Anda di halaman 1dari 25

UAS

Manajemen Strategis
PT. BANK CENTRAL ASIA TBK

Oleh
LUSTHYA RESITA ZONARA / 134121508

Magister Manajemen
Fakultas Bisnis dan Ekonomika
Universitas Surabaya
2022
1. Latar Belakang PT. BANK CENTRAL ASIA TBK
Merupakan sebuah perushaan yang bergerak di bidang bank umum sejak 10 Oktober 1955.
Dengan pusat di Jakarta dan sudah memiliki cabang sebanyak 1241
2. Deskripsi Bisnis
2.1 Sejarah Perusahaan
Sejarah Bank Central Asia (BCA) dimulai pada tahun 1955, NV Perseroan Dagang Dan
Industrie Semarang Knitting Factory berdiri sebagai cikal bakal Bank Central Asia (BCA). lalu
pada tanggal 21 Februari 1957, BCA mulai beroperasi dengan kantor pusat di Jakarta.
Selanjutnya, pada tahun 1970an, nama bank resmi memakai nama PT Bank Central Asia (BCA)
dan berhasil memperkuat jaringan cabang serta berkembang menjadi Bank Devisa. Tahun
1980an, BCA mengembangkan berbagai produk dan layanan maupun pengembangan teknologi
informasi, dengan menerapkan online system untuk jaringan kantor cabang, dan meluncurkan
Tabungan Hari Depan (Tahapan) BCA. tahun 1990an, BCA memulai layanan ATM (Anjungan
Tunai Mandiri). Selain itu BCA juga mulai bekerja sama dengan institusi terkemuka, antara lain
PT Telkom untuk pembayaran tagihan telepon melalui ATM BCA. Tahun 2000an, BCA
memperkuat dan mengembangkan produk dan layanan, terutama perbankan elektronik dengan
memperkenalkan Debit BCA, Tunai BCA, internet banking KlikBCA, mobile banking m-BCA,
EDCBIZZ, dan lain lain. Tahun-tahun selanjutnya BCA terus memberikan inovasi baru di
bidang teknologi informasi dan perbankan. Tahun 2007, BCA menjadi pelopor dalam
menawarkan produk kredit kepemilikan rumah dengan suku bunga tetap serta meluncurkan kartu
prabayar, Flazz Card. Tahun 2008-2009, BCA telah menyelesaikan pembangunan mirroring IT
system guna memperkuat kelangsungan usaha dan meminimalisasi risiko operasional. Tahun
2010-2013, BCA memasuki lini bisnis baru yaitu perbankan Syariah, pembiayaan sepeda motor,
asuransi umum dan sekuritas dan guna meningkatan layanan BCA telah menyelesaikan
pembangunan Disaster Recovery Center (DRC) di Surabaya yang berfungsi sebagai disaster
recovery backup data center yang terintegrasi dengan dua mirroring data center. Tahun 2014-
2016, BCA mengembangkan MyBCA, sebagai layanan perbankan digital yang dapat digunakan
secara mandiri (self service dan meluncurkan produk Sakuku, electronic wallet berbasis aplikasi.
Tahun 2017-2018, BCA mulai menbangun kolaborasi dengan perusahaan fintech atau e-
commerce untuk system pembayaran tanpa cash melalui bank BCA. tahun 2019, meluncurkan
BCA Keyboard untuk memudahkan transaksi perbankan diberbagai online chat platform dan
system Pembukaan rekening melalui BCA Mobile dan WELMA (sebuah mobile apps untuk
layanan wealth management). Kedepannya BCA akan terus berinovasi dengan memanfaatkan
beragam perangkata teknologi digital untuk memperkuat customer experience dan meningkatkan
efisiensi operasional di kantor cabang. Berikut Gambar 2.1 merupakan logo dari PT. Bank
Central Asia yang saat ini digunakan.
Gambar 2.11 Logo PT Bank Central Asia
Visi dan Misi
Visi : Produsen Barang-Barang Konsumsi yang Terkemuka.
Dari pernyataan visi yang telah dikemukakan oleh ICBP, maka dapat dikritisi bahwa
pernyataan visi ICBP sudah pendek dan sudah terdiri dari satu kalimat (tidak melebihi
satu kalimat). Visi ICBP juga telah menunjukkan tipe bisnis perusahaan, yaitu
perusahaan yang bergerak sebagai produsen barang-barang konsumsi. Selain itu, visi
ICBP juga telah menjawab pertanyaan dasar “what do we want to become”, dimana
dalam pernyataan visi tersebut perusahaan ingin menjadi produsen barang-barang
konsumsi yang terkemuka. Akan tetapi, visi yang dimiliki oleh ICBP ini belum
mampu menunjukkan bahwa perusahaan ingin mencapai bisnis nya seluas apa atau
dimana. Maka dari itu, usulan perbaikan visi yang disarankan yaitu “Produksi
Barang-Barang Konsumsi Terkemuka di Indonesia dan Dunia”
Misi :
1. Senantiasa melakukan inovasi berkelanjutan, fokus pada kebutuhan
pelanggan, menawarkan merek-merek unggulan dengan kinerja yang
tidak tertandingi
2. Menyediakan produk berkualitas yang merupakan pilihan pelanggan
3. Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi dan
teknologi ICBP
4. Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan
secara berkelanjutan
5. Meningkatkan stakeholders’ values secara berkesinambungan

