Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN DINAMIKA LAUT

WAVE PARAMETER

DI SUSUN OLEH
REGITA CAHYANI (H061201020)
AINUL SYA’BAN (H061201048)

DEPARTEMEN GEOFISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan Dinamia Laut yang berjudul “Wave Parameters” dengan
baik.

Dalam penyusunan laporan praktikum ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, khususnya kepada dosen mata
kuliah dan teman-teman kelompok yang turut berpartisipasi penuh dalam meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran.

Dalam penulisan laporan ini, masih terdapat beberapa kekurangan, baik pada teknis penulisan
maupun materi. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk
itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan
penyusunan laporan berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi diri kami sendiri serta
pihak-pihak yang memerlukannya.

Makassar, 14 November 2022

Penulis-Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................
2
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................
4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................
4
I. 1 Latar Belakang ......................................................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................................................. 5
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................
5
II.1 Teori Gelombang Linear........... ...............................................................................................
5
II.2 Wave Transformation…........................................................................................................... 5
II.3 Koefisen Shoaling …………....................................................................................................
8
II.4 Koefisien Refraksi ………………………………................................................................... 9
II.5 Metode Orthogonal ………………………............................................................................
11
BAB III..........................................................................................................................................
16
LANGKAH PERHITUNGAN......................................................................................................
16
III.1 Perhitungan tinggi dan sudut gelombang menggunakan model refraction-Shaoling.............
16
III.2 Perhitungan tinggi dsn sudut gelombang menggunakan model Battjes-janssen16…………
17
BAB IV ........................................................................................................................................ 19
HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................................................
19
IV.1 Hasil...................................................................................................................................... 19
IV.2 Pembahasan ..........................................................................................................................
22
BAB V...........................................................................................................................................
25
PENUTUP..................................................................................................................................... 25
V.1 Kesimpulan ............................................................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 26

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gelombang merupakan fenomena berupa gangguan yang terjadi pada suatu medium.
Fenomena ini telah banyak dikaji dengan berbagai pendekatan, baik secara analitik, numerik, dan
eksperimen dilaboratorium (pemodelan fisik). (Setya Kusuma. A, dkk 2016), gelombang laut
merupakan perubahan ketinggian muka air laut dari elevasi maksimum ke elevasi minimum yang
disebabkan oleh berbagai macam hal salah satunya adalah angin. Gelombang yang menjalar dari
laut dalam menuju laut dangkal akan mengalami deformasi (perubahan bentuk) gelombang
seperti proses refraksi, difraksi dan refleksi yang disebabkan oleh perubahan kontur kedalaman
pantai.

Penyebab utama perubahan bentuk gelombang adalah adanya perbedaan kontur kedlaman
pada dasar laut. Pada kedalam tertentu puncak gelombang akan semakin tajam dan tidak stabil,
pada keadaan ini besar kemungkinan gelombang akan mengalami deformasi karena energi yang
sangat besar yang kemudian gelombang akan pecah. Adapun sudut yang terbentuk antara
gelombang pecah dan garis pantai akan menimbulkan gerakan arus sejajar pantai atau longshore
current. Arus tersebut merupakan salah satu faktor pembentukan morfologi pantai karena dapat
memindahkan partikel sedimen yang dapat menyebabkan abrasi maupun sedimentasi.
Kajian gelombang secara eksperimen di laboratorium telah banyak dilakukan. Biesel dan
Suqet (1945) dan Flick dan Guza (1980) mengkaji mengenai teori dan desain pembangkitan
gelombang (Wavemaker) dalaboratorium. Khalilabadi dan Bidokhti (2012) mengkaji mengenai
bagaimana merancang dan membuat wave flume yang optimal dengan biaya yang terjangkau.
(Iglesias dkk. 2009) mengkaji tentang teknik pengukuran pada wave flume. (Maguire 2011)
mengkaji tentang teknik peredaman gelombang pada ujung wave flume supaya gelombang yang
memantul dapat diminimalisir sehingga dalam pengukuran gelombang tidak terdapat interfensi
gelombang yang tidak diinginkan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Gelombang Linear


