Anda di halaman 1dari 7

TIGA NILAI KEPAHLAWANAN UNTUK MENGISI KEMERDEKAAN

Khutbah I

ُ‫صحْ ِب ِه َو َمنْ َوااَل هُ َوَأ ْش َه ُد َأنْ اَّل ِإل َه ِإاَّل هللا‬ َ ‫هللا َو َعلَى آلِ ِه َو‬ ِ ‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم َعلَى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َرس ُْو ِل‬ َّ ‫هلل َوال‬ ِ ‫اَ ْل َح ْم ُد‬
‫ك لَ ُه َوَأ ْش َه ُد َأنَّ َس ِّي َد َنا م َُحم ًَّدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه اَل َن ِبيَّ َبعْ دَ هُ ـ َأمَّا َبعْ ُد َفِإ ِّني ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى‬ َ ‫َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي‬
‫ َوِإ ْذ َتَأ َّذ َن َر ُّب ُك ْم لَِئن َش َكرْ ُت ْم َأَل ِزيدَ َّن ُك ْم ۖ َولَِئن َك َفرْ ُت ْم ِإنَّ َع َذ ِابى لَ َش ِد ي ٌد‬:ِ‫اِئل فِيْ مُحْ َك ِم ِك َت ِابه‬ ِ ‫هللا ْال َعلِيِّ ْال َق ِدي ِْر ْال َق‬
ِ
Maasyiral Muslimin rahimakumullah

Sebuah keniscayaan bagi kita selaku hamba Allah yang telah dianugerahi nikmat yang tidak bisa
dihitung, untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Syukur
yang selalu kita ungkapkan ini, insyaallah akan menjadi pemicu untuk ditambahkannya nikmat-
nikmat Allah yang lainnya. Jangan sampai kita menjadi orang yang kufur nikmat, karena Allah
telah menegaskan bahwa azab Allah sangat pedih bagi orang-orang yang tidak mensyukuri
nikmat-Nya. Allah berfirman:

‫َوِإ ْذ َتَأ َّذ َن َر ُّب ُك ْم لَِئن َش َكرْ ُت ْم َأَل ِزي َد َّن ُك ْم ۖ َولَِئن َك َفرْ ُت ْم ِإنَّ َع َذ ِابى لَ َشدِي ٌد‬
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS Ibrahim: 7).

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Di antara banyaknya nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita adalah nikmat bisa
menghirup udara kebebasan dan kemerdekaan. Dengan kondisi merdeka ini kita dapat
beraktivitas dengan tenang dan nyaman. Kita pun dapat beribadah kepada Allah dengan
khusyuk, tanpa terusik oleh kecamuk peperangan yang menyengsarakan. Kita tidak bisa
membayangkan bagaimana saudara-saudara kita yang hidup dan berada di wilayah konflik
peperangan di berbagai penjuru dunia saat ini. Mereka tentu sangat susah mencapai
kekhusyukan dalam beribadah. Ibadah-ibadah mereka harus diiringi kecemasan akan
keselamatan diri di tengah desingan peluru dan ancaman bom yang bisa datang sewaktu-waktu.

Kondisi serupa juga pernah dirasakan oleh para pahlawan yang merebut kemerdekaan dari para
penjajah. Situasi perang telah mengganggu ketenangan berbagai aktivitas mereka, termasuk
beribadah. Mereka mengorbankan jiwa dan raga untuk mewujudkan kemerdekaan agar
kehidupan bisa normal dan ibadah pun bisa lebih khusyuk. Oleh karenanya kita perlu sadar
bahwa kenikmatan dan kenyamanan kita dalam beribadah dan beraktivitas saat ini adalah
karunia Allah subhanahu wata'ala melalui wasilah dan andil para pejuang dan pahlawan bangsa
kita. Ini patut kita renungkan dan syukuri. Sebagai hamba yang tahu diri, sudah selayaknya kita
mensyukuri kondisi ini dengan senantiasa menjaga agar kemerdekaan ini bisa terus dirasakan
oleh anak cucu kita selanjutnya. Jangan sampai kita sendiri yang menjadi pemicu permusuhan
antarsesama sehingga dapat mengakibatkan peperangan, baik antarbangsa Indonesia maupun
dengan negara lain. Para pahlawan sudah memberikan contoh bagaimana berjuang untuk
kemerdekaan. Saatnya juga kita harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan.

