Anda di halaman 1dari 19

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Penelitian Terdahulu


Penelitian dari Narulita (2014), dengan judul Analisis Dayasaing dan
Rumusan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia menunjukkan bahwa
hasil analisis dan rumusan strategi SWOT adalah menghasilkan strategi terpilih S-O
yaitu meningkatkan ekspor kopi Robusta olahan (produk diverensiasi) dan produksi
kopi spesial. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan promosi dan pameran,
diversifikasi produk dan pemanfaatan kafe-kafe kopi siap minum.
Penelitian lain yang berjudul Analisis SWOT untuk Merumuskan Strategi
Pengembangan Komoditas Karet di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah,
yang dilakukan oleh Ikhsan, dkk (2011), menunjukkan bahwa strategi dapat
diajukan terkait dengan pengembangan komoditas dimaksud yaitu Peningkatan
produksi melalui tindakan intensifikasi, ekstensifikasi, dan peremajaan. Dalam
program peremajaan perbaikan bahan tanam agardiprioritaskan
melaluipenyediaan bibit unggul karena dalam jangka panjang berpengaruh pada
produktivitas dan kualitas produk. Penerapan program intensifikasi ditunjang
oleh penyediaan sarana produksi sesuai dengan keperluannya dengan jumlah,
tempat, dan waktu yang tepat, serta tindakan penyuluhan untuk mengintroduksi
teknologi baru tepat guna serta hal-hal yang terkait dengan program intensifikasi.
Peningkatan akses petani produsen atas lembaga dan sumber finansial khususnya
untuk membantu memberikan solusi atas kendala finansial yang potensial terjadi
pada program peremajaan serta pemeliharaan TBM. Pertahankan peruntukkan
lahan untuk komoditas unggulan (karet). Tetap menjaga insentif harga ditingkat
petani sepanjang memungkinkan untuk menjamin pendapatan serta meningkatkan
kesejahteraan petani. Pemeliharaan dan pengembangan infrastruktur jalan dan
pelabuhan (antar pulau) untuk keperluan mempertahankan serta merintis akses
pasar atas produk yang dihasilkan.
Dari hasil penelitiaan yang berjudul Strategi Pengembangan Usahatani
Kopi Arabika (Coffea Sp) di Kabupaten Gayu, menyebutkan bahwa Faktor –
faktor internal yang berpengaruh terhadap strategi perkembangan usaha tani kopi

5
6

di Kabupaten Gayo yang memiliki bobot IFAS tertinggi yaitu Ketersediaan lahan
yang cukup ( Kekuatan ) dan petani kekurangan modal serta tidak mengetahui
hasil penelitian tentang kopi. 3) Faktor – faktor eksternal yang berpengaruh
terhadap strategi perkembangan usaha tani kopi di Kabupaten Gayo dan yang
memiliki bobot EFAS tertinggi yaitu adanya perdagangan bebas yang membuat
usaha tani terkenal ( Peluang ) dan perubahan harga kopi ( ancaman ). Hasil
analisis diketahui Strategi yang diperoleh Dari analisis matriks bahwa strategi –
strategi yang menjadi prioritas utama adalah Meningkatkan mutu dan produksi
kopi serta mitra memberikan harga kepada petani sesuai dengan peraturan yang
berlaku, (Utami, dkk, 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Soetriono (2014) yang berjudul
Kajian dan Strategi Keberlanjutan Agribisnis Kopi Robusta di Kawasan Selatan
Jawa Timur, menjelaskan bahwa keberadaan agribisnis kopi yang berada di
wilayah selatan Jawa Timur sangat berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu
tingkat keberlajutan agribisnis kopi robusta di wilayah selatan Jawa Timur
menunjukkan bahwa dimensi ekonomi dan ekologi mendapat perhatian paling
tinggi untuk mencapai “sustainable state”. Faktor pendorong keberlanjutan
agribisnis kopi di Jawa Timur adalah Keuntungan Usahatani Kopi dan faktor
penghambatnya adalah Keterbatasan Modal Usahatani, serta strategi yang
mengarah pada pengembangan jaringan kelembagaan petani kopi melalui
penguatan hubungan fungsional dan instutusional dengan lembaga pemerintah dan
lembaga layanan input/output untuk keberlanjutan agribisnis kopi robusta di
kawasan selatan Jawa Timur.
Menurut penelitian yang berjudul analisis Keberlanjutan Usahatani Kopi
Rakyat di Kecamatan Silo Kabupaten Jember yang dilakukan oleh Murwanti
(2013), menyebutkan bahwa usahatani kopi rakyat di Kecamatan Silo secara
keseluruhan telah berkelanjutan, dimana ekonomi merupakan dimensi tertinggi
dan etika merupakan dimensi terendah. Bahwa keberlanjutan pembangunan
usahatani kopi rakyat sangat ditentukan oleh dimensi ekonomi. Kebijakan
pembangunan usahatani kopi rakyat diharapkan lebih memfokuskan bagaimana
7

