Anda di halaman 1dari 4

“SASTRA BALI”

Anggota Kelompok :
Dewa Gede Yuga Widarma – 202211010
I Komang Adi Triana Putra – 202211024
I Made Aditya Nugraha – 202211041
Ali Wardana – 201911030
Elizabeth Jolly – 202211002
Satua Bali - Men Sugih Teken Men Tiwas

Ada katururan satua Men Sugih teken Men Tiwas. Men Sugih anak sugih pesan,
nanging demit tur iri ati, jail teken anak lacur.

Men Tiwas buka adane tiwas pesan, nanging melah solahne, tusing taen jail teken
timpal. Men Tiwas geginane ngalih saang ke alase lakar adepa ka peken.

Nuju dina anu, Men Tiwas ka umah Men Sugih ngidih api. Ditu Men Sugih
ngomong, "Ih cai Tiwas, alihin ja icang kutu, yen suba telah kutun icange, nyanan
upahina baas".

Laut Men Tiwas ngalihin kutu Men Sugihe. Suba tengai mara suud. Men Tiwas
upahina baas acrongcong, ngenggalang lantas baasne abana mulih laut jakana.

Men Sugih jumahne buin masiksikan, maan kutu aukud. Ngenggalang ia ka umah
Men Tiwase, laut ngomong, "Ih cai Tiwas, ene icang maan kutu aukud, jani mai
uliang baas icange ituni". Masaut Men Tiwas, "Yeh, baase ituni suba jakan tiang".

Masaut Men Sugih, "Nah, ento suba aba mai anggon pasilih!". Nasine ane makire
lebeng ento laut juanga konyang ka pancine abana mulih baan Men Sugih.
Nyanane buin teka Men Sugih, "Ih Tiwas, tuni Nyai ngidih api teken saang icange".
Lantas api teken saange apesel gede juanga baan Men Sugih. Men Tiwas bengong
mapangenan baan lacurne buka keto.

Buin manine Men Tiwas tundena nebuk padi baan Men Sugih lakar upahina baas
duang crongcong. Men Tiwas nyak nebuk kanti pragat, upahina baas duang
crongcong, laut encol mulih lantas nyakan. Men Sugih lantas nyeksek baas, maan
latah dadua.

Encol ia ka umah Men Tiwas laut ngomong, "Ih Tiwas ene baase enu misi latah
dadua, jani uliang baas icange, yen suba majakan ento suba aba mai".

Sedek dina anu Men Tiwas luas ka alase, krasak-krosok ngalih saang. Saget teka
Sang Kidang laut ngomong, "Men Tiwas apa lakar alih ditu?" masaut Men Tiwas,
"Tiang ngalih saang teken paku".

"Lakar anggon gena ngalih paku?"

Masaut Men Tiwas, "Lakar anggon tiang jukut".

"Ih Tiwas lamun nyak Nyai nyeluk jit icange, ditu ada pabaang nira teken Nyai!"

Lantas Men Tiwas nyak nyeluk jit kidange, mara kedenga, limane bek misi mas
teken selaka. Suud keto Sang Kidang ilang, Men Tiwas kendel pesan lantas mulih.
Teked jumah ia luas ke pande ngae gelang, bungkung teken kalung.
Men Tiwas jani sugih nadak, pianakne makejang nganggo bungah, lantas ia pesu
mablanja. Tepukina Men Tiwas teken Men Sugih. Delak-delik ia ngiwasin pianak
Men Tiwase.

Buin manine Men Sugih mlali ka umah Men Tiwase matakon, "Ih Tiwas, dija Nyai
maan mas selaka liu?". Masaut Men Tiwas, "Kene embok, ibi tiang luas ka alase
ngalih saang teken paku lakar jukut, saget ada kidang, nunden tiang nyeluk jitne.
Lantas seluk tiang, mara kedeng tiang limane ditu maan emas teken selaka liu."
Mare ningih keto. Men Sugih ngencolang mulih.

Manine Men Sugih ngemalunin luas ke alase, Men Sugih nyaru-nyaru buka anak
tiwas, krasak-krosok ngalih saang teken paku.

Saget teka Sang Kidang, "Nyen ento krasak-krosok?".

Masaut Men Sugih, "Tiang Men Tiwas, uli puan tiang tuara nyakan".

Men Sugih kendel pesan kenehne.

Lantas masaut Sang Kidang, "Ih Tiwas, mai seluk jit nirane!".

