Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEBUDAYAAN JEPANG

DISUSUN OLEH :

SITI HARDIYANTI

NIM 2110182P

DOSEN :

KANIZAH, M.Pd

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

STIKES CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG

2022
ORIGAMI

Apakah Origami Itu?

Hingga abad 21 sekarang ini, kita sudah tidak asing lagi


dengan istilah Origami. Meskipun demikian, dalam tulisan
kali ini akan dibahas dari awal lagi mengenai “Apakah
Origami itu?” agar pemahaman kita lebih jelas lagi. Origami
berasal dari kata 折る ‘oru’ yang berarti “melipat” dan kata 紙 ‘kami’ yang berarti kertas.
Sehingga jika kedua kata ini digabungkan akan menghasilkan arti “kertas lipat” atau “lipatan
kertas”.Origami merupakan seni melipat kertas yang berasal dari China pada sekitar abad ke-
7 yang kemudian di populerkan di negara Jepang, sehingga, terkesan bahwa Origami
memang betul-betul asli dari negara Jepang. Meskipun demikian, Origami sudah menjadi
salah satu bagian budaya tradisional yang sudah mendarah daging di seluruh masyarakat
Jepang. Hal ini bisa dilihat bahwa pda kenyataannya Origami sering diajarkan pada siswa-
siswi mulai di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar. Selain itu, bukti bahwa masyarakat
Jepang sangat mencintai Origami adalah, mereka selalu melakukan inovasi dan improvisasi
yang kreatif dalam menghasilkan beragam bentuk lipatan Origami yang sangat tinggi nilai
seninya.

Sejarah Origami

Kertas yang pertama kali digunakan untuk membuat Origami dinamakan kertas Washi.
Kertas Washi yang lembut dan indah ini pertama kali diciptakan pada awal abad ke-7 dan
merupakan hasil China dalam pengembangan metode pembuatan kertas yang masuk ke
Jepang. Penemuan Washi menghasilkan berbagai benda kebudayaan dan salah satunya adalah
Origami.

Terkadang ada pertanyaan tentang “Kapan Origami pertama kali dipraktekkan?” yang agak
sulit dijawab berdasarkan dengan bukti-bukti peninggalan sejarah yang ada. Hingga saat ini,
tidak cukup banyak dokumentasi yang ditemukan, sehingga sulit untuk mengatakan secara
pasti kapan Origami pertama kali dipraktekkan oleh masyarakat. Namun, sebagaimana kertas
Tatou, kertas origami dikatakan telah digunakan secara praktis untuk membungkus berbagai
benda sejak abad ke-10.

Pada kenyataannya, memang ada yang menyatakan bahwa selain Jepang, Origami berasal
dari China dan Spanyol. Di Eropa, teknik pembuatan kertas sudah ada di abad ke-12, dan
mereka juga bermain Origami dengan cara sendiri. Tapi, bagaimanapun juga, kiranya cukup
adil untuk mengatakan bahwa Jepanglah yang paling aktif mengembangkan seni Origami dan
sekaligus menjaga nilai-nilai kesenian yang tradisional hingga sampai pada era modern.
Itulah mengapa, jika disebut kata Origami maka secara otomatis kita akan mengidentikannya
dengan negara Jepang sebagai asal kesenian ini.

Apakah Lem atau Gunting Tidak Digunakan Dalam Origami?

Menggunakan lem merupakan hal yang tidak aneh dalam Origami. Lem digunakan untuk
menyatukan dua hal yang terpisah atau untuk menguatkan bagian-bagian tertentu. Seiring
berjalannya waktu, bentuk dari satu karya Origami dapat menjadi hancur, sehingga untuk
menjaga bentuknya diperlukan penggunaan lem untuk menguatkan bagian0bagian kertas
yang digunakan.

