Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Ahmad Khoirul Mahfudi


Nim : 105170379
Program studi : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Syariah
Semester : VII (Tujuh)
Judul : Peran Balai Pelestarian Cagar Budaya Dalam Pelestarian
Cagar Budaya Pemakaman Bersejarah (Studi Kasus
Pada MakamAbdul Kahar, Makam Raden Mattaher dan
Makam Belanda/ Kerkhof) Di Kota Jambi.

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah suatu negara yang memiliki kebudayaan yang

beraneka ragam jumlahnya dan yang bersifat tangible (warisan budaya bendawi)

maupun intangible (yang bersifat nilai-nilai merupakan bagian integral dari

kebudayaan secara menyeluruh), karena keragaman tersebut Indonesia

mempunyai ciri khas tersendiri dari bangsa lain.

UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dijelaskan bahwa

benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya

bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan,

sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan untuk menumbuhkan kesadaran jati

diri bangsa dan kepentingan nasional.1

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang

cagar budaya dijelaskan bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bagi

bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting

1
Dokumentasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi tahun 2005, hlm.3.

1
2

artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan

kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sehingga

perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan,

pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada pasal 1 urutan 8 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 menyatakan penguasaan

adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada pemerintah, pemerintah daerah,

atau setiap orang umtuk mengelola cagar budaya dengan tetap memperhatikan

fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.2

Melestarikan cagar budaya dapat menumbuhkan sifat nasionalisme, yaitu

sifat saling memelihara, serta menghargai, sehingga tercipta persatuan serta

kesatuan dalam masyarakat. Tetapi hal tersebut dapat diwujudkan apabila kita

dapat menjaga, mempelajarinya, serta melestarikan sehingga kebudayaan daerah

di Indinesia tetap terjaga dan terpelihara dengan baik serta tidak punah bahkan

sampai diakui oleh negara lain karena kebudayaan ini merupakan indentitas suatu

bangsa dan negara.3

Balai pelesarian Cagar Budaya (BPCB) sangat berperan dalam pelestarian

makam-makam bersejarah, terutama dalam pemugaran, menjaga kebersihan dan

pemeliharaan. Makam-makam tersebut diantaranya : Makam Abdul Khahar,

Makam Raden Mattaher, dan Makam Belanda/ Kerkhof.

2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,hlm.5
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek
Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala 1982.
3

Kenyataan di lapangan ketiga makam tersebut kondisinya sangat

memprihatinkan, makam tersebut belum sesuai dengan standar pemeliharaan

taman makam nasional. Sehingga Makan Raden Mattaher tersebut diambil alih

oleh Yayasan Raden Mattaher yang di pimpim oleh cucu Raden Mattaher yang

bernama Ratu Mas Siti Aminah binti Raden Hamzah bin Raden Mattaher bin

Pangeran Kusen Bin Pangeran Adi (Adituo) Bin Sulthan Mahmud Fahrudin.

Sementara Makam Sultan Abdul Kohar dan makam Belanda dalam

pemeliharaannya masih dibawah naungan BPCB (Balai Pelestarian Cagar

Budaya) Jambi.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian lebih mendalam tentang ‘Peran Balai Pelestarian Cagar

Budaya Dalam Pelestarian Cagar Budaya Pemakaman Bersejarah (Studi Kasus

Pada Makam Sultan Abdul Kohar, Makam Raden Mattaher dan Makam Belanda/

Kerkhof) di Kota Jambi.

B. Rumusan Masalah

Adapunn rumusan masalah yang penulisan teliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi cagar budaya pemakaman bersejarah makam Abdul

Kohar, makam Raden Mattaher dan makam Belanda/ Kerkhof) di Kota

Jambi.

2. Bagaimana peran dan kendala yang dihadapi Balai Pelastarian Cagar Budaya

Provinsi Jambi dalam pelestarian cagar budaya pemakaman bersejarah

makam Abdul Kohar, makam Raden Mattaher dan makam Belanda/ Kerkhof)

di Kota Jambi.
4

C. Batasan Masalah

Karena masalah kebudayaan adalah sangat luas cakupannya maka penulis

hanya membatasi, pada masalah Peran Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi

Jambi dalam pelestarian cagar budaya pemakaman bersejarah makam Abdul

Kohar, makam Raden Mattaher, dan makam Belanda/ Kerkhof) di Kota Jambi.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas dan masalah pokok yang

menjadi objek pembahasan dalam skripsi ini, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kondisi cagar budaya pemakaman bersejarah makam

Abdul Kohar, makam Raden Mattaher, dan makam Belanda/ Kerkhof) di

Kota Jambi.

2. Untuk mengetahui peran dan kendala yang dihadapi Balai Pelestarian Cagar

Budaya dalam pelestarian cagar budaya pemakaman bersejarah makam

Abdul Kohar, makam Raden Mattaher, dan makam Belanda/ Kerkhof) di

Kota Jambi.

E. Kegunaan penelitian

1. Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan dan memperoleh

gelar sarjana ( S1 ) di Fakultas Syariah UIN STS Jambi

2. Untuk menambah referensi perpustakaan agar dapat di gunakan untuk

penelitian selanjutnya.
5

F. Kerangka Teori

a. Peran Pemerintah

Dalam ilmu sosiologi definisi peran dipergunakan untuk mengetahui

tingkah laku yang teratur dan bebas dari orang-orang tertentu yang menjabat

berbagai posisi dan menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan

peranan yang dilakukannya.4 Sedangkan peran dalam pemerintah daerah

merupakan hak dan kewajiban yang diterapkan dalam tindakan yang dilakukan

berdasarkan perintah amanat otonomi daerah melalui tugas, fungsi dan wewenang

yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan penjelasan di atas, jika dikaitkan dengan tindakan pemerintah

maka dapat disebutkan bahwa peran merupakan tindakan yang dilakukan

pemerintah berkaitan dengan posisi dalam pemerintahan. Peran pemerintah

terbagi atas peran lemah dan peran kuat. Menurut Leach, Swewart dan Walsh

dalam Muluk (2005) mengemukakan bahwa :

Peran pemerintah yang lemah ditandai dengan 1) Rentang tanggungjawab,


fungsi atau kewenangan yang sempit. 2) Cara penyelenggaraan Pemerintah
yang bersifat reaktif. 3) Derajat otonomi yang rendah terhadap fungsi-fungsi
yang diemban dan tingginya derajat kontrol eksternal. Sementara itu, untuk
peran pemerintah yang kuat yaitu : 1) Rentang tanggung jawab, fungsi atau
kewenangan yang luas. 2) Cara penyelenggraraan pemerintah yang bersifat
positif. 3) Derajat otonomi yang tinggi atas fungsi-fungsi yang diemban dan
derajat kontrol eksternal yang terbatas.5
Berdasarkan Undang-Undang N0mor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

daerah, yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan

4
4. Muhammad Amba (1998), Fakor-fakor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat.
Pasca Sarjana IPB. Bogor. Hlm 23.
5
Khoirul Muluk. 2005. Desentralisasi dan Pemerintah Daerah Malang. Bayumedia
Publishing. Hlm 62-63.
6

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah

(DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi

seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam undan-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Dalam pengembangan potensi pariwisata pemerintah mempunyai peran

sebagai motivator, fasilitator dan dinamisator. Peran pemerintah sebagai motivator

yang harus dilakukan adalah pemerintah harus memberikan motivasi kepada

masyarakat dan stakeholder agar dapat berkiprah dalam pengembangan, kemajuan

dan pengelolaan pariwisata.

Pemerintah sebagai fasilitator adalah pemerintah harus bisa memfasilitasi

dalam kemajuan pariwisata, yang mana fasilitas tersebut dipergunakan untuk

menunjang terlaksananya program yang telah direncanakan pemerintah.

Kenyataan di lapangan pemerintah dapat mengadakan kerjasama dengan

stakeholder.

