Anda di halaman 1dari 2

TENTAKEL

Selamat datang di era Anthropocene! Capitalocene! Plantationocene! Cthulhucene!1

Dalam menavigasikan zona temaram kita harus rela tertelisut di dalam silangsengkarut
benang cene-cene itu. Pasalnya semenjak kapal Vasco da Gama dan Christopher
Colombus berhasil sampai di dua India, goncangan terbesar bagi umat manusia sejak
revolusi agrikultur terjadi. Lalu lintas komoditi, gagasan, dan tubuh mendefinisikan dunia
sepanjang hampir 6 abad hingga hari ini. Pencerahan menjadi modus kolonial yang
mewujud dalam efisiensi, penyeragaman konvensi, dan pemiskinan struktural di daerah
koloni. Lantas gambar bergerak sebagai anak teknologi reproduksi mekanis lahir dan
memegang kunci untuk menggugat fenomena itu, lebih dahsyat dibandingkan moda
representasi lain sebelumnya. “Realitas”, kamera portable, warna, montage, sound,
synchronized sound, dan revolusi digital, yang menyulut perkembangan bahasa sinema
mempersenjatai para navigator yang mencoba menyibak gejala zaman di mana mereka
berada.

Filem Many Undulating Things karya Bo Wang dan Pan Lu adalah salah satu upaya
menavigasikan zona temaram yang jenial dan komprehensif. Hong Kong menjadi titik
berangkat para sutradara dalam membedah relasi posisi geografis, topografi, biodiversitas
Hong Kong, dan daerah tropis pada umumnya, dengan ketidakgenahan dan ambisi para
kolonial di sana, yang membentuk wajah kota Hong Kong dan dunia hari ini. Image
menggurita melintasi ruang dan waktu, sebentar di Hong Kong tahun 2010an lalu pergi ke
blueprint Crystal Palace cetakan tahun 1851 yang direproduksi. Pemandu kita adalah
seorang pria yang bersenandika mengenai pertemuan-pertemuannya dengan orang-orang
dan data sejarah.

Semenjak ditetapkannya Hong Kong sebagai satu-satunya koloni Eropa di perairan Asia
Timur, dengan segera ia menjadi entrepot di tengah kekuatan besar dunia baru.
Demografinya terbentuk dari Inggris si “pencerah” dan kekaisaran Cina pemanggul “mandat
dari surga” yang nantinya diinjak-injak oleh penggantinya yang membawa serta masing-
masing worldviewnya. Tapi, Inggris dan Eropa sebagai yang punya hajat, gerah dengan
kedatangan para pencari suaka dari Cina sehingga mengekslusifkan bukit bagi kalangannya
sendiri. Dengan kekuatan-kekuatan itulah kontur baru dibentuk Kontur-kontur yang direspon
oleh filem. Kamera pun bergerak naik turun mengikuti kontur pulau Hong Kong, enerjik
mengikuti tur pasar dan hotel backpacker yang dipenuhi pekerja migran, tabah menemani
perjalanan seorang tua pulang menuju caged room yang dapat dibayarnya, dan bergoyang
seraya kapal diterpa ombak bergelung-gelung.

Lewat pertautan ironis antara lansekap Hong Kong hari ini dan arsip, filem membawa kita
mendedah lalu lintas gagasan dan fisik yang memungkinkan tidak hanya Hong Kong, tapi
Asia hari ini. Narasi dan representasi yang dibuat atas Asia dilawan dengan montage dan

1
Anthropocene adalah istilah geologi untuk menyebut era di mana manusia menjadi daya pengubah geologi
yang masif. Istilah ini diperluas menjadi wacana transdisipliner, utamanya ekologi, yang menggugat
eksepsionalisme manusia. Teoritikus menggugat penggunaan Anthropocene karena dianggap terlalu luas dan
tidak menunjuk ke penyebab langsungnya. Maka muncullah istilah Capitalocene (jejaring kapital sebagai
pengubah), Plantationocene (jejaring perkebunan cash crop sebagai pengubah), dan Cthulhucene
(Cthulhu=makhluk bertentakel, tawaran Donna Haraway untuk melihat era di mana manusia dan non-manusia
berada di kekacauan yang kompleks sehingga manusia perlu mengakui agensi non-manusia untuk bersama-
sama keluar dari era ini).
narasi yang meng-call out agenda segregasi dan reduksionis yang terinstitusi. Wawancara
dilakukan untuk menggali fakta sejarah dan kontemporer tentang bagaimana kapital bekerja
dengan mengapropriasi tradisi dan ilmu pengetahuan. Sebut saja feng shui di kondominium
mewah, pembangunan kebun raya, dan kelangkaan lahan di Hong Kong. Suara ambience
laut, manusia, dan mall, menjadi puisi liris tentang penggalian memori kolektif dan dislokasi
manusia-manusia Asia.

Filem ini mengajak kita untuk melihat dan mengimajinasikan makhluk bertentakel, yang lahir
dari usaha pemindahan tanaman dalam sekotak kaca. Tentakel itu bisa berupa crane
pelabuhan yang memindahkan muatan melintasi laut, crane konstruksi yang membangun
real estate di kawasan yang katanya kekurangan lahan, eskalator yang mengantar manusia
melihat refleksi dirinya dengan barang dalam etalase, atau jejaring kebun raya yang
memuseumkan pencapaian-pencapaian eksperimen botani ilmuwan kolonial. Apapun itu,
makhluk bertentakel itu mencacah manusia ke dalam cluster-cluster yang disepakati oleh
nilai lama yang terus-menerus dilanggengkan secara sadar atau tidak sadar.

Agaknya, kita selalu harus melihat Hong Kong untuk mengetahui siasat apa yang sedang
dan akan membentuk dunia ke depannya. Mengingat disrupsi dalam masyarakatnya dapat
dibaca sebagai perlawanan terhadap kekuatan yang lebih besar yang merasa dirinya
mampu menyetir arah zaman. Filem ini layaknya makhluk bertentakel pula, mencoba untuk
bergulat dengan makhluk bertentakel raksasa yang memeluk dunia. Berusaha
mengendurkan pelukannnya dengan segala perangkat yang disediakan oleh teknologi
sinema.

Sinopsis

Filem esai yang membedah jejaring sejarah Hong Kong dan agenda kolonialisme yang
membentuk realitas fisik dan sosial masyarakat Hong Kong hari ini. Lewat pertautan ironis
antara lansekap kontemporer Hong Kong, arsip negara koloni, media, dan fakta sejarah
dengan puisi liris nan jenial, sutradara memberikan gambaran kerja gagasan dan materi
atas Asia pasca-kolonial.

Anda mungkin juga menyukai