mendesain pola pembangunan kopi rakyat dengan etika yang berkelanjutan,


sehingga dapat berkembang ke arah yang lebih positif.
Haluan, dkk (2014), dalam penelitian yang berjudul Status Keberlanjutan
Pengelolaan Perikanan Budidaya di Pulau-pulau Kecil Makasar, menyebutkan
bahwa dimensi kelembagaan dan sosial budaya merupakan dimensi yang paling
rendah nilai status keberlanjutannya. Dari hasil analisis multidimensi diperoleh atribut
social yaitu fosfat, nitrat, produktivitas usaha perikanan, logam berat, konstribusi
social perikanan terhadap PDRB, kelayakan usaha perikanan, besarnya modal usaha
untuk budidaya laut, ketersediaan lembaga sosial, ketersediaan lembaga keuangan
mikro, tingkat kepatuhan masyarakat, ketersediaan peraturan pengelolaan
sumberdaya secara formal, pola hubungan masyarakat dalam kegiatan perikanan,
pemberdayaan masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja. Atribut-atribut
tersebut perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan perikanan budidaya di lokasi
studi.
Hasil penelitian lain yang berjudul Analisis Keberlanjutan Kawasan Usaha
Perkebunan Kopi (KUPK) Rakyat di Desa Sidomulyo Kabupaten Jember, yang
dilakukan oleh Novita, dkk (2012), menjelaskan bahwa dimensi teknologi
merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan mutu kopi rakyat.
Berdasarkan simulasi program Rap-Coffee untuk masing-masing dimensi
diketahui bahwa dimensi ekonomi tidak berkelanjutan. Berdasarkan gabungan
simultan antara keempat dimensi, indeks keberlanjutan KUPK Desa Sidomulyo
adalah 59.5 % yang berarti berlanjut. Indeks keberlanjutan ini dapat ditingkatkan
apabila dilakukan perbaikan terhadap faktor-faktor yang sensitif untuk masing-
masing dimensi. Oleh karena itu di dalam perencanaan kebijakan untuk
pengembangan KUPK Desa Sidomulyo sebaiknya memprioritaskan pada
peningkatan indikator yang memiliki sensitivitas tinggi di masing-masing
dimensi.
8

2.2 Tinjauan Konsep


2.2.1 Budidaya Tanaman Kopi Arabika
Kopi arabika memiliki persyaratan tumbuh sebagai berikut:
• Ketinggian 700 – 1500 m  dpl dengan kisaran optimum 900 – 1100 m dpl.
Batas terendah  ketinggian tempat untuk pertumbuhannya dibatasi oleh
ketahanannya terhadap penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) dan batas
ketinggian tempat tertinggi dibatasi adanya frost (suhu sangat rendah).
• Iklim memiliki batas yang tegas antara musim kering  dan penghujan atau
Iklim C – D menurut Schmidt dan Fergusson dengan curah hujan  1.000–
2.000 mm/tahun dengan 3–5 bulan kering.
• Dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan tekstur geluh pasiran dan kaya
bahan organik, terutama pada daerah dekat permukaan tanah.
• Produksi tanaman dapat stabil bila tersedia sarana pengairan dan atau pohon
pelindung.
• Sifat kimia tanah umumnya menghendaki pH agak masam yaitu 5,5 – 6,5.
Tahapan pekerjaan dalam budidaya Kopi Arabika, adalah sebagai berikut:
a. Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dua tahun sebelum tanam yang meliputi pekerjaan
pendongkelan tanaman asal, pembersihan lahan, pembuatan jalan/saluran air,
pembuatan teras, pengolahan tanah dan  penanaman pohon pelindung.
b. Pembibitan
Pembibitan kopi arabika dilaksanakan dengan sistem generatif ataupun
vegetatif.
c. Penanaman
Penanaman tanaman kopi di lapangan dilaksanakan pada saat musim
penghujan. Jarak tanam tanaman kopi adalah 2,5 x 2 m  dengan populasi 2.000
ph/Ha.
d. Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan
Masa  TBM pada tanaman Kopi Arabika adalah 3 tahun.  Pemeliharaan utama
pada masa TBM  ini adalah pengolahan tanah, pengendalian  gulma,
9

