Alquran merupakan kitab pedoman bagi umat manusia. Layaknya ‘buku petunjuk’ bagi
sebuah alat, Allah SWT menurunkan Alquran agar manusia pedoman kehidupan agar dia
berpegang teguh terhadap apa yang difirmankan oleh-Nya melalui kitab tersebut.
Sejak pertama kali diwahyukan kepada Nabi Muhammad hingga saat ini Alquran masih terus
dibaca, dihafalkan, dikaji bahkan diamalkan. Tak hanya oleh umat Muslim, tetapi didapati
beberapa intelektual non-Muslim kerap mendalami khazanah ilmu Alquran untuk berbagai
kepentingan.
Tingginya semangat untuk mengabdi kepada Alquran, dapat dilihat dari banyaknya pondok
pesantren serta lembaga di Indonesia yang khusus untuk mencetak para penghafal Alquran.
Hal ini juga didukung Allah ta’ala bahwa bagi siapa saja yang mempelajari Alquran akan
diberikan kemudahan, firman-Nya dalam surat Al Qamar ayat 17:
َو َل َق ْد َيسَّرْ َنا ْال ُقرْ ٰا َن ل ِِّلذ ْك ِر َف َه ْل مِنْ ُّم َّدك ٍِر
Artinya: “Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah
orang yang mau mengambil pelajaran?”
Tak hanya sekali, Allah mengulang ayat tersebut sebanyak empat kali pada ayat 7,
22, 32, dan 40 dalam surat yang sama. Para ulama tafsir umumnya berpendapat
ayat ini mengandung makna bahwa Allah telah memudahkan bagi seseorang yang
ingin membaca, menghafal dan menggali ilmu Alquran. Pendapat senada
diungkapkan pula oleh Imam Ath Thabari dalam kitab tafsirnya yaitu Jami’ al-Bayan
fi Ta’wil al-Qur’an.
Dalam kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an karya Imam Nawawi Al Dimasyqi
dijelaskan beberapa adab bagi para penghafal Alquran yang perlu diperhatikan.
Mengingat Alquran bukan kitab bacaan buatan manusia, melainkam kumpulan
firman Allah Yang Mahasuci.
Berikut beberapa etika bagi penghafal Alquran yang Imam Nawawi sebutkan dalam
kitabnya, secara garis besar terdapat tiga poin utama: