agama, antara segi
manusia sebagai anggota golongan atau kehidupan agama dengan segi kehidupan
masyarakatnya (tidak sebagai individu ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu
yang terlepas dari golongan atau proses sosial yang bersifat tersendiri ialah
masyarakatnya ), dengan ikatan-ikatan dalam hal terjadinya perubahan-perubahan
adat, kebiasaan, kepercayaan atau di dalam struktur sosial.
agamanya, tingkahlaku serta keseniannya Pembentukan struktur sosial, dan
atau yang disebut kebudayaan yang terjadinya proses sosial dan kemudian
meliputi segala segi kehidupannya. adanya perubahan-perubahan sosial tidak
(Shadily, 1993:2). lepas dari adanya aktivitas interaksi sosial
Pitirim Sorokin ( Soekanto, 2003: 19) yang menjadi salah satu ruang lingkup
mengemukakan: sosiologi adalah suatu sosiologi.
ilmu yang mempelajari: Interaksi sosial merupakan suatu
I. hubungan dan pengaruh timbal balik hubungan dimana terjadi proses saling
antara aneka macam gejala-gejala pengaruh mempengaruhi antara para
sosial (misalnya antara gejala ekonomi individu, antara individu dengan
dengan agama; keluarga dengan kelompok, maupun antar kelompok.
moral; hukum dengan ekonomi; gerak (Soekanto, 2003: 423).
masyarakat dengan politik dan lain b. Masyarakat
sebaginya);
II. hubungan dengan pengaruh timbal Sebelum berbicara mengenai
balik antara gejala sosial dengan komunikasi, maka perlu dikemukakan
gejala non sosial (misalnya gejala lebih dahulu pengertian mengenai
geografis, biologis dan sebagainya ) masyarakat sebagai obyek sosiologi.
III. ciri-ciri umum semua jenis gejala-
gejala sosial. Ralph Linton (Soekanto, 2003: 24)
masyarakat merupakan sekelompok
Roucek dan Warren (Soekanto, 2003: manusia yang telah hidup dan bekerja
19) mengemukakan bahwa sosiologi bersama cukup lama, sehingga mereka
adalah ilmu yang mempelajari hubungan dapat mengatur diri mereka dan
antara manusia dalam kelompok. menganggap diri mereka sebagai suatu
kesatuan sosial dengan batas-batas yang Onong Uchyana : Proses komunikasi
dirumuskan dengan jelas . pada hakikatnya adalah proses
penyampaian pikiran, atau perasaan oleh
Selo Soemardjan (Soekanto, 2003: 24) seseorang (komunikator) kepada orang
menyatakan masyarakat adalah orang- lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan
orang yang hidup bersama, yang gagasan, informasi, opini, dan lain-lain
menghasilkan kebudayaan. yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa
Pengertian manusia yang hidup berupa keyakinan, kepastian, keraguan.
bersama dalam ilmu sosial tidak mutlak Kekhawatiran, kemarahan, keberanian,
jumlahnya, bisa saja dua orang atau lebih, kegairahan, dan sebagainya yang timbul
tetapi minimal adalah dua orang. Manusia dari lubuk hati. (Uchyana, 2000:11).
tersebut hidup bersama dalam waktu d. Sosiologi Komunikasi
cukup lama, dan akhirnya melahirkan
manusia-manusia baru yang saling Sosiologi Komunikasi menurut
berhubungan satu dengan lainnya. Soerjono Soekanto (Soekanto, 2003: 423)
Hubungan antara manusia itu, kemudian merupakan kekhususan sosiologi dalam
melahirkan keinginan, kepentingan, mempelajari interaksi sosial yaitu suatu
perasaan, kesan, penilaian dan sebagainya. hubungan atau komunikasi yang
Keseluruhan itu kemudian mewujudkan menimbulkan proses saling pengaruh
adanya system komunikasi dan peraturan- mempengaruhi antara para individu,
peraturan yang mengatur hubungan antara individu dengan kelompok maupun antar
manusia dalam masyarakat tersebut. kelompok.
