DISUSUN OLEH :
NAMA : KUSUMASTUTI SRI WINAHYU, ST
NO PRESENSI : 13
INSTANSI : DINAS PUPESDM DIY
Perjalanan hidup manusia dilambangkan dalam tata ruang bangunan dan tanaman dalam
alur garis simbolis-filosofis dari Panggung Krapyak ke utara hingga Kompleks Kraton
sector selatan. Lambang itu menggambarkan perjalanan hidup manusia sejak lahir dari
rahim ibunya, kemudian memasuki masa remaja, kemudian akil baligh. Setelah melewati
masa remaja dan memasuki kedewasaan, tahap selanjutnya adalah saling menyukai lawan
jenis yang dilanjutkan ke jenjang perkawinan dengan melahirkan anak, dimana bayi ini
kelak akan lahir sebagaia calon (magang; dilambangkan dengan Kemagangan) manusia
dewasa.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, pada akhirnya manusia juga akan kembali kepada
penciptaNya. Garis simbolis-filosofis dari Tugu Golong-Gilig atau Tugu Pal Putih hingga
Kraton melambangkan perjalanan manusia menghadap Sang Pencipta.
Bertitik tolak pada tata nilai budaya Yogyakarta, maka pengelolaan dan pemanfaatan
ruang DIY harus mengacu pada filosofi :
Keterkaitan tata nilai penataan ruang dan arsitektur ini dengan tugas dan fungsi Dinas
PUPESDM DIY adalah :
1) Dalam penataan ruang suatu kawasan atau kota harus disediakan ruang publik dan
bangunan yang mencukupi bagi intensitas dan perkembangan komunikasi manusia
dengan Tuhan;
2) Menyediakan ruang public sebagai tempat interaksi antara manusia sebagai tempat
pengembangan diri manusia di bidang ekonomi, politik, sosial, maupun kebudayaan.
3) Menjaga nilai-nilai ekologis, yang menjamin terlaksananya transformasi dan sinergi
energi antara unsur alam, baik yang berupa benda-benda tak hidup (aiar, tanah,
bebatuan, udara, air, dll), tumbuh-tumbuhan, maupun hewan.
Berdasarkan tata nilai penataan ruang dan arsitektur tersebut diharapkan pemanfaatan
ruang di Daerah Istimewa Yogyakarta memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya disesuaikan dengan daya
tamping dan daya dukung lingkungan Daerah Aliran Sungai;
2) Perlu lebih diperketat terkait perijinan perkembangan wilayah terbangun di sekitar
kawasan perkotaan Kota Yogyakarta;
3) Mempertahankan dan melindungi guna lahan khas yang telah menjadi ikon DIY;
4) Mempertahankan luas lahan sawah dalam bentuk lahan pertanian guna menjaga
stabilitas dan ketahanan pangan nasional;
5) Keterpaduan penataan ruang kabupaten/kota;
6) Pengelolaan wilayah pesisir laut secara terpadu;
7) Pengelolaan potensi ekosistem langka dan spesifik yang perlu dikelola dalam taraf
nasional seperti Cagar Akam Karst;
8) Pemanfaatana ruang di kawasan perkotaan diarahkan untuk berkembang secara
intensifikasi yang akan meminimalisasi penambahan luas kawasan.
a. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas tentang tata nilai penataan ruang dan arsitektur, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1) Penataan ruang suatu daerah diperlukan agar pemanfaatan sumber daya alam dapat
terkendali guna mencapai keserasian dan keseimbangan, serta tidak melampaui daya
dukung lingkungan;
2) Jika ingin mempertahankan ciri khas Kota Yogyakarta yang tidak dimiliki oleh kota-
kota lain, maka pembangunan dan penataan ruang harus disesuaikan dengan prinsip
pembangunan kota berbasis budaya;
3) Kebijakan pemanfaatan ruang didasari filosofi Hamemayu Hayuning Bawono,
dimana dalam konteks perwilayahan, artinya rahayuning bawono kapurbo
waskithaning manungso, artinya selaras menjaga kelestarian dan keselarasan
hubungan Tuhan, alam, dan manusia.
b. Saran
1) Tata nilai budaya yang menjadi ciri khas keistimeraan Yogyakarta perlu lebih
disosialisasikan lagi kepada masyarakat luas terutama kepada para pemangku
kepentingan yang terlibat dalam perencanaan dan pembangunan Daerah Istimewa
Yogyakarta;
2) Perencanaan tata ruang dan pemanfaatana ruang di Daerah Istimewa Yogyakarta tetap
menjunjung tinggi filosofi inti kota (catur gatra tunggal), yaitu penataan ruang
keistimewaan DIY harus berlandaskan konsep inti kota Yogyakarta yang memiliki
sejarah tinggi (historical), mampu mengarahkan perkembangan keruangan (spatial)
karena eksistensi dan kelestarian inti kota;
3) Selain itu tetap memperhatikan delineasi spasial (pathok negara), yaitu penataan
ruang harus menjadi dasar untuk melestarikan tata ruang pada aspek karakter
kawasan, baik pada kawasan terbangun maupun pada kawasan alamiah.