Gelombang laut adalah pergerakan naik turunnya permuakan air laut. Gelombang pada
umumnya dibangkitkan oleh angin. Bentuk gelombang laut tidak reguler atau tidak beraturan
sehingga muncul beberapa teori untuk merepresentasikan perilaku gelombang terhadap gaya atau
kondisi yang terjadi salah satunya teori gelombang linear yang biasa juga disebut gelombang
airy. Berikut beberapa definisi gelombang

k =angka gelombang=2 π / L
σ =frekuensi gelombang=2 π / T
C=Kecepatan Gelombang=L / T
T =Periode gelombang (s)
H=tinggi gelombang ( m )
h=kedalaman air (m)
L=Panjang gelombang ( m )
H
a=amplitudogelombang = ( m)
2
η=Profilmuka air
g=gravitasi

Kita tinjau persamaan gelombang harmonik. Dimana Agar fungsi potensial periodik
dalam x maka konstanta k dapat digantikan dengan panjang gelombang L dan frekuensi sudut σ
dapat digantikan dengan perioda T yang memenuhi hubungan :
2π 2π
k= dan σ= (1)
L T

Dari persamaan umum gelombang diketahui rumus untuk menentukan profil muka air
sebagai berikut :

H
η( x , t)= cos ¿ ) (2)
2

Karena C=L/T Rumus Kecepatan Gelombang yang diperoleh dari persamaan dispersi
dapat dituliskan dan panjang gelombang :
2 πd
C= ¿ tanh (3)
2π L
2
2 πd
L= ¿ tanh (4)
2π L
II.2 Wave Transformation
Gelombang yang merambat dari perairan dalam menuju ke perairan dangkal (pantai)
akan mengalami perubahan perilaku gelombang (transformasi). Ketika gelombang memasuki
kedalaman transisi maka gelombang mulai dpengaruhi oleh dasar laut. Pengaruh tersebut
meliputi proses refraksi, shoaling, refleksi, difraksi dan dan gelombang pecah akibat pengaruh
karakteristik bentuk pantai.

Proses pendangkalan gelombang (shoaling) adalah proses berkurangnya tinggi


gelombang akibat perubahan kedalaman. Keceatangerak gelombang juga berkurang seiring
dengan pengurangan kedalaman dasar laut, sehingga mengakibatkan puncak gelombang yang
ada di air dangkal bergerak lebih dangkal dibandingkan puncak gelombang yang berada di
perairan yang lebih dalam. Sehingga terjadilah perubahan arah gerak puncak gelombang
mengikuti kontur kedalaman laut dimana terjadi juga perubahan tinggi gelombang. Proses
perubahan arah gelombang ini disebut refraksi. Shoaling dan refraksi ini disebabkan oleh proses
pendangkalan kedalaman. Namun, pada shoaling lebih ditekankan pada perubahan langsung
tinggi gelombang akibat pendangkalan, sedangkan refraction ditekankan pada perubahan tinggi
gelombang karena pembelokan arahgerak puncak gelombang. Refraksi bisa terjadi karena
adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Pada daerah dimana kedalaman air lebih besar dari
setengah panjang gelombang, yaitu dilaut dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi dasar
laut.

Difraksi gelombang adalah proses pemindahan energi gelombang kearah daerah yang
terlindungi pulau, bukit batu/karang yang menjorok kelaut ataupun bangunan pantai.
Perpindahan energi ini akan menyebabkan timbulnya gelombang didaerah yang terlindungi
tersebut. Gelombang yang menjakar menuju suatu rintangan (pantai/bangunan pantai), sebagian
atau seluruh gelombang tersebut akan dipantulkan kembali. Besar kecilnya gelombang yang
dipantulkan tergantung pada bentuk dan jenis rintangan. Suatu bangunan tegak dan impermeabel
akan membentuk gelombang lebih besar daripada bangunan miring dan permeabl
II.2.1 Wave Shoaling
Wave Shoaling terjadi arena adanya pengaruh kedalaman dasar laut.

Ks=
√ n0 L0
nL
(4)

Ks=[ ( n 0 / nx ) ( C 0 /Cx ) ]0.5 (5)

Keterangan:
Ks = Koefisien Shoaling
L0 = Panjang Gelombang laut dalam
n = koefisien berdasarkan nilai d/L0
n0 = 0.5 (di laut dalam )

Jika suatu gelombang menuju perairan dangkal, maka akan terjadi perubahan
karakteristik gelombang yang meliputi perubahan tinggi, panjang dan kecepatan gelombang.
Dengan menganggap bahwa kemiringan perairan dapat diabaikan, maka panjang gelombang dan
kecepatan gelombang dapat dituliskan sebagai berikut:
2
gT 2 πh
L= tanh (5)
2π L
2 πh
C= ¿ tanh (6)
2π L
2
gT
L0 = (7)

C 0= ¿ (8)

dari persamaan diatas , dapat dituliskan bentuk persamaan
L C 2 πh h h 2 πh
= =tanh atau = =tanh (9)
L0 C 0 L L0 L L

Keterangan:
C0 = Kecepatan rambat gelombang laut dalam

Yang menjelaskan bahwa panjang gelombang L pada kedalaman h ditentukan oleh kedalaman
air dan panjang gelombang di air dalam, dimana panjang gelombang ini dapat dihitung dari
periode gelombang.
Sedangkan pada laut dangkal yaitu saat kedalaman relatif d/L < 1/25, nilai tanh (2πd/L) =
2πd/L sehingga persamaan menjadi:
C=√ gd dan L= √ gd . T (10)
Rata-rata energi gelombang yang ditransportasikan dalam suatu potongan vertikal dalam tiap
satuan lebar puncak tiap satuan waktu.
Dengan asumsi pantai seragam lurus dengan kontur kedalaman paralel, kedalaman air di
breakerline diperkirakan:
2 0.5
h br =[( H ¿¿ s ,o C 0 cos θ0 )/ (α γ b r g )]¿ 2 (11)

Sehingga Tinggi gelombang dapat dihitung dengan:

H s , x =K s , x K r , x K f , x H s , o (12)

H s , br=γ br h br (13)

Keterangan:

Ks,x = [(n0/nx)(C0/Cx)]0.5 = shoaling factor

Kr,x = [ cos0/cosx]0.5 = refraction factor

Kf,x = [ 1/1+ α Hs,0 x]0.3 = friction factor (based on calibration using CROSMOR-model

nx = 0.5 [1+2kh/sin(2kh)] =koefisien

α x = fw ω3/ [3 π g n C (sinh(kh))3] = koefisien Alpha

ω = 2 π /Tp ; k =2 π /L

h = water depth at location x

g = acceleration of gravity (9.81 m/s2)

x = coordinate with respect to deep water location

Sudut datang gelombang pada breakerline (br) dapat ditentukan dari :

sin θ x =( C x / C 0 ) sinθ 0 (14)


sin θbr =(C br / C 0) sinθ 0 (15)

Keterangan:

Hs,0 = significant wave height at deep water

hbr = water depth at breakerline

C0,Cbr = wave propagation speed at deep water and at breakerline

θ0 , θbr = wave incidence angle (to shore normal) at deep water and at
breakerline

γ br = Hs,br / Hbr = breaking coefficient based on 5% breaking= 0.6 to 0.8

II.2.2 Metode Refraksi


Untuk menentukan sudut refraksi gelombang berdasarkan hukum snell (Snell’s law) maka
persamaan gelombang dapat ditulis sebagai berikut

¿ (16)
∂x
Dimana x = arah tegak lurus pantai, y = arah memanjang pantai, α = sudut antara garis
gelombang terhadap arah x
Untuk kondisi kontur yang lurus maka cos α = 0 dam persamaan berubah
k . sin α =konstan (18)
Dengan nilai periode T konstan maka persamaan (14) dibagi dengan frekuensi sudut σ
menghasilkan :
C
=konstan (19)
sinα
Untuk menghitung sudut refraksi gelombang persamaan (15) dapat diubah menjadi :
sin α 2 C2
= (20)
sin α 1 C1

Karena setiap sinar gelombang berbelok pada arah yang sama maka jarak sejajar terhadap pantai
antara garis-garis gelombang adalah tetap dan
b
=konstan (21)
cos α
Yang mana berarti :
√ √
b2
b2
=
cos α 1
cos α 2
(22)

Persamaan diatas merupakan bentuk koefisien refraksi :

Kr=
√ √
b2
b2
=
cos α 1
cos α 2
(23)

II.2.3 Metode Orthogonal


Metode orthogonal dikemukakan oleh Arthur (1952). Teori ini berdasarkan snell’s law
sin α 1 C1 L1
= = (24)
sin α 2 C2 L2

Dimana :
α 1 dan α 2= sudut antara garis kedalaman dengan puncak gelombang

C1 dan C2 = kecepatan jalar gelombang pada tempat yang ditinjau


L1 dan L2 = panjang gelombang
b1 dan b2 = jarak antara wave ray
Bila persamaan (21) diterapkan pada suatu pantai dengan kedalaman garis paralel maka:
Lo L
= 1 =X (25)
sin α o sin α 1
bo b1
= (26)
sin α o cos α 1

Kr=
√ √
bo
b
=
cos α o
cos α
(27)

Keterangan:
Kr = Koefisien refraksi
α = sudut antara garis puncak gelombang dan garis kontur dasar laut dititik yang ditinjau
α o = sudut antara garis puncak gelombang dilaut dan garis pantai
Sketsa refraksi Snell’s law
II.2.4 Faktor Perhitungan Refracti-Shoaling Models
 Distance from offshore
 Water depth to MSL
 Water depth including surge and setup
Type equation here .
 Water depth negative
h¿
 Wave height
 Wave lenght
 Wave speed
 Coefficient
n=0.5[1+2 kh/sin(2 kh)]
 Wave angle
 Shoaling coeficient
 Refraction coeficient
 Friction coeficient
 Alfa coeficient
 Relative wave height
 Wave steepness
H S /L

2.2 Battjes-Janssen model


Model Battjes-Janseen adalah model yang banyak digunakan untuk menghitung reduksi energi
gelombang saat berjalan di surf zona. Berdasarkan Battjes dan Jenssen (1978), dengan
penyempurnaan untuk model pemecah gelombang dengan model parametik yang membentuk
dasar untuk sebagian besar model rekayasa praktis.
Mayoritas model parametik ini menentukan transformasi tinggi gelombang dengan menerapkan
keseimbangna fluks energi:
Ef
=D (25)
x
Battjes-Janseen memperkirakan dispasi gelombang pecah tunggal untuk bore dan
menggabungkannya dengan distribusi Raylegh terpotong untuk memperkirakan dispasi massal
pada gelombang acak
−1 2
ε= α f Qb ρg H max (26)
4
Diman ````a α ≈ 1adalah tunabel koefisient (jika menggunakan α =1),   f adalah frekuensi
gelombang, g merupakan gravitasi, ρ adalah densitas, dan Hmax adalah tinggi gelombang
maksimum serta Qb adalah kondisi saat gelombang pecah. Pecahan gelombang tergantung pada
tinggi gelombang, rata-rata, square tinggi gelombang Hrms dan Hmax.
1−Qb
ln Qb
=−
[ ]
H rms
H maks
(27)

Dimana Ef adalah fluks energi rata-rata, x adalah jarak lintas pantai, lepas pantai positif dan D
adalah dispasi energi

2.2.1 Distribusi Tinggi Gelombang


Pertimbangkan titik tetap di pantai, dengan kedalaman rata-rata h, di hadapan medan gelombang
datang acak. Hal ini disebabkan gelombang dengan ketinggian jauh melebihi h tidak mungkin
bisa melewati titik yang sedang dipertimbangkan, karena gelombang yang berbalik akan
berkurang ketinggiannya karena akibat dari gelombang pecah. Kedalaman yang terbatas secara
efektif membatasi tinggi gelombang yang lebih besar dalam distribusi. Sebuah model yang
disederhanakan diperoleh dengan mendefinisikan setiap kedalaman h gelombang maksimum H m
yang mungkin (akan ditentukan kemudian), dan untuk mengasumsikan bahwa ketinggian semua
gelombang yang pecah pada titik yang dipertimbangkan, itu adalah sama dengan Hm .
 Breaker height
Sejauh ini estimasi kuantitatif H tidak ditentukan. Bentuk yang dipilih didasarkan pada
kriteria Michele untuk ketinggian maksimum gelombang periodik bentuk konstan
H m ≈ 0.14 L tanh( )
2 πh
L
≈ 0.88 k−1 tanh kh (28)

di manak = adalah akar real positif dari persamaan dispersi
L

( 2 πf )2 =g tanh kh (29)

Persamaan (28) di atas memprediksi H ≈ 0,88 jam di air dangkal. Dalam penerapan gelombang di
pantai, ketika kita ingin menggunakan hubungan fungsional yang sama seperti pada pers. (28)
tetapi kita juga menginginkan kebebasan penyesuaian, untuk memungkinkan efek kemiringan
pantai dan transformasi gelombang acak, seperti di perairan dangkal. ekspresi kita untuk H m
direduksi menjadi H m =γh, di mana γ adalah koefisien yang dapat disesuaikan. Agar batas air
dalam tidak dipengaruhi oleh kemiringan dasar, bentuk berikut akhirnya diadopsi:

−1
H m =0.88 k tanh ( 0.88
γkh
) (30)

Dalam aplikasi untuk gelombang acak, persamaan (28) akan digunakan, bersama f dalam
persamaan (29) diberikan nilai perwakilan tunggal, seperti f, frekuensi rata-rata yang
didefinisikan sebagai rasio momen pertama spektrum elevasi permukaan sekitar f = 0 hingga
momen ke nol.
BAB III
LANGKAH PERHITUNGAN
Dalam pengolahan data telah dsediakan model perhitungan pada lembar erja Excel yang telah
terbagi menjadi 2 model yaitu :
1. Perhitungan tinggi dsn sudut gelombang menggunakan model refraction-Shaoling
2. Perhitungan tinggi dsn sudut gelombang menggunakan model Battjes-janssen
Adapun Langkah-langkah ataupun prosedur perhitunggannya sebagai berikut :

III.1 Perhitungan tinggi dan sudut gelombang menggunakan model refraction-Shaoling


1. Input Data
 Offshore wave heigth
 Offshore wave angle
 Wave period
 Surge level above MSL (including tide level)
 Breaker coefficient (range 0.5 to 0.7)
 Distance from offshore (x)
 Water depth to MSL (h)

2. Kalkulasi nilai
 Friction factor
 Water depth at breakerline
 Wave height at breakerline
 Wave setup near waterline
 Average wave setup surf zone
3. Menentukan kedalaman air (hs) dengan menjumlahan nilai Surge level above MSL yang
ada pada input data.
4. Menentukan Water depth negative dengan menghitung
5. Menentukan Wave height menggunakan persamaan 12
6. Menentukan Wave length menggunakan persamaan 4
7. Menentukan Wave Speed menggunakan persamaan 3
8. Menentukan Shoaling Coefficent menggunakan persamaan 5
9. Menentukan Refraction Coefficient menggunakan persamaan 28
10. Plot pada Excel untu melihat hasil grafik
Gambar III.1. Computation of wave height and angle using the refraction-shoaling model

III.2 Perhitungan tinggi dsn sudut gelombang menggunakan model Battjes-janssen

Gambar III.1. Computation of wave height and angle using the Battjes-Janssen model

III.3 Hasil dan Pembahasan


Pada penelitian ini menggunakan dua metode perhitungan untuk menghasilkan model arah
gelombang. Untuk menghasilkan model gelombang seperti gambar III.2, kedua metode ini
menggunakan data Wave height (Hrms), data Wave angle to shore normal, dan bottom profile.
Dengan menggunakan ke-3 data ini kita dapat mengetahui dan memvisualkan bagaimana arah
dan besar geombang.
Wave ehight and water depth (m)
7.00 35.00

Wave angle (degrees)


5.00
30.00
3.00
25.00
1.00
Cross-shore distance (m)
-1.00 0 200 400 600 800 1000 120020.00

-3.00 15.00
-5.00
10.00
-7.00 Bottom profile
Wave height 5.00
-9.00
Wave angle to shore normal
-11.00 0.00

Gambar III.2.2 Stokes drift and Longuet-Higgins streaming over depth. Menggunakan
perhitungan refraction-shoaling model
4.00 35.00
3.00
2.00 30.00
Depth and wave height (m)

1.00

Wave angle (degrees)


0.00 25.00
0.00
-1.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00
-2.00 Cross-shore distance (m) 20.00
-3.00
-4.00 15.00
-5.00
-6.00 10.00
-7.00 Bottom profile
-8.00 Wave height Hrms 5.00
-9.00 Wave angle to shore normal
-10.00 0.00

Gambar III.2.2 Stokes drift and Longuet-Higgins streaming over depth. Menggunakan
perhitungan Battjes-Janseen
Keterangan : untuk nilai negativ gelombang mengarah ke-laut dan nilai positif gelombang
mengarah ke-darat
BAB V
KESIMPULAN
1. Dari kedua model yang digunakan untuk menentukan tinggi dan sudut gelombang
dipengaruhi oleh kecepatan gelombang dan kedalaman muka air. S

Anda mungkin juga menyukai