PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Pengantar Tahsinul Qur’an
2. Kemampuan Membaca Al Quran secara Tartil
3. Ilmu Tajwid dan Ruang Lingkupnya
1
BAB II
PEMBAHASAN
TAHSIN ALQUR’AN DAN ILMU TAJWID SERTA RUANG LINGKUP
1
Guru, Tim Bina Karya. 2009. Bina Belajar Al-Qur’an Hadits untuk Madrasah Ibtidaiyah
Kelas II.Jakarta. Erlangga.h.67
2
adalah ilmu yang memberikan pengertian tentang huruf, baik hak setiap huruf
maupun hukum-hukum baru yang timbul setelah hak huruf tersebut terpenuhi,
yang terdiri dari sifat-sifat huruf, hukum mad dan sebagainya seperti tarqiq
(tipis), tafkhim (tebal) dan semisalnya.
Alqur’an adalah sebuah kitab suci yang mempunyai kode etik dalam
membacanya. Membaca Alqur’an tidak seperti membaca bacaan-bacaan lainnya.
Membaca Alqur’an harus tanpa nafas dalam pengertian sang pembaca harus
membaca dengan sekali nafas hingga kalimat-kalimat tertentu atau hingga tanda-
tanda tertentu yang dalam istilah ilmu tajwid dinamakan waqof. Jika si pembaca
berhenti pada tempat yang tidak semestinya maka dia harus membaca ulang kata
atau kalimat sebelumnya.2
Al Quran sebagai landasan hidup manusia mempunyai keistimewaan yang
tidak dimiliki oleh kitab-kitab lain. Beberapa keistimewaan itu antara lain:
Keistimewaan Tilawah. Artinya al Quran adalah sebuah kitab yang harus dibaca
bahkan dianjurkan untuk dijadikan bacaan harian. Membacanya dinilai oleh
Allah sebagai ibadah. Pahala yang diberikan oleh Allah bukan dihitung perkata
atau perayat, namun per huruf. RasuluLLah SAW menjelaskan kepada kita,
"Saya tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun Alif satu huruf,
Lam satu huruf, dan Mim satu huruf."
Keistimewaan Tadabbur. Artinya al Quran akan benar-benar menjadi ruh
(penggerak) bagi kemajuan kehidupan manusia manakala selalu dibaca dan
ditadabburkan makna yang terkandung dalam setiap ayat-ayatnya. Allah SWT
berfirman, "Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu sebuah Ruh (al Quran)
dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al Kitab
itu dan tidak pula mengerahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al Quran
itu cahaya yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk
kepada jalan yang lurus." (QS. 42:52).
Keistimewaan Hifdz (Hafalan). artinya al Quran selain dibaca atau
direnungkan juga perlu di hafal. dipindahkan dari tulisan ke dalam dada. Karena
2
Hasan, 2002. Ilmu tajwid. Jakarta: Pustaka Setia.h.34
3
hal ini merupakan ciri khas orang-orang yang diberi ilmu, juga sebagai tolok
ukur keimanan dalam hati seseorang. Allah SWT berfirman, "Sebenarnya al
Quran itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada-dada orang-orang yang
diberi ilmu. dan tidaklah mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang
dhalim." (QS. 29:49) Ilmu Tajwid. Lafadz tajwid menurut bahasa artnya
membaguskan. Sedangkan menurut istilah adalah "Mengeluarkan setiap huruf
dari tempat keluarnya dengan membeikan haknya dan mustahiknya."
Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersamanya,
seperti sifat al-jahr, isti'la, istifal, dlsb. Sedangkan yang dimaksud dengan
mustahik huruf adalah sifat yang namak sewaktu-waktu seperti tafkhin, tarqiq,
dlsb. Untuk mempelajari hak hal tersebut di atas, Dept. Tarbiyah akan
memfasilitasi apabila ada komunitas yang ingin belajar Tahsin. Program belajar
membaca Al Quran dengan baik dan benar yang dilakukan melalui telpon atau
internet. Setiap kelompok akan terdiri dari maksimal 6 orang yang mempunyai
tingkat pengetahuan membaca Al Quran relatif sama. Waktu belajar akan di
tentukan oleh setiap kelompok. Persyaratan peserta adalah: Telah mengenal dan
dapat membaca huruf Al-qur’an (hijaiyah) Tidak malu-malu dalam tilawah Al-
Qur’an Sangat diharapkan menggunakan qur’an cetakan Madinah, untuk
mempermudah pembimbingan dan pembaca itu sendiri.