Dari pernyataan misi yang telah diungkapkan oleh ICBP, maka dapat dikritisi
bahwa misi ICBP telah menggambarkan pernyataan perilaku masa kini yang
dilakukan oleh suatu organisasi untuk mencapai visi (perilaku di masa mendatang).
Hal itu dapat dilihat bahwa perilaku masa kini yang telah dilakukan oleh ICBP untuk
mencapai visinya antara lain melakukan inovasi, menawarkan merek-merek unggulan,
menyediakan produk berkualitas tinggi, meningkatkan kompetensi karyawan dalam
proses produksi, memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan
lingkungan dan meningkatkan stakeholder values. Misi yang dikemukakan oleh ICBP
juga telah menggambarkan siapa yang ingin dilayaninya, dimana misi ICBP ingin
berfokus untuk melayani kebutuhan pelanggan, memberikan kontribusi bagi
kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, dan meningkatkan stakeholder values.
Akan tetapi, misi yang dikemukakan oleh ICBP belum menunjukkan cakupan pasar
yang ingin dilayaninya. Maka dari itu, usulan perbaikan misi yang dapat dijadikan
pertimbangan oleh ICBP yaitu “Menyediakan produk berkualitas yang merupakan
pilihan pelanggan di Indonesia dan Dunia”.