Peran pemerintah sebagai dinamisator merupakan perwujudan pelaksanaan

pemerintahan yang baik, supaya tercapai pembangunan yang baik dan seimbang, oleh

sebab itu pihak pemerintah, swasta dan masyarakat harus bisa bersinergi. Pemerintah

sebagai stakeholder dalam pengembangan pariwisata mempunyai peranan untuk

mensinergikan para pihak, agar saling menguntungkan untuk pengembangan

pariwisata.6

6
I Gede Pitana dan Putu G Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Yogyakarta. Hal 95
7

Dalam konteks pemerintah istilah peran erat kaitannya dengan kewenangan

suatu organisasi publik, karena bertindak berdasarkan kepada aturan undang-

undang yang berlaku. Pengertian kewenangan adalah hak dalam menggunakan

wewenang yang dimiliki oleh pejabat ataupun instansi yang sesuai dengan

peraturan yang berlaku. Betapa penting posisi wewenang tersebut, sehingga F.A.

M. Stroink dan J.G. Steenbeek berpendapat sebagai konsep inti di dalam hukum

tata negara dan hukum administrasi negara.78

Pendapat Prajudi Atmosudirjo tentang pengertian kewenangangadalah

sebagai berikut :

“Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan


yangberasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau
dari Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan
terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu
bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan
wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam
kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan
untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik”.9
Secara konsep kewenagan serta wewenang adalah istilah yang mempunyai

arti sama. Wewenang merupakan inti di dalam Hukum Tata Negara, sebab

pemerintah hanya dapat melakukan fungsinya atas dasar wewenang yang

diperoleh. Sah atau tidaknya tindakan pemerintah dapat dilihat atas dasar

wewenng yang diberlakukan dalam undang-undang. Kewenangan dapat dilihat

dari campurtangan pemerintah dalam memberi legitimasi kepada masyarakat

umum dan instansi pemerintah di dalam melaksanakn fungsinya.

7
Ridwan HR. 2013. Hukum Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hal,17.
8
Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hal.
29.
9
8

Wewenang tidak hanya diartikan sebagai hak agar dapat melaksanakan

kekuasaan. Tetapi wewenang dapat diartikan sebagai kemampuan bertindak oleh

undang-undang yang diberlakukan dalam melaksanakan hubungan dan perbuatan

hukum.10 Menurut Philipus M. Hadjon berpendapt bahwa sumber wewenang ada

tiga yaitu :

“Setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas


kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu
atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan
melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, sedangkan
kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari
pelimpahan”11
Melihat berbagai definisi peran yang dipaparkan dapat ditarik kesimpulan

yaitu peran pemerintah merupakan suau tindakan yang dilaksanakan berdasarkan

otoritas serta kewenangan dalam suatu organisasi publik, yang dimaksud

organisasi tersebut adalah Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jambi dalam

melaksanakan peran yang sesuai dengan aturan yang berlaku melalui tuga dan

fungsi berkenaan dengan pelestarian dan pengembangan Cagar Budya Makam-

makam bersejarah Di Kota Jambi.

1. Pelesarian Cagar Budaya

Konsep dalam pelestarian dapat dikatakan sebagai kerangka tindakan, dalam

melindungi, mengamankan, perawatan, dan memelihara. Pelestarian dalam arti luas

adalah melestarikan yang meliputi pengelolaan organisme dalam kehidupan lingkungan

alami misalkan cagar alam, lingkungan yang memiliki nilai budaya, misalkan cagar

budaya, ataupun lingkungan yang dibina misalkan wilayah kota dan desa. Menurut A.

W. Widjaja dalam Jacobus Ranjabar, menjelaskan pelestarian sebagai berikut :

1010. S
F. Marbun. 1997. Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di
Indonesia, Liberty, Yogyakarta. Hal.154.
1111
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Hal. 7
9

“Kegiatan atau yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna
mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan
abadi, bersifat dinamis, luwes, dan selektif”12

Sifat yang dinamis, luwes, serta selektif dari pelestarian adalah suatu sproses

perlindungan dan pengembangan serta pemanfaatan potensi sumber daya setempat dan

beradaptasi pada fungsi yang baru, tidak menghilangkan arti kehidupan budaya. Maka

arti pelestarian dilihat dari Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010

tentang cagar budaya, adaptasi adalah cakupan pengembangan. Hal inilah penyebab

kelestarian sulit mandiri, oleh sebab itu harus berbarengan dengan pengembangan, yakni

kelangsungan hidup. Pelestarian adalah menstabilkan dalam kehidupan manusia, namun

kelangsungan hidup adalah pencerminan dinamika. 13

Cagar budaya merupaka benda artefak yang mempunyai nilai sejarah dan sebagai

wujud dari informasi untuk daerah atau kawasan yang berhubungan dengan ilmu

pengetahuan serta budaya. Melestarikan cagar budaya artinya melestarikan budaya dari

daerah tertentu atau budaya lokal. Melestarikan kebudayaan lokal menurut Jacobus

Ranjabar (2006) adalah sebagi berikut :

“Pelestarian norma lama bangsa (budaya lokal) adalah mempertahankan nilainilai


seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang bersifat
dinamis, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan
berkembang.”14

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelestraian

merupakan salah satu upaya agar dapat memelihara, menjaga dan melindungi bangunan,

tempat bersejarah atau monumen dan kawasan dari kepunahan serta mencegah dari

kerusakan. Upaya itu diperoleh dengan kebijakan kongkret serta dukungan penerapan

12
Jacobus, Ranjabar. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, Galia
Indonesia, Bogor. Hlm 115.
13
Soerjono, Soekanto. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. Hal 423.
14
Ibid, Hlm 114.
10

kebijakan yang tepat. Dalam melestarikan benda bersejarah bukan hanya tanggung jawab

pemerintah, tetapi perlu kerja sama dengan seluruh masyarakat.

Cagar budaya merupakan kekayaan budaya yang dimiliki suatu bangsa atas dasar

perbuatan yang telah dikerjakan manusia pada zaman dulu, dan itu semua mempunyai

pengetahuan dan kebudayaan, serta sejarah yang mana itu penting dan harus dilestarikan

oleh negara, karena masing-masing negara mempunyai nilai sejarah. Bukti dari

memelihara cagar budaya, dengan cara melindungi, mengembangkan serta

memanfaatkan tempat, dengan tujuan supaya kebudayaan nasional maju dan dikenal oleh

seluruh masyarkat.

Penjabaran tentang tiga dasar pelestarian cagar budaya dalam Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah sebagai berikut :

“(1) Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan,


kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi,
Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya. (2) Pengembangan adalah
peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta
pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan
serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian. (3) Pemanfaatan adalah
pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesarbesarnya kesejahteraan
rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.”
Pelestarian Cagar Budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi

tanggung jawab semua pihak. Hal tersebut sesuai dengan paradigma tentang pengurusan

cagar budaya dan melibatkan seluruh masyarakat dalam pengelolaannya. Walau belum

sepenuhnya cagar budaya dapat dilindungi dan dilestarikan, perlu adanya sikap yang baik

dari masyarakat, untuk perpartisipasi dengan pemerintah dalam melestarikan cagar

budaya, secara preventif, represif, dan partisipatif. 15

Hal tersebut dapat dirangkum bahwa pelestarian merupakan tanggung jawab yang

besar bagi semua pihak, namun pemerintah harus tetap melaksanakan pelestarian cagar

budaya. Cagar budaya apabila dimanfaatkan secara benar maka dapat memberikan
15
Ihlas Yudin. 2004. Cagar Budaya Di Gorontalo sebagai Laboratorium Pembelajaran
Sejarah dan Kearifan Lokal. OTHER Thesis, Universitas Negeri Gorontalo. Hal. 9
11

keuntungan bagi masyarkaat di sekitarnya baik secara langsung atau tidak lansung,

melestarikan cagar budaya juga dapat menambah kesejahteraan sebab apabila cagar

budaya bisa dikunjungi banyak pegunjung maka bisa berdampak positif terhadap

perekonomian masyarkaat disekitar.

b. Cagar Budaya

Cagar budaya adalah peningalan budaya yang bersifat kebendaan yang

berupa bangunan cagar budaya, benda cagar budaya, struktur cagar budaya, situs

cagar budaya dan kawasan cagar budaya yang berada di darat ataupun di air yang

perlu dijaga keberadaannya dengan alasan memiliki nilai penting sejarah, ilmu

pengetahuan, agama, pendidikan, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan

benda, bangunan, struktur lokasi, maupun satuan ruang geografis yang tidak

memenuhi kriteria cagar budaya, tetapi mempunyai arti khusus bagi masyarakat

atau bangsa Indonesia, dapat diusulkan sebagai cagar budaya melalui proses

penelitian arti khusus tersebut dapat merupakan simbol pemersatu kebanggaan

dan jati diri bangsa.16

Cagar budaya diartikan sebagai usaha pengelolaan sumber daya budaya

yang menjamin pemanfatannya secara bijaksana serta menjamin kesinambungan

persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan

keragamannya.17

Tujuan pelestarian cagar budaya antara lain:

1. Melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia.

2. Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya.