Ada banyak beberapa contoh di mana gunting digunakan pada karya klasik atau tradisional.
Kini, diantara para penggemar Origami, ada juga yang tetap mempertahankan pemikiran
dimana penggunaan gunting tidak diperbolehkan, dan yang paling baik adalah menyeleseikan
satu kreasi origami hanya dengan menggunakan selembar kertas bujur sangkar. Ha ini
didasari oleh hakikat menjaga ketradisionalan Origami itu sendiri yang benar-benar hanya
mengandalakan lipatan pada kertas tanpa menggunakan alat potong dan alat tempel. Namun
seiring dengan perkembangan Origami dari waktu ke waktu yang dikembangkan dengan
penuh inovasi dan kreasi oleh tangan-tangan modern hingga menghasilkan bentuk Origami
yang mengagumkan, maka alat bantu gunting dan lem memiliki peran dalam proses
penciptaannya.

Origami Bangau – Sebuah Simbol Perdamaian


(Kisah 1000 Bangau)
Kisah 1000 bangau ini bermula dari kisah seorang gadis kecil benama Sadako Sasaki (1943-
1955) berusia 10 tahun. Pada saat itu dan mengalami sakit akibat dari pemboman Hiroshima.
Sadako percaya bahwa ia akan sembuh dengan doa yang ia selipkan pada Origami bangau
yang dibuatnya hingga mencapai jumlah 1000 buah. Namun, Tuhan berkehendak lain karena
Sadako akhirnya meninggal pada usia 12 tahun.

Kisah yang menyayat hati ini diceritakan dalam berbagai versi hingga menyebar ke seluruh
dunia. Di Hiroshima Peace Memorial Park dibangun monumen Perdamaian Anak yang
menggambarkan Sadako dihiasi dengan ribuan kalung bangau dari seluruh dunia. Kini, 1.000
bangau tidak hanya menjadi doa agar harapan seseorang terkabul, namun juga sebagai simbol
doa untuk perdamaian.

Dalam kehidupan sehari-hari saat ini, kepercayaan tentang dengan membuat 1.000 buah
Origami bangau bisa mewujudkan harapan masih bertahan di masyarakat. Biasanya 1.000
buah Origami yang dibuat diharapkan bisa mewujudkan harapan lulus ujian, keselamatan,
mewujudkan cita-cita dan lain-lain. Namun pada intinya, mereka tidak hanya berdiam diri
dalam usaha mewujudkan harapan dan keinginannya hanya dengan membuat 1.000 Origami
bangau saja, mereka juga tekun berusaha. Sehingga dengan membuat 1.0000 Origami bangau
mereka bisa menyelipkan doa dan membulatkan tekad berulang-ulang kali hingga
menghasilkan 1.000 buah bangau, hingga keinginan dan harapannya terwujud.

Esensi Origami

Bagi orang yang baru mengenal istilah Origami atau baru saja belajar membentuk sebuah
wujud dari pola Origami, kemungkinan besar hanya menganggap Origami hanya sebuah
hiburan atau permainan dari kertas. Namun sebenarnya, ada banyak esensi yang dimiliki oleh
Origami itu sendiri. Dengan penciptaan sebuah bentuk Origami , seseorang diharapkan
belajar sikap yang luwes yang tercermin dalam keluwesan kertas yang dilipat sesuai pola
yang ada, keterampilan yang tercermin dalam pembentukan wujud Origami yang beragam,
kesabaran yang tercermin dalam tiap lekukan dan lipatan yang detail hingga membentuk
sebuah wujud kreasi Origami yang indah. Dari sikap ini akan membentuk pola pikir manusia
yang luwes dalam menyikapi permasalahan dalam hidup, terampil dalam menghasilkan ide-
ide cemerlang dan tidak hanya memandang sebuah masalah kehidupan hanya dari satu sisi
saja, serta kesabaran yang diperlukan manusia dalam menekuni suatu hal yang dilakukan
dalam hidupnya hingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi hidupnya dan hidup
orang lain.