3. External Audit
Audit eksternal mengungkapkan peluang dan ancaman utama yang dihadapi
organisasi, sehingga manajer dapat merumuskan strategi untuk memanfaatkan
peluang dan menghindari atau mengurangi dampak ancaman. External audit
dilakukan dengan melakukan PEST Analysis, Porter Five Forces Model, dan Industry
Analysis.
3.1 PEST Analysis
PEST Analysis merupakan suatu analisis yang bertujuan untuk mengetahui kondisi
politik, ekonomi, sosial dan teknologi dari suatu perusahaan. Penjabaran PEST
Analysis dari PT Indofood CBP Sukses Makmur, Tbk. akan dijabarkan pada
pemaparan dibawah ini yaitu sebagai berikut:
1. Politik
Faktor politik yang mempengaruhi ICBP diantaranya adalah
a. Praktik Peraturan, dimana ICBP mengelola beragam peraturan di
berbagai pasar dan selama beberapa tahun terakhir Indonesia dan
negara berkembang lainnya telah mengubah peraturan seperti
bagaimana perusahaan di bidang F&B dapat beroperasi di pasar lokal
seperti UMKM, Karena lebih dari 80% tenaga kerja di industri ini
bekerja di UMKM, termasuk petani dan produsen skala kecil.
b. Mengubah kebijakan dengan pemerintahan baru dan mempelajari tren
saat ini tampaknya akan ada transisi pemerintahan sehingga ICBP
harus bersiap menghadapi kemungkinan ini karena akan menyebabkan
perubahan prioritas tata kelola sektor Konsumen, seperti diungkapkan
oleh Ketua Komite Tetap Industri Pengolahan Makanan dan Protein
Kadin, Thomas Darmawan, mengatakan setidaknya ada 5 regulasi
yang akan menjadi tantangan industri makanan dan minuman, di
antaranya UU Sumber Daya Air; aturan BPOM terkait produk
makanan yang mengandung gula, garam dan minyak; aturan sertifikasi
label dan sertifikasi halal; dan rencana pengenaan cukai bagi plastik
dan minuman ringan (CNBC Indonesia, 4/10/2019).
c. Stabilitas politik di pasar yang ada, diketahui bahwa ICBP beroperasi
di banyak negara sehingga harus membuat kebijakan masing-masing
negara berdasarkan kebutuhan spesifik industri Pengolahan Makanan.
Mengingat meningkatnya populisme baru ini di seluruh dunia.
2. Ekonomi
Kinerja ICBP di Indonesia sangat erat kaitannya dengan kinerja perekonomian
Indonesia. Di tahun 2018, Produk Domestik Bruto Indonesia tumbuh mencapai
5,17% dengan tingkat inflasi yang terjaga stabil pada angka 3,13%. Pertumbuhan
PDB tersebut, diikuti juga dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga di dalam
negeri yang tumbuh sebesar 5,05%. Diketahui bahwa volume penjualan makanan dan
minuman dalam kemasan mengambil porsi terbesar dari total belanja konsumen, dan
relatif stabil. Dapat juga dilihat Pertumbuhan industri makanan dan minuman dapat
dilihat dari table 1 dan table 2.
Selama tahun 2018, industri makanan dan minuman merupakan primadona
ekspor dari sektor manufaktur sebagaimana yang terdapat pada gambar 1. Selain itu
juga Meningkat Nya liberalisasi kebijakan perdagangan Indonesia sehingga dapat
membentuk ICBP untuk berinvestasi lebih jauh yang dibuktikan bahwa ICBP telah
memiliki 50 pabrik yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Produk ICBP juga
berhasil di ekspor ke lebih dari 60 negara di dunia.
3. Sosial
Faktor sosial yang dapat mempengaruhi ICBP seperti bersikap terhadap
kesehatan dan keselamatan, dengan meningkatnya liberalisasi, sikap terhadap
kesehatan dan keselamatan dinilai semakin longgar. Maka ICBP perlu menjauhi sikap
ini karena biaya kegagalan terlalu tinggi di Indonesia, dengan penerapan putusnya
kerjasama antara anak usaha ICBP dengan Pepsi Co, karena semakin kompetitif-nya
industry minuman nasional dan ditambah meningkatnya kesadaran masyarakat akan
risiko minuman cola berkarbonasi membuat penjualan cola tidak terlalu menarik di
Indonesia. Sehingga gaya hidup sehat membuat konsumen lebih memilih pada air
mineral, maupun teh atau kopi dalam kemasan. Dengan ini mengingat Upah minimum
yang selalu naik dan telah mencapai Rp. 3,8 juta per orang, tentu memberatkan
pengusaha jika tidak diimbangi dengan kenaikan produktivitas dan memikirkan
solusi.
4. Teknologi
Teknologi dapat memungkinkan pemasok mengembangkan produk baru
dengan cepat. Hal ini menekan bagian pemasaran ICBP untuk membuat pemasok
senang dengan mempromosikan berbagai produk. Namun, teknologi di sektor
Pengolahan Makanan masih belum matang dan sebagian besar pemain berlomba-
lomba mencari inovasi baru yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan pangsa
pasar yang lebih tinggi di Indonesia. Tetapi, apa yang dilakukan ICBP saat ini sejalan
dengan tren industri era 4.0 yang ditandai dengan Sembilan hal sebagaimana yang
dikemukakan oleh Boston Consulting Group yaitu: Autonomous Robot, Simulation,
Sistem Integrasi Horizontal dan Vertikal, The Industrial Internet of Things, Cyber-
security, The Cloud, Additive Manufacturing, Augmented Reality, serta Big Data and
Analytics. Penerapan sembilan hal ini akan mendorong efisiensi perusahaan, namun
biaya investasinya juga dinilai besar.