Dalam sistem hidup tersebut, maka
muncullah budaya yang mengikat antara Mengingat masyarakat sebagai obyek
satu manusia dengan lainnya. kajian, maka mempelajari sosiologi
komunikasi tidak akan bisa melepaskan
c. Komunikasi diri dengan media interaksi sosial yaitu,
lembaga sosial serta media massa dan
Beberapa teori yang dikemukakan norma-norma sosial yang mengaturnya.
dalam buku Teori Komunikasi (Djuarsa, Oleh karena itu, seringkali sosiologi
1993: 19-20) antara lain adalah : komunikasi kemudian ditulis sebagai
Anderson: Komunikasi adalah suatu sosiologi komunikasi sebagaimana yang
proses dengan mana kita bisa memahami dikemukakan oleh Charles R. Wright dan
dan dipahami oleh orang lain. Komunikasi beberapa buku di Indonesia lainnya.
merupakan proses yang dinamis dan B. Krisis Empati Dalam Era Digital
secara konstan berubah sesuai dengan
situasi yang berlaku. Pengaruh teknologi komunikasi digital
telah membawa perubahan drastis dalam
Margarete Mead: Interaksi, juga dalam cara kita berinteraksi dan berkomunikasi
tingkatan biologis, adalah salah satu satu sama lain. Era digital yang dipenuhi
perwujudan komunikasi, karena tanpa dengan media sosial, aplikasi pesan instan,
komunikasi tindakan-tindakan dan platform digital lainnya telah
kebersamaan tidak akan terjadi. membuka akses tak terbatas ke informasi
Barnlund: Komunikasi timbul dan kesempatan berkomunikasi dengan
didorong oleh kebutuhankebutuhan untuk orang dari berbagai latar belakang.
mengurangi ketidakpastian, bertindak Namun, seiring dengan manfaat yang
secara efektif, mempertahankan atau ditawarkan teknologi ini, kita juga
memperkuat ego. dihadapkan pada tantangan sosial yang
signifikan. Salah satunya adalah krisis
Berelson dan Steiner: Komunikasi empati yang semakin merajalela di era
adalah proses penyampaian informasi, digital ini, yang berdampak besar pada
gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain, dinamika sosial dalam masyarakat.
melalui penggunaan simbol-simbol seperti
kata-kata, gambargambar, angka-angka Sebelum era digital, komunikasi
dan lain-lain. dilakukan secara langsung melalui tatap
muka atau melalui surat dan telepon. berkomunikasi dengan emosi daripada
Interaksi sosial ini memungkinkan orang rasionalitas, dan kecenderungan kita untuk
untuk merasakan emosi dan ekspresi merespons dengan cepat dan emosional
wajah satu sama lain, sehingga dapat menghambat kemampuan untuk
memudahkan pengembangan empati. berempati dengan situasi dan orang lain.
Namun, dengan maraknya teknologi
komunikasi digital, banyak interaksi sosial Tingginya penggunaan gawai dan
telah beralih menjadi virtual. Komunikasi media sosial telah menimbulkan masalah
melalui teks, emotikon, atau gambar, tanpa baru yaitu kecanduan digital. Orang sering
kehadiran fisik, dapat mengurangi tingkat terpaku pada layar mereka, menghabiskan
empati karena kurangnya elemen waktu berjam-jam dalam dunia maya dan
nonverbal yang kaya dalam mengabaikan interaksi sosial langsung di
menyampaikan perasaan dan tujuan. dunia nyata. Kecanduan digital dapat
mengakibatkan isolasi sosial, yang pada
Salah satu faktor utama yang gilirannya dapat mengganggu kemampuan
mempengaruhi krisis empati dalam era kita untuk merasakan empati terhadap
digital adalah peran media sosial. Media orang lain. Saat kita semakin terisolasi
sosial telah menjadi bagian penting dalam dalam dunia maya, kita cenderung
hidup kita, menjadi tempat di mana kita kehilangan kontak dengan realitas sosial,
membagikan momen-momen kita, membuat kita kurang peka terhadap
pandangan kita, dan berinteraksi dengan perasaan dan kebutuhan orang lain di
orang lain. Namun, platform-platform ini sekitar kita.
