0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
5 tayangan8 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang konsep dasar psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari pemahaman gejala kejiwaan dalam tingkah laku manusia untuk kepentingan mendidik atau membina perkembangan kepribadian manusia. Psikologi pendidikan sangat berkontribusi dalam pengembangan kurikulum dan program pendidikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep dasar psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari pemahaman gejala kejiwaan dalam tingkah laku manusia untuk kepentingan mendidik atau membina perkembangan kepribadian manusia. Psikologi pendidikan sangat berkontribusi dalam pengembangan kurikulum dan program pendidikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Dokumen tersebut membahas tentang konsep dasar psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari pemahaman gejala kejiwaan dalam tingkah laku manusia untuk kepentingan mendidik atau membina perkembangan kepribadian manusia. Psikologi pendidikan sangat berkontribusi dalam pengembangan kurikulum dan program pendidikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah, psikologi berarti ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Defenisi berikut ini menunjukkan beragamnya pendapat para ahli tentang psikologi (Sobur, 2003: 32). a. Ernesrt Hilgert (1957) dalam bukunya Introduction to Psychology: “Psychology may be defined as the science that studies the behavior of men and other animal” etc. (psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan lainnya). b. George A. Miller dalam bukunya Psychology and Communication: “Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral events” (Psikologi merupakan ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku). c. Clifford T. Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology: “Psychology is the science of human and animal behavior” (Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan) d. Robert S. Woodworth dab Marquis DG dalam bukunya Psychology: “Psychology is the scientifict studies of individual activities relation to the inveronment” (Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungan dengan alam sekitar). Dari beberapa pendapat di atas menunjukkan rentangan makna psikologi dalam berbagai perspektif. Jika dilihat, terdapat beberapa perbedaan makna dari psikologi itu sendiri. Perbedaan tersebut boleh jadi disebabkan karena perkembangan psikologi itu sendiri. Apabila diamati berbagai defenisi psikologi di atas, terutama defenisi dari Morgan dan Hilgert, ternyata bahwa studi psikologi tidak hanya terbatas pada tingkah laku manusia saja, tetapi juga tingkah laku hewan. Hal ini semakin dipertegas oleh Chaplin (dalam Sobur, 2003: 33) dalam Dictionary of psychology, yang mendefenisikan psikologi sebagai “…the science of human and animal behavior, the study of organism in all its variety and complexity as it respond to the flux andflow of the physical and social events which make up the environment” (…psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kemitraannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan). Jadi pada dasarnya, psikologi itu menyentuh banyak bidang kehidupan dan organisme, baik manusia maupun hewan. Namun, meskipun demikian, secara lebih spesifik psikologi sering dikaitkan dengan kehidupan organisme manusia. Psikologi beserta sub-sub ilmunya, pada dasarnya mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya. Misalnya hubungan psikologi dengan sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu komunikasi, biologi, ilmu alam, filsafat, dan ilmu pendidikan. Hubungan ini biasanya bersifat timbal balik. Salah satu contohnya adalah hubungan psikologi dengan ilmu pendidikan, sehingga lahirlah namanya psikologi pendidikan. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk memanusiakan manusia. Artinya, ditujukan untuk membentuk sikap dan mental peserta didik ke arah yang lebih baik. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003, bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa pskologi sangat diperlukan dalam mengembangkan potensi diri peserta didik. Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa psikologi pendidikan adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang pemahaman gejala kejiwaan dalam tigkah laku manusia untuk kepentingan mendidik atau membina perkembangan kepribadian manusia. Jadi segala gejala-gejala yang berhubungan dengan proses pendidikan dipelajari secara mendalam pada psikologi pendidikan. 2. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pendidikan Psikologi dan ilmu pendidikan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena antara psikologi dengan ilmu pendidikan mempunyai hubungan timbal balik. Ilmu pendidikan sebagai suatu disiplin bertujuan memberikan bimbingan hidup manusia sejak ia lahir sampai mati. Pendidikan tidak akan berhasil dengan baik jika tidak dibarengi dengan psikologi. Demikian pula watak dan kepribadian seseorang ditunjukkan oleh psikologi. Oleh karena begitu eratnya hubungan antara psikologi dengan ilmu pendidikan, maka lahirlah yang namanya psikologi pendidikan. Dasar-dasar psikologis ini sangat dibutuhkan para pendidik untuk mengetahui prilaku anak didiknya, apakah anak didiknya dalam keadaan yang baik saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran, atau dalam keadaan yang tidak baik. Kalau demikian, pendidik sangat membutuhkan pengetahuan ini untuk mengatasi anak didik yang seperti itu dan memotivasinya agar tetap dalam keadaan yang semangat dalam belajar. Selain untuk mengetahui prilaku anak didiknya, dasar-dasar psikologis ini juga dapat mengendalikan prilaku para pendidik dan memberikan prilaku yang lebih bijaksana dalam menghadapi keanekaragaman karakteristik anak didiknya. Seorang pendidik memang sangat membutuhkan pengetahuan seperti ini, agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan dan tentunya dapat berhasil mencapai tujuan dengan cemerlang sesuai dengan lembaga pendidikan itu. Reber (dalam Sobur, 2003: 71) menyebut psikologi pendidikan sebagai subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal berikut: Penerapan dalam prinsip-prinsip belajar dalam kelasPengembangan dan pembaruan kurikulumUjian dan evaluasi bakat dan kemampuanSosialisasi proses dan interaksi dengan pendayagunaan ranah kognitifPenyelenggaraan pendidikan keguruan.Dari penjelasan tersebut, maka jelas bahwa adanya keterkaitan antara psikologi dengan ilmu pendidikan, yang mana fokus utama dari psikologi pendidikan ini adalah interaksi pendidik dan peserta didik. 3. Kontribusi Psikologi Pendidikan bagi Teori dan Praktek Pendidikan a. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum Pengembangan kurikulum merupakan salah satu usaha untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional. Pengembangan kurikulum dilaksanakan karena pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam proses pembelajaran, karena dalam proses pembelajaran itu tedapat empat bagian penting dalam kurikulum meliputi: tujuan, isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Keempat bagian tersebut saling berkaitan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional.Pengembangan kurikulum tidak dilaksanakan hanya sesuai dengan kehendak seseorang atau suatu pihak, tetapi harus berpijak pada landasan-landasan (filosofis, psikologis, sosiologis, dan IPTEK) dan prinsip- prinsip (umum dan khusus) yang telah ada. Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks pembelajaran. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana input, proses dan output pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik. Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Manusia sebagai makhluk yang unik, memiliki karakteristik masing-masing, kemampuan yang berbeda, serta kebutuhan yang berbeda pula. Maka bukanlah hal yang mengejutkan jika ada sekelompok siswa yang tidak cocok dengan sistem pendidikan formal. Jika siswa tidak dapat mengikuti pendidikan formal di sekolah karena alasan tertentu, ia berhak untuk memilih pendidikan alternatif lain yang dapat memenuhi haknya sebagai warga negara untuk belajar, karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, dalam bentuk apapun. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya. Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya. Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum 2013, yang pada intinya diperlukan tidak hanya pengetahuan saja, tetapi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Sebenarnya ketiga domain ini sudah ada pada kurikulum sebelumnya, tetapi ternyata belum membawa dampak yang cukup signifikan, karena apa yang ada belum diimplementasikan secara utuh. Kurikulum 2013 dirancang untuk mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa psikologi pendidikan sangat berkontribusi dalam pengembangan kurikulum. b. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Program Pendidikan Kontribusi psikologi pendidikan terhadap pengembangan program pendidikan antara lain sebagai berikut. 1) Pengembangan program pendidikan, misalnya penyusunan jadwal pelajaran, jadwal ujian, dst. Hal ini tidak bisa lepas dari aspek psikologis peserta didik; 2) Untuk menyusun jadwal pelajaran diperlukan pengetahuan psikologi pendidikan.Tingkat kesukaran mata pelajaran berbeda-beda untuk setiap mata pelajaran. Agar seluruh materi pelajaran dapat diterima dengan baik oleh siswa, perlu penyusunan jadwal pelajaran dengan mempertimbangkan tingkat kesukarannya baik urutannya maupun waktunya. Misalnya mata pelajaran matematika ditempatkan pada jam pertama agar dapat diterima dengan baik oleh siswa, sedangkan mata pelajaran seni ditempatkan pada jam terakhir untuk meningkatkan gairah belajar siswa yang sudah lelah oleh berbagai materi pelajaran yang berat sebelumnya 3) Penentuan jurusan atau program; 4) Pengembangan program harus mengacu pada upaya pengembangan kemampuan potensial peserta didik. c. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran.Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran.Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran. Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran. Kontribusi psikologi pendidikan terhadap sistem pembelajaran adalah dalam hal: 1) pemilihan teori belajar yang akan diaplikasikan; 2) pemilihan model-model pembelajaran; 3) pemilihan media dan alat bantu pembelajaran; dan 4) penentuan alokasi waktu belajar dan pembelajaran. d. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Evaluasi Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu. Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya. Ada sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu. Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal. Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan pendidik dalam melaksanakan tugas profesionalnya, karena pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis. Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian, keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. 4. Metode-metode dalam Psikologi Pendidikan Metode (Yunani: methodos) adalah cara atau jalan (Sobur: 2003: 42). Dalam konteks ilmiah, metode menyangkut cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Ilmu pengetahuan psikologi secara metodis dan secara prinsipil sangat berbeda dengan ilmu pengetahuan alam (Kartono, 1981: 15). Penyebabnya adalah pada ilmu pengetahuan alam orang meneliti objeknya secara murni ilmiah dengan menggunakan hukum-hukum dan gejala-gejala penampakan yang dapat diamati dengan cermat. Sebaliknya psikologi berusaha mempelajari diri manusia bukan sebagai objek murni, tetapi meninjau manusia dalam kemanusiaannya, mempelajari manusia sebagai subjek yang aktif dan mempunyai sifat-sifat tertentu. Psikologi mempunyai banyak metode. Beberapa diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut. Metode EksperimentalMetode ekperimental merupakan observasi atau pengamatan terhadap suatu kejadian atau gejala yang berlangsung di bawah kondisi atau syarat tertentu. Dalam psikologi, metode ini bermaksud menyelidiki pengaruh kondisi tertentu terhadap tingkah laku individu. Metode Non Eksperimen1) Metode Observasi Metode observasi dalam psikologi banyak dilakukan untuk mempelajari tingkah laku anak-anak, interaksi sosial, aktivitas keagamaan, peperangan, aktivitas kejahatan, dan kejadian lain yang tidak dapat dieksperimenkan. Pada hakikatnya, metode eksperimen merupakan metode observasi yang dibatasi dengan menciptakan kondisi-kondisi tertentu. 2) Metode Studi Kasus Metode ini terutama digunakan oleh dokter atau ahli psikologi klinis ketika mereka mengobati pasien. Si ahli psikologi mencoba untuk mengkontruksi kehidupan masa lalu subjek berdasarkan ingatannya, laporan anggota keluarga, dan rekaman lain. Studi kasus dalam psikologi merupakan suatu penjelasan tentang seseorang dalam suatu situasi, dan suatu rekonstruksi dan interpretasi terhadap suatu episode penting dalam kehidupan seseorang. Studi kasus tidak harus tentang seseorang yang menyimpang atau situasi yang tidak biasa, tapi bisa tentang seseorang yang biasa dalam situasi yang biasa, misalnya bagaimana cara seseorang mengatasi masalahnya dalam pekerjaan. Studi kasus biasanya penelaahan secara mendalam terhadap suatu episode singkat, penting, atau kritis dalam kehidupan seseorang. 