3.2 Porter Five Forces Model


1. Ancaman Pendatang Baru (Potential Entry of New Competitors)
Potensi adanya pendatang baru sangatlah kecil. Hal ini karena Indonesia
adalah negara kepulauan dan sistem distribusi ICBP sudah menyeluruh. Sehingga,
barrier to entry atau penghalang bagi merek lain untuk masuk pasar di setiap daerah
sangat besar. Salah satu contoh hambatan para pesaing baru untuk masuk ialah karena
produk-produk Indofood telah lama melekat sebagai produk unggulan di mata
konsumen.
2. Persaingan di antara produk yang sudah ada. (Rivalry Among
Competing firms)
Terdapat cukup banyak produk-produk yang ditawarkan perusahaan
kompetitor untuk menyaingi produk ICBP. Namun, dengan banyak mengeluarkan
fighting product sebagai variasi produk sampingan dari produk utama, ICBP tetap
mampu menguasai pasar yang ada.
3. Produk substitusi (threat of substitute goods)
Produk substitusi juga hadir dalam berbagai jenis guna memenuhi kebutuhan
pangan konsumen. Walaupun terdapat berbagai macam jenis makanan dan minuman,
ICBP telah menciptakan banyak lini utama produk pangan seperti mie instan, produk
dairy, makanan ringan, makanan khusus, dan makanan nutrisi.
4. Daya tawar pembeli (bargaining power of customer)
ICBP mampu mendominasi pasar dengan produk berkualitas, inovatif, dan
disertai dengan branding yang kuat. Produk-produk yang dihadirkan Indofood
dianggap sebagai pilihan utama oleh banyak konsumen. Hal ini menyebabkan daya
tawar konsumen rendah meskipun dikelilingi dengan banyak produk dari kompetitor.
Produk mi instan seperti Indomie dapat menjadi contoh nyata kejayaan Indofood
dalam penjualan produk kepada konsumen. Indomie telah menjadi standar bagi para
pembeli yang ingin mengkonsumsi mie instan.
5. Daya tawar pemasok (bargaining power of supplier)
ICBP yang sudah lama berdiri dengan citra yang kuat sebagai perusahaan
besar menjadikan para pemasok memiliki daya tawar yang rendah terhadap Indofood
contohnya Bogasari (tepung) yang akan selalu memasok produknya ke ICBP Tidak
sedikit pula pemasok yang ingin bekerja sama dengan Indofood. Sehingga Indofood
memiliki daya tawar tinggi terhadap pemasok guna mendapatkan bahan input yang
sesuai bagi produknya.

3.3 Industry Analysis


PT Indofood Sukses Makmur Tbk sebagai salah satu perusahaan terbesar di
Indonesia tentu saja tidak hanya berfokus pada bagaimana menciptakan produk yang
berkualitas tinggi. Indofood pun menjalankan divisi Public Relation untuk menjaga
nama baik perusahaan dimata publiknya. Corporate Public Relation (CPR) Indofood
juga mengadakan berbagai kegiatan sosial, program-program tersebut diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi konsumen, pemerintah, karyawan, mitra usaha dan
masyarakat dimana Indofood beroperasi, dan pada saat bersamaan juga menciptakan
nilai bagi perusahaan dan investor.

4. Internal Audit
Audit internal dilakukan dengan menganalisis semua aspek internal, antara
lain: manajemen, pemasaran, keuangan, produksi/operasi, RnD, dan MIS. Analisis
value chain dapat digunakan sebagai sarana pelaksanaan audit internal. Analisis value
chain menggambarkan keseluruhan aktivitas yang dibutuhkan untuk menghasilkan
barang atau jasa, mulai dari proses perancangan, input bahan mentah, proses produksi
sampai dengan distribusi ke konsumen akhir serta pelayanan setelah pemasaran.
Porter menjelaskan bahwa analisis value chain merupakan alat analisis stratejik yang
digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan perusahaan, untuk
mengidentifikasi di mana value pelanggan dapat ditingkatkan atau titik mana yang
dapat dilakukan pengurangan biaya. Analisis value chain juga berguna untuk
memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok, pelanggan, dan
perusahaan lain. Gambar di bawah menunjukkan analisis value chain untuk ICBP.

5. Strategy Generation
5.1 Stage 1 (Input Stage)
5.1.1 Competitive Profile Matrix (CPM)
Competitive Profile Matrix (CPM) mengidentifikasi kondisi/posisi
perusahaan dengan kompetitor utama serta membandingkan kelemahan dan
kelebihannya dibandingkan dengan posisi strategik perusahaan contoh.

ICBP MAYORA UNILEVER

Critical Success Weight Rating Score Rating Score Rating Score


Factor

Net Sales 0.23 3 0.69 2 0.46 4 0.92

Total Asset 0.15 4 0.60 2 0.30 3 0.45


Profitability 0.20 3 0.60 2 0.40 4 0.80

Keragaman Produk 0.20 3 0.60 2 0.40 4 0.80

Market 0.22 3 0.66 2 0.44 4 0.88


Capitalization

Total 1 3.15 2 3,85


Sumber: Annual Report ICBP, Mayora dan Unilever Tahun 2018

Berdasarkan hasil Competitive Profile Matrix diatas, dapat dilihat


bahwa net sales merupakan faktor yang paling dengan bobot sebesar (0.23).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, ICBP berada pada posisi
persaingan yang berada di tengah-tengah antara Unilever dan Mayora, dimana
persaingan yang paling tinggi adalah Unilever dan posisi persaingan yang
paling rendah adalah Mayora. Meskipun Unilever memegang posisi
persaingan yang paling tinggi, namun total aset Unilever masih berada di
bawah ICBP.