16
https://www.belajarkemendikbud.go.id/PetaBudaya/Repositorys/cagar_budaya/.
17
https://www.kompasiana .com. diaksen pada tanggal 22 April 2021 pukul 10.20
12

3. Memperkuat kepribadian bangsa.

4. Meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan

5. Mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

Aspek pelestarian cagar budaya meliputi :

1. Pelindungan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi,

pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.

2. Pengembangan melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi.

3. Pemanfaatan untuk kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu

pengetahuan, agamam kebudayaan, dan/atau

Cagar budaya merupakan warisan budaya yang bersifat kebendaan yang

berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar budaya,

Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang

perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses

penetapan.18

Klasifikasi Cagar Budaya :

a. Benda cagar budaya

b. Bangunan cagar budaya

c. Stuktur cagar budaya

d. Situs cagar budaya

e. Kawasan cagar budaya didarat dan/atau di ari.

‘Maintenance’ bertujuan memberi perlindungan dan pemeliharaan yang

terus menerus terhadap semua material fisik dari ‘place’, untuk mempertahankan
18
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 , Pasal 1, tentang Pelestarian Cagar Budaya.
13

kondisi bangunan yang diinginkan. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga bisa

berupa perbaikan. Perbaikan mencakup ‘restoration’ dan ‘reconstruction’, dan

harus diperlakukan semestinya. Kerusakan-kerusakan yang harus diperbaiki bisa

diakibatkan oleh proses alami, seperti kerapuhan, lapuk, kusam atau proses

pemakaian, seperti goresan, pecah dsb. Misalnya tentang talang :

1. Pemeliharaan, inspeksi dan pembersihan talang secara rutin

2. Perbaikan, restorasi; perbaikan talang yang bergeser ketempat semula.

3. Perbaikan, rekonstruksi, yaitu mengganti talang yang lapuk.

Pada pemeliharaan rutin sangat penting untuk menentukan siklus

pemeliharaan dan hal ini bisa ditentukan berdasarkan data fisik gedung dan

equipment yang cukup dalam bentuk dokumentasi .

Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar

budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan

memafaatkannya19 dengan lingkup pelestarian sebagai berikut :

1. Perlindungan didalamnya berupa : Pendaftaran, Penetapan, Surat keterangan

objek, Surat keterangan kepemilikan, Penyelamatan, Pengamanan,

Pemeliharaan , Pemugaran, Zonasi.

2. Pengembangan didalamnya berupa : Penelitian , Revitalisasi, Adaptasi.

3. Pemanfaatan didalamnya berupa : Agama, Sosial, Pendidikan, Ilmu

pengetahun, Teknologi, Kebudayaan.

c. Tujuan dan Manfaat Cagar Budaya

Tujuan dalam pelestarian cagar budaya adalah sebagai berikut :

19
Undang-Undang Cagar Budaya Pasal 1 angka 22
14

1) melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia.

2) Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui cagar budaya.

3) Memperkuat kepribadian bangsa.

4) Menigkatkan kesejahteraan rakyat.

5) Mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

Adapun manfaat yang diperoleh dari budaya tersebut :

1. Wahana untuk menelusuri kekayaan budaya bangsa.

2. Meningkatkan pengetahuan tentang budaya negeri sendiri.

3. Sebagai sumber belajar.

4. Mewariskan nilai sejarah sampai pada generasi yang akan datang.

d. Jenis-jenis Cagar Budaya

1) Benda-Benda Cagar Budaya

Benda cagar budaya adalah benda alam dan/ atau benda buatan manusia,

baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau

bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun

(lima puluh ) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya

sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai

penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. 20 Dengan kriteria :

1. Berusia 50 tahun atau lebih. Penentuan umu 50 tahun berdasarkan angka

tahun yang tertera pada benda yang bersangkutan atau keterangan sejarah

yang berasal dari sumber tertulis atau lisan.

20
Penjelasan Undang-Undang No. 5/1992 pasal 1.
15

2. Memiliki masa gaya paling singkat berusia 50 tahun. Contoh : kapak batu,

candrasa, gaya seni arca yang mewakili masa tertentu (gaya Singasari,

gaya Majapahit, gaya Mataram kuno, Gaya Bali kuno), sepeda onthel, alat

komunikasi radio, perabot rumah tangga (lemari es dari kaleng, setrika

arang).

3. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,

dan/atau kebudayaan.

a. Benda yang memiliki arti khusus bagi sejarah, misalnya tandu panglima

besar Soedirman, bendera merah putih yang dikibarkan saat proklamasi,

benda yang digunakan oleh tokoh adat/daerah.

b. Benda yang memiliki ari khusus bagi ilmu pengetahuan, misalnya kincir

air sebagai penggerak alat penumbuk padi, penumbuk koi, baling-baling

tradisional pengusir unggas, pintu air/tembuku untuk pembagian airdalam

sistem subak.

c. Benda yang memiliki arti khusus bagi pendidikan, misalnya batu sabak

sebagai alat tulis, alat hitung tradisional.

d. Benda yang memiliki arti khusus bagi agama, misalnya lontar berisi

mantra-mantra suci, kitab suci yang digunakan pertama kali dalam

penyebaran agama tertentu di daerah tertentu, nisah tokoh penyebar

agama teretentu, arca, dan primata di Bali.

e. Benda yang memiliki arti khusus bagi kebudayaan, misalnya perangkat

musik, pusaka (pakaian, senjata, kereta) dikeraton/ pura/istana.


16

4. Memiliki nilai budaya bagi pengethuan kepribadian bangsa. Misalnya naskah

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, wayang, kain tradisional, dan

keris.

5. Berupa benda alam dan atau benda buatan manusia yang dimanfaatkan oleh

manusia, serta sisa-sisa biota yang dapat dihubungkan dengan kegiatan

manusia dan atau dapat dihubungkan dengan sejarah kegiatan manusia.

Contoh : sisa-sisa manusia dan binatang, tumbuh-tumbuhan, kapak batu,

archa, menhir, peti kubur battu tulang belulang di pemakaman, cangkang

kerang yang digunakan sebagai perhiasan, dan cangkang kerang sisa

makanan.

6. Bersifat bergerak atau tidak bergerak. Benda yang bersifat bergera atau tidak

bergerak, misalnya mata uang, perhiasan, keris, kapak bau, guci, wadah

tembikar, nekara perunggu, archa, menhir dan sarkofagus.

7. Merupakan kesatuan atau kelompok. Contoh : lingga yoni, menhir, dan

kelompok menhir, umpak batu, archa dalam sistem pendewaan tertentu,

nisan, dan jirat.

2) Bangunan Cagar Budaya

Bangunan cagar budaya merupakan susunan binaan yang terbuat dri benda

alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding

dan beratap.21 Dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Berusia 50 tahun atau lebih.

21
Penjelasan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
17

2. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun. Contohnya : gaya

bangunan candi Mataram Kuno di Jawa tengah, gaya bangunan kolonial yang

mewakili masa tertentu, dan rumah tradisional.

3. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan

atau kebudayaan.

3) Struktur Cagar Budaya

Struktur cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam

dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang

menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan

manusia.22

4) Situs Cagar Budaya

Situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang

mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya. 23

5) Kawasan Cagar Budaya

Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua

Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/ atau

memperlihatkan ciri-ciri tata ruang yang khas.24 Kriteria cagar budaya adalah

satuan ruang geografis dapat ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya apabila :

1. Mengandung dua situs cagar budaya atau lebih yang terletak berdekatan,

berupa lanskep budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50

tahun.

22
Penjelasan Undang-Undang No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
23
Ibid.
24
Ibid .
18

2. Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia

paling sedikit 50 tahun.

3. Memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang

berskala luas.

4. Memperlihatkan bukti pembentukan lanskep budaya.

5. Memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan

manusia atau endapan fosil.

G. Tinjauan Pustaka

Pada studi ini, penulis melakukan penelusuran terhadap penelitian terdahulu

yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskuan. Diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan M. Fakhrizanul Akbar,. Achmand Djunaedi. 2014,

Yang berjudul “Peran Masyarakat Dan Pemerintah Dalam Pelestarian

Bangunan Cagar Budaya Di Kawasan Kesawan Atau Kota Lama Bersejarah

Di Kota Medan” dengan hasil Perkembangan pesat Kawasan Kesawan

semakin mengkhawatirkan. Karena tidak ada perencanaan dan pengendalian

yang baik, maka kompleks pertokoan, perdagangan dan jasa ini cenderung

berkembang secara sporadis dan mengancam keberadaan bangunan tua di

dalamnya. Hal ini banyak mengakibatkan beralihnya fungsi dari bangunan

tersebut dan mempengaruhi perubahan dan pengembangan Kawasan

Kesawan, maka perlu adanya upaya presvasi dan konservasi pada kawasan

tersebut. Upaya pelestarian sendiri telah dilakukan oleh pemerintah dan

masyarakat selama ini, namun belum pernah dilaporkan secara rinci peran

dari masing-masing dan faktor-faktor yang mempengaruhi peran tersebut.


19

Penelitian ini berfokus pada pengamatan/kajian pelestarian bangunan-

bangunan cagar budaya di Kawasan Kesawan yang merupakan salah satu

kawasan bersejarah dan cikal bakal dari Pusat Kota Medan. dan juga

menggali faktor-faktor yang mempengaruhi peran-peran yang dilakukan baik

pemerintah maupun masyarakat dalam mempertahankan dan mengendalikan

perubahan kawasan. Jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Metode

yang digunakan adalah metode studi kasus eksploratif. Studi kasus ekploratif

adalah metode yang menekankan pada eksplorasi dari sebuah kasus guna

menggali dasar-dasar dari sebuah permasalahan penelitian dan mempermudah

peneliti untuk menemukan berbagai faktor yang signifikan yang saling

berinteraksi untuk menentukan suatu karakteristik dari fenomena yang

berkaitan dengan individu, komunitas, atau bahkan institusi. Hasil penelitian

yang didapatkan antara lain: (1). Dekripsi peran pemerintah dan masyarkat

Kota Medan dalam upaya pelestarian bangunan cagar budaya serta berisikan

proses pelestarian dari masing-masing peran; (2). Faktor-faktor yang

dianggap mempengaruhi dari masing-masing peran.25

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dhani, Oga Umar. 2016, yang berjudul

Peranan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh dalam Pelestarian

Situs-situs Bersejarah di Kota Banda Aceh (1990-2015). Hasil penelitian

menunjukkan Pelestarian Penelitian ini mengangkat masalah tentang

bagaimana peranan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh dalam

pelestarian situs-situs bersejarah di Kota Banda Aceh dari tahun 1990-2015.


25
M. Fakhrizanul Akbar,. Achmand Djunaedi. 2014. Yang berjudul “Peran Masyarakat Dan
Pemerintah Dalam Pelestarian Bangunan Cagar Budaya Di Kawasan Kesawan Atau Kota Lama
Bersejarah Di Kota Medan”
20

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana peran dan kebijakan,

perkembangan serta kendala yang dihadapi BPCB Aceh dalam melestarikan

situs bersejarah di Kota Banda Aceh. Pengumpulan data dilakukan dengan

tiga cara yaitu wawancara dengan narasumber meliputi staf BPCB Aceh dan

juru kunci situs dan warga di sekitar situs bersejarah, dokumentasi pada arsip

BPCB Aceh dan surat kabar, dan observasi langsung ke situs-situs bersejarah

di Kota Banda Aceh. Metode yang digunakan adalah metode sejarah dengan

pendekatan kualitatif dan arkeologi. Hasil analisis data menunjukkah bahwa

BPCB Aceh sudah mulai melestarikan situs-situs bersejarah di Kota Banda

Aceh sejak pertama berdiri tahun 1990. Perkembangan pelestarian situs-situs

bersejarah di Banda Aceh mengalami beberapa kendala seperti kurangnya

tenaga ahli, sarana pendukung dan pendanaan serta kendala masa konflik dan

tsunami yang telah menghacurkan sebagian situs-situs bersejarah di Kota

Banda Aceh. BPCB Aceh mengelola 10 situs bersejarah sebagai cagar budaya

di Kota Banda Aceh beserta menempatkan juru pelihara yang bertugas

merawat dan melestarikan. Disarankan penelitian ini dapat menjadi bahan

pertimbangan Pemerintah Aceh untuk lebih memperhatikan peninggalan

situs-situs bersejarah di Kota Banda Aceh. Kepada BPCB Aceh untuk lebih

meningkatkan kinerjanya dalam pelestarian dan civitas akademika untuk

dapat melakukan studi serupa yang berkaitan dengan situs-situs bersejarah di

Kota Banda Aceh agar pemeritah dan BPCB Aceh mempunyai acuan jelas

dalam melestarikan situs-situs tersebut.26


26
Dhani, Oga Umar. 2016. “Peranan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh dalam
Pelestarian Situs-situs Bersejarah di Kota Banda Aceh” Tesis Universitas Syiah Kuala. Banda
Aceh.
21

3. Penelitian yang dilakukan Jumanda Anan (2019) denganjudul Peran

Pemerintah Dalam Melestarikan Cagar Budaya Melayu Jambi Berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 Studi: Pada Rumah Batu Seberang

Kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak sekali

meninggalkan arsitektur bangunan-bangunan bersejarah yang harus

dilindungi keberadaanya, dalam hal ini bangunan yang sangat tua dan terletak

di seberang kota Jambi yaitu rumah penyebar agama islam pertama kali di

seberang ialah Syyaid Idrus Hasan Al-Jufri. Rumah batu ini sangat tidak

terawat keberadaanya sayang sekali, banyak yang kita harus ketahui dari sisi

sejarah dan peninggala peninggalannya, untuk saat ini kondisi rumah batu

sangatlah memperhatinkan dan keaslianyapun semakin hari semakin pudar

dan menghilang akan terbawa suasana alam ataupun perbuatan manusia

sendiri untuk itu bagaimana peran pemerintah khususnya BPCB ini dalam

meningkatkan dan menjaga keaslian peninggalan peninggalan bersejarah di

Jambi khususnya Rumah Batu Yang di Seberang Kota Jambi. 27

4. Penelitian-penelitian sebelumnya membahas tentang pelestarian bangunan-

bangunan cagar budaya, situs-situs bersejarh dengan menggunakan metode

sejarah dengan pendekatan kualitatif dan arkeologi, sementara penelitian

yang penulis lakukan mengkaji makam-makam bersejarah dengan

menggunakan pendekatan studi kasus ekploraif.

27
Jumanda Anan, (2019) “Peran Pemerintah Dalam Melestarikan Cagar Budaya Melayu
Jambi Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 Studi: Pada Rumah Batu Sebrangn
Kota Jambi”. Skripsi Universitas Islam Negeri Shultan Thaha Saifuddin Jambi.
22

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan ini, penulis mencantumkan sistematika penelitian guna

mempermudah bagi pembaca diantaranya sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan tinjauan

pustaka.

