Anda di halaman 1dari 102

1|Page

UZBEKISTAN,
NAPAK TILAS JALUR
SUTRA:
Dari Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail Al-Bukhari Sampai Lahirnya
Peradaban Global Hari Ini

Oleh
TAUHID NUR AZHAR

2|Page
Kata Pengantar

Jalur Sutra yang mulai dikenal sejak era penjelajahan Marcopolo ke negeri Cina, menorehkan
sekelumit cerita tentang lahirnya peradaban manusia. Daerah yang mencakup sebagian Eropa dan
Asia ini memiliki karakter geografis unik dan perpaduan budaya nan ciamik. Etnik tak berbilang silih
berganti datang dan melebur dalam konstruksi masyarakat yang tangguh sekaligus egaliter. Tradisi
lisan dan tulisan menjadikan karya dalam bentuk kriya dan pemikiran terlahir dari jalur minda ini.

Taskent, Samarkand, dan Bukhara tidak terlepas dari intrusi budaya adiluhur pasca Babilonia,
Mesopotamia, Mesir Kuno, Persia dengan Sassanidnya, dan pengaruh Asia (Mongol) lewat sejarah
kelam ekspansi Timur Leng ke belahan bumi utara. Desain geometris dan bentang alam dengan
berbagai keindahan yang menyertainya amat tepat menjadi wahana belajar dan merenung.
Tadabbur yang dapat memfasilitasi proses tafakur dan tentu saja pada akhirnya tasyakur agar
terhindar dari rasa kufur.

Kemegahan arsitektur dan keragaman warna budaya serta bentang alam yang mempesona adalah
bagian dari ayat-ayat qauniyah yang menjadi rahmah sekaligus amanah bagi kita untuk tak sekadar
rihlah, tetapi juga menelaah dan mengasah akal agar dapat mendekat bahkan merapat pada Zat
yang menciptakannya dengan sedemikian sempurna.

Perjalanan di Jalur Sutra pun dapat membantu kita untuk merenungkan kembali perihal sejarah
peradaban manusia, yang telah didapuk sebagai khalifah di alam semesta, akan tetapi kerap pula
terperosok dalam perangkap syahwat kala hasrat telah menyandera akal sehat. Jalur Sutra bercerita
tak hanya soal manisnya hubungan antarmanusia atau heroisme seorang penjelajah dunia, tetapi
juga berkisah tentang eksploitasi dan nafsu yang berkelindan dalam hasrat untuk berkuasa dan
memanipulasi segenap sumber daya. Di balik itu kita pun dapat memetik hikmah tentang sifat-sifat
dasar manusia yang terkadang terbuai akal sehingga lalai dalam mengedepankan adab, akhlak, dan
memproyeksikan nilai-nilai berbasis akidah.

Rempah dan sumber daya, serta produk kriya dan banyak komoditas lainnya adalah karunia. Pada
satu sisi adalah bagian dari proses prokreasi manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidup,
sekaligus menjadi daya tarik bak lampu neon bagi "laron-laron" ketamakan yang terdistorsi syahwat
untuk memiliki dan menguasai dengan dalih mempertahankan eksistensi diri dan kaumnya.

Maka, jika berkenan silahkan simak tulisan singkat terkait dengan topik yang kita bahas di atas. ***

3|Page
A
MANUSIA DI ANTARA PUSARAN
NAFSU INOVATIF-SOLUTIF DAN
DESTRUKTIF

(1)
Manusia, di Antara Keserakahan dan Agresi

‫اّللُ فَزَ ادَ ُه ُْم َم َرضْ قُلُو ِب ِهمْ فِي‬ َ ْ‫َيك ِذبُونَْ كَانُوا ِب َما أَلِيم‬
َْ ‫عذَابْ َولَ ُهمْ ْۖ َم َرضًا‬

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat
azab yang pedih karena mereka berdusta.”

َْ ‫ل لَ ُهمْ قِي‬
‫ل َوإِذَا‬ ْ ِ ‫ُمص ِل ُحونَْ نَحنُْ إِنَ َما قَالُوا اْلَر‬
َْ ‫ض فِي تُف ِسدُوا‬

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah berbuat kerusakan di bumi!’ Mereka menjawab,
‘Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan’.”