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diwariskan oleh para pahlawan
ini, kita bisa mencontoh nilai-nilai dan semangat yang mereka miliki dan kita aplikasikan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Nilai-nilai itu di antaranya adalah pertama, keteguhan dalam
memegang prinsip. Para pahlawan kita oleh Allah dikaruniai keteguhan dan kekuatan hati untuk
senantiasa istiqamah berjuang dan tidak mudah terpengaruh oleh propaganda dan iming-iming
dari para penjajah. Nilai ini selaras dengan firman Allah:

َ ُ‫ك َواَل َت ْط َغ ْوا ۚ ِإ َّن ُه ِب َما َتعْ َمل‬


‫ون بَصِ ي ٌر‬ َ ْ‫َفاسْ َتقِ ْم َك َما ُأمِر‬
َ ‫ت َو َمن َت‬
َ ‫اب َم َع‬
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga)
orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan“ (QS Hud: 112).

Sikap ini harus kita tiru di era modern saat ini dengan tidak mudah terombang-ambing oleh
banjirnya informasi yang ada di berbagai media, khususnya media sosial. Jangan kita mudah
terprovokasi oleh informasi-informasi yang bisa memunculkan perselisihan dan selanjutnya
mengakibatkan tidak stabilnya kondisi lingkungan dan masyarakat kita.

Bukan hanya terkait dengan informasi-informasi umum saja, berbagai informasi terkait ilmu
agama juga harus kita waspadai jika bersumber dari tempat yang tidak jelas. Kita harus benar-
benar memegang ilmu yang telah diberikan oleh para ulama-ulama dan guru-guru kita yang
sudah jelas silsilah keilmuannya. Jangan sampai kita terprovokasi oleh segelintir kelompok yang
gemar menyebarkan paham, yang jika kita tidak teguh dalam berpegang maka akan dapat
terperosok kepada lembah kejahiliahan.

Sebagai sebuah ikhtiar batin, marilah kita banyak membaca doa yang sangat masyhur dan
termaktub dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 8:

َ ‫ك َأ‬
ُ‫نت ْٱل َوهَّاب‬ َ ‫َر َّب َنا اَل ُت ِز ْغ قُلُو َب َنا َبعْ َد ِإ ْذ َه َد ْي َت َنا َو َهبْ لَ َنا مِن لَّ ُد‬
َ ‫نك َرحْ َم ًة ۚ ِإ َّن‬
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau;
karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)."

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Nilai kedua yang harus kita contoh dari para pahlawan kita adalah keberanian. Pada masa dulu,
yang membuat gentar para penjajah adalah keberanian para pejuang kita dalam memperjuangkan
kemerdekaan. Walau bermodal hanya bambu runcing, sementara para penjajah menggunakan
peralatan senapan sampai dengan meriam dan tank baja, namun para pejuang kita tidak mundur
setapak pun.

Sikap berani ini harus kita warisi juga dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini
dengan optimis dan berani menghadapi masa depan dengan menjadi jiwa yang kuat. Allah
berfirman dalam QS Ali Imran ayat 139:

َ ‫َواَل َت ِه ُنوا َواَل َتحْ َز ُنوا َوَأن ُت ُم اَأْلعْ لَ ْو َن ِإن ُكن ُتم مُّْؤ ِمن‬
‫ِين‬
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Nilai ketiga adalah kesabaran dalam meraih tujuan. Kita perlu menyadari bahwa para pahlawan
menghabiskan waktu mereka berjuang meraih kemerdekaan bukan hanya dalam hitungan satu
atau dua tahun saja. Mereka membutuhkan ratusan tahun, dari satu generasi ke generasi
berikutnya, dengan tidak ada rasa putus asa dan lelah untuk meraih kemerdekaan ini.
Nilai-nilai kesabaran ini bisa kita aplikasikan dalam perjuangan kita mengisi kemerdekaan
melalui kesabaran belajar bagi para generasi muda, kesabaran dalam bekerja bagi para orang tua,
dan kesabaran dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan zaman oleh seluruh elemen
masyarakat.