pemupukan, pembersihan tunas air, pangkas bentuk dan pengendalian hama


dan penyakit.
e. Pemeliharaan tanaman menghasilkan
Pemeliharaan TM Kopi Arabika dilakukan dengan tujuan agar produksi
optimum dan berkesinambungan.  Pekerjaan pada TM meliputi pengolahan
tanah, pangkasan penaung, pangkasan kopi, pemupukan dan pengendalian
hama  penyakit.
f. Panen
Panen Kopi Arabika dilakukan dengan cara memetik buah kopi masak yang
berwarna merah dengan rotasi 12 hari. Hasil petik atau panen yang baik 
menghasilkan  gelondong merah minimal 95 %.
g. Pengolahan
Pengolahan Kopi Arabika dimulai dari penerimaan kopi gelondong dari
lapangan/kebun sampai dengan pengepakan dan pengiriman. Ada dua macam
proses pengolahan, yaitu proses kering (dry process) dan process basah (wet
process). Proses kering dilakukan pada kopi gelondong mutu inferior
(hijau/hitam/kismis).

2.2.2 Teori Analisis SWOT


Menurut Rangkuti (2006), menjelaskan bahwa Analisis SWOT adalah
identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses
pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,
tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis
(strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan
(kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal
ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis
situasi adalah Analisis SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara faktor
eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal
10

kekuatan (stregths) dan kelemahan (weakness). Bentuk matrik SWOT adalah


seperti pada Gambar 2.1.

Peluang Eksternal

2. Mendukung strategi 4. Mendukung strategi


turn-around. agresif.

Kelemahan Kekuatan
Internal Internal

1. Mendukung strategi 3. Mendukung strategi


defensif. diversifikasi.

Ancaman Eksternal

Gambar 2.1 Bentuk Matriks SWOT

Kuadran 1 : Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan


tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang dilakukan memiliki peluang dan
kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi
yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung
kebijaksanaan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented
strategy).
Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus
diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi
(produk/pasar).
Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di
pihak lain, menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal.
Fokus strategi perusahaan adalah meminimalkan masalah-masalah
11

internal perusahaan sehingga dapat membuat peluang pasar yang


lebih baik.
Kuadran 4 : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan
tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Penjabaran interpretasi analisis SWOT dapat diterangkan sebagai berikut :

a. S : Strength/ kekuatan didefinisikan sebagai


sumberdaya, ketrampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif
terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau yang
ingin dilayani perusahaan.
b. W : Weakness/ kelemahan didefinisikan sebagai keterbatasan atau
kekurangan dalam sumberdaya, ketrampilan dan kapabilitas yang
secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan.
c. O : Opportunity/ peluang didefinisikan sebagai situasi penting yang
menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
d. T : Threats/ ancaman didefinisikan sebagai
situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan
perusahaan.

2.2.3 Konsep Dimensi Pembangunan Berkelanjutan


Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi
sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri (Gallopin, 2003). Inti dari konsep ini adalah
bahwa tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan harus saling mendukung dan
terkait dalam proses pembangunan. Bila tidak, akan menjadi “trade off” antar
tujuan (Munasinghe, 1993).

2.2.4 RAP-Fish Analysis


Metode analisis keberlanjutan RAP-Fish pertama kali dikembangkan pada
Fisheries Centre at The University of British Columbia pada tahun 1999 untuk
evaluasi keberlanjutan perikanan (Pitcher, 1999). Prinsip yang dipakai dalam
mendesain atribut untuk analisis RAP-Fish adalah ‘keberlanjutan’. Sama seperti,
12

Issu keadilan dan kejujuran yang digunakan dalam analisis etika, dalam RAP-Fish
issue “keberlanjutan” dipakai sebagai atribut pemandu. Dengan keberlanjutan,
dengan sederhana sumberdaya dan perikanan dan berjalan dalam jangka waktu
pendek.
Kriteria yang digunakan untuk memilih atribut sangat mudah dan
objektif, nilai ekstrim ini dicerminkan dengan ‘ baik (good)’ dan ‘buruk (bad)’
terkait dengan hubungan atribut tersebut terhadan ‘keberlanjutan’. Atribut yang
digunakan adalah ekologi, teknologi, sosial dan etika. Indikator tersebut adalah
yang paling banyak didiskusikan alam literatur-literatur. Indikator sosial dan
ekonomi mungkin adalah indikator yang lebih banyak digunakan dalam RAP-
Fish. Dua hipotesis, “baik” dan “buruk” disimulasikan dengan memilih skor
ekstrim untuk setiap atribut. Dengan catatan bahwa, nilai “baik” dan “buruk”
dievaluasikan sesuai dengan keberlanjutan perikanan dalam setiap disiplin ilmu
yang digunakan. Jika skor yang dimaksud tidak dapat diberikan dengan mudah
pada setiap atribut, maka atribut tersebut kemungkinan tidak akan berguna dalam
analisis RAP-Fish, dan kenyataannya dalam tiga tahun terakhir, telah banyak
atribut yang dikeluarkan dari Rapfish (Pitcher, 1999).
Analisis data, meliputi aspek keberlanjutan dari atribut sosial, ekonomi,
ekologi, etika dan teknologi. Adapun hal yang dilakukan dalam analisis RAP-
Fish adalah: Pertama, mereview atribut-atribut pada setiap dimensi keberlanjutan
dan mendefinisikan atribut tersebut melalui pengamatan lapangan, serta kajian
pustaka. Kedua, pemberian skor yang didasarkan pada hasil lapangan dan
pendapat pakar sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Setiap atribut
diperkirakan skor-nya, yaitu skor 4 untuk kondisi baik (good), 0 untuk jelek (bad)
dan diantara 0 – 4 untuk keadaan di antara baik dan buruk (Pitcher, 1999).
Ketiga, Skor definitif yang merupakan nilai modus, dianalisis untuk menentukan
titik-titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan sistem, yang dikaji relatif
terhadap titik-titik baik dan buruk dengan teknik ordinasi statistik Multi
Dimensional Scaling (MDS). Skor perkiraan tiap dimensi dinyatakan dengan
skala terjelek (bad) 0% sampai terbaik (good) 100%. Nilai indeks ≥50% maka
13

sistem telah berkelanjutan, sebaliknya ≤50% sistem tersebut tidak berkelanjutan


(Thamrin et al, 2007).
2.2.5 Multi Criteria Analysis (MCA)
Pendekatan MCA digunakan untuk: (a) menghasilkan sejumlah indikator
sustainability usahatani kopi arabika yang berbasis pendekatan beberapa referensi,
dan (b) untuk menilai dan mengevaluasi terminologi indikator sesuai dengan
tingkat kepentingannya kondisi yang diinginkan di masa yang akan datang. Untuk
bagian pertama indikator-indikator sustainability menggunakan data komponen
dan atribut yang ditentukan sebelumnya oleh peneliti dengan melakukan penilaian
tingkat kepentingan masing-masing atribut dengan skala Saaty (Adrianto et al,
2005).
Berdasarkan ranking tersebut, ditentukan bobot relatif (relative weight)
yang memodifikasi dari penelitian Mendoza dan Macoun (2000) dalam Adrianto,
et al (2005), dimana nilai 1 berarti dalam kondisi sangat lemah; nilai 2 berarti
kondisi kurang; nilai 3 berarti dapat diterima, atau diatas gari normal; nilai 4
kondisi baik; nilai 5 berarti dalam kondisi yang sempurna/sangat baik.
Selanjutnya ditentukan nilai Sustainable Indicator Criteria (SIC), yang
menyatakan status keberlanjutan suatu sistem.

2.2.6 Analisis Prospektif


Sedangkan Griffin dalam Bourgeous dan Jesus (2004) menyatakan
bahwa metode prospektif ini merupakan alat yang sangat cocok dan diperlukan
untuk analisis kebijakan, terutama pada penelitian yang menyangkut pertanian
berkelanjutan dan pembangunan berkelanjutan, karena dapat memfasilitasi
antisipasi perubahan perubahan dalam lingkungan yang tidak stabil. Metode ini
dapat dilakukan dengan pendekatan yang lebih luas. Pendekatan yang dibangun
oleh CIRAD dan CAPSA memakai delapan tahapan sebagai berikut
(Bourgeous dan Jesus, 2004): (1) definisikan batasan sistem, (2) identifikasi
peubah, (3) definisikan peubah kunci, (4) analisis pengaruh bersama (mutual), (5)
interpretasi keterkaitan antarpengaruh dan ketergantungan, (6) definisikan
14

peubah states, (7) membangun skenario, dan (8) implikasi strategi dan langkah
antisipasi.
Untuk melihat pengaruh langsung antarfaktor dalam sistem, yang
dilakukan pada tahap pertama analisis prospektif digunakan matriks pemangku
kebutuhan. Para pakar atau pemangku kepentingan terlibat secara langsung dalam
menentukan pengaruh langsung antarfaktor dengan mengisi skor 0 – 3 pada
matriks tersebut.

2.2.7 Skala Saaty


Skala Saaty merupakan bagian dari metode Analysis Hierarchi Prosses
(AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Menurut
Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu prinsip
menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan prioritas (Comparative
Judgement), dan prinsip konsistensi logis (Logical Consistency). Dalam proses
menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan
beserta kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi.
Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu
memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut (Saaty, 1993):
a. Lengkap
Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang
digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan.
b. Operasional
Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi
pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap
alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan
alat untuk berkomunikasi.
c. Tidak berlebihan
Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian
yang sama.
d. Minimum
15

Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah


pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam
analisis.
Adapun prinsip-prinsip penting dalam metode ini adalah:
1. Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition, yaitu
memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan
hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga
didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses
analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak
memerlukan pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat,
tergantung dari pengambil keputusan-lah yang menentukan dengan
memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut
diperinci lebih lanjut.
 2. Comparatif Judgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua
elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang
diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh
terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan ditempatkan dalam
bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam melakukan
penialaian terhadap elemen-elemen yang diperbandingkan terdapat tahapan-
tahapan, yakni:
a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
b. Berapa kali sering (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)
  Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen,
perlu dipahami tujuan yang diambil secara umum. Dalam penyusunan skala
kepentingan, Saaty menggunakan patokan pada Tabel 2.1.  
16

Tabel 2.1 Skala Perbandingan Dua Elemen Oleh L. Saaty


Intensitas
Definisi Penjelasan
Kepentingan
Kedua elemen sama Dua elemen menyumbang sama
1
pentingnya besar pada sifat itu
Elemen yang satu sedikit Pengalaman dan pertimbangan
3 lebih ketimbang yang sedikit menyokong satu elemen
lainnya atas yang lainnya
Elemen yang satu esensial
Pengalaman dan pertimbangan
atau sangat penting
5 dengan kuat menyokong satu
ketimbang elemen yang
elemen atas yang lainnya
lainnya
Satu elemen jelas lebih Satu elemen dengan kuat
7 penting dari elemen yang disokong dan dominannya telah
lainnya terlihat dalam praktek
Bukti yang menyokong elemen
Satu elemen mutlak lebih yang satu atas yang lain
9 penting ketimbangn elemen memeiliki tingkat penegasan
yang lainnya tertinggi yang mungkin
menguatkan
Apabila ragu-ragu antara dua
Nilai ini diberikan bila diperlukan
2,4,6,8 nilai yang berdekatan (grey
kompromi
area)
Jika untuk aktivitas i
mendapat satu angka bila
Jika aktivitas i mempunyai nilai x
dibandingkan dengan suatu
bila dibandingkan dengan
aktivitas j, maka j
1/(2-9) aktivitas j, maka aktivitas j
mempunyai nilai
mendapat nilai 1/x bila
kebalikannya bila
dibandingkan dengan aktivitas j
dibandingkan dengan
aktivitas i
Sumber: (Saaty, 1993).
Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma
reciprocal, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka
elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping
itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya
sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika
terdapat m elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran
m x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah
n(n-1)/2 karena matriks reciprocal dan elemen-elemen diagonalnya sama
dengan 1.
17

3. Synthesis of Priority
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen
vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise
comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority
harus dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut
kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.
4. Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa
dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.

2.3 Kerangka Pemikiran


Salah satu kabupaten di Jawa Timur yang menjadi sentra pengembangan
kopi arabika adalah Kabupaten Bondowoso, tepatnya di Kecamatan Sumber
Wringin. Kecamatan Sumber Wringin merupakan Pusat Pengembangan kawasan
kopi arabika di Kabupaten Bondowoso sesuai dengan SSWP IV. Selanjutnya
untuk akselerasi pengembangan kawasan perlu adanya identifikasi potensi baik
mengenai sumberdaya manusia, sumberdaya alam maupun sarana prasarana yang
mendukung kegiatan tersebut. Sentra produksi kopi arabika di Kabupaten
Bondowoso yang paling luas adalah Kecamatan Sumber Wringin dengan luas
areal 513,15 atau 41,72% dari total luas kopi arabika di Kabupaten Bondowoso.
Selain itu, Kecamatan Sumber Wringin juga memiliki produktivitas kopi yang
paling bagus yaitu 512,5 Kg/Ha/thn.
Pengembangan kopi arabika di Kecamatan Sumber Wringin diharapkan
dapat memberikan manfaat sosial maupun ekonomi pada semua stakeholder
diantaranya adalah penyediaan lapangan kerja, tercapainya peningkatan
produktivitas kopi arabika, tercapainya kemitraan dengan pihak lain, peningkatan
daya saing kopi arabika, tumbuhnya wirausaha baru, pelestarian sumberdaya alam
dan lingkungan hidup, tercapainya akselerasi dan kontinyuitas ekspor kopi
arabika, terselenggaranya pemberdayaan kelembagaan petani, dan tercapainya
peningkatan pendapatan petani kopi arabika. Untuk mewujudkan harapan tersebut
perlu diperhatikan isu pengembangan wilayah, potensi yang dapat dikedepankan,
18

dan persoalan-persoalan yang menghambat dalam proses pengembangan wilayah.


Hal itu perlu diperhatikan untuk menjamin kelestarian lingkungan dan
keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam khususnya dalam hal
pengembangan kopi arabika sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Keberlanjutan dapat diartikan sebagai menjaga sesuatu agar terus
berlangsung. Artinya, pertanian keberlanjutan adalah kemampuan untuk terus
mempertahankan kehidupan dengan memanfaatkan dan menjaga sumber daya.
Konsep pertanian yang berkelanjutan muncul sebagai respon atas terjadinya
kemunduran kualitas sumberdaya alam yang disebabkan oleh cara-cara pertanian
yang banyak menggunakan bahan-bahan kimia. Hal ini memunculkan kebutuhan
adanya perubahan besar pada sistem pertanian modern agar lebih ramah
lingkungan, bersifat sosial, dan ekonomi, (Jurnal Analisis Sosial, 2006).
Prospek pengembangan kopi arabika di Kecamatan Sumber Wringin
Kabupaten Bondowoso melalui keberlanjutan usahatani dapat dinilai dari
beberapa dimensi, diantaranya adalah dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi
ekonomi, dimensi teknologi, dan dimensi etika. Kopi arabika merupakan
komoditas yang cukup sensitif terhadap penggunaan bibit unggul, aplikasi
budidaya, penyakit tanaman, serangan hama, pengolahan limbah, prasarana
pendukung, progam pembangunan perkebunan, dan perubahan cuaca. Karena itu
dalam pengembangan kopi arabika, berbagai dimensi tersebut memegang peranan
penting untuk keberlanjutan usaha, sehingga usahatani kopi arabika tidak hanya
memberikan manfaat dimasa sekarang namun juga dimasa yang akan datang.
Berbagai dimensi yang mempengaruhi keberlanjutan usahatani kopi arabika di
Kecamatan Sumberwringin, dapat dijabarkan dalam keterangan di bawah ini:
1. Dimensi Ekologi
Dimensi ekologi merupakan dimensi yang berhubungan langsung dengan
alam sebagai tempat hidup kopi arabika. Pemeliharaan lingkungan sebagai tempat
hidup kopi arabika merupakan sebuah sistem yang saling berhubungan satu
dengan lainnya. Apabila salah satu sub sistem terganggu, maka akan
mempengaruhi sub sistem lainnya, yang pada akhirnya akan merusak sistem.
Dalam dimensi ekologi usahatani kopi arabika terdapat berbagai hal yang dapat
19