Keseluruhan sikap yang dituntut dikuasai oleh seseorang yang sedang ber Origami ini bisa
dirangkum dalam satu wadah konsep yang disebut dengan 和 ‘ wa’ yang memiliki arti
“harmoni”. Harmoni juga bisa diartikan sebagai keselarasan dan keserasian. Coba kita
perhatikan dari awal pembentukan sebuah karya Origami yang diawali dengan penggunaan
kertas bujur sangkar yang pasti panjang setiap sisinya berukuran sama. Kemudian setiap
lipatan didasarkan pada pedoman pembagian garis lipatan horizontal dan vertikal serta pola-
pola lipatan lain yang harus seimbang. Jika keseimbanagan lipatan diabaikan, maka sebuah
bentuk Origami yang indah tidak akan terwujud.

Oleh karena itu, sangat benar jika Origami memiliki esensi menjaga keharmonian. Inilah
yang terdapat dalam konsep kehidupan orang Jepang yang selalu menjaga keharmonian
dalam kehidupannya. Meskipun pada kenyataannya orang Jepang banyak yang tidak
mematuhi peraturan agama serta lebih mengedapankan rasional daripada keputusan Tuhan.
Mereka berusaha menciptakan hidup yang harmoni, selaras dan serasi dalam kehidupan
sehari-hari. hal ini bisa kita lihat dalam kebiasaan hidupnya yang disiplin, mampu
menghargai karya orang lain dengan baik, menghargai waktu dengan seksama, memiliki
toleransi yang tinggi dalam kesehariannya, mampu menghormati orang lain pada tempatnya
yang diwujudkan dalam budaya Ojigi,penggunaan bahasa sopan keigo, sonkeigo dan
kenjogo, konsentrasi penuh dengan apa yang dikerjakannya hingga menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat, tekun dan terampil dalam bekerja, cenderung dinamis dalam
mengembangkan pola pikir ke arah yang positif, serta menjaga sisi ketradisonalan negara
Jepang meskipun di tengah era modernisasi yang kian memuncak misalnya pengadaan
festival atau matsuri, seni minum teh chanoyu, seni merangkai bunga ikebana dan masih
banyak lagi ketradisionalan yang mereka jaga hingga saat ini. Dengan mewujudkan semua
aspek kehidupan ini, masyarakat Jepang yakin keharmonian hidup yang tercipta akan
semakin indah adanya.
Filosofi Sadō 茶道

Upacara minum teh yang di Jepang dikenal


dengan istilah sadō atau chanoyu, telah dihargai
sebagai sebuah seni yang lebih disukai oleh
wanita. Namun, dalam perkembangan trendnya,
sejumlah kaum pria mampir di sebuah salon
upacara minum teh dalam perjalanan mereka sepulang dari kantor. Kelas-kelas yang
mengajarkan kebudayaan Jepang lainnya seperi ikebana (seni merangkai bunga) dan
instrumen musik tradisional seperti samisen kini juga menarik lebih banyak perhatian pria.
Gambaran keseluruhannya adalah para pria ini kembali mendatangi seni tradisional yang
telah mendukung Jepang secara spirit sekian lama.

Dasar dari Sadō (yang artinya the way of tea) terletak pada kebiasaan sederhana merebus air,
menyiapkan bubuk teh hijau, menyajikannya kepada tamu dan meminumnya sendiri. Dalam
sejarahnya lebih dari 5 abad, the way of tea itu sendiri tergabung dalam filosofi Budha Zen
dan diilhami dalam sebuah semnagat yang halus. Sadō juga telah mengambil sebuah karakter
seni yang tinggi, bersyukur pada pengejaran akan keindahan dan peralatan yang tua dihargai
dan ditangani dengan sangat hati-hati sehingga mereka tidak akan kehilangan kilaunya
sepanjang masa. Etika dari sadō adalah rinci dan pasti, namun dalam dan tidak mudah
dipahami.

Filosofi sadō digambarkan dalam istilah yang disebut dengan wakei-seijaku. Wa menandakan
membuka hati satu dengan yang lainnya dan kemudian menjadi ramah. Kei mewakili saling
menghormati, Sei menggambarkan kebersihan dan kemurnian, tidak hanya pada hal-hal yang
dapat dilihat mata namun juga pada spirit. Jaku menunjukkan tetap tenang dalam situasi
apapun. Wabi dan sabi adalah dua kata yang terkenal dan setara dengan the way of tea. Wabi
menyatakan ide daripada kemurnian jiwa dibandingkan dipenuhi dengan kesenangan jasmani.
Sabi merujuk pada keluruhan masyarakat dunia dimana seseorang mencari kesederhanaan,
kemurnian dan jalan-jalan keluhuran hidup.