5.1.2 External Factor Evaluation (EFE)


External Factor Evaluation (EFE) Matrix memungkinkan para pembuat
strategi untuk merangkum dan mengevaluasi ekonomi, sosial, budaya,
demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan
informasi persaingan.

Key Internal Factor Weight Rating Weighted


Score
Opportunities

1. Permintaan yang tinggi dari pasar 0,1 4 0,4

2. Pola konsumsi masyarakat akan produk makanan 0,12 4 0,48


instan yang tinggi

3. Melakukan kerja sama dengan perusahaan yang 0,1 2 0,02


memiliki produk sejenis

4. Perubahan teknologi dalam meningkatkan hasil 0,11 3 0,33


produksi dan pangsa pasar
5. Pasar domestik dan global yang luas 0,13 4 0,52

Threats

1. Persaingan ketat dimana semakin banyak produsen 0,08 2 0,16


makanan asing yang masuk ke Indonesia

2. Harga gandum meningkat dan berpotensi 0,13 3 0,39


menurunkan margin ICBP

3. Adanya produk anti MSG dan zat berbahaya 0,1 3 0,3

4. Pesaing yang memiliki kualitas produk dan 0,08 2 0,16


melakukan iklan secara agresif

5. Pelemahan rupiah 0,05 2 0,1

TOTAL 1 2,86

Total WS 2.86, lebih besar dari 2.5, oleh karena itu dapat dikatakan
perusahaan merespon kesempatan dan ancaman dengan cukup baik. Ancaman
yang perlu diperhatikan dengan ekstra yaitu harga gandum meningkat dan
berpotensi menurunkan margin ICBP (dengan bobot 0,13) sedangkan
kesempatan yang diutamakan yaitu melihatnya pola konsumsi masyarakat
akan produk makanan instan yang tinggi (dengan bobot 0,12).

5.1.3 Internal Factor Evaluation (IFE)


IFE pada dasarnya sama dengan EFE, yang membedakan adalah
variabel yang dinilai. IFE menilai variabel dari fungsi-fungsi internal untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan.
Key Internal Factor Weight Rating Weighted
Score
Strengths
1. Otomatisasi sesuai dengan industry 4.0 (Boston 0.10 3 0.30
Consulting Group).

2. Jaringan distribusi ekspor mencapai 60 negara. 0.09 4 0.36

3. Peningkatan penjualan 7.9% (10% dari ekspor) 0.08 3 0.24


dan peningkatan laba bersih 27.37%.

4. Mi instan Indomie dan mi cup Pop Mie 0.07 4 0.28


merupakan pemimpin pasar Indonesia, dan
penjualan mi instan berkontribusi paling besar
sebanyak 64.4% di ICBP.

5. Mayoritas merek memperoleh bermacam-macam 0.08 3 0.24


penghargaan terkait value brand dan kampanye
media digital mendapat penghargaan terkait
audience engagement.

6. SDM sebanyak 30,000 dengan mayoritas usia 0.06 3 0.18


produktif.

7. Peningkatan aset tetap sebesar 29.7% dan 0.08 4 0.32


kepemilikan plan produksi dengan kapasitas
besar dan tersebar di seluruh Pulau Jawa.

8. Memperkuat rantai pasok melalui kemitraan 0.08 3 0.24


strategis.

Weaknesses

1. Mayoritas pendidikan SDM setingkat SMA 0.08 2 0.16


(72%), sebagai operator mesin/lapangan.
2. Kontribusi penjualan divisi minuman hanya 0.05 1 0.05
4.8%.

3. Kontribusi penjualan divisi penyedap makanan 0.05 2 0.10


dan nutrisi-pangan khusus masing-masing
kurang dari 3%.

4. Marjin laba usaha divisi makanan ringan dan 0.06 1 0.06


biskuit turun dari -1.9% menjadi -7.7%.