Pendaftaran dapat dilakukan dgn cara sebagai berikut:
Peminat dapat mengirim email ke: Departemen Tarbiyah [tekan disini] dengan
mencantumkan nama, alamat, dan email lengkap dengan nomor telpon yg dapat
dihubungi.Setiap group terdiri dari 5-6 orangWaktu akan dibicarakan bila telah
ada pendaftar dengan jumlah tertentu.
4
murobbi saya sebelumnya, dan saya mendapatkan jawaban yang cukup
menenangkan.
Intinya terletak pada husnuzhon, beliau adalah orang yang sudah lama
berkiprah dalam dunia dakwah. Bisa jadi, lembaga tahsin pada masa itu belum
sebanyak sekarang. Bisa jadi, karena sibuknya dalam berdakwah beliau belum
sempat belajar membaca Al Quran secara tartil. Bisa jadi juga beliau belum
lancar membaca Al Quran tetapi memiliki keistimewaan ibadah yang lain.
Saya memandang hal ini dari dua sisi, pertama dalam memandang orang
lain seperti murobbi saya tersebut. Memandang beliau dengan kacamata
husnuzhon, tanpa perlu mencela kekurangan yang beliau miliki. Tetap
menghormati beliau sebagai seorang murobbi yang ikhlas dalam membina saya,
karena kekurangan beliau bukan dari akhlak tapi keahlian/ilmu.3
Yang kedua, dalam menjadikan koreksi diri pribadi saya sebagai murobbi.
Untuk terus belajar memperbaiki diri dari segi ilmu, amal dan keikhlasan.
Membaca Al Quran secara tartil merupakan keahlian wajib bagi seorang
murobbi. Tanpa keahlian ini, para binaan bisa jadi meremehkan dan kurang
bersimpati. Karenanya saya berangan-angan semua murobbi memiliki
kemampuan membaca Al Quran secara tartil.
Ada juga seorang aktivis yang mencari pembenaran akan kelemahannya
dalam tilawah satu juz per hari dengan mengatakan yang terpenting kita
memahami apa yang kita baca, meskipun sedikit dan kurang lancar
bacaannya.Menurut saya, akan lebih baik jika kita mengakui kekurangan kita
dalam tilawah, kemudian berusaha memperbaiki kekurangan itu daripada
mencari pembenaran dengan segala macam dalih.
Memandang orang lain dengan husnuzhon itu wajib, tapi untuk
memandang diri sendiri sebaiknya penuh dengan koreksi menuju perbaikan.
Inilah keadilan dalam menilai sesuatu, jangan terbalik.Beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam meningkatkan kemampuan tilawah kurang lebih sebagai
berikut: Memahami pentingnya membaca Al Quran secara tartil. Imam Ibnu Al
Jazari mengatakan, “Al Quran diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah saw
3
Guru, Tim Bina Karya. 2012. Bina Belajar Al-Qur’an Hadits untuk Madrasah Ibtidaiyah
Kelas III.Jakarta. Erlangga.h.90
5
melalui malaikat Jibril dengan tajwid. Maka barangsiapa membacanya tanpa
tajwid, ia berdosa.”
Menghadirkan niat untuk memiliki kemampuan tilawah yang baik. Jika
ada ustadz yang mengajarkan anda sekali-kali jalan ke mall untuk memperbaiki
selera, mengkhayalkan punya rumah mewah dan pesawat jet pribadi, pernahkah
anda jalan-jalan ke pesantren tahfizh melihat anak-anak kecil sedang
mengulang-ulang hafalan At Taubah nya? Pernahkah anda berkhayal suatu hari
nanti, tiga tahun lagi, lima tahun lagi anda sudah hafal surat Al Baqoroh?