ْ‫ل َو َٰلَكِنْ ال ُمف ِسدُونَْ ُه ُْم إِنَ ُهمْ أ َ َل‬


َْ َْ‫يَشعُ ُرون‬

“Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.”

(QS Al-Baqarah, 2:10-12)

Manusia adalah entitas biologis yang dikaruniai akal dan kemampuan mengambil keputusan
berdasarkan proses belajar dan pengamatan yang terakumulasi dalam pengalaman mental spiritual.
Hidup yang dijalani menjadi sebuah medium yang dipenuhi dengan proses interaksi, komunikasi dan
upaya konstruktif untuk menabalkan eksistensi diri. Hal ini pada gilirannya akan berimbas pada
benturan kepentingan bermotif pemenuhan kebutuhan.

4|Page
5|Page
Sejarah mencatat sejak era Paleolitikum, manusia—melalui seni komunikasi visual—telah
menggambarkan berbagai proses pemenuhan kebutuhannya, yaitu melalui mekanisme berburu,
kemudian beternak (domestikasi) dan bertani. Lukisan gua di Lascaux Perancis (dekat Dordogne)
yang diprakirakan berasal dari masa sekitar 17.300 yang lalu, menggambarkan spesies seperti kuda
dan rusa adalah sumber pangan yang merupakan hewan buruan.

Periode manusia modern atau Homosapiens yang diduga berawal dari masa Pleistosen akhir telah
melahirkan peradaban, yang tidak saja menghadirkan teknologi untuk mempermudah dan menjamin
keberlangsungan hidup, tetapi juga melahirkan budaya kekerasan dalam upaya mempertahankan
dan memperluas akses terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan hidup.

Prediksi Thomas Robert Malthus soal ledakan populasi dan keterbatasan daya dukung bumi dalam
memenuhi kebutuhan manusia penghuninya telah terbukti. Hal ini ditandai dengan munculnya
persinggungan kepentingan yang berakhir dengan berbagai peristiwa destruktif.

MANUSIA DALAM BELENGGU KELOMPOKNYA

Secara psikospiritual, manusia secara bertahap terus berupaya mencapai derajat kesadaran yang
ditandai dengan kemampuan untuk memaknai arti kehadiran dan anugerah berupa kesempatan
untuk hidup dan berpikir. Cogito ergo sum, demikian Rene Descartes menyimpulkannya. Kita berpikir
maka kita eksis.

Pada perkembangannya aktualisasi diri berkembang tidak saja sebatas persoalan eksistensi,
melainkan juga narsis atau narsisitas. Konsep ketakwaan yang berdasar pada fondasi akidah
ketauhidan adalah perancang konstruksi dalam proses pembangunan derajat kesadaran tentang
keberadaan makhluk. Ketenangan yang dinamis adalah wujud dari keseimbangan nalar dan sadar
karena proses "mengingat" (zikir) yang menghantar pada pengetahuan yang mencerahkan dan
memberi harapan bahwa ada tujuan yang menanti di ujung jalan pencarian (kehidupan). Manusia-
manusia yang sadar diri dan sadar semesta akan bersifat partisipatif-kontributif dalam proses
interaksi sinergis yang bersifat kolektif dalam menjaga keberlangsungan dan kebersinambungan
manfaat yang menjadi rahmat bagi mereka yang berotak sehat.

Tapi equilibrium, keseimbangan, ataupun kondisi homeostasis di dalam proses interaksi yang
dinamis kadang mendorong manusia untuk bersikap praktis, bahkan pragmatis, dan akhirnya tidak
etis. Tata nilai yang dikembangkan secara kolektif sebagai cara untuk mengembangkan aturan yang
menjamin rasa keadilan dan kesamaan tujuan acap takluk dan tunduk pada pola pikir, baik individual
maupun komunal (berjamaah, crowd) yang bersifat impulsif-intuitif dengan ciri bersifat instan dan
berorientasi pada pemuasan dan pemenuhan jangka pendek (bahkan sangat pendek). Pola ini
melahirkan berbagai pendekatan yang bersifat eksploitatif secara masif yang biasanya akan diikuti
pola rehabilitatif saat tersadar bahwa tindakan yang dipilih telah menimbulkan kerusakan, bahkan
kehancuran.