Kesabaran bisa diibaratkan seperti obat atau jamu. Pahit rasanya saat baru mencicipi, namun,
lama kelamaan akan berbuah manis. Pahitnya obat hanya terasa di mulut, namun manis dan
khasiatnya akan menjalar ke seluruh tubuh. Begitu juga dengan sifat sabar, ia akan terasa sangat
pahit di permulaannya, namun akan manis di akhirnya. Sungguh beruntung orang-orang yang
bisa menahan gejolak jiwanya dan bersabar dalam setiap usaha yang dilakukannya dan takdir
yang menimpa.

Jika kita bisa menjadi sosok yang sabar, Allah subhanahu wata’ala sudah menegaskan bahwa
kita akan menjadi hamba yang dicintainya. Firman Allah subhanahu wata’ala dalam QS Ali
Imran: 146

ّ ٰ ‫َوهّٰللا ُ ُيحِبُّ ال‬


‫ص ِب ِريْن‬
“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar”

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Keteguhan, keberanian, dan kesabaran inilah yang bisa kita contoh dari nilai-nilai perjuangan
yang dilakukan oleh para pahlawan bangsa kita. Tentu, masih banyak nilai-nilai positif lainnya
yang bisa kita contoh dan menjadi modal kita dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan
ini. Semoga kita bisa mengamalkannya. amin

ُ‫ك هللا‬
َ ‫ار‬
َ ‫صبْرِ َب‬ َ ‫اص ْوا ِب ْٱل َح ِّق َو َت َو‬
َّ ‫اص ْوا ِبٱل‬ َ ‫ت َو َت َو‬ َّ ٰ ‫ِين َءا َم ُنوا َو َع ِملُوا ٱل‬
ِ ‫صل ٰ َِح‬ َ ‫نس َن لَفِي ُخسْ ٍر ِإاَّل ٱلَّذ‬ َ ٰ ‫َو ْٱل َعصْ ِر ِإنَّ ٱِإْل‬
َ ‫ َأقُ ْو ُل َق ْولِي ه َذا َوَأسْ َت ْغفِ ُر‬.‫الذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬
‫هللا لِي‬ ِّ ‫ت َو‬ ِ ‫آن ْالعَظِ ي ِْم َو َن َف َعنِي َوِإيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه م َِن اآل َيا‬
ِ ْ‫لِي َولَ ُك ْم فِي ْالقُر‬
‫ب َفاسْ َت ْغفِر ُْوهُ ِإ َّن ُه ه َُو ْال َغفُ ْو ُر الرَّ ِح ْي ُم‬ ٍ ‫اِئر ْالمُسْ لِ ِمي َْن مِنْ ُك ِّل َذ ْن‬
ِ ‫َولَ ُك ْم َول َِس‬