Garbage In, Garbage Out. Apa yang masuk ke kepala anda, itulah yang
akan keluar. Istilah itu tepat dianalogikan dengan Al Quran. Anda hafal surat Al
Fatihah karena sudah ratusan kali mendengarkannya. Jika yang anda dengarkan
panjang pendeknya salah, maka anda pun akan salah mengucapkannya. Itulah
kenapa banyak orang sering tertukar menyebut maliki (dalam surat An Naas)
dengan maaliki (dalam surat Al Faatihah). Maka, sering mendengarkan kaset
murottal itu sangat baik untuk membiasakan otak anda dengan panjang pendek
huruf Al Quran. Dengarkanlah kaset atau mp3 Syeikh Ali Basfar, Syeikh
Musyari Rasyid, misalnya. Hal ini juga dapat membantu anda dalam
menghafalkan Al Quran.
Memiliki target dan waktu tilawah khusus. Luangkan waktu sejam dari 24
jam dalam sehari (yang diberikan Allah kepada anda) untuk tilawah, misalnya
ba’da shubuh 15 menit, ba’da zuhur 15 menit, ba’da Ashr 15 menit, dan ba’da
maghrib 15 menit.
Belajar di Lembaga Tahsin. Luangkan waktu sepekan sekali untuk belajar
tahsinul quran. Carilah lembaga-lembaga tahsin terdekat. Kalau di Jakarta
misalnya, ada Al Hikmah, Al Manar, Utsmani dan ada juga Muntada Ahlil
Quran.
Membuat program kelompok. Belajar berjamaah lebih baik dibanding
belajar sendirian, jika suatu saat anda kurang semangat, ada teman yang
menyemangati. Buatlah program halaqoh tahsin Al Quran, bisa juga
mengundang guru tahsin untuk khusus mengajarkan kelompok anda secara rutin
sepekan atau dua pekan sekali.
6
Jangan lupa berdoa pada Allah, meminta diberi kemudahan dan
kenikmatan dalam tilawah secara tartil, dijadikan hamba Allah yang termasuk
keluarga Nya dan orang-orang yang diistimewakan oleh Nya.
Al Quran sebagai landasan hidup manusia mempunyai keistimewaan yang
tidak dimiliki oleh kitab-kitab lain. Beberapa keistimewaan itu antara lain:
1. Keistimewaan Tilawah. Artinya al Quran adalah sebuah kitab yang harus
dibaca bahkan dianjurkan untuk dijadikan bacaan harian. Membacanya dinilai
oleh Allah sebagai ibadah. Pahala yang diberikan oleh Allah bukan dihitung
perkata atau perayat, namun per huruf. RasuluLLah SAW menjelaskan
kepada kita, "Saya tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, namun
Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf."
2. Keistimewaan Tadabbur. Artinya al Quran akan benar-benar menjadi ruh
(penggerak) bagi kemajuan kehidupan manusia manakala selalu dibaca dan
ditadabburkan makna yang terkandung dalam setiap ayat-ayatnya. Allah
SWT berfirman, "Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu sebuah Ruh
(al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui
apakah al Kitab itu dan tidak pula mengerahui apakah iman itu, tetapi Kami
menjadikan al Quran itu cahaya yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang
Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. 42:52)
3. Keistimewaan Hifdz (Hafalan). artinya al Quran selain dibaca atau
direnungkan juga perlu di hafal. dipindahkan dari tulisan ke dalam dada.
Karena hal ini merupakan ciri khas orang-orang yang diberi ilmu, juga
sebagai tolok ukur keimanan dalam hati seseorang. Allah SWT berfirman,
"Sebenarnya al Quran itu adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada-dada
orang-orang yang diberi ilmu. dan tidaklah mengingkari ayat-ayat kami
kecuali orang-orang dhalim." (QS. 29:49)
7
C. Ilmu Tajwid dan Ruang Lingkupnya
1. Pengertian Ilmu Tajwid
Secara bahasa, kata tajwid merupakan bentuk mashdar dari
katajawwada yang berarti memperbaiki/memperindah (at tahsin).[2]Sedangkan
menurut istilah, tajwid adalah:
“Mengucapkan setiap huruf dari tempat keluarnya serta memberikan haq dan
mustahaq dari sifat-sifatnya”.