BAB II: Metode Penelitian, berisi tempat dan waktu penelitian yang di

dalamnya membahas mengenai, pendekatan penelitian, jenis data, analisis data,

teknik pengumpulan data, teknik annalisis data, sistematika penulisan dan jadwal

penelitian.

BAB III: Gambaran umum lokasi penelitian, berisi : Tempat dan waktu

Penelitian, sejarah kawasan rumah tuo, letak geografis, pendekatan penelitian,

jenis data, sumber data, instrumen pengumpulan data dan teknik analisis data..

BAB IV: Hasil penelitian dan Pembahasan, berisi : gambaran umum BPCB

Jambi, peran BPCB Jambi dan Kendala BPCB Jambi dalam pelestarian Cagar

Budaya Pemakaman Bersejarah Makam Raden Mattaher, Makam Abdul kahar,

dan Makam Belanda /korkhoff.

BAB V: Kesimpulan dan Saran.


BAB II

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif yaitu pendekatan

lapangan secara langsung. Metode penelitiaan yang digunakan pada

penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif metode pendekatan

kualitatif merupakan sebuah metode yang menekankan pada aspek

pemahaman lebih mendalam terhadap suatu masalah dari yang melihat

sebuah permasalahan. Metode Kualitatif adalah sebuah penelitian ilmiah

yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam kontak sosial

secara alami dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang

mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.28

Peneliian tersebut bersifat kualitatif deskriptif yang dilihat melalui sudut

pandang ilmu pemerintahan dengan mengkaji tentang Peran Balai Pelestarian

Cagar Budaya dalam pelestarian cagar budaya pemakaman bersejarah makam

Abdul Kohar, makam Raden Mattaher, dan makam Belanda yang berada di Kota

Jambi. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan dianalisis secara

kualitatif bukan dengan cara kuantitatif dengan menggunakan alat ukur tertentu.

Melalui pendekatan kualitatif ini diharapkan terangkat gambaran mengenai

kualitas, realitas sosial dan persepsi sasaran peneliti tanpa tercemar oleh

28
Herdiansyah Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Salemba Humanika,
2010).
25
26

pengukuran formal. Studi kualitatif dengan pendekatan naturalistik menurut

pengumpulan data pada setting yang almiah.29

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Menurut Lofland dalam buku Moleong “Sumber data utama dalam

penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain.30 Untuk memperoleh data dan

informasi yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian, maka

diperlukan dua jenis data yaitu:

a. Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui pihak pertama,

biasanya dapat melalui wawancara, jejak dan lain-lain.31. Data primer

diperoleh sendiri dari masyarakat dan masih memerlukan analisa lebih

lanjut. Data primer dari penelitian ini adalah Balai Pelestarian Cagar

Budaya Provinsi Jambi yang terdiri dari Kasi Perlindungan, Dinas

Kebudayaan Pariwisata Kota Jambi, Juru kunci makam dan Masyarakat.

Data primer bersumber dari informan yang berasal dari hasil wawancara

dan observasi mengenai Peran Balai Pelestarian Cagar Budaya

pemakaman bersejarah, makam Abdul Kohar, makam Raden Mattaher dan

makam Belanda di Kota Jambi.

29
Imam, Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi
Aksara. 2013), hlm. 42.
30
Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya,
2013), hal. 157.
31
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : Rineka
Cipta, 2013), hlm. 172.
27

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data atau keterangan yang didapat secara

tidak langsung atau mamakai sumber perantara. 32 Data diperoleh dengan

mengutip dari sumber yang lain, sehingga memiliki sifat autentik, karena

diperoleh dari tangan kedua, ketiga dan seterusnya. Data sekunder

mencakup dokemen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berupa

laporan, dan berbagai bentuk lainnya. Data sekunder yang dimaksud

merupakan data yang telah terdokumentasi berkaitan dengan penelitian.

Adapun data sekunder pada penelitian ini berupa dokumen- dan studi

literatur untuk mencari dan mengumpulkan data yang digunakan terkait

gambaran umum Peran Balai Pelestarian Cagar Budaya dalam pelestarian

cagar budaya pemakaman bersejarah makam Makam Abdul Kohar,

makam Raden Mattaher dan makam Belanda di Kota Jambi.

2. Sumber Data

Suber data merupakan subjek tempat dimana data diperoleh,33 bisa

berupa bahan atau orang yaitu narasumber atau responden. Penentuan

sumber data didasarkan atas jenis data yang telah ditetapkan seperti

sumber data yang berasal dari sumber dokumen, sumber keputusan, dan

sumber lapangan. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini meliputi:

1. Dinas Kebudayaan Pariwisata Kota Jambi.

32
Repository.radenintan.ac.id
33
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi VII,
(Jakarta : Rineka Cipta, 2011), hlm. 129.
28

2. Kepala Bidang Sejarah Purbakala Dinas Kebudayaan Pariwisata

Provinsi Jambi.

3. Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jambi.

4. Kepala Desa Legok Danau Sipin.

5. Arsip/ dokumen-dokumen.

6. Peristiwa/kejadian.

C. Unit Analisis Data

Penelitian ini menggunakan unit analisis data supaya sampai kepada

objek penelitian. Unit analisis datadalam penelitian ini adalah Peran Balai

Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jambi dalam pelestarian cagar budaya

pemakaman bersejarah makam Abdul Kohar, makam Raden Mattaher dan

makam Belanda di Kota Jambi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah langkah yang dipakai peneliti

untuk memperoleh sekaligus mengumpulkan data yang dibutuhkan guna

menjawab permasalahan dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif data

yang diperoleh harus jelas, mendalam serta spesifik. Dalam penelitian ini

peneliti mengumpulkan data dengan teknik :

1. Wawancara

wawancara merupakan perihal bercakap-cakap dengan maksud

tertentu dengan adanya hal yang ditulis.34 Wawancara dipergunakan untuk

teknik pengumpulan data untuk mengetahui apa yang dilakukan oleh

34
Moleong, Op.cit., hal. 186.
29

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jambi dan Dinas Terkait di Kota

Jambi.

1. Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan

menggunakan pengamatan secara langsung maupun tidak langsung. 35

Observasi di lakukan di Makam Abdul Kohar, Makam Raden Mattaher,

dan Makam Belanda.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh

data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan

gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung

penelitian.36

E. Teknik Analisis Data

Teknis analisis data merupakan proses mengatur urutan data,

mengorganisasikan kedalam satu pola, kategori dan uraian dasar yang

membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan

terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan

diantara dimensi-dimensi uraian.37 Secara garis besar cara yang digunakan

dalam menganalisis data adalah sebagai berikut :

35
Riyanto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta : Granit, 2010), hal. 96.
36
Sugiyono, Metode Penelitian kombinasi (Mix Methods), (Bandung: Alfabeta , 2015),
hal. 329.
37
Lexy J. Moleong, Metode penelitian kualitatif, hlm. 246.
30

a. Reduksi data

Reduksi data adalah sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “ kasar” yang muncul

dari catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data, dimulai

dengan membuat ringkasan, mengkode, dan menyusuri tema, menulis memo

dan lainsebagainya, dengan maksud menyisihkan data atau informasi yang

tidak relevan, kemudian data tersebut diverifikasi.38

4) Penyajian Data

Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan berupa bentuk teks naratif,

dengan tujuan dirancang guna menghubungkan informasi yang tersusun

dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.39

5) Verifikasi

Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan terakir penelitian

kualitatif, penelitian harus sa mpai pada kesimpulan dan melakukan

verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenarannya kesimpulan yang

disampaikan tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang dirumuskan

peneliti dari data harus diuji kebenarannya, kecocokan dan kekokohannya.