Ichigo-ichie adalah ekspresi terkenal lainnya dalam sadō. Itu berarti baik yang menjamu dan
tamu yang jamu, harus mengambil bagian dalam upacara dengan sepenuh hati, mengingat
bahwa hidup selalu berubah dan tidak pasti. Upacara jamuan teh yang dilakukan pada suatu
hari yang khusus, merupakan peristiwa yang unik dan tidak akan pernah terjadi lagi.

Diwariskan dari generasi ke generasi lewat praktek


beragam sekolah teh di Jepang, prinsip-prinsip tersebut
telah lama menjadi pilar penting dalam semangat
Jepang. Ketertarikan yang ditunjukkan para
businessman di abad 21 terhadap jamuan teh
mendemonstrasikan hubungan prinsip-prinsip ini tanpa mengenal waktu.Seperti sadō
berkembang di bawah perlindungan samurai yang mencari kesembuhan spiritual dan latihan
ketika mereka cemas karena peperangan atau saat kehilangan arah, maka tidaklah
mengejutkan jika pria Jepang kembali ke ruang teh untuk mendapatkan semangat yang sama.

Upacara sado dilakukan secara


lembut dan seksama pada
setiap gerakan dalam
keheningan. Inilah esensi dari
sado, dimana penemuan
ketenangan jiwa adalah tujuan
utamanya.
清らかな静寂のなかで、一碗の茶を味わうとき、心は広くて自由な世界へ解き放た
れ る
Di antara keheningan murni, ketika Anda mencicipi semangkuk teh, pikiran akan dicurahkan
ke dunia luas bebas.

Festival Musim Panas di Jepang

Di Jepang, terdapat banyak jenis festival musim panas yang terkait dengan budaya dan adat
tradisional, jumlahnya tidak terhitung. Di postingan kali ini, kami akan memperkenalkan
beberapa festival besar dan terkenal untuk pariwisata Jepang.

Bagi teman-teman Jepang: Silahkan saling berbagi informasi kepada teman-teman Indonesia
mengenai festival-festival lokal yang menarik dari daerah kalian.

 Tiga festival musim panas terbesar di Tohoku  

①    Festival musim panas diselenggarakan di berbagai daerah di perfektur Aomori pada
awal bulan Agustus. Festival ini pertama kali diselenggarakan pada abad ke 18.

Dua festival yang terkenal adalah Aomori Nebuta dan Hirosaki Neputa yang juga tercatat
sebagai “Important Intangible Cultural Heritage” pada tahun 1980.

Aomori Nebuta

Nebuta adalah 3 dimensi sedangkan Neputa berbentuk kipas dimana bagian depan disebut
dengan Kagami-E dan bagian belakang disebut Miokuri-E yang dihias dengan lukisan.

②    Festival Akita Kantou diselenggarakan di kota Akita, Perfektur Akita pada tanggal 3-6
Agustus. Festival ini memiliki sejarah lebih dari 250 tahun yang lalu.

Bentuk dari Kantou menyerupai batang padi dimana lentera-lentera dirangkai seperti jerami
dengan serangkaian padi. Orang-orang membawa Kantou di dahi, di pundak atau pinggang
sambil berdoa untuk panen yang melimpah. Jenis Kantou Owaka adalah yang terbesar
dengan 46 lentera dan beratnya kira-kira 50kg. 
③    Festival Tanabata di Sendai

Festival budaya Tanabata di kota Sendai, Perfektur Miyagi adalah festival Tanabata terbesar
di Jepang. Festival ini diselenggarakan pada awal bulan Agustus (bulan Juli pada kalender
Qamariyah).

Festival ini mulai terkenal pada abad ke 16 yang dipelopori oleh raja feudal Date Masamune.
Hiasan yang dipakai saat ini berasal dari gaya Edo. Festival ini diselenggarakan untuk
memanggil arwah Dewa Ladang Padi.