Haq huruf adalah sifat-sifat yang lazim pada huruf seperti hams,
jahr,syiddah, rakhawah, dll. Sedangkan mustahaq huruf adalah sifat-sifat huruf
yang tidak tsabit padanya yang sekali-kali ada dan sekali-kali tidak ada. Di
antaranya sifat tarqiq yang muncul dari sifat istifal atau sifattafkhim yang
muncul dari sifat isti’la, ikhfa, mad, qashr, dll.
Oleh karena itu, ilmu tajwid adalah ilmu yang mempelajari tentang
pemenuhan haq dan mustahaq huruf meliputi tempat keluar huruf (makhraj)
dan sifat-sifatnya. Sebenarnya, tata cara pembacaan al-Qur`an sesuai dengan
haq dan mustahaq huruf telah termaktub dalam al-Qur`an Surah al-Isra ayat
106: “Dan al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar
kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami
menurunkannya bagian demi bagian.”
Ayat tersebut menunjukkan adanya tata cara atau sifat tertentu dalam
membaca al-Qur`an yang telah diajarkan langsung oleh Nabi Muhammad Saw
dan kemudian dirangkum oleh para ulama, hingga mereka mengistilahkannya
dengan ilmu tajwid.[9] Selain ilmu tajwid, ilmu tentang tata cara membaca al-
Qur`an dikenal juga dengan nama fannut tartil danhaqqut tilawah.
8
Urgensi pembacaan al-Qur`an dengan tajwid dapat dilihat dari beberapa
aspek, yaitu, pertama, adanya riwayat yang memerintahkan untuk membaca al-
Qur`an dengan tajwid, sebagaimana yang dikutip oleh as-Suyuthi[11] dalam
kitab ad-Dani bahwa Ibn Mas’ud berkata: Bacalah al-Qur`an dengan tajwid.
Kedua, menjaga lidah dari lahn (kesalahan) ketika membaca al-
Qur`an.[12] Sebab, ulama menganggap bacaan tanpa tajwid sebagai lahn
(kesalahan). Lahn ada dua macam yaitu jali dan khafi. Lahnyang jali adalah
kesalahan yang tampak jelas dan diketahui oleh ahliqiraah dan orang lain.
Sedangkan lahn khafi adalah kesalahan yang samar yang hanya diketahui oleh
ahli qiraah dan orang yang mahir bacaan al-Qur`annya.
9
khalifah ke-empat, ‘Ali bin Abi Thalib tentang firman Allah yang terdapat
dalam surat al-Muzammil ayat 4 tersebut kemudian Beliau menjawab bahwa
yang dimaksud dengan kata tartil adalah tajwiidul huruuf wa ma’rifatil wuquuf
yang berarti membaca huruf-hurufnya dengan bagus (sesuai dengan makhraj
dan shifat) dan tahu tempat-tempat waqaf.
Ini menunjukkan bahwa pembacaan al-Qur’an bukanlah suatu ilmu hasil dari
Ijtihad (fatwa) para ulama' yang diolah berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur’an
dan Sunnah, tetapi pembacaan al-Qur’an adalah suatu yang Taufiqi (diambil
terus) melalui riwayat dari sumbernya yang asli, yaitu sebutan dan bacaan
Rasulullah SAW.
Para sahabat r.a adalah orang-orang yang amanah dalam mewariskan
bacaan ini kepada generasi umat Islam selanjutnya. Mereka tidak akan
menambah atau mengurangi apa yang telah mereka pelajari itu, karena rasa
takut mereka yang tinggi kepada Allah SWT dan begitulah juga generasi
setelah mereka.
Perlu diketahui bahwa pada masa Rasulullah صلى هللا عليه وسلمdan
Khulafaur Rasyidin belum ada mushaf al-Qur’an seperti yang ada sekarang ini.
Pada saat itu al-Qur’an ditulis dalam bahasa Arab yang belum ada tanda
bacanya sebagaimana tulisan Arab saat ini. Jangankan harakat fathah (baris
atas), kasrah (baris bawah), dhommah (baris depan), dan sukun (tanda wakaf,
mati), bentuk serta tanda titik-koma (tanda baca) saja tidak ada. Ilmu tajwid
pun belum ada dan bahkan Al-Qur’an juga baru dibukukan sepeninggal
Rasulullah صلى هللا عليه وسلم.