Khutbah II
‫ َأ ْش َه ُد َأنْ اَّل ِإل َه ِإاَّل‬.‫صلِّيْ َوُأ َسلِّ ُم َعلَى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد ْالمُصْ َط َفى َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َح ِاب ِه َأهْ ِل ْال َو َفا‬ َ ‫هلل َو َك َفى َوُأ‬
ِ ‫اَ ْل َح ْم ُد‬
‫ك لَ ُه َوَأ ْش َه ُد َأنَّ َس ِّي َد َنا م َُحم ًَّدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه‬
َ ‫هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي‬
‫مْر عَظِ ي ٍْم َأ َم َر ُك ْم‬
ٍ ‫هللا ْال َعلِيِّ ْالعَظِ ي ِْم َواعْ لَم ُْوا َأنَّ هللاَ َأ َم َر ُك ْم ِبَأ‬ ِ ‫َأمَّا َبعْ ُد َف َيا َأ ُّي َها ْالمُسْ لِم ُْو َن ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ يْ ِب َت ْق َوى‬
‫صلُّوا َعلَ ْي ِه‬َ ‫ِين آ َم ُنوا‬ َ ‫ون َعلَى ال َّن ِبيِّ َيا َأ ُّي َها الَّذ‬ َ ُّ‫صل‬ َ ‫ ِإنَّ هَّللا َ َو َماَل ِئ َك َت ُه ُي‬:‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم َعلَى َن ِب ِّي ِه ْال َك ِري ِْم َف َقا َل‬ َّ ‫ِبال‬
ِ ‫ْت َعلَى َس ِّي ِد َنا ِإب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى‬
‫آل‬ َ ‫صلَّي‬َ ‫آل َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َك َما‬ ِ ‫ص ِّل َعلَى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى‬ َ ‫َو َسلِّمُوا َتسْ لِيمًا اَل ٰلّ ُه َّم‬
‫آل َس ِّي ِد َنا‬ ِ ‫ت َعلَى َس ِّي ِد َنا ِإب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى‬ َ ‫ار ْك‬ ِ ‫اركْ َعلَى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َو َعلَى‬
َ ‫آل َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َك َما َب‬ ِ ‫َس ِّي ِد َنا ِإب َْرا ِه ْي َم َو َب‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ ‫ِإب َْرا ِه ْي َم فِيْ ْال َعالَ ِمي َْن ِإ َّن‬.
‫ت اللهم ْاد َفعْ َع َّنا ْال َباَل َء َو ْال َغاَل َء‬ َ ‫ت اَأْلحْ َيا ِء ِم ْن ُه ْم َواَأْل‬
ِ ‫مْوا‬ ِ ‫والمُْؤ ِم ِني َْن َو ْالمُْؤ ِم َنا‬ ْ ‫ت‬ ِ ‫اغفِرْ ل ِْلمُسْ لِ ِمي َْن َو ْالمُسْ لِ َما‬ ْ ‫اَل ٰلّ ُه َّم‬
‫ف ْالم ُْخ َتلِ َف َة َوال َّشدَاِئ َد َو ْالم َِح َن َما َظ َه َر ِم ْن َها َو َما َب َط َن مِنْ َبلَ ِد َنا َه َذا‬ َ ‫َو ْال َو َبا َء َو ْال َفحْ َشا َء َو ْال ُم ْن َك َر َو ْال َب ْغ َي َوال ُّسي ُْو‬
‫ْأ‬ َ ‫َان ْالمُسْ لِ ِمي َْن َعام ًَّة ِإ َّن‬
‫ان َوِإ ْي َتا ِء ذِي‬ ِ ‫هللا َي ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس‬
َ َّ‫هللا إن‬ ِ ‫ك َع َلى ُك ِّل َشيْ ٍء َق ِد ْي ٌر عِ َبا َد‬ ِ ‫َخاص ًَّة َومِنْ ب ُْلد‬
ِ ‫هللا ْالعَظِ ْي َم َي ْذ ُكرْ ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر‬
‫هللا‬ َ ‫ َفاذ ُكرُوا‬.‫ِظ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم َت َذ َّكر ُْو َن‬ ُ ‫ْالقُرْ َبى و َي ْن َهى َع ِن ال َفحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َكر َوال َب ْغي َيع‬
ِ ِ
‫َأ ْك َب ُر‬
JANGAN BERPUTUS ASA, REZEKI BANYAK MACAMNYA!