Maka, orang-orang yang bersifat antitesis inilah yang boleh jadi masuk dalam kategori munafik.
Terlepas dari konsep kesadaran dan tingkat pemahaman terhadap kehidupan, upaya mekanistik
manusia dalam pemenuhan kebutuhannya pada tahap-tahap selanjutnya berimbas pada
penggunaan akal sebagai alat utama proses eksploitatif yang tidak jarang menjurus pada kekerasan
dan agresi. Superioritas sekelompok manusia yang antara lain didapatkan melalui capaian akalnya

6|Page
7|Page
yang maujud dalam ilmu dan teknologi kerap digunakan untuk menindas dan mengeksploitasi
komunitas atau kelompok manusia lain yang berada di ekoregion yang berbeda.

Kita, di Indonesia, punya catatan sejarah yang cukup kelam. Hal ini sebagai imbas dari perjanjian
aneh antara Spanyol dan Portugis di Saragossa yang membagi dua belahan bumi sebagai daerah
yang "berhak" mereka jajah. Kepulauan-kepulauan kita yang subur dan kaya rempah pun menjadi
sasaran untuk dijarah. Perjanjian Saragossa sendiri disepakati pada tanggal 22 April 1529.

Maka, saya tidak terlalu heran saat singgah di Bengkulu untuk mengisi seminar nasional di FK
Universitas Bengkulu. Kala itu, saya sempat melihat sekilas benteng Marlborough di tepian pantai
panjang yang menurut catatan sejarah dibangun di era Gubernur East Indies dari kongsi dagang
Inggris, Joseph Callet, pada tahun 1714.

Penguasaan teknologi, khususnya pada ranah transportasi (kapal, dan lainnya)—yang didukung
teknik navigasi serta kartografi yang berlandas pada perkembangan ilmu alam dasar seperti fisika
dan matematika—telah mendorong terjadinya berbagai upaya pemenuhan kebutuhan (juga hasrat
hedonia) yang bersifat ekspansif dan imperialistik. Hal ini antara lain dilegitimasi dengan nilai-nilai
luhur yang dijadikan stempel (gold, gospel, glory).

Conquerista ke barat telah membawa kehancuran peradaban Maya, Inca, Aztec dan lainnya, bukan
saja karena kerakusan dan ketamakan bangsa penjajah saja, melainkan juga menjadi awal permutasi
atau perpindahan mikroba patogen (penyebab penyakit) yang mematikan lintas benua dan
peradaban. Fernando Cortez tidak hanya menjarah suku Inca, tetapi juga membawa virus influenza
dan sejenisnya ke benua Amerika. Pergerakan manusia dan interaksi yang diwarnai benturan
kepentingan serta hasrat mengamankan jalur pemenuhan kenikmatan menjadikan dunia ini sempit
dan keras, bahkan kejam.

Catatan sejarah Nusantara menunjukkan bahwa sekitar tahun 412-an penjelajah asal Tiongkok
seperti Fa Hien telah sampai di Pulau Jawa. Untuk era saat itu, jangkauannya sudah dianggap sangat
jauh. Namun demikian, CW Leadbeater, seorang tokoh teosofi asal Inggris, meyakini bahwa
pertukaran dan komunikasi antarperadaban di Nusantara telah berlangsung dari masa jauh sebelum
itu. Riset jejak genetik nenek moyang yang dilakukan oleh lembaga penelitian biologi molekuler
Eijkmann di kepulauan Kei dan Tanimbar (di bawah pimpinan Dr. Herawati Sudoyo) menunjukkan
adanya bukti-bukti awal varian haplotipe mtDNA (DNA mitokondria) yang menjelaskan asal usul
penduduk kepulauan tersebut. Varian ini kemungkinan besar berasal dari generasi I migrasi besar
Out of Africa sekitar 100 ribu tahun yang lalu.