mempengaruhi keberlanjutan usahatani tersebut. Keberlanjutan dimensi ekologi


untuk keberlajutan usahatani kopi arabika dapat dibedakan menjadi faktor internal
dan faktor eksternal usahatani. Faktor internal usahatani adalah kegiatan yang
dilakukan oleh petani sebagai pengelola dimensi ekologi, sedangkan faktor
eksternal merupakan faktor ekologi yang tidak dapat dikendalikan oleh petani
sebagai pengelola, dapat berupa faktor yang berasal dari pihak lain ataupun faktor
alam.
2. Dimensi Sosial
Prospek pengembangan keberlanjutan usahatani tidak terlepas dari
kegiatan sosial masyarakat sebagai bagian dari kegiatan usahatani baik secara
langsung sebagai pengelola maupun secara tidak langsung. Faktor-faktor yang
termasuk dalam dimensi sosial dalam pengembangan prospek keberlanjutan kopi
arabika diantaranya adalah pendidikan petani, persepsi masyarakat, adopsi
teknologi yang dilakukan petani, eksistensi lembaga, dan nilai budaya yang
diterapkan di lingkungan usahatani.
3. Dimensi Ekonomi
Hampir setiap kegaitan usaha, sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi.
Banyak yang memiliki anggapan bahwa faktor ekonomi merupakan faktor yang
paling penting dalam menjalankan suatu usaha, selain itu faktor ekonomi
merupakan tujuan utama pengusaha dalam menjalankan usahanya. Tujuan utama
dari kegiatan usaha, khususnya usahatani kopi arabika adalah mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin. Tuuan ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai
faktor on farm maupun off farm.
4. Dimensi Teknologi
Teknologi diperlukan untuk menciptakan prospek cerah, baik bagi
lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial ekonomi. Teknologi yang tepat
adalah teknologi yang berasaskan pertanian terpadu yaitu suatu sistem pertanian
yang efisien dan berwawasan lingkungan, yang mampu memanfaatkan potensi
sumberdaya lokal secara optimal bagi tujuan pembangunan pertanian yang
berkelanjutan. Dalam usahatani kopi arabika, penggunaan teknologi yang
berwawasan lingkungan sangat diperlukan sehingga kegiatan usahatani dapat
20

memberikan hasil yang maksimal namun tidak merusak lingkungan. Adapun


beberapa faktor yang termasuk dalam dimensi teknologi dalam kegiatan usahatani
kopi arabika diantaranya adalah teknologi yang digunakan dalam kegiatan
usahatani, adopsi inovasi teknologi, dan eksistensi teknologi.
5. Dimensi Etika
Etika merupakan bentuk perbuatan manusia mengenai hal yang benar dan
salah dalam kegiatan sosial. Dalam kegiatan keberlanjutan usahatani, etika
menjelaskan hubungan antara manusia dengan lingkungan sekitarnya dan manusia
dengan manusia lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak
pada lingkungan hidup secara keseluruhan. Permasalahan yang sering dihadapi
terkait etika dalam kegiatan usahatani adalah mengenai pengelolaan hutan,
penggunaan sarana produksi pertanian, kegiatan kerjasama, dan pelanggaran tata
aturan yang berlaku. Karena itu perlu pemahaman bahwa praktek etika dalam
kegiatan usahatani mampu memberikan keuntungan kepada pelaku usaha. Jika
semua pihak menjunjung tinggi etika dalam berlaku dalam setiap sub sistem
agribisnis tentu akan berpengaruh positif terhadap peringkat kepuasan dalam
berusahatani, terutama apabila subsistem yang tidak mentolerir tindakan
diskriminasi, monopoli, ketidakadilan, dan sebagainya.
Kopi arabika Kecamatan Sumber Wringin khususnya kopi arabika Java
Ijen Raung, telah memiliki potensi ekspor, karena kualitas kopi arabika di
Kabupaten Bondowoso telah mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis dari badan
HAKI. Sertifikat tersebut didapatkan karena kopi arabika di Kabupaten
Bondowoso memiliki cita rasa khas yang tidak ditemukan di daerah lain. Pasar
ekspor kopi arabika Kabupaten Bondowoso didapatkan melalui PT. Indocom
Citra Persada, yang merupakan salah satu stakeholder pembina petani kopi
arabika di Kecamatan Sumber Wringin Kabupaten Bondowoso.
Perlu upaya dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menjaga
kelangsungan usahatani kopi arabika. Upaya pengembangan tersebut dapat
tercapai bila diketahui mengenai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi
usahatani kopi arabika. Faktor internal merupakan faktor yang terdiri dari
kekuatan dan kelemahan produk kopi arabika, sedangkan faktor eksternal
21