Khutbah I

ِّ‫صحْ ِب ِه َو َت ِاب ِع ْي ِه َعلَى َمر‬ َ ‫ َو َعلَى آلِ ِه َو‬،‫ان‬ َ ‫صاَل ُة َوال َّساَل ُم َعلَى م َُح َّم ٍد َس ِّي ِد َولَ ِد َع ْد َن‬َّ ‫ َوال‬،‫َّان‬ ِ ‫هلل ْال َملِكِ ال َّدي‬ِ ‫الح ْم ُد‬ َ
َّ‫ َوَأ ْش َه ُد َأن‬،‫ان‬ ِ ‫ان َو ْال َم َك‬ِ ‫الز َم‬َّ ‫ـزهُ َع ِن ْال ِجسْ ِم َّي ِة َو ْال ِج َه ِة َو‬ َّ ‫ْك لَ ُه ْال ُم َن‬ َ ‫ َوَأ ْش َه ُد َأنْ اَّل ِإل َه ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِري‬،‫ان‬ ِ ‫الز َم‬ َّ
ِ ‫ َفإ ِّني ُأ ْوصِ ْي ُك ْم َو َن ْفسِ ي ِب َت ْق َوى‬،‫ عِ َبا َد الرَّ حْ ٰم ِن‬،‫آن َأمَّا َبعْ ُد‬
‫هللا‬ َ ْ‫ان ُخلُ ُق ُه ْال ُقر‬
َ ‫َس ِّي َد َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه الَّذِيْ َك‬
‫شوا فِي َم َناك ِِب َها َو ُكلُوا مِنْ ِر ْزقِ ِه َوِإلَ ْي ِه‬ ُ ْ‫ض َذلُواًل َفام‬ َ ْ‫ ا ه َُو الَّذِي َج َع َل لَ ُك ُم اَأْلر‬:‫آن‬ ِ ْ‫اِئل فِي ِك َت ِاب ِه ْالقُر‬ ِ ‫ ْال َق‬،‫ان‬ ِ ‫ال َم َّن‬
ُ ‫ال ُّن‬
‫شو ُر‬
Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan
meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, takwa dalam artian
menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-
Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan ada jalan keluarnya
dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa disangka-sangka, sebagaimana Allah
berfirman dalam Al-Quran surah At-Talaq Ayat 2 dan 3:

ُ ‫َۚ و َمنْ َي َّت ِق هَّللا َ َيجْ َع ْل لَ ُه َم ْخ َرجً ا * َو َيرْ ُز ْق ُه مِنْ َحي‬


ُ‫ْث اَل َيحْ َتسِ ب‬
Artinya, “Siapa pun yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS At-Talaq: 2-3)

Jamaah sekalian, berkaitan dengan rezeki, sungguh Al-Quran telah menjelaskan konsep rezeki
bagi manusia dengan begitu rinci dan sangat detail. Dalam Al-Quran digambarkan bahwa rezeki
manusia dan seluruh makhluk hidup di muka bumi ini telah ditanggung oleh Allah subhanahu
wa ta’ala. Allah berfirman dalam surah Hud ayat 6:

‫ين‬
ٍ ‫ب م ُِب‬ ِ ْ‫َو َما مِنْ دَا َّب ٍة فِي اَأْلر‬
ٍ ‫ض ِإاَّل َعلَى هَّللا ِ ِر ْزقُ َها َو َيعْ لَ ُم مُسْ َت َقرَّ َها َومُسْ َت ْودَ َع َها ۚ ُك ٌّل فِي ِك َتا‬
Artinya, “Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”

Dari ayat tersebut, Prof. Quraish Shihab, seorang ahli tafsir Indonesia menyebutkan bahwa
kekuasaan, nikmat-nikmat dan ilmu Allah itu mencakup segala sesuatu. Tak satu binatang pun
yang melata di bumi ini kecuali Allah--dengan karunia-Nya--telah menjamin rezeki yang layak
dan sesuai dengan habitatnya. Allah juga mengetahui di mana binatang itu menetap dan ke mana
ia akan ditempatkan setelah kematiannya. Semua itu tercatat di sisi Allah dalam sebuah kitab
yang menjelaskan hal ihwal makhluk-makhluk-Nya.