Dalam sejarah festival Tanabata, terdapat legenda sebuah cerita cinta antara Ori-hime dan
Kengyu, mereka hanya bisa bertemu sekali dalam setahun yaitu pada hari Tanabata.

 Tokyo

Hal yang paling menarik di Tokyo adalah menara penyiaran tertinggi di dunia “Tokyo Sky
Tree” dan pesta kembang api di sungai Sumida.

 Kyoto

Gion Matsuri adalah festival musim panas kuil Yasaka yang merupakan salah satu festival
terbesar di Jepang selain Osaka Tenjin Matsuri dan Tokyo Kanda Matsuri. Festival ini
memiliki sejarah yang panjang dari 1,100 tahun yang lalu dan pastinya sangat mengagumkan.

 Osaka

Tenjin Matsuri telah menyebar luas dari Kuil Tenjin atau TenmanGu ke seluruh Jepang.
Festival ini dirayakan untuk Sugawara Michizane yang dinobatkan sebagai Dewa
Pengetahuan (God of Studies).

Osaka Tenman-gu adalah kuil ternama dan menyelenggarakan festival ini sekitar tanggal 25
Juli bertepatan dengan hari kematiannya. Festival ini juga memiliki sejarah yang panjang
kira-kira lebih dari 1,000 tahun yang lalu.
 from Osaka Tenmangu’s Website

 Shikoku

①   Pulau Shikoku terdiri dari 4 perfektur yaitu Tokushima, Kagawa, Ehime dan Kochi.
Terdapat banyak sekali festival musim panas di Pulau Shikoku ini dan hampir semua festival
ini memiliki potensi yang bagus untuk pariwisata.

Tokushima Perfektur (dulu disebut Awa) adalah tempat lahirnya tari Awa “Awa Odori” yang
termasuk dalam festival BON. Sejarah festival ini ada sejak 400 tahun yang lalu biasanya
diselenggarakan pada bulan Agustus, khususnya di kota Tokushima, penyelenggara Awa
Odori terbesar kemudian menyebar ke seluruh area di Jepang.

Tim Odori (tim tarian) disebut sebagai Ren. Ada banyak sekali tim Ren, baik penonton
maupun penari sama-sama bersemangat dan menyukai festival Awa Odori ini.

②   Yosakoi Matsuri adalah festival musim panas yang diselenggarakan di Perfektur Kochi
(dulu disebut Tosa) pada tanggal 9-13 Agustus di kota Kochi.

Kota Kochi adalah sister city Surabaya, Indonesia. Pada akhir bulan Juni, diselenggarakan
festival Yosakoi di Surabaya. 

 Kyushu & Okinawa

①    Di Kyushu juga terdapat banyak fesitval musim panas. Berikut kami perkenalkan satu
festival yang paling membangkitkan semangat yaitu Kokura Gion Daiko. Festival ini
diselenggarakan pada bulan Juli di Kota Kita Kyusyu, Perfektur Fukuoka. Festival ini
pertama kali digelar pada tahun 1618 kira-kira 390 tahun yang lalu. Festival besar lainnya di
Fukuoka yaitu Hakata Gion Yamagasa dan Tobata Gion Ooyamagasa.

②    Festival untuk menyambut pulangnya roh nenek moyang pada bulan Juli di Okinawa. Anak-
anak muda menari dan memukul drum sambil meneriakkan “Ei-Sa-“. Festival semacam ini juga
diselenggarakan di negara lain di Asia.
Uniknya Budaya Perayaan Tahun Baru di Jepang

お正月 ‘Oshougatsu’

Perayaan tahun baru di Jepang tidak hanya dilakukan


dengan pesta-pesta, tetapi juga dengan melakukan
kegiatan atau ritual-ritual yang bersifat religius
sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa.