Walau bagaimanapun, apa yang dikira sebagai penulisan ilmu Tajwid
yang paling awal ialah ketika bermulanya kesadaran perlunya Mushaf
Utsmaniah yang ditulis oleh Sayyidina Utsman itu diletakkan titik-titik
kemudiannya, baris-baris bagi setiap huruf dan perkataannya. Gerakan ini telah
diketuai oleh Abu Aswad Ad-Duali dan Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi.
Karena pada masa itu Khalifah umat Islam memikul tugas untuk berbuat
demikian ketika umat Islam mulai melakukan-kesalahan dalam bacaan.
Ini karena semasa Sayyidina Utsman menyiapkan Mushaf al-Qur’an
dalam enam atau tujuh buah. Beliau telah membiarkannya tanpa titik-titik
10
huruf dan baris-barisnya karena memberi keluasan kepada para sahabat dan
tabi’in pada masa itu untuk membacanya sebagaimana yang mereka telah
ambil dari Rasulullah SAW sesuai dengan Lahjah (dialek) bangsa Arab yang
bermacam-macam. Tetapi setelah berkembang luasnya agama Islam ke seluruh
tanah Arab serta jatuhnya Roma dan Parsi ke tangan umat Islam pada tahun 1
dan 2 Hijriah, bahasa Arab mulai bercampur dengan bahasa penduduk-
penduduk yang ditaklukkan umat Islam. Ini telah menyebabkan berlakunya
kesalahan yang banyak dalam penggunaan bahasa Arab dan begitu juga
pembacaan al-Qur’an. Maka al-Qur’an Mushaf Utsmaniah telah diusahakan
untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam membacanya dengan
penambahan baris dan titik pada huruf-hurufnya bagi karangan ilmu qira’at
yang paling awal sepakat, yang diketahui oleh para penyelidik ialah apa yang
telah dihimpun oleh Abu 'Ubaid Al-Qasim Ibnu Salam dalam kitabnya "Al-
Qira’at" pada kurun ke-3 Hijriah.
Akan tetapi ada yang mengatakan, apa yang telah disusun oleh Abu
'Umar Hafs Ad-Duri dalam ilmu Qira’at adalah lebih awal. Pada kurun ke-4
Hijriah pula, lahir Ibnu Mujahid Al-Baghdadi dengan karangannya "Kitabus
Sab'ah", dimana beliau adalah orang yang mula-mula mengasingkan qira’at
kepada tujuh imam bersesuaian dengan tujuh perbedaan dan Mushaf
Utsmaniah yang berjumlah tujuh naskah. Kesemuanya pada masa itu karangan
ilmu tajwid yang paling awal, barangkali tulisan Abu Mazahim Al-Haqani
dalam bentuk qasidah (puisi) ilmu tajwid pada akhir kurun ke-3 Hijriah adalah
yang terulung. Sejarah berbicara pemberian tanda baca (syakal) berupa titik
dan harakat (baris) baru mulai dilakukan ketika Dinasti Umayyah memegang
tampuk kekuasaan kekhalifahan Islam atau setelah 40 tahun umat Islam
membaca al-Qur’an tanpa ada syakal.
Pemberian titik dan baris pada mushaf al-Qur’an ini dilakukan dalam
tiga fase. Pertama, pada zaman Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan. Saat itu,
Muawiyah menugaskan Abdul Aswad Ad-Duali untuk meletakkan tanda baca
(i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan
membaca.
11
Fase kedua, pada masa Abdul Malik bin Marwan (65 H), khalifah
kelima Dinasti Umayyah itu menugaskan salah seorang gubernur pada masa
itu, Al Hajjaj bin Yusuf, untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu
huruf dengan lainnya. Misalnya, huruf baa’ dengan satu titik di bawah, huruf ta
dengan dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas. Pada masa itu, Al
Hajjaj minta bantuan kepada Nashr bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar.