Dari ayat dan tafsiran tersebut, terdapat tanda bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menjamin
rezeki ciptaannya, maka bagi kita hendaknya tidak perlu riskan dan risau terhadap ‘apa’ yang
akan kita makan hari ini, lebih-lebih di hari esok nanti.

Maasyiral muslimin rahimakumullah

Selain menganjurkan melaksanakan ibadah yang telah ditentukan tata cara pelaksanaannya,
Islam adalah agama yang menganjurkan penganutnya untuk mencari penghidupan duniawi
untuk mencukupi kebutuhan hariannya. Ajaran Islam memerintahkan manusia untuk bergerak
mencari rezekinya, tentu rezeki yang halal. Bekerja mencari penghidupan duniawi itu
merupakan pekerjaan yang mulia di sisi Allah. Justru sebaliknya, berdiam diri, tidak mau
bergerak, menyengaja diri untuk menganggur bahkan meminta-meminta sedekah padahal
fisiknya masih kuat untuk bekerja, yang demikian itu dipandang kurang baik oleh agama Islam.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

َ ِ‫ َألنْ َيحْ َتط‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


‫ب َأ َح ُد ُك ْم ح ُْز َم ًة َعلَى‬ ِ ‫ َقا َل َرسُو ُل‬:‫ َقا َل‬،ُ‫َعنْ َأ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هللاُ َع ْنه‬
َ ‫هللا‬
)‫َظه ِْر ِه َخ ْي ٌر مِنْ َأنْ َيسْ َأ َل َأ َح ًدا َفيُعْ طِ َي ُه َأ ْو َي ْم َن َع ُه (رواه البخاري‬
Artinya, "Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, 'Salah seorang dari kalian memikul kayu bakar dipunggungnya itu lebih baik
daripada ia mengemis kepada seseorang, baik diberi atau ditolak.'" (HR. Bukhari).

Hadits yang baru saja disebutkan secara tegas berisi anjuran untuk kita agar mau bergerak untuk
mencari rezeki, kendati pekerjaan yang kita jalani saat ini ‘remeh’ menurut pandangan
masyarakat pada umumnya, atau pekerjaan kita biasa saja, namun selama itu halal maka tidak
mengapa, dibanding kita bergantung pada aktivitas meminta-meminta kepada orang lain tanpa
ada usaha, maka lebih baik bekerja.

Berkaitan dengan hal ini, para nabi dapat menjadi teladan bagi kita. Mereka adalah orang yang
kesalehannya tidak diragukan lagi, akan tetapi mereka juga tidak lupa terhadap pencarian akan
kehidupan dunia supaya kebutuhan hariannya terpenuhi.

Jamaah sekalian, contohlah Nabi Daud yang makanannya berasal dari hasil usaha yang
dikerjakannya sendiri, kemudian contohlah Nabi Musa yang untuk mendapatkan makanan yang
halal. Begitu pun dengan Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal
sebagai pedagang di masa mudanya. Apabila motivasi duniawi yang membuat kita semangat
dalam bekerja tidak cukup bagi kita, ingatlah terhadap motivasi ukhrawi, bahwa Nabi pernah
bersabda:

ُ‫َم ْن اَ ْم َسى َكااًّل ِم ْن َع َم ِل يَ َد ْي ِه اَ ْم َسى َم ْغفُوْ رًا لَه‬

Artinya: “Siapa pun yang di waktu sore merasa lelah karena mencari nafkah, maka
di saat itu dosanya diampuni.” (HR. Thabrani).