5. Marjin laba usaha divisi nutrisi-pangan khusus 0.06 2 0.12


turun dari 4.7% menjadi 3.7%.

6. Marjin laba divisi minuman masih negatif, 0.06 2 0.12


meskipun mengalami peningkatan sekitar 3%.

TOTAL 1.00 2.77

Total WS 2.77, lebih besar dari 2.5, oleh karena itu dapat dikatakan
perusahaan dapat menggunakan kekuatan dan mengatasi kelemahan dengan cukup
baik.

5.2 Stage 2 (Matching Stage)


5.2.1 SWOT Matrix

Strengths Weaknesses
1. Otomatisasi sesuai dengan 1. Mayoritas pendidikan
industry 4.0 (Boston SDM setingkat SMA
Consulting Group). (72%), sebagai operator
2. Jaringan distribusi ekspor mesin/lapangan.
mencapai 60 negara. 2. Kontribusi penjualan
3. Peningkatan penjualan divisi minuman hanya
7.9% (10% dari ekspor) 4.8%.
dan peningkatan laba 3. Kontribusi penjualan
bersih 27.37%. divisi penyedap makanan
4. Mi instan Indomie dan mi dan nutrisi-pangan khusus
cup Pop Mie merupakan masing-masing kurang
pemimpin pasar Indonesia, dari 3%.
dan penjualan mi instan 4. Marjin laba usaha divisi
berkontribusi paling besar makanan ringan dan
sebanyak 64.4% di ICBP. biskuit turun dari -1.9%
5. Mayoritas merek menjadi -7.7%.
memperoleh 5. Marjin laba usaha divisi
bermacam-macam nutrisi-pangan khusus
penghargaan terkait value turun dari 4.7% menjadi
brand dan kampanye 3.7%.
media digital mendapat 6. Marjin laba divisi
penghargaan terkait minuman masih negatif,
audience engagement. meskipun mengalami
6. SDM sebanyak 30,000 peningkatan sekitar 3%.
dengan mayoritas usia
produktif.
7. Peningkatan aset tetap
sebesar 29.7% dan
kepemilikan plan produksi
dengan kapasitas besar
dan tersebar di seluruh
Pulau Jawa.
8. Memperkuat rantai pasok
melalui kemitraan
strategis.

Opportunities SO Strategies WO Strategies


1. Penambahan produk
cenderung inovatif
karena kebutuhan
nasabah semakin
meningkat seiring
perkembangan
tekknlogi.
2. Monitoring system yang
berfungsionalitas tinggi
3. Masyarakat memiliki
kecenderungan memilih
perbankan yang simple
dan fleksibel.
Threats
ST Strategies WT Strategies

Threats ST Strategies WT Strategies


1. Backward integration atau

1. Persaingan ketat dimana akuisisi terkait bahan baku 1. Mengembangkan produk


“imitasi” produk asing atau
semakin banyak produsen (S3, S8, T2).
produk impor populer dengan
makanan asing yang 2. Meningkatkan kualitas cost lebih rendah (W4, T1).

masuk ke Indonesia. dan kreativitas IMC

2. Harga gandum (integrated marketing

meningkat dan berpotensi communication) (S4, S5,

menurunkan margin T3, T4).

ICBP. Perluasan pasar ekspor (S2,


3. Adanya produk anti MSG T5).

dan zat berbahaya.


4. Pesaing yang memiliki
kualitas produk dan
melakukan iklan secara
agresif.

Pelemahan rupiah.
5. 3.
5.2.2 SPACE Matrix
Sumbu matriks SPACE mewakili 2 dimensi internal (posisi
keuangan/FP dan posisi kompetitif/CP) dan 2 dimensi eksternal (posisi
stabilitas/SP dan posisi industri/IP).

Sumbu X = CP + IP = (-4,63) + 4,25 = -0,375

Sumbu Y = FP + SP = 4.375 + (-4,125) =

0,25

Dari sumbu X dan Y (-0,375, + 0,25) maka dapat diproyeksikan bahwa


ICBP termasuk dalam kuadran strategi competitive (tanda panah biru
pada gambar di bawah). Alternatif strategi yang dapat digunakan
antara lain: backward, forward, horizontal integration, market
penetration, market development, dan product development
5.2.3 BCG Matrix
Matriks BCG secara grafis menggambarkan perbedaan antar divisi
berdasarkan 2 dimensi yaitu relative market share pada sumbu X dan industry
growth rate pada sumbu Y. Relative Market Share dapat dihitung dengan
menggunakan revenue dari divisi itu sendiri dibagi dengan revenue dari divisi
yang paling besar, sedangkan industry growth rate diketahui sebesar 2,92%
untuk industri makanan dan minuman.

