Anda di halaman 1dari 2

Mahkamah Agung telah membuka informasi status proses penanganan perkara ke publik melalui

situs web Info Perkara Kepaniteraan MA  mulai tahun 2007,.  Pada tahun tersebut juga MA
membuka akses publik terhadap informasi putusan melalui situs Direktori Putusan. Salah satu
tujuan keterbukaan informasi pengadilan adalah mencegah interaksi pihak berperkara dengan
aparatur pengadilan (MA) yang berpotensi  melakukan kapitalisasi informasi penanganan perkara.
Namun ternyata, keterbukaan informasi dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab
untuk mengelabui pihak berperkara. Modusnya dengan menghubungi pihak berperkara  dan
menyampaikan dokumen yang seolah-olah produk Mahkamah Agung.  Dokumen tersebut
dilengkapi Kop Surat MA, berstempel dan ditandatangani oleh pejabat MA berisi informasi
penanganan perkara disertai permintaan menghubungi panitera pengganti atau pejabat MA lainnya.
Tentu saja, semua itu palsu!
Panitera MA. Ridwan Mansyur, meminta  agar  publik waspada terhadap modus penipuan tersebut.
Ia berpesan agar pihak berperkara  dan publik untuk selalu memastikan informasi perkara diperoleh
melalui sumber resmi. Menurut Ridwan Mansyur, MA tidak pernah melakukan korespondensi
langsung dengan pihak berperkara. Semua korespondensi yang terkait penanganan perkara
dilakukan melalui pengadilan tingkat pertama.  Itu  pun terbatas pada pemberitahuan registrasi
perkara dan salinan putusan atau perintah untuk melengkapi kekurangan berkas.
“Oleh karena itu jika ada surat berkop MA, ada stempel dan tanda tangan pejabat MA, namun isinya
ada permintaan menghubungi panitera pengganti atau pejabat MA lain melalui nomor ponsel
tertentu, maka dipastikan itu adalah modus penipuan”, jelas Panitera MA.
“Demikian juga jika ada seseorang mengaku  pegawai MA yang menghubungi pihak berperkara dan
menjanjikan membantu mengurus perkara di MA, dipastikan orang tersebut adalah  oknum penipu”,
imbuh Panitera MA
Dokumen Palsu
Ada dua model dokumen palsu yang berdasarkan surat pengaduan menjadi modus populer
penipuan
Pertama, Surat Pemberitahuan Registrasi
Surat tersebut selayaknya sebuah surat dinas. Dilengkapi kop surat, nomor surat, tanda tangan
Panitera Muda Perkara dan Stempel MA.  Pada paragraf pertama menyampaikan nomor registrasi
perkara kasasi atau peninjauan kembali. Nomor perkara yang disampaikan sesuai dengan info
perkara MA. Paragraf berikutnya berisi uraian cukup panjang  tentang keterbukaan informasi dan
komitmen  penyelesaian perkara dengan cepat, dilanjutkan dengan permintaan menghubungi
panitera pengganti dengan maksud  mengklarifikasi erkara.  Surat diakhiri dengan kalimat sebagai
berikut
“Demikian surat pemberitahuan ini kami buat agar menjadi sarana untuk mewujudkan peradilan
Indonesia yang transparan sesuai visi dan misi Mahkamah Agung RI untuk memberikan pelayanan
yang terbaik  kepada masyarakat pencari keadilan”.
Panitera MA  mengingatkan bahwa dibalik kata-kata “manis” tersebut  ada jebakan untuk
menghubungi  panitera pengganti “jadi-jadian” yang tidak lain adalah oknum penipu. Oleh karena itu
jangan sekali-kali merespons siapapun yang mengatasnamakan majelis untuk membicarakan
perkara, baik disampaikan lewat surat maupun telepon.
Kedua, print out direktori putusan
Modus lain yang cukup banyak beredar adalah dokumen yang menyerupai print out Direktori
Putusan. Dokumen tersebut dilengkapi watermark Direktori Putusan dan QR Code. Materi
muatannya berisi  informasi amar putusan. Untuk meyakinkan pihak,  dokumen ini disertai tanda
tangan ketua majelis dan panitera pengganti, sehingga menyerupai petikan putusan perkara pidana.
Informasi amar putusan dalam dokumen ini biasanya palsu. Biasanya dokumen ini beredar dan
perkaranya belum putus. Dalam beberapa kasus, dokumen ini sebagai bukti bahwa perkara  yang
diurusnya  diputus sesuai dengan “pesanannya”.
Panitera MA mengingatkan bahwa dokumen seperti ini bukan produk MA sehingga dipastikan palsu.
Cara Mudah Verifikasi Dokumen
Direktori Putusan dan Informasi Perkara MA dilengkapi QR Code yang merujuk pada URL tempat
informasi tersebut dimuat.  Oleh karena itu apabila menerima hasil cetak yang menyerupai info
perkara atau direktori putusan yang tidak ada  QR CODE maka mengindikasikan dokumen tersebut
palsu. Sebaliknya jika memuat QR Code, segera lakukan scanning. Jika merujuk pada halaman
situs web Kepaniteraan MA/Direktori Putusan dan informasi yang ditampilkan sama, maka isi
dokumen tersebut dapat dipercaya.

Anda mungkin juga menyukai