Kegiatan penyambutan tahun baru dimulai sejak


dua minggu sebelum pergantian tahun:

大掃除 ‘ Ousouji’ atau pembersihan, Pemasangan 飾 り   ‘ Kazari’ atau hiasan,


Mempersiapkan makanan khas tahun baru 御節料理 ‘Osechi Ryouri’ , Berkirim 年賀状
‘Nengajou’ atau kartu ucapan tahun baru serta beberapa Ritual religius

Di kalangan masyarakat Jepang お正月 'Oshougatsu' lebih dikenal sebagai periode liburan
tiga hari di awal tahun, yaitu tanggal 1, 2, dan 3 Januari.

{jcomments on}

Ritual Pembersihan:

1.Oharai

Oharai yang ditujukan untuk mengusir kekuatan jahat dipimpin oleh


pendeta Shinto. Dilakukan dengan cara melambaikanbatang pohon sakaki
yang dipercaya memiliki kekuatan untuk mengusir kekuatan jahat.

2. Misogi

Disebut juga dengan ritual kessai, yaitu pembersihan diri yang dilakukan dengan air. Ritual
ini biasanya dilakukan dengan cara mandi di sungai, di laut, dan di bawah air terjun.

3. Imi
Imi sangat berbeda dengan oharai dan misogi. Imi merupakan pembersihan yang dilakukan
secara tidak nyata.

大掃除 ‘Oosouji"

Dilakukan oleh semua anggota keluarga dilakukan dengan pembersihan besar-besaran pada
lingkungan rumah. Hal ini dikarenakan orang Jepang percaya bahwa para dewa akan datang
ke dunia dengan membawa berkah berlimpah. Dewa hanya bersedia datang jika diundang
oleh orang yang berhati bersih dan juga bersedia datang di tempat yang bersih.

飾 り ‘ Kazari’
Hiasan Tahun Baru

1. Shimenawa

Shimenawa merupakan hiasan tahun baru yang


pertama kali diciptakan di Jepang sekitar abad 12 yang
dibuat dari dua buah untaian jerami yang dililitkan.

Hal ini memiliki makna suatu pemisahan hal baik dari hal
yang buruk. Shimenawa yang dipasang dalam perayaan
Ōshōgatsu dijadikan sebagai simbol pengusir kekuatan jahat atau jimat untuk penolak bala.
Tujuannya supaya setiap orang mendapatkan keselamatan dan perayaan Ōshōgatsu dapat
berjalan dengan lancar.

2. Kadomatsu

Kadomatsu berasal dari kata kado berarti pintu masuk


dan matsu berarti pohon pinus. Orang Jepang percaya
bahwa arwah leluhur pada saat tahun baru akan
kembali ke rumah yang dulu mereka tinggali dalam
bentuk Toshigami (dewa tahun baru) dan mereka akan
bersemayam dalam kadomatsu selama perayaan
Ōshōgatsu. Setiap bahan yang digunakan untuk
membuat kadomatsu memiliki makna yang berbeda. Pohon pinus yang selalu hijau dianggap
sebagai lambang hidup yang panjang. Pohon bambu yang tumbuh meruncing ke atas
melambangkan suatu kekuatan dan kesabaran. Pohon prem yang bisa tetap tumbuh pada
cuaca yang dingin melambangkan panjang umur dan kemakmuran.

3. Kagami mochi

Kagami mochi adalah hiasan Ōshōgatsu yang terdiri dari tumpukan


dua buah mochi berbentuk bulat pipih yang melambangkan tahun
lama dan tahun baru, yang diletakkan pada sebuah nampan kayu. Di
atas tumpukan mochi biasanya diberi hiasan jeruk.

4. Kirigami

Dalam perayaan Ōshōgatsu, kirigami dijadikan sebagai tempat tinggal para dewa. Kirigami
terdiri dari berbagai bentuk dan tiap-tiap bentuk ditempati oleh
dewa yang berbeda. Sebagai contoh,

bentuk gohei yaitu guntingan atau lipatan berbentuk zigzag


yang diselipkan pada celah tongkat bambu. Bentuk ini
dipercaya sebagai tempat tinggal Toshigami. Selain itu ada kirigami yang berbentuk ikan dan
kura-kura yang dijadikan sebagai tempat tinggal dewa keberuntungan yaitu Ebisu dan
Daikoku. Ebisu dan Daikoku adalah dewa laut yang dipercaya akan memberikan berkah
kepada para nelayan berupa hasil laut yang berlimpah pada saat Ōshōgatsu.