Memang, jejak sejarah dalam bentuk prasasti dan lainnya belum ada yang bisa menggambarkan
kronologi sejarah di era awal peradaban Nusantara. Akan tetapi, berangkat dari legenda dan mitos
yang berkembang dapat dilacak adanya proses akulturasi dan jejak interaksi antara penghuni asli
Nusantara dengan peradaban lain yang ada di dunia.

Tidak hanya jejak Lascaux sebenarnya yang dapat menggambarkan sifat dasar manusia yang
condong manipulatif, egois, dan dikendalikan oleh kecemasan akan ketakterpenuhan kebutuhan.
Secara visual, seni artikulatif lain dalam bentuk gambar dapat dilihat jauh dari zaman lebih tua dari
situs Lascaux (17 ribu SM), yaitu di Altamira sekitar 33 ribu tahun SM.

8|Page
9|Page
Tentu saja, sesuai dengan zamannya, konten yang dituangkan belum tentu dapat menggambarkan
sifat-sifat dasar manusia terkait dengan emosi dan perilaku. Namun, adanya kebutuhan dasar seperti
pangan memang dapat dijadikan acuan dalam menganalisis karya seni dari era prasejarah. Risalah
kitab suci samawi menggambarkan perilaku Habil dan Qabil atau Habel dan Kain yang diwarnai intrik
karena rasa iri hati dan dengki.

KESERAKAHAN DAN AGRESI


Sesungguhnya, ketertarikan pada makanan dan sumber pangan pada akhirnya bermanifestasi pada
ketamakan pada sumber energi. Tidak sekadar mereplikasi, bahkan bertiwikrama menjadi gurita
nafsu yang membelit akal budi manusia. Lalu, bersamaan dengan terkooptasinya akal menjadi
bagian dari conveyor belt manufaktur kepentingan, terciptalah berbagai produk dengan cita rasa seni
tingkat tinggi yang maujud dalam strategi geopolitik yang kompleks sekali. Kompleksitas pikiran
manusia dan kemampuannya merencanakan masa depan melalui skenario yang dikembangkan
adalah konsekuensi dari potensi prokreasi yang bersumber dari berkembangnya kemampuan kognisi
tingkat tinggi.

Kemampuan manusia mengantisipasi imbalan (reward anticipation) yang dijalankan oleh fungsi
limbik dan struktur subkortisol seperti ventral tegmental area dan nukleus akumbens menjadikan
manusia selalu punya motivasi untuk mewujudkan harapan yang semula bersifat virtue atau gagasan
nirmateri.

Konsep kemerdekaan Indonesia misalnya, bukan sebuah konsep instan yang muncul begitu saja saat
perang Pasifik menjelang berakhir, itu momentumnya. Akan tetapi, semenjak abad ke-17
perlawanan sporadis terhadap VOC yang mengekspansi perdagangan rempah-rempah di Maluku
sudah menjadi bibit perlawanan untuk merebut kemerdekaan. Kapitan besar Telukabessy (Ahmad
Leikawa) yang memimpin pemberontakan di benteng alam Kapahaha memang dapat ditaklukkan,
akan tetapi semangat merdeka yang dirasakannya terus bergelora dan merasuk sampai ke para
anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang merumuskan konsep kemerdekaan secara lebih sistematis.

Keserakahan dan kekuasaan pada gilirannya akan melahirkan kekerasan dan agresi. Sifat ini
sebenarnya individual, tetapi dengan kemampuan manusia utk mengagitasi dan mengomunikasikan
gagasannya yang sebagian merupakan bagian dari kesadaran komunal atau dalam pendekatan Carl
Gustav Jung adalah justru ketidaksadaran bersama, manusia dapat saling mempengaruhi dan
menggerakkan orang-orang yang memiliki kepentingan serupa atau beririsan. Sejarah mencatat
pemimpin peradaban besar adalah juga orang yang mengobarkan perang dan mengorbankan jutaan
jiwa demi membela ideologi atau "kepentingan" negara/suku/kelompok yang sudah tersakralisasi
menjadi nilai suci yang sepadan ditukar nyawa.