Peneliti harus menyadari bahwa dalam mencari makna, ia harus

menggunakan pendekatan emik, yaitu dari kacamata, dan bukan penafsiran

makna menurut pandangan peneliti.40


38
Ibid, hlm. 248.
39
Ibid, hlm. 249
40
Ibid, hlm. 250
31

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan sekripsi memiliki sistematika penulisan sebagai

berikut :

Diawali dengan bab I, Pendahuluan. Dalam bab ini hakikatnya

menjadi tumpuan bagi penulis skripsi. Bab ini berisikan tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, kerangka teori dan tinjauan pustaka.

Kemudian pada bab II, membahas tentang metode penelitian dalam

pembuatan skripsi dengan sub-sub temapt dan waktu penelitian,

pendekatan penelitian, jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan

data, teknik analisis data, sistematika penulisan.

Dalam bab III berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian,

sejarah BPCB, letak geografis, visi dan misi BPCB, tugas dan fungsi

BPCB, aspek pemerintahan, sejarah makam Abdul Khahar, sejarah

makam Raden Mattaher, sejarah makam Belanda.

Selanjutnya pada bab IV berisi tentang pembahasan dan hasil

penelitian. Pembahasan ini diakhiri dengan bab V yaitu bab penutup yang

terdiri dari kesimpulan dan saran-saran serta dilengkapi dengan daftar

pustaka, lampiran dan curriculum vitae.

G. Jadwal Penelitian
Tabel 1. Jadwal Penelitian
No Kegiatan Tahun 2020- 2021
Juni Juli Agust Sept Okt Nop
1 Pengajuan judul √
2 Pembuatan proposal √ √
3 Perbaikan dan seminar √
32

4 Surat izin riset √


5 Pengumpulan data √
6 Pengolahan data √
7 Pembuatan laporan √
8 Bimbingan dan perbaikan √
9 Agenda ujian sidang √
10 Penjilidan √
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah dinas Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi merupakan wujud dari bentuk

kepedulian bangsa Indonesia untuk melestarikan pengembangan peninggalan

bersejarah yang ada di Jambi, peninglana purbakala yang bergerak maupun yang

tidak bergerak, sebelum berdirinya Balai pelestarian Cagar Budaya di Provinsi

Jambi, yang mengelola situs benda-benda Cagar Budaya yang sangat bersejarah

ini, awalnya sudah dikelola langsung dari pihak pusat penelitian Arkeologi

Nasional (Pusat Arkena). 41

jadi semua urusan dikelola oleh pusat, peneliti datang dari Jakarta langsung,

lalu oleh orang pusat dibangunlah Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi yang

dimana di dalamnya terdapat benda-benda yang memiliki nilai peninggalan

sejarahyang sangat pentingn dan sejarah lainnya yang bernama suaka peninggalan

Sejarah dan Purbakala Jambi, yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan

Direktorat Jendral Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

07/67/12/1989, tepatnya pada tanggal 07 Desember 1998.42

Sejarah balai pelestarian cagar budaya jambi pada awalnya bernama suaka

peningalan sejarah dan purbakala jambi yang ditetapkan berdasarkan surat

keputsan direktorat jendral kebudayaan, depatermen pendidikan dan kebudayaan,

0767/0/1989 tanggal 7 Desember 1989. Selanjutnya, sesuai dengan keputusan

mentri kebudayaan dan pariwisata, nomor KM. 51/OT.001/MKP/2003 tentang

organisasi da tata kerja balai pelestarian peninggalan purbakala , BP3 Jambi


41
Arsip/ Dokumen Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi, hal. 1.
42
Ibid.

32
33

merupakan salah satu dari unit pelaksanaan teknik Depatermen Kebudayaan dan

Pariwisata, dibawah direktur peninggalan Purbakala, direktoret jendral sejarah dan

purbakala.Sesuai dengan peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 92 tahun

2011 tentang perubahan atas keduanya peraturan Presiden nomor 24 tahun 2010

tentang kedudukan, tugas, dan fungsi kementrian negara serta susunan organisasi,

tugas dan fungsi Eselon kementrian negara, direktorat bidang kebudayaan pada

kementrian Kebudayaan dan Pariwisata dibawah satu Direktorat jendral di

kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yakni Direktorat jendral Kebudayaan.

Sejak diberlakukannya peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 52

tahun 2012 tanggal 20 Juli 2012 tentang organisasi dan tata kerja Balai Pelestarian

Cagar Budaya, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi berubah menjadi

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Dengan wilayah kerja Provinsi Jambi,

sumatra selatan, Bengkulu dan kepulauan bangka belitung dibawah Direktur

jendral kebudayaan. Awal mula berdirinya Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi

menempati ruang di hotel Pinang Jalan Dr. Sutomo No 9 Kota Jambi dari tanggal

22 Juni- 3 Juli tahun 1990. Pada tanggl 3 Juni – 3 Oktober 1990 pindah dari hotel

Pinang ke Museum Negeri Provinsi Jambi ( Museum Siginjai Jambi ). 43

Pada tanggal 3 Oktober 1990, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi

menempati sebuah rumah kontrakan dijalan Empuh Sendok Kota Jambi, baru

pada tahun 1992, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi memiliki gedung di jalan

samarinda, Kotabaru, Kota Jambi yang hingga kini, Sejak berdirinya hingga saat

ini berturut-turut Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi dipimpin oleh Drs. Junus

Satrio Atmodjo ( 1990 – 1997 ), Drs. Gatot Ghautama, M.A. ( 1998 – 2002 ), Drs.

Made Suantra ( 2002 – 2005 ), Drs. Wiston S.D. Mambo ( 2005 – 2016 ), Drs.

43
Ibid. 3
34

Muhammad Ramli ( 2016 – 2018 ), Iskandar Mulia Siregar S. Si ( 2018 – Hingga

Sekarang ).44

B. Letak Geografis

Letak geografis Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi, terletak di I o37’

46,9” LS dan 103o 36’ 36” BT4. Dengan luas wilayah seluas kurang lebih 12.500

m2 atau 1,25 hektar. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi beralamat di JL.

Samarinda, Kecamatan Kota Baru Jambi 36137, dengan nomor teleopon (0741)

40126. Jarak tempuh untuk menuju ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi dari

arah pasar sekiranya 15 menit, dan untuk jarak tempuh dari pusat pekantoran

Provinsi Jambi kurang lebih 15 menit, sedangkan untuk transportasi menuju

gedung Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi ini Bisa Menggunakan alat

transportasi angkuan berupa mobil angkot dan juga bisa menggunakan ojek

online.45

Setiap bangunan-bangunan pasti memiliki batasan-batasan tertentu, hal ini

merupakan salah satu syrat wajib yang harus dipenuhi untuk berdirinya suatu

lembaga ataupun istansi-istansi termasuk Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi

baik itu didalam lingkup Derah, Provinsi maupun Pusat. Adapun batasan-batasan

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi penulis dapat dari dokumentasi dengan

letak sebagai berikut:

1. Sebelum timur berbatasan dengan jalan samarinda


2. Sebelah utara berbatasan dengan sungai dan pemukiman penduduk
3. Sebelah barat berbatasan dengan gedung peramuka
4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kantor Balai Pemeriksaan Teknologi
Pertanian (BPTP).46

44
Ibid. 5
45
Kebudayaan.Kemendikbud.go.id
46
Dokumentasi : Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi,(6 April 2021).
35

C. Visi dan Misi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi

1. Visi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi


“Terwujudnya pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya yang optimal

didukung oleh Sumber Daya Manusia yang profesional dan peran serta

masyarakat.”

2. Misi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi

Adapun misi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan upaya pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya di

Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Bangka Belitung.

b. Meningkatkan profesionalitas Sumber Daya Manusia di bidang pelestarian

dan pemanfaatan cagar budaya dan situs.

c. Meningkatkan kerjasama anatar instansi dan lintas sektoral.

d. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian cagar budaya

dan situs.

e. Menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam menangani pelestarian

benda cagar budaya. 47

D. Tugas dan Fungsi Dinas Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi

Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang

organisasi dan tata kerja Balai Pelestarian Cagar Budaya, pada pasal 2 dan pasal 3

adalah sebagai berikut :

Pasal 2 : Balai Pelestarian Cagar Budaya mempunyai tugas dalam

melaksanakan perlindungan, pengembangan, dan pemanfataan Cagar Budaya di

wilayah kerjanya.

