Anda di halaman 1dari 3

3 Adab Menghafal Alquran

Menurut Imam Nawawi,


Termasuk Konsentrasi

Alquran merupakan kitab pedoman bagi umat manusia. Layaknya ‘buku petunjuk’ bagi
sebuah alat, Allah SWT menurunkan Alquran agar manusia pedoman kehidupan agar dia
berpegang teguh terhadap apa yang difirmankan oleh-Nya melalui kitab tersebut.

Sejak pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad hingga saat ini Alquran masih terus
dibaca, dihafalkan, dikaji bahkan diamalkan. Tak hanya oleh umat Muslim, tetapi didapati
beberapa intelektual non-Muslim kerap mendalami khazanah ilmu Alquran untuk berbagai
kepentingan.

Tingginya semangat untuk mengabdi kepada Alquran, dapat dilihat dari banyaknya pondok
pesantren serta lembaga di Indonesia yang khusus untuk mencetak para penghafal Alquran.
Hal ini juga didukung Allah ta’ala bahwa bagi siapa saja yang mempelajari Alquran akan
diberikan kemudahan, firman-Nya dalam surat Al Qamar ayat 17:
‫َو َل َق ْد َيسَّرْ َنا ْال ُقرْ ٰا َن ل ِِّلذ ْك ِر َف َه ْل مِنْ ُّم َّدك ٍِر‬
Artinya: “Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah
orang yang mau mengambil pelajaran?”
Tak hanya sekali, Allah mengulang ayat tersebut sebanyak empat kali pada ayat 7,
22, 32, dan 40 dalam surat yang sama. Para ulama tafsir umumnya berpendapat
ayat ini mengandung makna bahwa Allah telah memudahkan bagi seseorang yang
ingin membaca, menghafal dan menggali ilmu Alquran. Pendapat senada
diungkapkan pula oleh Imam Ath Thabari dalam kitab tafsirnya yaitu Jami’ al-Bayan
fi Ta’wil al-Qur’an.

Dalam kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an karya Imam Nawawi Al Dimasyqi
dijelaskan beberapa adab bagi para penghafal Alquran yang perlu diperhatikan.
Mengingat Alquran bukan kitab bacaan buatan manusia, melainkam kumpulan
firman Allah Yang Mahasuci.

Berikut beberapa etika bagi penghafal Alquran yang Imam Nawawi sebutkan dalam
kitabnya, secara garis besar terdapat tiga poin utama:

1. Menyucikan hati dan diri


Saat mendatangi guru ataupun majelis Alquran berpenampilan sempurna serta
menjauhkan diri dari hal-hal tercela yang bertolak belakang dengan ajaran Alquran.
 
Sikap tersebut juga termasuk membersihkan diri dari segala penyakit hati seperti iri,
dengki, hasad, dan penyakit hati lainnya. Hati yang bersih menandakan bahwa diri
tersebut siap menerima segala keberkahan ilmu dari para guru.
 
Hal ini dilakukan semata-mata untuk memuliakan Alquran yang akan dipelajari.
Menyiapkan penampilan yang sempurna serta hati yang bersih merupakan wasilah
agar dibukakannya kemudahan dalam memahami Alquran.
 
Penyucian diri dari segala dosa sangat penting. Salah satu kisah populer yang dapat
diambil hikmahnya yaitu kisah Imam Syafii yang mengadukan kualitas hafalannya
kepada guru beliau Imam Waki’:
‫وكيع سوء شكوت حفظي‬
‫فأرشدني ترك المعاصي‬
‫وأخبرني بأن العلم نور‬
‫ونور هللا ال يهدى لعاصي‬
 
“Aku (Imam Syafi‟i) mengadu kepada Kiai Waqi‟ tentang buruknya hafalan. Lalu
beliau menasehatiku agar meninggalkan perbuatan maksiat. Karena sesungguhnya
hafalan itu anugerah dari Allah. Sedangkan Allah tidak memberikan anugerah
hafalan kepada orang yang ahli maksiat”
 
2. Konsentrasi belajar
Imam Nawawi berpendapat bagi penghafal Alquran harus menjauhi hal-hal yang
menyibukkan kecuali melakukan hal yang berkaitan dengan belajar dan untuk suatu
kebutuhan.
 
Pendapat yang hampir sama dikemukakan pula oleh Al Ghazali dalam kitabnya Ihya
Ulumuddin bahwa apabila pikiran peserta didik telah terbagi maka kuranglah
kesanggupannya untuk mendalami ilmu pengetahuan.
 
Bagi seseorang penghafal Alquran proses mengulang bacaan merupakan pekerjaan
yang menuntut ketekunan, kesungguhan dan kesabaran yang tinggi, kecerdasan
saja tidak cukup. Konsentrasi penuh sangat diperlukan, terlebih hal ini akan semakin
sulit dilakukan saat berada apa situasi dan kondisi yang kurang mendukung.
 
Dalam perjalanan menghafal Alquran bukan mereka yang memiliki memiliki IQ tinggi
ataupun kecerdasan di atas rata-rata yang mampu menyelesaikan hafalan. Namun,
mereka yang sungguh-sungguh serta konsentrasi penuh saat proses menghafallah
yang akan sampai pada target.
 
Sekalipun seseorang memiliki IQ di atas normal, namun jika tidak dibarengi dengan
keseriusan dalam belajar, maka tinggal menunggu kegagalan dalam proses
belajarnya. Hal ini membuktikan bahwa kecerdasan yang tinggi bukan faktor utama
bagi seseorang untuk menyelesaikan hafalannya. 
 
3. Komitmen dalam belajar
Komitmen merupakan sikap seseorang yang mencerminkan kemantapan kemauan,
keteguhan sikap, kesungguhan, dan tekat untuk berbuat yang lebih baik. Dalam hal
ini Imam Nawawi menekankan kepada penghafal Alquran untuk gemar dan tekun
menuntut ilmu.
 
Khususnya bagi penghafal Alquran yang memiliki kontrak seumur hidup untuk
mengulang-ngulang hafalannya agar tetap terjaga. Jika sikap konsisten ini tidak ada
dalam diri penghafal Alquran maka akan sulit untuk menyelesaikan hafalannya.
 
Karena sering kali saat proses menghafal Alquran ditemui berbagai macam kendala,
baik itu jenuh karena harus selalu mengulang hafalan ataupun lingkungan yang
kurang kondusif untuk mengaji.
 
Demikianlah tiga poin utama dari Imam Nawawi mengenai adab yang perlu
diperhatikan oleh penghafal Alquran. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat
dan hidayahnya untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya melalui keberkahan
Alquran. Allahummarhamna bil Quran. (Isyatami Aulia/ Nashih)

Anda mungkin juga menyukai