Maasyiral muslimin rahimakumullah

Rezeki dan hasil usaha adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Segala
yang kita usahakan dari pekerjaan kita, terkadang menghasilkan sesuatu dan
terkadang tidak. Apabila menghasilkan sesuatu, adakalanya hasil itu bisa
dimanfaatkan oleh kita, atau tidak bisa dengan semisal hasil usaha tersebut hilang,
dicuri orang, atau diberikan kepada orang lain karena satu atau dua hal.

Nah, adapun hasil usaha yang bermanfaat bagi kita, dapat kita pakai, bisa kita
makan, itulah yang dinamakan rezeki kita. Boleh jadi seseorang yang kaya, yang
hartanya berlimpah ruah, namun selama masa hidupnya ia hanya menghabiskan
beberapa saja hartanya, adapun sisa hartanya yang masih banyak menjadi hak ahli
warisnya. Maka itu adalah rezeki ahli warisnya.
Maasyiral muslimin rahimakumullah

Yang terpenting lagi soal rezeki adalah, rezeki tidak selalu berbentuk harta. Rezeki
bisa berbentuk materi, bisa juga berbentuk non-materi. Rezeki bisa juga berbentuk
spiritual. Kita setiap hari bisa melaksanakan shalat, melaksanakan puasa dan
menunaikan zakat di bulan Ramadan, bahkan hingga melaksanakan ibadah haji.
Itu merupakan rezeki. Ya, rezeki ketaatan dan hidayah yang diturunkan kepada
para hamba yang dikehendaki oleh-Nya. Bukankah ibadah yang kita lakukan
memiliki sisi kemanfaatan bagi diri kita sendiri, baik di dunia maupun di akhirat?
Ya, itulah yang dinamakan rezeki.

Selain ibadah, rezeki itu juga dapat berupa teman yang baik, yang mengarahkan
kita kepada jalan-jalan kebaikan. Lebih-lebih teman kita mengerti dan paham ilmu
agama, sehingga menjadi wasilah kedekatan kita kepada Allah subhanahu wa
ta’ala. Selain itu, jodoh yang baik adalah rezeki juga. Pasangan yang baik akan
menjadikan diri kita tenang dan damai dalam menjalankan bahtera rumah tangga
hingga akhir hayat nanti, bahkan hingga kembali dipertemukan di surga.

Kemudian, pendidikan yang sekarang kita dapatkan, baik di sekolah, di kampus, di


majelis taklim, atau di tempat mana pun, itu merupakan rezeki dari Allah
subhanahu wa ta’ala yang perlu kita syukuri, sebab pendidikan yang kita dapatkan
saat ini, akan bermanfaat bagi kehidupan kita.

Yang paling sering kita abaikan untuk disyukuri adalah rezeki yang berupa
oksigen yang kita hirup tiap detiknya. Tak dapat dibayangkan apabila satu menit
saja kita tidak dapat menghirupnya, tentu sesaklah nafas kita.

Maasyiral muslimin rahimakumullah

Menyangkut soal rezeki memang manusia adalah makhluk yang sering merasa
riskan dan risau soal penghidupan duniawinya. Hal itu merupakan sifat manusiawi
bagi kita, sebab tanpa naluri kecemasan akan rezeki, tubuh kita tidak akan
merespons untuk bergerak mencari nafkah. Akan tetapi, rasa cemas yang
berlebihan terhadap rezeki pun tidaklah baik. Apalagi rasa cemas tersebut tidak
dibarengi dengan kesadaran bahwa rezeki tidak hanya yang bersifat materi saja,
akan tetapi jika kita mau merenung dan berpikir, betapa baiknya Allah kepada kita
dengan segala hal yang saat ini bisa kita nikmati dan ambil manfaat darinya. Itulah
rezeki

َ‫ هَ َذا فَأ ْستَ ْغفِ ُر هللا‬g‫ َأقُوْ ُل قَوْ لِي‬.‫ر ْال َح ِكي ِْم‬gِ ‫آن ْال َع ِظي ِْم َونَفَ َعنِي َوِإيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِم ْن آيَ ِة َو ِذ ْك‬
ِ ْ‫ك هللا لِي َولَ ُك ْم فِي ْالقُر‬ َ ‫بَا َر‬
ِ ‫ال َع ِظ ْي َم ِإنَّهُ هُ َو ال َغفُوْ ُر الر‬
‫َّحيْم‬
‫‪Khutbah II‬‬