juga menjadi tempat di mana terjadinya
konflik, perdebatan, dan sikap yang tidak Krisis empati juga dapat dilihat dalam
empatik. Dalam dunia maya, orang dapat hubungan interpersonal. Dalam
dengan mudah menyembunyikan percakapan digital, pesan sering kali dapat
identitasnya, yang memicu munculnya disalahartikan atau kehilangan nuansa
perilaku yang tidak pantas, termasuk emosi. Misinterpretasi semacam itu dapat
perundungan dan pelecehan. menyebabkan konflik dan ketegangan
antara individu, karena ketidakmampuan
Selain itu, media sosial menciptakan untuk memahami perasaan dan niat
gelembung informasi di mana orang lebih sesungguhnya dari orang lain. Hal ini juga
cenderung berinteraksi dengan orang- dapat mengurangi rasa kepercayaan dan
orang yang memiliki pandangan yang keintiman dalam hubungan, karena
sama, menyebabkan polarisasi opini dan kurangnya ekspresi emosi dan rasa simpati
mengurangi kesempatan untuk memahami yang dapat dirasakan dalam komunikasi
sudut pandang orang lain. Dengan daring.
semakin berkembangnya algoritma yang
disesuaikan dengan preferensi pengguna,
kita cenderung terpapar hanya pada konten METODE PENELITIAN
yang mengonfirmasi keyakinan kita
sendiri, mengabaikan sudut pandang Pendekatan yang digunakan pada
alternatif. Akibatnya, kita semakin tidak penelitian ini adalah dengan
sensitif terhadap pandangan dan menggunakan pendekatan literature
pengalaman orang lain, memperdalam review Dalam melakukan pengumpulan
kesenjangan sosial. data penulis mengumpulkan data dan
informasi yang berkaitan dengan sistem
Di era digital, media berlomba-lomba pemasaran dan pemasaran digital melalui
untuk menarik perhatian dan mendapatkan data-data pendukung yang bersumber dari
banyak interaksi. Sayangnya, konten- jurnal penelitian baik nasional maupun
konten yang kontroversial dan sensasional internasional, buku-buku penunjang. surat
lebih cenderung menjadi viral. Bukan lagi kabar, dan majalah.
informasi yang berfokus pada kualitas dan
akurasi, tetapi berita-berita provokatif atau
ekstrim yang mendominasi perhatian.
Akibatnya, orang cenderung
literature review seperti yang
dijelaskan Cooper dalam Creswell (2010)
memiliki beberapa tujuan yaitu
menginformasikan kepada pembaca hasil-
hasil penelitian lain yang berkaitan erat
dengan penelitian yang dilakukan saat itu,
menghubungkan penelitian dengan
literatur-literatur yang ada, dan mengisi
celah dalam penelitian-penelitian
sebelumnya, literature review berisi
ulasan, rangkuman, dan pemikiran penulis
tentang beberapa sumber pustaka (artikel.
buku, slide, informasi dari internet, data Berdasarkan tabel di atas sebanyak
gambar dan grafik dan lain lain) tentang 145 orang dari generasi milenial di Pekanbaru,
topik yang dibahas. Studi literatur ini memiliki persentase empati yang beragam.
mempunyai tujuan untuk mengetahui Untuk kategori empati sangat tinggi yaitu 11
Krisis Empati dalam Era Digital. orang dengan persentase 7,6%. Kategori
empati tinggi yaitu 39 orang dengan persentase
26,9%. Kategori empati sedang yaitu 46 orang
PEMBAHASAN dengan persentase 31,7%. Kategori empati
rendah yaitu 41 orang dengan persentase
Dalam era digital, teknologi telah 28,3%. Terakhir, kategori empati sangat
mengalami perkembangan pesat yang rendah yaitu 8 orang dengan persentase 5,5%.
membawa dampak besar terhadap Dapat disimpulkan bahwa generasi milenial di
berbagai aspek kehidupan, termasuk Pekanbaru memiliki tingkat empati yang
dalam bidang komunikasi. Meskipun tergolong sedang yaitu 31,7% sebanyak 46
teknologi digital memberikan kemudahan orang.
dalam berkomunikasi, namun di balik itu,
muncul permasalahan serius terkait krisis Berdasarkan hasil penelitian yang
empati. Empati merupakan kemampuan dilakukan peneliti dari 145 sampel pada
untuk merasakan dan memahami perasaan generasi millenial di Pekanbaru, dengan
orang lain, yang penting untuk menggunakan skala empati yang terdiri dari 20
membangun hubungan sosial yang sehat pernyataan. Usia minimal subjek 20 tahun,
dan saling menguntungkan. Dalam bab sedangkan usia maksimal subjek 34 tahun.