47
Ibid.
36

Pasal 3 : Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,

Balai Pelestarian Cagar Budaya menyelenggarakan fungsi :

a) Pelaksanaan penyelamatan dan pengamanan cagar budaya.

b) Pelaksanaan zonasi cagar budaya.

c) Pelaksanaan pemeliharaan dan pemugaran cagar budaya.

d) Pelaksanaan pengembangan cagar budaya.

e) Pelaksanaan pemanfaatan cagar budaya.

f) Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi cagar budaya.

g) Pelaksanaan kemitraan dibidang pelestarian cagar budaya.

h) Fasilitas pelaksanaan pelestarian dan pengembangan tenaga teknik dibidang

pelestarian cagar budaya.

i) Pelaksanaan urusan ketatausahaan BPCB.48

E. Aspek Pemerintah

Keberhasilan suatu pemerintah dapat dilihat dari beberapa hal yang

mempengaruhi yaitu : faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan serta

faktor organisasi dan manajerial. Faktor yang sangat berpengaruh dalam

pelaksanaan suatu pemerintahan adalah faktor manusia. Manusia adalah faktor

yang paling esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan, sebagai pelaku dan

penggerak proses mekanisme dalam pemerinathan, agar mekanisme pemerintahan

dapat berjalan dengan baik, sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Struktur

organisasi pemerintahan harus menampung segala aktivitas dan tugas-tugas yang

menjadi tanggung jawabnya. Jumlah dan dalam unit cukup mencerminkan

kebutuhan, pembagian, tugas wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas. 49

48
Ibid.
49
Ibid.
37

Struktur organisasi Balai pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jambi dapat

dilihat pada gambar di bawah ini :

Bagan 1. Struktur Organisasi BPCB Jambi

Dalam struktur organisasi yang penulis tampilkan di atas, mempunyai nama

dan jabatan masing-masing sebagai berikut :

1. Kepala : Iskandar Mulio Siregar, S. SI.

Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya ini bertugas sebagai, pengelolah

administrasi kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya semua tugas, kegiatan

dan fungsi kepala lah yang bertanggung jawab dengan tugas dan fungsi yang

kepala berikan kepada bawah-bawahannya.

2. Kasubag Tata Usaha : Keristantojanuardi, S.S.

Memiliki tugas melakukan perencanaan pengelolaan keuangan, perencanaan,

mempersiapkan kearsipan.

3. Kasi Perlindungan Pengembangan dan Pemnafaatan : Drs. Ignarius Suharto

Bertanggung jawab dlam melakukan kegiatan perlindungan bangunan

bangunan cagar budaya, pengemangan, pemanfaatan, melakukan peyelamatan


38

banguan bangunan cagar budaya , sekaligus memberikan peliharaan dan

pemugaran bangunan bangunan cagar budaya Jambi.

4. Unit Pemeliharaan : Novi Hari Putranto, S.S

Melakukan perlindungan cagar budaya, sekaligus memberikan zonasi, dan

juga melakukan perawatan perawatan untuk bangunan cagar budaya yang ada

di jambi.

5. Unit Pemugaran : Agus Sudariyadi, S.S

Melakukan repitalisasi pemugaran, sekaligus juga melakukan pemetaan dan

menggambarkan bentuk hasil dari bangunan-bangunan situs cagar budaya.

6. Unit Dokumentasi dan Publikasi : Sri Mulyani, SS

Melakukan dokumentasi dan sekaligus mempublikasikan kegiatan yang

dilakukan seperti melakukan pameran dan sosialisasi.

7. Unit Penyelamatan Dan Pengamanan: Vanida Riani S.Hum, melakukan

zonasi ekskafasi.

8. Unit Pengembangan Dan Pemanfaatan : Riri Fahten, S. Sos.

Melakukan perencanaan-perencanaan berupa kajian tapi lebih tepatnya bagian

ini melakukan kajian perencanaan.

9. Unit Umum : Yuhendri, S.E.

Melakukan kegiatan menjaga dan mengumpulkan aset-aset yang ada di kantor

Balai Pelestarian Jambi.

10. Unit Kepegawaian : Kartika Siska Sari, S.H

Unit kegiatan kepegawaian sendiri melakukan kenaikan pangkat untuk

karyawan yang ada di kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi tersebut.

11. Unit Keuangan : Dram Iswanto, S.E.


39

Unit keuangan mengatur keuangan perjalanan dinas yang mengatur tinggi

rendahnya anggaran yang akan dikeluarkan untuk perjalanan dinas.

12. Unit Humas dan Sekretariat : Sopiah, S.Pd.

Mempublikasikan kantor Balai pelestarian Cagar Budaya memberikan

informasi kepada masyarakat tentang keadaan kantor Balai Pelestarian Cabar

Budaya Jambi dan juga bagian humas ini melakukan persuratan dan

kesekretariatan.50

F. Sejarah Makam Abdul Kohar, Makam Raden Mattaher dan Makam


Belanda di Kota Jambi.
13. Sejarah Makam Abdul Khahar

Setelah masa Raja dan Panembahan berlalu kerajaan Jambi pun Bertukar

menjadi Kesultanan Jambi dengan Sultan pertamanya ialah Parengan Kedak

bergelar Sultan Abdul Al-Qahar. Pada awal kedatangan Belanda tahun 1615,

struktur pemerintahan kesultanan Jambi tetap sebelumnya. Namun pada beberapa

puluh tahun kemudian pemerintahan kerajaan Jambi mengalami pereseran-

pergeseran. Hal ini disebabkan adanya usaha pemerintahan Belanda yang secara

bertahap mempengaruhi dan mencampuri urusan kesultanan Jambi. Silsilah

sultan-sultan Jambi :

1) Pangeran kedak bergelar Sultan Abdul Al-Khahar anak dari Panembahan

Kota Baru (tahun 1615-1643).

2) Pangeran Depati Anom bergelar Sultan Abdul Jalil (tahun 1643-1665)

pada masa inilah dibuat kontrak dagang pertama antara kesultanan Jambi

dengan VOC.

3) Pangeran penulis, Sultan Abdul Muhyi bergelar Sultan Sri Ingologo

(tahun 1665-1690).

50
Data BPCB Provinsi Jambi Tahun 2020
40

4) Raden Cakra Negara bergelar Sultan Kyai Gede (tahun 1690- 1696)

5) Sultan Muhammad Sah (tahun 1696-1740)

6) Sultan Sri Isterah Ingologo (tahun 1740-1770)

7) Sultan Agung Dilogo, Sultan Ahmad Zainuddin (tahun 1770- 1790)

8) Sri Ingologo bergelar Sultan Mas‟ud Badaruddin (tahun 1790-1812)

9) Raden Dabting bergelar Sultan Mahmud Mahyuddin (tahun 1812-1833)

10) Sultan Muhammad Fakhruddin bergelar Sultan Keramat (tahun1833-

1841)

11) Raden Abdurrahman bergelar Sultan Abdurrahman

12) Nazaruddin (tahun 1841-1855)