merupakan faktor yang merupakan peluang dan ancaman untuk pengembangan


keberlanjutan usahatani kopi arabika. Pada umumnya faktor-faktor internal dan
eksternal dalam suatu kegiatan usahatani diantaranya adalah Sumber Daya
Manusia, Sumber Daya Alam, Infrasturktur, Kelembagaan, Pemasaran, dan
Kebijakan Pemerintah. Bila ditilik dari segi keberlanjutan maka faktor-faktor
tersebut dapat dipisahkan menjadi 5 (lima) dimensi keberlanjutan usahatani, yaitu
dimensi sosial, dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi teknologi, dan
dimensi etika. Dari faktor-faktor tersebut dapat diketahui posisi pengembangan
kopi arabika Kecamatan Sumber Wringin, sehingga dapat dirumuskan suatu
strategi atau langkah sebagai upaya meningkatkan kekuatan dan peluang usahatani
kopi arabika dengan meminimalkan kelemahan dan ancaman usahatani kopi
arabika. Prospek pengembangan keberlanjutan usahatani arabika tersebut
dibutuhkan seiring dengan persaingan bisnis kopi arabika di pasar internasional
yang semakin ketat.
Menyikapi iklim bisnis yang terus berkembang, maka diharapkan dari
penelitian ini akan muncul suatu strategi pengembangan usaha keberlanjutan
usahtani kopi arabika, sehingga usahatani kopi arabika di Kecamatan Sumber
Wringin tidak hanya memberikan manfaat di masa sekarang, namun juga
memberikan manfaat dimasa yang akan datang. Kerangka pemikiran penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti tersebut terangkum dalam skema kerangka
pemikiran pada Gambar, 2.2
22

Perkembangan Kopi Arabika di Jawa Timur

Potensi Kopi di Kabupaten Bondowoso

Usahatani Kopi Arabika di Kecamatan


Sumber Wringin

Prospek Keberlanjutan Usahatani Kopi


Arabika di Kecamatan Sumber Wringin

DIMENSI ETIKA DIMENSI DIMENSI EKONOMI


- pengelolaan TEKNOLOGI - Kondisi
hutan, - teknologi pasar
- penggunaan (agroindustri) - Lingkup
pestisida, - penguasaan pasar
- penggunaan - Ketersedian - Harga
kompos, teknologi - penyerapan
- kerjasama/ - Eksistensi tenaga kerja Kondisi
mesin harga input
DIMENSI SOSIAL - standarisasi - Keuntungan
- Pendidikan formal mutu - Pola
- Pengetahuan - konservasi
usahatani - pertanian DIMENSI EKOLOGI
berkelanjutan, organik - Status lahan
- Intensitas - tanaman - Bencana
penyuluhan, - Konversi
- Adopsi teknologi lahan
- Persepsi - Produktivita
masyarakat, s
- Eksistensi petani, - Pemupukan
- Eksistensi - Sumber air
kelompok tani, - Pengelolaan
- Eksistensi hutan
penyuluhan pertanian, SWOT - Penggunaan

Strategi Keberlajutan Usahatani Kopi Arabika di Kecamatan


Sumber Wringin Kabupaten Bondowoso

Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran


23

2.4 Hipotesis
Usahatani kopi arabika di Kecamatan Sumber Wringin Kabupaten
Bondowoso apabila ditinjau dari dimensi ekologi, sosial, ekonomi, teknologi, dan
sosial telah berkelanjutan dan memiliki prospek untuk dikembangkan.

Anda mungkin juga menyukai