3) Metode Survey Survey adalah suatu metode yang bertujuan mengumpulkan sejumlah besar variabel mengenai sejumlah besar individu melalui alat pengukur wawancara (Vrendenbregt, 1981: 44). Defenisi tersebut dapat diurakan sebagai berikut: a) Individu adalah satuan penelitian. Data dikumpulkan melalui individu dengan tujuan agar melalui generalisasi, kita dapat menarik kesimpulan mengenai suatu kelompok masyarakat. b) Variabel yang dikumpulkan dalam metode survey pada prinsipnya tidak terhingga banyaknya, mulai dari variabel seperti latar belakang responden berupa jenis kelamin, agama, dll, sampai sikap dan pandangan responden, lingkungan sosial manusia, kelakuan manusia, dan juga mengenai ciri-ciri khas demografis dari suatu kelompok manusia. c) Alat pegukur yang dipakai adalah wawancara berupa daftar pertanyaan yang berbentuk suatu schedule atau suatu kuisiner, yang biasanya sangat berstruktur. Pada dasarnya, survey mempunyai dua lingkup, yaitu survey sensus dan survey sampel.Sensus adalah survey yang meliputi seluruh populasi yang diinginkan; sedangkan survey sampel adalah survey yang hanya dilakukan pada sebagian kecil dari suatu populasi yang bersifat representative. Survey berguna bagi politikus dan pengiklan, serta bermanfaat juga bagi ahli psikologi, terutama jika hendak meneliti topic-topik seperti efek perumahan pada kemampuan membaca atau berbagai cara mendisiplinkan anak pada berbagai etnis. 4) Metode Korelational Metode ini digunakan untuk meneliti hubungan di antara berbagai variabel. Dengan kata lain,metode korelasional bermaksud mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berhubungan dengan variasi-variasi atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien korelasinya (Usman & Akbar, 1996: 5). Pengertian dan Hakikat Belajar 1. Pengertian Belajar Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada proses belajar yang dialami siswa sebagai peserta didik. Adapun proses belajar yang dilakukan seseorang, tergantung dari pandangannya tentang aktivitas belajar. Ada orang yang berpandangan bahwa belajar adalah suatu kegiatan menghafal fakta-fakta, sehingga seseorang sudah merasa puas bila mampu menghafal sejumlah fakta di luar kepala. Ada pula yang berpandangan bahwa belajar adalah suatu aktivitas latihan, sehingga untuk memperoleh kemajuan, seseorang melatih diri dengan berbagai aspek tingkah laku meskipun tidak memiliki pengetahuan mengenai arti, hakikat, dan tujuan keterampilan tersebut. Para ahli berusaha merumuskan tentang belajar. Di bawah ini dikemukan beberapa pengertian tentang belajar (Sobur, 2003: 219). Dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning (1967), Walker mengemukakan arti belajar dengan kata-kata yang singkat, yakni “Perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman”.T Morgam, dalam Introduction to Psychology (1961), merumuskan belajar sebagai “Suatu perubahan yang reatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu”.Crow & Crow, dalam buku Educational Psychologi (1958), menyatakan “Belajar adalah memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap”.Hilgard & Bower dalam Theories of Learning, mengemukakan “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, atau pengaruh obat).Sedangkan menurut Howard L. Kingskey (dalam Djamarah, 2011: 13) mengatakan bahwa “Learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training” (Belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau dirubah melalui praktek atau latihan). Berdasarkan beberapa defenisi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya melalui praktik atau latihan. 2. Hakikat Belajar Hakikat belajar sangat penting diketahui untuk dijadikan pegangan dalam memahami secara mendalam masalah belajar. Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan ada kata yang sangat penting untuk dibahas, yaitu kata “Perubahan”. Ketika kata “Perubahan” dibicarakan dan dipermasalahkan, maka pembicaraan sudah menyangkut permasalahan mendasar dari masalah belajar. Apapun formasi kata dan kalimat yang dirangkai oleh para ahli untuk memberikan pengertian belajar, maka intinya tidak lain adalah masalah “Perubahan” yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Oleh karena itu, seorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar.Tapi perlu diingatkan, bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil belajar. 3. Ciri-ciri Belajar a. Perubahan yang terjadi secara sadar. b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. e. Perubahan dalam belajar be