13) Jayadiningrat bergelar Sultan Thaha Saifuddin (tahun 1855- 1904 sebagai

sultan terakhir kesultanan Jambi diambil alih menjadi Keresidenan).51

Makam Abul Khahar terletak di kawasan Candi Solok Sipin Legok

Telanaipura Kota Jambi

51
Adrianus Chatib, Kesultanan Jambi Dalam Konteks Sejarah Nusantara, (Jambi:
Kementrian Agama RI, 2013), hlm. 48.
41

14. Sejarah Makam Raden Mattaher

Raden Mattaher adalah seorang panglima perang Jambi yang sangat

terkenal dan ditakuti Belanda. Setelah wafatnya Sultan Thaha Saifuddin pada

tahun 1904, komando perlawanan terhadap Belanda di Jambi dilanjutkan oleh

Raden Mattaher. Saat melawan penjajahan Belanda, ia telah memperlihatkan

sebagai seorang ksatria, berani, cerdas, dan pandai mengatur strategi. Kantong-

kantong perlawanan yang ia bentuk, bergerak di teritorial dari Muaro Tembesi

hingga ke Muaro Kumpeh. "Pola serangan yang difokuskan Raden Mattaher

adalah dengan menyerang kapal-kapal perang Belanda yang masuk ke Jambi

lewat jalur sungai. Kapal-kapal perang Belanda itu membawa personel, obat

medis dan amunisinya".52 Berkat kecerdasannya itu, Raden Mattaher menjadi

panglima perang yang paling ditakuti Belanda pada masa itu. Pada tahun 1858

Sultan Thaha dan Raden Mattaher berhasil menenggelamkan kapal perang

Belanda di perairan Sungai Kumpeh Muaro Jambi.53

Raden mattaher lahir pada tahun 1871 di desa Sekamis Kasau Melintang

Aek Itam Pauh. Ayah beliau Bernama Pangeran Kusen, kakek beliau bernama

Pangeran Adi Tuo. Dalam perjuangan beliau semasa hidup berjuang melawan

penjajah belanda. Perjuangan beliau dalam mengusir para penjajah dari Muara

tembesi Sampai Muara Kumpeh. Beliau gugur di medan perang, saat rumah

beliau dikepung oleh Belanda tepatnya di Muara Jambi desa Kemingking dalam,

di sekitar candi Muaro Jambi. Raden Mattaher wafat pada tahun 1907, beliau di

makamkan di taman Makam raja-raja tepatnya di tepian Danau Sipin yang dulu

bernama Jajaran dan sekarang bernama Kampung Baru Kelurahan Legok

52
Irhas Fansuri, Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jambi,
kepada Liputan6.com, Kamis, 7 November 2019.
53
Liputan6.com, Kamis, 7 November 2019.
42

Kecamatan Danau Sipin Jambi. Kondisi makam Raden mattaher kurang

diperhatikan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jambi dan kondisinya

kurang terawat, sehingga pada tahun 2021 ini makam Raden Mattaher diambil

alih dan di kelola oleh Yayasan Raden Mattaher dengan seorang Juru Kunci

Makam yang bernama Raden Irwan Bin Muhtar.54

15. Sejarah Makam Belanda

Makam Belanda/Kerkhof (1900 – 1950), terletak di RT 13 Makalam,

Kelurahan Beringin, Kecamatan Pasar, Kota Jambi. Kerkhof ini merupakan

bagian dari saksi sejarah ketika Belanda berkuasa di Jambi sejak tahun 1833-

1945. Di samping makam orang Belanda dan keturunannya juga terdapat makam

tentara Jepang yang pada masa penjajahan juga pernah menduduki Jambi.55

54
Hasil Wawancara dengan Ratumas Siti Amina cucu Raden Mattaher , 20 April 2021.
55
https://tribunjambitravel.tribunnews.com/2021/01/18/9-cagar-budaya-yang-terdapat-di-
kota-jambi-makam-belanda-hingga-bunker-jepang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Literatur :.

Adrianus Chatib. Kesultanan Jambi Dalam Konteks Sejarah Nusantara, Jambi:


Kementrian Agama RI. 2013.

A. Mukti Nashruddin, Jambi Dalam Sejarah.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi Tahun 2005.

Dokumentasi : Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi, (6 April 2021).

A. Mukti Nasruddin. Jambi Dalam Sejarah Nusantara. Jambi: Museum


Perjuangan Rakyat. Jambi

Arsip/Dokumen Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jamb.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek


Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala 1982.

Dokumentasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi tahun 2005.

Elsbeth Locher-Scholten. 2008. Kesultanan Sumatera dan Negara Kolonial


Hubungans Jambi-Batavia (1831-1907) dan Bangkitnya Imperalisme
Belanda, Jakarta: Banana, KITVL.

Endarmoko, E. Tesaurus Bahasa Indonesia . Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


2006.

Hafar Zaitun, dkk. 1983. Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan


Kolonialisme.

Hartono Margono. Kesultanan Jambi Dalam genggaman VOC. 2018.

Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba


Humanika. 2010.

Irhas Fansuri. Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Jambi,
kepada Liputan6.com, Kamis, 7 November 2019.

Imam, Gunawan.. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. (Jakarta: Bumi
Aksara. 2013.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT.


Remaja Rosda Karya. 2013.

Riyanto Adi. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit. 2010.
34

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar/ Soerjono Soekanto, Jakarta: Raja


Persada. 2002.

Sugiyono. Metode Penelitian kombinasi (Mix Methods), Bandung: Alfabeta.


2015.

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi


VII. Jakarta : PT. Rineka Cipta. 2011.

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT.


Rineka Cipta. . 2013.

Thoha, Miftah, Pembinaan Organisasi (Proses Diagnosa dan Intervensi), Jakarta


: PT. Raja Gafindo Persada. 1997.

3. Peraturan Perundang-Undangan :

Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Pelestarian Dan
Pengenbangan Budaya Melayu Jambi.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar


Budaya. Jakarta: Direktorat Jenderal Sejarah dan Kebudayaan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 pasal 1 tentang Benda Cagar Budaya.

4. Sumber lainnya :

Dhani, Oga Umar. 2016. “Peranan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
Aceh dalam Pelestarian Situs-situs Bersejarah di Kota Banda Aceh” Tesis
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Jumanda Anan. 2019. “Peran Pemerintah Dalam Melestarikan Cagar Budaya


Melayu Jambi Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 Studi:
Pada Rumah Batu Sebrangn Kota Jambi”. Skripsi Universitas Islam Negeri
Shultan Thaha Saifuddin Jambi.

Laila Anjil Hasanah, 2016. Peran Balai Pelestarian Cagar Budaya Dalam
Pelestarian Cagar Budaya Rumah Batu Olak Kemang, Kecamatan Danau
Teluk, Kota Jambi. Skripsi Universitas Islam Negeri Jambi.

M. Fakhrizanul Akbar,. Achmand Djunaedi, Yang berjudul “Peran Masyarakat


Dan Pemerintah Dalam Pelestarian Bangunan Cagar Budaya Di Kawasan
Kesawan Atau Kota Lama Bersejarah Di Kota Medan”

Yusy Widarahesty dan Rindu Ayu. 1992. Pengaruh Politik Isolasi (Sakoku)
Jepang Terhadap Nasionalisme Bangsa Jepang : Studi Tentang Politik
35

Jepang dari Zaman Edo (Feodal) Sampai Perang Dunia II. Al-Azhar
Indonesia Seri Pranata Sosial, Vol . 1, No. 1.

http://Repository.radenintan.ac.id

https://www Tepenr06.wordpress.com, diakses pada tanggal 21 April 2021 pukul


08.30.

https://www.kompasiana .com. diakses pada tanggal 22 April 2021 pukul 10.20

https://www Kebudayaan.Kemendikbud.go.id, diakses pada tanggal 25 April


2021 pukul 08.00

https://www.artikelsiana.com /2014/10/Pengertian.Peran-Definisi-Fungsi.Apa-
Itu,hlm,Diakses Tanggal 17 April 2021, 12:21.

http://demokrasipancasilaindonesia.blogspot.com/2014/12/pengertian-pemerintah-
dan pemerintahan.html.

http//,kebudayaan,kemdikbud,go.id/bpnbtanjungpinang/2015/04/29/peninggalan-
peninggalan-cagar budaya Jambi,Diakses tanggal 23/04/2021.
http//.liputan 6.com.
https//peninggalan-peningagalan-cagar budaya Jambi, Diakses tanggal 23/03
/2021.
https://belajar.kemdikbud.go.id/PetaBudaya/Repositorys/cagar_budaya/.
DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Irwan
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Tani
Jabatan : Penjaga Makam Raden Mattaher

2. Nama : Siti Amina Ningrat


Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Swasta
Jabatan : Cucu Raden Mattaher

Anda mungkin juga menyukai