ini, kami akan membahas krisis empati Diperoleh hasil bahwa sebanyak 145 orang
dalam era digital dan implikasi sosialnya dari generasi milenial di Pekanbaru memiliki
dalam bidang sosiologi komunikasi. tingkat empati yang berbeda-beda, yakni
sebanyak 8 orang atau 5,5% memiliki empati
Empati merupakan salah satu aspek yang sangat rendah. Sebanyak 41 orang atau
penting dalam komunikasi antarmanusia. 28,3% memiliki empati yang rendah.
Kemampuan untuk merasakan dan Sebanyak 46 orang atau 31,7% memiliki
memahami perasaan, pengalaman, dan empati pada kategori sedang. Sebanyak 39
pandangan orang lain membantu orang atau 26,9% memiliki empati yang tinggi.
membangun kedekatan emosional dan Dan untuk kategori sangat tinggi terdapat 11
memperkuat hubungan sosial. Melalui orang atau 7,6%. Dengan demikian, hal ini
empati, seseorang dapat mengenali menunjukkan bahwa kategori empati pada
kebutuhan dan keinginan orang lain, serta generasi milenial di Pekanbaru termasuk
meresponsnya dengan cara yang sesuai. dalam kategori yang sedang atau rata-rata
Namun, dalam era digital yang serba artinya tidak terlalu tinggi dan tidak pula
cepat dan serba teknologi ini, banyak terlalu rendah dengan persentase sebesar
orang cenderung terpaku pada layar 31,7%. Hasil ini menjelaskan bahwa empati
perangkat elektronik mereka dan generasi milenial Pekanbaru masih dalam
kehilangan kontak langsung dengan orang tingkatan sedang atau rata-rata. Hal ini
lain, menyebabkan krisis empati. diperkuat dengan hasil penelitian Arumi, dkk
(2017) yang menunjukkan bahwa mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara pada prestasi akademik, kehidupan
Jakarta Raya mempunyai empati yang berada sekolah/pekerjaan, kesehatan mental,
pada kategori sedang menuju tinggi dengan komunikasi antara orang tua dan anak-anak,
skor rata- rata sebesar 63,8321. Sejalan dengan dan hubungan pribadi karena sosialiasi yang
hasil penelitian Yusra, dkk. (2015) lebih rendah.
bahwasannya empati dasar mahasiswa BK FIP
UNJ angkatan 2011 masuk dalam kategori Hal ini diperkuat dengan penelitian
sedang, sebanyak 50 orang mahasiswa Prasetyo (2017) bahwa ada hubungan negatif
(66,67%). antara kecanduan gadget (smartphone) dengan
empati, artinya semakin tinggi kecanduan
gadget (smartphone) maka semakin rendah
tingkat empatinya.
Krisis empati dalam era digital dapat
disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
a. Komunikasi Tidak Langsung:
Teknologi digital, seperti media sosial,
email, dan pesan singkat,
memungkinkan komunikasi tanpa
tatap muka. Ketika orang
berkomunikasi tanpa interaksi
Berdasarkan pada tabel 4.12 diatas, secara langsung, mereka cenderung kurang
simultan smartphone addiction memiliki nilai t peka terhadap ekspresi dan bahasa
= -6,212 dengan nilai signifikansi ( ) sebesar tubuh yang bisa membantu memahami
0,000 ( < 0,05) yang berarti hipotesis yang perasaan orang lain.
diajukan diterima yaitu smartphone addiction b. Overload Informasi: Internet
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap menyediakan akses ke banyak
perilaku empati. informasi dan interaksi sosial
sepanjang waktu. Akibatnya, orang
Berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh menjadi terlalu terfokus pada diri
persamaan regresi Y = 92,050 - 0,417X. sendiri dan kesibukan mereka,
Koefisien regresi tersebut bernilai negatif, sehingga kurang memperhatikan orang
sehingga dapat dikatakan bahwa arah lain.