5. Miki no kuchi

Miki no kuchi merupakan salah satu jenis hiasan tahun baru yang
terbuat dari bahan kertas, bambu, dan tatal kayu. Dirangkai menjadi
sebuah bentuk hiasan kemudian diletakkan ke dalam botol yang berisi
sake (minuman tradisional Jepang yang mengandung alkohol dibuat
dari bahan beras).

Beras dipercaya sebagai lambang kesuburan yang sangat disukai oleh


para dewa dan sake dianggap sebagai minuman suci yang digunakan
untuk persembahan para dewa. Oleh karena itu, miki no kuchi dalam perayaan Ōshōgatsu
dijadikan sebagai lambang minuman yang digunakan untuk menyambut kedatangan para
dewa.

Menurut orang Jepang, hiasan Ōshōgatsu harus dipasang pada hari yang baik. Hiasan tahun
baru tidak boleh dipasang pada tanggal 29 Desember. Orang Jepang menganggap angka 29
sebagai angka yang tabu, karena jika dilafalkan.

dalam bahasa Jepang angka 29 berbunyi nijūku (二十九) sementara, nijūku juga memiliki arti
yang berbeda yaitu kesengsaraan yang berlipat dua jika ditulis denganKanji 二重苦.

Biasanya awal pemasangan hiasan pada tanggal 27, 28, dan 30. Sementara pada tanggal 31
Desember tidak diperbolehkan memulai pemasangan hiasan. Hal ini dikarenakan ada
kepercayaan bahwaToshigami akan marah jika hiasan dipasang pada saat satu hari sebelum
Tahun Baru. Hiasan-hiasan Ōshōgatsu tersebut dipasang hingga tanggal 7 Januari.

おせち料理 ‘Osechi Ryouri’


Masakan Khas Tahun Baru

Makanan tahun baru ditata rapi di dalam kotak kayu bersusun yang disebut jūbako 重 箱 .
Pada umumnya hanya lauk yang ditata di dalam kotak kayu bersusun yang bisa disebut
masakan osechi.

Kotak kayu bersusun untuk masakan osechi dipercaya sebagai perlambang keberuntungan
yang berlipat.

Secara tradisional, Osechi terdiri dari:

•O-toso (お屠蘇): sake untuk kesehatan yang diminum di pagi


hari awal tahun

Iwaizakana (祝い肴): tiga macam makanan untuk teman minum


sake

•Zōni: sup berisi mochi dimasak


menggunakan kaldu dan sayuran.

Dengan memakan ozoni pada saat

perayaan tahun baru dipercaya akan

mendapatkan keberuntungan.

Nishime: sayur-sayuran dimasak dengan kuah dashi, kecap asin,


dan mirin (gula pasir).

Ragam masakaninti:

1. Tatsukuri, Tazukuri (田作り, pembuat padi)

Sejenis ikan teri yang disebut gomame digongseng dengan bumbu


kecap asin dan mirin. Masakan ini merupakan perlambang hasil panen
yang melimpah, karena di zaman dulu ikan ini digunakan sebagai
pupuk berkualitas tinggi.

2. Kazunoko (数の子)

Telur ikan berwarna kuning yang digunakan sebagai harapan dikaruniai


banyak anak di tahun yang baru.

3. Kuromame (黒豆)

Kacang berwarna hitam yang dipercaya bisa menangkal roh jahat. Selain
itu, mame dalam bahasa Jepang bisa berarti "bekerja sekuat tenaga" dan
"kesehatan", dan dimakan sebagai harapan agar sehat sepanjang tahun.
5. Tataki-gobō (たたき牛蒡)

Akar gobo yang berwarna hitam terlihat seperti burung dalam mitologi
yang terbang ketika ada panen yang berlimpah.

Anda mungkin juga menyukai