Anda di halaman 1dari 3

METODE TEOLOGI

Dr. Hadrianus Tedjoworo, S. Ag., STL.

 ‘Metodologi’ adalah “teori pengorganisasian suatu aktivitas” (Novikov &


Novikov: 2013). Dalam kerangka Cartesian, metodologi dipandang
sebagai totalitas metode-metode untuk menjalankan suatu aktivitas
tertentu. Istilah totalitas merujuk pada sistematika.
 Tidak setiap aktivitas membutuhkan pengorganisasian. Aktivitas yang
produktif akan memerlukan metodologi. Produktif artinya: bertujuan
mendapatkan hasil-hasil yang ‘baru’ secara objektif maupun subjektif.
Dari definisinya, setiap kegiatan ilmiah yang dilakukan kurang lebih
secara kompeten, bertujuan mendapatkan hasil yang baru.
 “Metodologi Penelitian” berada pada posisi yang mengantarai Filsafat
Ilmu dan Desain Penelitian. Sifatnya ialah menjembatani dalam hal
memutuskan pilihan teknik-teknik penelitian yang efisien. Metodologi
penelitian/ riset lebih berurusan dengan aturan-aturan dan prinsip-
prinsip umum pengorganisasian kegiatan ilmiah, serta memilih teknik
riset yang efisien (adekuat, rasional).

1
 Dalam praktiknya, penelitian/riset adalah suatu seni penyelidikan
ilmiah (Kothari: 2004). Dalam pengertian ini didapatkan sifat
dinamis dan sifat gerakan dalam penelitian, sebab kegiatan ini
tidak berhenti pada metode yang baku dan mekanistis – ada unsur
ketersingkapan (disclosure) di dalamnya.

 Metodologi penelitian filsafat dan teologi mengemukakan aturan-


aturan dan prinsip-prinsip yang lebih terbuka pada ketersingkapan
kebenaran mengenai realitas. Dalam metodologi reflexif, pencarian
pengetahuan (yang baru) bahkan mensyaratkan penerimaan dan
antisipasi terhadap misteri (Alvesson & Sköldberg: 2018). Tanpa
lekas menilai pengertian misteri, perlu diingat bahwa pengetahuan
selalu berkaitan dengan apapun yang belum kita ketahui (the
unknown). Itu sebabnya, penelitian bisa dikatakan sebagai a
movement from the known to the unknown. Akarnya: inquisitiveness.

 Berdasarkan objektifnya, riset dikelompokkan menjadi (1)


exploratory atau formulative untuk mengenali suatu fenomenon atau
mendapatkan insight baru tentangnya, (2) descriptive untuk
menjelaskan secara akurat karakteristik individu, situasi, atau
kelompok, (3) diagnostic untuk menentukan frekuensi terjadinya
gejala dan kaitannya dengan hal-hal lain, dan (4) hypothesis-testing
untuk menguji suatu hipotesis keterkaitan kausal di antara variabel-
variabel.
 Berdasarkan tipenya, riset bisa dikelompokkan dalam kontras-
kontras: Deskriptif vs. Analitis, Terapan vs. Fundamental,
Kuantitatif vs. Kualitatif, Konseptual vs. Empiris, serta Tipe-Tipe
lain Riset.
 Antara Metode dan Metodologi. Bagi filsuf dan pemikir, riset bisa
menjadi penyaluran gagasan-gagasan dan insight-insight baru, dan
juga tawaran pola pikir dan alternatif kreatif cara pandang
terhadap realitas. Pentingnya melaku-kan riset mengindikasikan
suatu “kerangka besar” yang mendasari dan meliputi teknik-teknik
meneliti. Mesti dibedakan antara metode dan metodologi.

2
 Metode merujuk pada cara atau teknik untuk melaksanakan penelitian
dan mendapatkan hasil. Metode lebih umum dibanding teknik, tetapi
dalam praktik sering dipertukarkan. Metode analisis dokumen,
misalnya, bisa diwujudkan lewat teknik kompilasi dan manipulasi
statistik ataupun juga analisis atas referensi, pedoman, serta konten.

 Metodologi lebih merupakan suatu ilmu yang mempelajari bagaimana


agar penelitian dilakukan secara ilmiah, berikut logika di baliknya.
Peneliti harus tahu metode yang relevan dan yang tidak, apa maksud
dan indikasinya serta mengapa (perlu) dipergunakan. Problem yang
berbeda bisa saja menuntut rangkaian metode yang berbeda, dan
sistematika ini harus dapat dipertanggungjawabkan.

 Metode-metode berteologi ditentukan sejak awal penelitian sesuai


dengan kerangka besar teologis yang diikuti. Berteologi terutama
mengandalkan hermeneutika dan memandang sumber-sumber bagi
teologi sebagai yang perlu ditafsirkan dalam kaitan dengan konteks
penelitian.

 Membahas metode dalam teologi akan harus mengacu kepada Insight


(1957) dan Method in Theology (1971) dari Bernard Lonergan. Berteologi
dalam penelitian dimulai dengan memahami metode filosofis hermeneu-
tika. Hermeneutika muncul ketika ada kebutuhan untuk memahami
(makna) teks Kitab Suci yang berasal dari zaman lampau. Namun dalam
perkembangannya, yang diinterpretasi oleh teologi bukan hanya teks,
melainkan juga tradisi, dokumen Gereja, pengalaman, dan bahasa.
 Meskipun hermeneutika merupakan metode mendasar untuk berteologi,
mesti dipahami bahwa tidak semua objek kajian adalah hermeneutis. Ada
objek-objek tertentu yang membawa ambiguitas tersendiri, sehingga tidak
dapat begitu saja ditelaah menggunakan hermeneutika teologis. Itu
sebabnya, David Tracy pernah merumuskan metode berteologi yang
dikenal dengan korelasi, dengan mengacu pada teolog pertama yang
mengelaborasi metode ini, yakni Paul Tillich.
 Salah satu bidang kajian yang relevan untuk dianalisis metodenya ialah
pengalaman. Kendati membawa ambiguitas, pengertian ‘pengalaman’
sangat aktual, relevan, dan real dengan kehidupan iman umat kristiani.

Anda mungkin juga menyukai