12
sedang/tengah antara tahqiq (perlahan) dan cepat (hadr). Inilah yang
diriwayatkan dari kebanyakan imam qiraah. Perlu diketahui, dari tiga tingkatan
tersebut, istilah tartil mencakup seluruhnya.
Membaca al-Qur`an dengan tartil menurut beberapa ulama dianjurkan
(mustahab) guna mentadabburi ayat-ayat al-Qur`an, khususnya bagi ‘ajami(non
Arab) yang tidak mengetahui makna al-Qur`an. Bahkan, sebenarnya bukan
hanya untuk ‘ajami saja, tetapi untuk semua umat Islam, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ibnu Qudamah bahwa para ulama sepakat mentartilkan dan
membaguskan bacaan al-Qur`an adalah sunah.
Membahas ilmu tajwid, setidaknya mencakup empat hal mendasar, yaitu:
a. Ma’rifah makharij al-huruf, mengenal tempat-tempat keluarnya huruf.
b. Ma’rifah shifatiha, mengenal sifat-sifat huruf.
c. Ma’rifah maa yatajaddadu laha bisababin at-tarkib min al-ahkam, mengenal
hukum-hukum yang muncul bagi huruf dengan sebab tarkib(susunan huruf
dengan huruf lainnya).
d. Riyadhah al-lisan wa katsrah at-tikrar, latihan lidah dan banyak mengulang.
Sedangkan menurut as-Suyuthi, cakupan ilmu tajwid meliputi tata cara
waqaf, imalah, idgham, hukum-hukum hamzah, tarqiq, tafkhim, dan makhraj-
makhraj huruf.
Hal tersebut secara tersirat telah ditekankan oleh Ibn al-Jazari, beliau
berkata:
وال شكّ أن هذه األ ّمة كماهم متعبّدون بفهم معاني القرأن وإقامة حدوده متعبّدون بتصحيح ألفاظه وإقامة
حروفه على الصفة المتلقّاة من أئ ّمة القراءة المتّصلة بالحضرة النبويّة األفصحيّة العربيّة الّتي ال تجوز
مخالفتها
“Tidak ada keraguan bahwa umat ini sebagaimana mereka itu beribadah dengan
cara memahami makna al-Qur`an dan menegakkan hukum-hukumnya, juga
beribadah dengan cara memperbaiki lafadz-lafadznya, dan menegakkan huruf-
hurufnya sesuai dengan sifat yang diambil para imam qiraah yang bersambung
sampai kepada Nabi Saw yang bahasa Arabnya paling fasih, yang kita tidak
boleh menyelisihinya.”
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu Tajwid merupakan ilmu yang membahas tata cara mengucapkan
setiap huruf dari tempat keluarnya serta memberikan haq dan mustahaq dari
sifat-sifatnya. Oleh karena itu, secara umum tajwid merupakan tata cara
membaca al-Qur`an dengan baik dan benar. Istilah yang dikenal dalam membaca
al-Qur`an dengan baik dan benar dinamakan tartil
Di era modern, mengkaji tajwid secara manual dapat ditemukan dalam
mushaf-mushaf yang dikreasikan dengan warna-warni. Di satu sisi, inovasi
tersebut dapat menjadi sarana memotivasi umat Islam dalam belajar tajwid.
Tetapi, alangkahbijak jika penggunaan al-Qur`an tajwid tersebut dibarengi
dengan pembelajaran secara langsung (musyafahah dan talaqqi) kepada guru
yang mumpuni dalam bidangnya.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini amatlah jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, diharapkan kepada pembaca untuk memberikan saran dan
kritikan yang bersifat membangun demi efektifnya makalah selanjutnya, karena
penulis sebagai manusia biasa tidak luput dari lupa dan salah
14
DAFTAR PUSTAKA
Guru, Tim Bina Karya. 2009. Bina Belajar Al-Qur’an Hadits untuk Madrasah
Ibtidaiyah Kelas II.Jakarta. Erlangga.
Guru, Tim Bina Karya. 2012. Bina Belajar Al-Qur’an Hadits untuk Madrasah
Ibtidaiyah Kelas III.Jakarta. Erlangga.
15