pengaruh variabel smartphone addiction c. Anonimitas: Di balik layar komputer,
terhadap empati adalah negatif, yaitu semakin orang cenderung merasa lebih aman
tinggi tingkat smartphone addiction maka dan terlindungi. Anonimitas ini dapat
tingkat empati semakin rendah. Dalam menyebabkan orang menjadi kurang
penelitian ini sumbangan efektif yang bertanggung jawab atas komentar atau
diberikan sebesar 28,2%, yang mengandung tindakan mereka terhadap orang lain,
pengertian bahwa pengaruh smartphone sehingga mengurangi empati.
addiction terhadap empati adalah sebesar d. Distraksi: Banyaknya gangguan dari
28,2%. Sedangkan 71,8% sisanya dipengaruhi perangkat digital dapat mengurangi
oleh variabel lain diluar penelitian ini. perhatian pada interaksi sosial di dunia
nyata, menyebabkan penurunan
Menurut Yuwanto dan Umum (2010) kemampuan empati.
menggunakan smartphone secara berlebihan
dapat mengganggu hubungan sosial individu
karena kurangnya kontak fisik dengan individu Rendahnya Kualitas Hubungan Sosial:
lain ketika melakukan interaksi, atau merasa Kurangnya empati dalam komunikasi
terisolasi dari masyarakat sekitarnya. digital dapat menyebabkan hubungan
sosial yang kurang bermakna. Interaksi
Hal ini sejalan dengan penelitian Choi, yang bersifat dangkal dan kurang
Lee, dan Ha (2012) dimana tingkat perhatian dapat menyebabkan isolasi
smartphone addiction yang lebih tinggi sosial dan kesepian.
memiliki dampak negatif yang lebih besar
Meningkatnya Konflik dan
Ketidakpahaman: Kurangnya empati
dapat menyebabkan peningkatan konflik Strategi Mengatasi Krisis Empati
dalam komunikasi. Ketika orang tidak dalam Era Digital
bisa memahami perasaan atau pandangan a. Peningkatan Kesadaran: Penting
orang lain, muncul ketidakpahaman dan untuk meningkatkan kesadaran akan
kesalahpahaman. krisis empati dalam era digital dan
Berkembangnya Narsisme: Media dampaknya pada hubungan sosial.
sosial dan teknologi digital memberikan Edukasi mengenai pentingnya empati
platform untuk memperlihatkan diri dan dan cara meningkatkannya bisa
mendapatkan pengakuan. Hal ini dapat menjadi langkah awal.
menyebabkan perkembangan narsisme b. Menggunakan Teknologi dengan
karena fokus pada diri sendiri tanpa Bijak: Penting untuk menggunakan
mempertimbangkan perasaan orang lain. teknologi dengan bijak dan mengenali
kapan harus berinteraksi secara
Menurunnya Kepekaan Sosial: Krisis langsung dengan orang lain.
empati dapat menyebabkan penurunan Menghindari ketergantungan
kepekaan sosial dalam masyarakat. Orang berlebihan pada perangkat digital juga
mungkin menjadi kurang peduli terhadap diperlukan.
masalah dan penderitaan orang lain c. Melatih Empati: Sosialisasi dan
karena kurangnya keterlibatan emosional. pendidikan sejak dini bisa
mengajarkan anak-anak tentang
Krisis empati dalam era digital dapat
pentingnya empati dalam
menguatkan teori tentang "masyarakat berkomunikasi. Penguatan
yang terfragmentasi." Komunikasi yang kemampuan empati juga bisa
kurang empatik dapat memperkuat dilakukan melalui latihan dan role
kesenjangan sosial dan ideologis play.
antaranggota masyarakat. Dalam d. Meningkatkan Hubungan Sosial
lingkungan media sosial yang Offline: Meningkatkan hubungan
memungkinkan pilihan informasi yang sosial secara tatap muka dapat
disesuaikan dengan preferensi individu, membantu memperkuat empati dan
filter bubble menyebabkan paparan kedekatan emosional antarindividu.
pandangan yang beragam menjadi “The Seeds of Audience Fragmentation:
terbatas. Akibatnya, individu cenderung Specialization in the Use of Online News
mendapatkan informasi yang Sites”, mengelompokan fragmentasi
mengonfirmasi pandangan yang sudah dalam dua hal berdasarkan pendekatan
ada, sehingga makin menguatkan klaim untuk memahaminya. Pengelompokan
dan keyakinan yang sudah ada tersebut yakni :
sebelumnya.