Nama Relative Industry


Divisi Revenue
Perusahaan Market Share Growth Rate

Indofood CBP Mie Instan 25.263.534 1 2,92%

Dairy 7.543.579 0,30 2,92%

Makanan Ringan 2.564.098 0,10 2,92%

Minuman 1.832.344 0,07 2,92%

Penyedap
1.466.591 0,06 2,92%
Makanan
Nutrisi dan
837.727 0,03 2,92%
Makanan Khusus
Sumber: Annual Report ICBP 2018

Berdasarkan data tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa divisi mie


instan berada dalam kuadran II (Stars). Pada kuadran II (Stars) memiliki
peluang jangka panjang terbaik organisasi untuk pertumbuhan dan
profitabilitas. Divisi dengan pangsa pasar relatif tinggi dan tingkat
pertumbuhan industri yang tinggi harus menerima investasi besar untuk
mempertahankan atau memperkuat posisi dominan mereka. Maka dari itu,
strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan divisi mie instan yang
berada dalam kuadran II (Stars) adalah backward integration, forward
integration, horizontal integration, market penetration, market development,
dan product development. Kemudian, divisi dairy, divisi makanan ringan,
divisi minuman, divisi penyedap makanan, dan divisi nutrisi dan makanan
khusus berada dalam kuadran I yaitu Question Marks. Dalam kuadran I
(Question Marks) memiliki pangsa pasar yang relatif rendah, namun mereka
bersaing dalam industri dengan pertumbuhan yang tinggi. Maka dari itu
strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan divisi dairy, divisi
makanan ringan, divisi minuman, divisi penyedap makanan, dan divisi nutrisi
dan makanan khusus yang berada dalam kuadran I (Question Marks) adalah
market penetration, market development, product development, dan
divestiture.
5.2.4 IE Matrix
Internal-External (IE) matrix mirip dengan matriks BCG yaitu
digunakan untuk perusahaan multi divisi. Matriks IE memiliki 9 sel yang
dikelompokkan kembali menjadi 3 wilayah utama. Matriks ini terbentuk
berdasarkan nilai total weighted scores IFE dan EFE, dimana dalam kasus ini
nilai IFE sebesar 2,77 dan nilai EFE sebesar 2.86. Dengan demikian, dapat
diproyeksikan bahwa hasil berada di wilayah 2 (lingkaran merah muda pada
gambar di bawah) yaitu kelompok hold and maintain. Alternatif strategi yang
dapat digunakan adalah market penetration dan product development.

5.2.5 GSM Matrix


Diketahui bahwa Grand Total Matriks EFE adalah 2,86 dan Grand
Total dari Matriks IFE adalah 2,77, maka dapat diperoleh Grafik GSM sebagai
berikut
Pada gambar diatas (garis biru) terlihat bahwa ICBP berada pada posisi
kuadran I yang berarti bahwa perusahaan mampu mengambil keuntungan dari
peluang – peluang eksternal yang ada, sehingga perusahaan akan bersaing
menggunakan strategi – strategi bisnis yang agresif. Adapun bentuk – bentuk
strategi yang dapat digunakan pada kuadran I adalah sebagai berikut :
pengembangan pasar, pengembangan produk, integrasi ke depan, integrasi ke
belakang, integrasi horizontal, dan Diversifikasi Konsentrik.

5.3 Stage 3: Decision Stage


5.3.1 QSPM
Tidak semua strategi yang diusulkan melalui tahap 2 harus dievaluasi pada QSPM. Ahli
strategi harus membandingkan beberapa alternatif strategi yang layak dipertimbangkan. Secara
konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari beberapa strategi berdasarkan perluasan
bahwa faktor internal dan eksternal dimanfaatkan dan/atau ditingkatkan.

STRATEGIC ALTERNATIVES
1 2
Pengem- Related
bangan diversifica-
produk tion
minuman
RTD

Key factors Weight AS TAS AS TAS


Opportunities
1. Permintaan yang tinggi dari pasar. 0.10 2.00 0.20 3.00 0.30

2. Pola konsumsi masyarakat akan produk 0.12 3.00 0.36 2.00 0.24

makanan instan yang tinggi.