‫أن آل إلَهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِريكَ لَهُ‪َ ،‬وَأ ْشهَ ُ‪g‬د َّ‬
‫أن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ‬ ‫ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َو ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ ثُ َّم ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ‪َ .‬أ ْشهَ ُد ْ‬
‫ان ِإلَى يَوْ ِم‬ ‫صلِّ َو َسلِّ ْ‪g‬م َعلَى نَبِيِّنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى َألِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َس ٍ‬‫َو َرسُوْ لُهُ الَّ ِذيْ اَل نَبِ ّي بع َدهُ‪ .‬اَللَّهُ َّم َ‬
‫القِيَا َم ِة‬

‫صلُّوْ نَ‬ ‫ال هللاُ تَ َعالَى‪ِ :‬إ َّن هللاَ َو َماَل ِئ َكتَهُ يُ َ‬ ‫ص ْي ُك ْ‪g‬م َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد فَا َز ْال ُمتَّقُوْ نَ ‪ .‬فَقَ َ‬ ‫َأ َّما بَ ْعدُ‪ ،‬فَيَا َأيُّهَا النَّاسُ ُأوْ ِ‬
‫صلِّ َعلَى َسيِّ َدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى َأ ِل َسيِّ َدنَا‪ُ g‬م َح َّم ٍد‪.‬‬ ‫صلُّوْ ا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما‪ .‬اَللَّهُ َّم َ‬ ‫َعلَى النَّبِ ِّي‪ٰ ،‬يَأ يُّها الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا َ‬
‫ت‪ .‬اللهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْال َوبَا َء‬ ‫ت‪ ،‬اََأْلحْ يا ِء ِم ْنهُ ْم َو ْاالَ ْم َوا ِ‬ ‫ت َو ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬ ‫اللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُمْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬
‫صةً َو َساِئ ِر‬ ‫والقُرُوْ نَ َوال َّزالَ ِز َل َو ْال ِم َحنَ َوسُوْ َء ْالفِتَ ِن َو ْال ِم َحنَ َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ع َْن بَلَ ِدنَا ِإ ْندُونِ ْي ِسيَّا خآ َّ‬
‫َان ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عا َّمةً يَا َربَّ ْال َعالَ ِم ْينَ‬ ‫ْالب ُْلد ِ‬
‫ق َحقًّا َوارْ ُز ْقنَا‪ g‬اتِّبَا َعهُ َوَأ ِرنَا‪ْ g‬البَا ِط َل بَا ِطاًل َوارْ ُز ْقنَا اجْ تِنَابَهُ‪َ .‬ربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِى ْا ِ‬
‫آلخ َر ِة‬ ‫اللَّهُ َّم َأ ِرنَا ْال َح َّ‬
‫ار‪َ .‬واَ ْل َح ْم ُد هّٰلِل ِ َربِّ ْال ٰعلَ ِم ْينَ‬ ‫َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫اب النَّ ِ‬
‫ان َوِإيْتا ِء ِذي ْالقُرْ ب َى َويَ ْنهَى ع َِن ْالفَحْ شا ِء َو ْال ُم ْن َك ِ‪g‬ر َو ْالبَ ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ ‫ٍعبَا َد هللاِ‪ِ ،‬إ َّن هللاَ يَْأ ُم ُر بِاْل َع ْد ِل َو ْاِإل حْ َس ِ‬
‫تَ َذ َّكرُوْ نَ ‪َ ،‬و ْاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم‪َ g،‬وا ْش ُكرُوْ هُ عَل َى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم‪َ ،‬ولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَرْ‬

Anda mungkin juga menyukai