1. Konten dan Fragmentasi audiens
Masyarakat yang terfragmentasi Dalam pendekatan Fragmentasi
mengalami isolasi dan ketidakpahaman di konten audiens terkait bagaimana
antara kelompok-kelompok yang berbeda. audiens memaknai sebuah konten
memiliki banyak faktor yang
Individu cenderung terlibat dalam
mempengaruhi, seperti halnya
kelompok-kelompok dengan pemikiran bagaimana audiens
yang sama, dan interaksi lintas kelompok mengaktualisasikan seperti apa
yang empatik dan konstruktif dapat kedekatan mereka terhadap konten
menjadi langka. Kekurangan empati dapat yang disajikan media, contohnya
menyebabkan dehumanisasi terhadap adalah Fandom. Fandom cenderung
kelompok lain, memperkuat stereotip, dan memaknai sebuah konten berdasarkan
berpotensi menyebabkan meningkatnya yang paling mereka minati dan ada
konflik sosial dan polarisasi dalam kedekatan secara emosional. Fandom
masyarakat. semakin penting sebagai fragmen
penonton dan diversifikasi. Dan saat dan virtualitasnya yang luar biasa
media menjadi saling berhubungan, (hypertext yang bergantung pada
semakin intertekstual, konten terlepas pengguna untuk
dari media yang penting bagi 'mengaktualisasikannya'; lihat Eco,
penggemar , karena mereka 1981). Fakta bahwa orang online
mengikutinya melintasi media, juga adalah produsen sekaligus penerima
menenunnya secara mulus ke dalam konten, dan bahwa mereka secara
komunikasi tatap muka mereka. Ini rutin melakukan multitasking di
bukan berarti bentuk itu tidak seluruh platform dan aplikasi, dan
penting. Dalam studi televisi, konsep tingkat tantangan menjadi jelas,
genre menawarkan cara berpikir diperburuk oleh fakta bahwa banyak
tentang interaksi antara teks dan pengguna penelitian itu sendiri tidak
pembaca: bagaimana teks mengatur mengenalnya mediumnya
ekspektasi, undangan, ruang untuk, (Tewksbury, 2005).
pembaca; bagaimana pembaca 2. Outlet/platform dan Fragmentasi
mengarahkan, menghasilkan hipotesis audiens Dalam pendekatan outlet, kita
tentang, terlibat dengan, teks; melihat fragmentasi sebagai cara
bagaimana konvensi budaya dalam menyajikan sebuah konten atau
membentuk pengalaman media tayangan kepada khalayak
individual; bagaimana aktivitas berdasarkan dengan kebutuhan
kreatif dan selektif dari masing- khalayak, perbedaan mendasar antara
masing penulis dan pembaca fragmentasi di wilayah konten dan di
menghasilkan atau memodifikasi wilayah outlet adalah pada tataran
konvensi budaya. Dalam melihat outlet fragmentasi adalah agenda
fenomena ini, penting untuk yang dibuat oleh pihak produsen
mengenali peran kebiasaan penonton berita untuk mengarahkan penonton
dalam konsumsi berita atau tontonan yang memiliki spesialisasi terhadap
lainnya. Tidak mungkin orang akan konten tertentu untuk bergabung
meninggalkan kebiasaan dan menjadi audiens dalam platform
hubungan ketergantungan yang tersebut. Sedangkan pada tatanan
mapan yang telah mereka konten fragmentasi terjadi pada
kembangkan dengan media lokal wilayah konten yang sesuai dengan
tradisional (Dutta-Bergman, 2004; spesialisasi informasi yang
Rubin, 1985). penelitian khalayak dibutuhkan audiens, dimana audiens
telah bergulat dengan pertanyaan mencari informasi itu dalam beberapa
demografi - tentang distribusi makna platform berbeda, yakni menitik
dan praktik di berbagai populasi. beratkan pada spesialisasi kontennya.