3. Melakukan kerja sama dengan perusahaan 0.10 0.00 0.00 0.00 0.00

yang memiliki produk sejenis.


4. Perubahan teknologi dalam meningkatkan 0.11 3.00 0.33 2.00 0.22

hasil produksi dan pangsa pasar.

5. Pasar domestik dan global yang luas. 0.13 3.00 0.39 4.00 0.52

Threats
1. Persaingan ketat dimana semakin banyak 0.08 2.00 0.16 3.00 0.24
produsen makanan asing yang masuk ke
Indonesia.

2. Harga gandum meningkat dan berpotensi 0.13 0.00 0.00 0.00 0.00
menurunkan margin ICBP.

3. Adanya produk anti MSG dan zat berbahaya. 0.10 0.00 0.00 0.00 0.00

4. Pesaing yang memiliki kualitas produk dan 0.08 4.00 0.32 3.00 0.24
melakukan iklan secara agresif.

5. Pelemahan rupiah. 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00

TOTAL 1.00

Strengths
1. Otomatisasi sesuai dengan industry 4.0 0.10 4.00 0.40 3.00 0.30
(Boston Consulting Group).

2. Jaringan distribusi ekspor mencapai 60 0.09 4.00 0.36 3.00 0.27


negara.

3. Peningkatan penjualan 7.9% (10% dari 0.08 2.00 0.16 3.00 0.24
ekspor) dan peningkatan laba bersih 27.37%.

4. Mi instan Indomie dan mi cup Pop Mie 0.07 0.00 0.00 0.00 0.00
merupakan pemimpin pasar Indonesia, dan
penjualan mi instan berkontribusi paling besar
sebanyak 64.4% di ICBP.
5. Mayoritas merek memperoleh 0.08 4.00 0.32 3.00 0.24
bermacam-macam penghargaan terkait value
brand dan kampanye media digital mendapat
penghargaan terkait audience engagement.

6. SDM sebanyak 30,000 dengan mayoritas usia 0.06 2.00 0.12 3.00 0.18
produktif.

7. Peningkatan aset tetap sebesar 29.7% dan 0.08 0.00 0.00 0.00 0.00
kepemilikan plan produksi dengan kapasitas
besar dan tersebar di seluruh Pulau Jawa.

8. Memperkuat rantai pasok melalui kemitraan 0.08 4.00 0.32 2.00 0.16
strategis.

Weaknesses
1. Mayoritas pendidikan SDM setingkat SMA 0.08 2.00 0.16 1.00 0.08
(72%), sebagai operator mesin/lapangan.

2. Kontribusi penjualan divisi minuman hanya 0.05 2.00 0.10 4.00 0.20
4.8%.

3. Kontribusi penjualan divisi penyedap 0.05 0.00 0.00 0.00 0.00


makanan dan nutrisi-pangan khusus
masing-masing kurang dari 3%.

4. Marjin laba usaha divisi makanan ringan dan 0.06 0.00 0.00 0.00 0.00
biskuit turun dari -1.9% menjadi -7.7%.

5. Marjin laba usaha divisi nutrisi-pangan 0.06 0.00 0.00 0.00 0.00
khusus turun dari 4.7% menjadi 3.7%.

6. Marjin laba divisi minuman masih negatif, 0.06 2.00 0.12 3.00 0.18
meskipun mengalami peningkatan sekitar 3%.

TOTAL 1.00 3.82 3.61


Berdasarkan analisis QSPM didapatkan nilai total attractiveness score (TAS)
untuk alternatif strategi 1 sebesar 3.82 dan alternatif strategi 2 sebesar 3.61. Alternatif
strategi 1 memperoleh nilai lebih besar, oleh karena itu strategi yang disarankan
adalah pengembangan produk minuman ready to drink (RTD). Strategi ini termasuk
dalam product development.

6. Penutup

Berdasarkan analisis QSPM, nilai total attractiveness score (TAS) alternatif


strategi 1 diperoleh hasil lebih besar (3.82) dari alternatif strategi 2, oleh
pengembangan produk minuman ready to drink (RTD). Strategi ini termasuk dalam
product development. Selain itu, memberi fokus tambahan pada sektor produksi mie
instan dan minuman berkarbonasi, dapat termasuk strategi related diversification.
Hasil ini cukup selaras dengan hasil analisis matriks matching tools lainnya, yang
mengelompokkan ICBP ke dalam kelompok strategi agresif.

Anda mungkin juga menyukai