Mara keto lantas seluka jit kidange, laut kijem jit kidange, Men Sugih paide abana
ka dui-duine. Men Sugih ngeling aduh-aduh katulung-tulung,"Nunas ica tulung
tiang, tiang kapok!".

Teked di pangkunge mara Men Sugih lebanga, awakne telah babak belur tur
pingsan. Disubane inget ia magaang mulih. Teked jumahne lantas ia gelem
makelo-kelo laut ngemasin mati.

Makna:

Cerita menekankan soal makna karma atau hasil perbuatan, dimana perbuatan
baik pasti akan dibalas dengan hal baik nantinya sama juga seperti hal buruk/jahat
yang kita lakukan akan menghasilkan balasan yang sama. Terlepas dari itu juga
makna yang bisa kita ambil adalah untuk selalu bersabar dan selalu bersyukur
karena Tuhan sudah pasti tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan
umatnya.

Sinopsis :

Gilang (28) adalah seorang penduduk di desa wijaya. Ia merupakan


penduduk yang baik budinya dan dekat dengan Tuhan. Tidak ada penduduk desa
yang tidak mengenal Gilang. Sampai suatu ketika, desa dilanda oleh kekurangan
pangan. Gilang dengan sigap membagikan padi yang ia simpan di lumbungnya.
Warga desa sangat berterima kasih. Demi bebas dari kekuarangan pangan, warga
desa bekerja lebih keras untuk mengisi lumbung padi mereka. Setelah beberapa
bulan, sebuah mobil bagus berhenti di depan pintu masuk desa wijaya. Sosok
seorang yang banyak lagak keluar dari mobil itu. Dia dikenal dengan sebutan
kepala desa. Seorang kepala desa yang tidak layak disebut sebagai kepala desa.
Ia tidak ingin tahu apa yang terjadi di dalam desa itu. Ia bahkan tinggal di tempat
yang jauh dari desa dengan rumahnya yang beralaskan keramik marble. Tidak ada
yang tahu bagaimana ia terpilih menjadi kepala desa. Sekarang, untuk apa dia
datang ke desa wijaya? Tentu untuk menagih bahan pangan. Sejak kapan hal itu
berlaku? Sejak si kepala desa kehabisan bahan pangan. Warga desa sangat
paham bahwa kepala desa yang bernama Tandon (41) bukan pemimpin yang baik.
Dengan berani, mereka menolak untuk memberikan bahan pangan yang sudah
mereka upayakan sekuat tenaga. Nyali sang kepala desa langsung padam.
Namun, saat malam tiba, seorang pesuruh dari kediaman kepala desa datang
untuk mencuri bahan pangan. Dari pada meneriaki si pesuruh, Gilang yang melihat
kejadian itu memberikan beberapa bahan pangan yang ia miliki. Pesuruh yang
merasakan kebaikan Gilang kembali dan memberikan bahan pangan itu kepada
kepala desa. Tetap saja, pesuruh itu dimarahi karena hanya mendapatkan sedikit.
Kali ini, pesuruh itu tidak diam. Ia mengajak pekerja yang lain untuk keluar dari
kediaman kepala desa. Lambat laun, bahan pangan kepala desa kembali surut.
Sekarang, tidak ada pesuruh yang bisa ia pinta untuk ke desa. Dengan terpaksa,
ia datang ke desa dan mencuri dari kebun penduduk. Warga desa yang sedang
melakukan ronda, menyadari kehadiran kepala desa di sebuah kebun singkong.
Kebun itu sudah terlihat sangat kacau. Kepala desa yang sedang panik, mendekati
mereka dan mengatakan hidupnya sengsara karena penduduk desa wijaya,
terutama yang bernama Gilang. Warga desa hanya terdiam dan saling pandang
memandang saat kepala desa menyebutkan nama Gilang. Sebuah langkah kaki
memecah keheningan yang ada. Gilang berjalan menuju hadapan kepala desa
sambil mengatakan bahwa kepala desa sebaiknya selalu bersabar dan selalu
bersyukur karena Tuhan sudah pasti tidak akan memberikan cobaan melebihi
kemampuan umatnya. Bukannya menerima kritik itu, kepala desa murka. Ia
menganggap Gilang sedang mengguruinya. Dengan kemurkaannya, ia
mengangkat sebuah sekop dan meluncurkannya ke arah Gilang. Tak disangka,
tanah bergemuruh dan terbuka tepat di bawah kaki kepala desa. Semua orang
terkejut. Tidak ada yang bisa membantu kepala desa. Tanah yang terbuka itu
langsung tertutup rapat.

(End.)

Anda mungkin juga menyukai