Dalam beralih ke media baru, Sedangkan pada fragmentasi outlet
terutama ke Internet, seberapa jauh menitikberatkan pada strategi
kita bisa belajar dari pengalaman outletnya. Dalam pendekatan strategi
penelitian khalayak, dan seberapa outlet, maka konsep yang mendasar
jauh kita harus memulai lagi? untuk memahami hal tersebut adalah
argumen masing-masing tantangan di konsep Evolusi Media. Dalam proses
atas adalah daya tarik terhadap evolusi media ((Maisel, 1973);
Internet. Secara metodologis, (Merrill & Lowenstein, 1979). Merrill
penelitian audiens dihadapkan pada dan Lowenstein mengidentifikasi
mencoba untuk menangkap kekuatan ekonomi dan sosial yang
pengalaman yang bersifat pribadi dapat mempengaruhi perkembangan
daripada publik,tidak ada catatan sistem media. Mereka mengamati
industri tentang peringkat pemirsa bahwa media cenderung mulai
yang dikategorikan oleh demografi; dengan rentang konten yang agak
Sebaliknya, mereka hampir tidak tahu terbatas dan dengan basis pemirsa
bagaimana cara melacak 'teks' mereka yang sangat sempit - paling sering
mengingat masalah tiga kali lipat dari menjadi elit sosioekonomi
volume materi, keberadaan materi masyarakat. Seiring kondisi ekonomi
dan sosial memungkinkan, sistem membuat individu kurang peduli terhadap
memasuki fase khalayak luas dimana masalah dan penderitaan orang lain.
konten minat umum menarik banyak
penonton ke sejumlah outlet pusat. Untuk mengatasi krisis empati dalam
Keadaan terakhir dalam evolusi ini era digital, langkah-langkah perlu
memiliki proliferasi media dan diambil. Peningkatan kesadaran tentang
saluran dan fokus yang diperkuat pentingnya empati dan dampaknya pada
bersamaan dalam konten gerai dan hubungan sosial menjadi langkah awal
khalayak tertentu. Oleh karena itu, yang penting. Penggunaan teknologi
dalam spesialisasi semacam ini, ada dengan bijak dan mengenali kapan harus
hubungan yang kuat antara penyajian berinteraksi secara langsung dengan
konten di outlet tertentu dan atribut orang lain juga perlu diperhatikan.
segmen konsumen konsumen yang Selain itu, pendidikan sejak dini
diupayakan. Gerakan sistem media tentang pentingnya empati dan melatih
terhadap spesialisasi memiliki kemampuan empati melalui sosialisasi
dampak penting, Merrill dan dan latihan dapat membantu
Lowenstein mengemukakan: "Selera meningkatkan kepekaan sosial dalam
istimewa dan saluran berlimpah di masyarakat. Meningkatkan hubungan
setiap media harus berujung pada usia sosial secara tatap muka juga menjadi
audiens. Mengambil tempatnya akan strategi penting dalam memperkuat
sangat terfragmentasi, 'khusus' empati dan kedekatan emosional
khalayak (Tewksbury, 2005). antarindividu.
Kesimpulan Dalam menghadapi tantangan krisis
Krisis empati dalam era digital empati dalam era digital, upaya kolektif
memiliki dampak yang signifikan dari masyarakat, pemerintah, dan lembaga
terhadap hubungan sosial dalam sosiologi pendidikan dibutuhkan untuk
komunikasi. Kemajuan teknologi digital menciptakan lingkungan komunikasi
telah membawa kemudahan dalam yang lebih empatik dan saling
berkomunikasi, namun juga menyebabkan menghargai. Hanya dengan memperkuat
sejumlah masalah sosial yang empati dalam komunikasi kita dapat
mempengaruhi kemampuan manusia membangun hubungan sosial yang lebih
untuk merasakan dan memahami perasaan bermakna dan harmonis dalam era digital
orang lain. yang terus berkembang pesat ini.

Dalam era digital, faktor-faktor seperti


komunikasi tidak langsung, overload SARAN
informasi, anonimitas, dan distraksi
mengakibatkan penurunan kemampuan Saran Krisis Empati dalam Era
empati. Akibatnya, kualitas hubungan Digital: Implikasi Sosial dalam Sosiologi
sosial menjadi rendah karena interaksi Komunikasi:
yang kurang bermakna dan perhatian
a. Mengedepankan Pendidikan dan
yang terfokus pada diri sendiri. Konflik
Kesadaran
dan ketidakpahaman dalam komunikasi
juga meningkat karena kurangnya Mendidik masyarakat tentang
kemampuan untuk memahami pandangan pentingnya empati dan dampaknya dalam
dan perasaan orang lain. hubungan sosial perlu menjadi prioritas.
Program-program pendidikan dan
Selain itu, krisis empati juga
kampanye kesadaran dapat
menyebabkan berkembangnya narsisme
diselenggarakan baik di sekolah maupun
dalam masyarakat karena fokus pada diri
dalam lingkungan kerja untuk membantu
sendiri dan kurangnya perhatian pada
orang memahami pentingnya kemampuan
orang lain. Dalam jangka panjang,
empati dalam berkomunikasi.
kurangnya empati dapat mengurangi
kepekaan sosial dalam masyarakat, b. Menerapkan Etika Komunikasi Digita
Diperlukan pedoman dan etika
komunikasi digital yang jelas dalam
menggunakan media sosial dan platform
online lainnya. Hal ini dapat mencakup
aturan tentang penggunaan bahasa yang
menghormati, tidak menyebarluaskan
konten merugikan, dan mempromosikan
DAFTAR PUSTAKA
saling mendukung dan menghargai dalam
interaksi online. Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi,
Jakarta : Kencana Prenada Media
c. Melatih Kemampuan Empati
Group. 2006
Program pelatihan untuk
Readon, Kathleen K. Interpesonal
meningkatkan kemampuan empati dapat
Communication Where Mind Meet,
diadakan di berbagai tingkatan
California, Wadsworth Publishing
masyarakat. Ini dapat mencakup kegiatan
Company, 1987
sosialisasi, role play, atau keterlibatan
dalam aktivitas sukarela yang melibatkan Sendjaya, Sasa Djuarsa, Teori
interaksi sosial. Komunikasi, Jakarta, Universitas
Terbuka, 1999
d. Mendorong Interaksi Tatap Muka
Winarso, Heru Puji, Sosiologi
Mengurangi ketergantungan pada
Komunikasi Massa, Jakarta,
komunikasi digital dan mendorong lebih
Prestasi Pustaka Publisher, 2005
banyak interaksi tatap muka dapat
membantu membangun hubungan sosial Aditama, I. P., & Ma'rifatunnisa, N.
yang lebih bermakna. Misalnya, (2019). Fragmentasi Komunikasi
mengadakan acara komunitas atau Politik Dalam Ruang Media Sosial:
pertemuan kelompok dengan tujuan Kasus Pilkada Surabaya 2018.
mempererat ikatan antaranggota
Indonesian Journal of
masyarakat.
Communication Studies, 17(1), 1-
e. Melibatkan Teknologi untuk 16.
Memperkuat Empati
Qori’ah Fadhillah. (2021). GAMBARAN
Sambil mengakui dampak negatif EMPATI GENERASI MILLENIAL
teknologi digital pada empati, kita juga DI PEKANBARU, Journal of
dapat memanfaatkan teknologi untuk Islamic and Contemporary
tujuan yang lebih positif. Misalnya, Psychology (JICOP) Volume 1,
platform online dapat digunakan untuk
No.1. Pekanbaru. Fakultas
mempromosikan kampanye empati atau
Psikologi, Universitas Islam Riau,
menyediakan sumber daya yang
mendukung perkembangan empati dalam Indonesia.
masyarakat. Fakultas Psikologi, Universitas Islam
f. Mendukung Penelitian dan Kajian Riau, Indonesia. (2019). Fakultas
Lanjutan Psikologi, Universitas Islam Riau,
Indonesia. Riau. Fakultas
Untuk mengatasi krisis empati dalam Psikologi, Universitas Islam Riau,
era digital dengan lebih efektif, perlu
Indonesia.
dilakukan penelitian dan kajian lanjutan
mengenai perubahan perilaku dan pola Abdul Fadli Kalaloi. (2019). Melihat
komunikasi akibat perkembangan Fragmentasi dan Keaktifan Audiens
teknologi. Hasil dari penelitian ini dapat dalam Menentukan Platform dan
membantu mengidentifikasi masalah yang Informasi di Media Online.
lebih spesifik dan menyediakan panduan
Yogyakarta. Universitas Gajah
yang lebih tepat untuk mengatasi krisis
empati. Mada

Anda mungkin juga menyukai