Persia versus Yunani


Pernah dengar lomba Maraton? Sudah tahu sejarahnya? Sejarah lari marathon berawal dari perang
antara Yunani versus Persia. Yunani bangsa berperadaban tinggi yang menghuni kepulauan dan
daratan di sekitar lautan Aegea. Peradaban mereka terkenal karena telah melahirkan konsep
mitologi, teologi juga hermeneutika, silogisme, logika, serta demokrasi dan republik. Solon-lah
cendekia yang menggagas bahwa setiap warga kota (citizen) berhak untuk menyampaikan pendapat

10 | P a g e
11 | P a g e
dan keinginannya. Maka, konstitusi bernegara yang pertama secara demokratis dikenal sebagai
konstitusi Solon.

Sebaliknya, dalam hal yang berkaitan dengan keyakinan dan nilai-nilai spiritualitas, kita mengenal
Oracle dari Delphi, seorang pitia, pemuka agama berjenis kelamin wanita yang diminta untuk
berbicara mewakili dewa atau tuhan. Di rekahan tanah gunung api yang mengeluarkan gas
(solfatara, pitia akan duduk dan "trance" serta mengeluarkan kata-kata yang dipercaya sebagai
gambaran masa depan. Ada kemungkinan kondisi ini terjadi karena efek halusinogenik dari gas
vulkanik yang terhirup.

Kembali pada lari marathon, tampaknya kita harus mengupas soal bangsa Persia yang berkonflik
dengan bangsa Yunani. Pada mulanya bangsa Persia adalah suku kecil yang dijajah oleh Babilonia
dan Asyur. Mereka berasal dari pegunungan Asia yang terletak di sebelah utara Lembah
Mesopotamia.

Pada sekitar 520 SM ada seorang pimpinan suku bernama Kiros yang secara cerdik mampu
mengalahkan Babilonia. Saat telah berkuasa, Kiros pun ingin mengamankan kepentingan sukunya
dengan cara mengamankan sumber daya. Mulailah pencaplokan wilayah sekitar dilakukan Persia.
Hal ini sama saja dengan yang dilakukan Nebukadnezar dari Babilonia. Pada sekitar 580 SM, dia
menyerang dan mengusir orang Yahudi ke Babel. Kiros dan kemudian anaknya, Kambises merangsek
ke utara, mendekati Yunani. Dan, Mesir pun jatuh ke tangan penguasa Persia.

Bayangkan Mesir sebuah kerajaan dengan usia peradaban lebih dari 4500 tahun, di mana pada
sekitar 5200 tahun SM, yaitu pada era Raja Menes, diduga ditemukan teknologi tembikar, bisa
ditaklukkan. Lewat teknologi ini, kerajinan membuat alat rumah tangga dan berbagai perabot
dengan sentuhan seni berupa gambar mulai diperkenalkan. Di tangan pasukan Kambises Mesir
takluk. Selanjutnya Darius, penerus Kambises juga terus melakukan ekspansi dengan mengalahkan
kota-kata Ionia (Yunani) yang berada di benua Asia.

Sampailah suatu saat, pasukan Persia melintasi lautan dan memasuki daratan Eropa, Mereka
mendarat di dekat kota Marathon. Panglima perang Yunani ketika itu, Miltiades, dengan gagah
berani memimpin pasukan Yunani yang dapat mematahkan serangan pasukan Persia. Pasukan Persia
yang mundur dari Marathon ternyata tidak kembali ke wilayah Persia (yang terbentang dari Mesir
sampai India), melainkan mengarahkan armadanya langsung ke Athena (ibukota Yunani), di mana
terletak Akropolis.

Miltiades yang melihat kondisi ini segera mengutus seorang pelari cepat untuk memberi kabar
kedatangan pasukan Persia ke Athena. Karena jalur laut memutar, maka dibutuhkan waktu lebih
lama dibandingkan dengan pelari yang melalui jalur darat. Setiba armada Persia di depan pelabuhan
Athena mereka melihat pasukan Yunani sudah bersiaga. Pasukan Persia merasa jeri dengan
kehebatan pasukan Yunani yang baru saja mengalahkan mereka di Marathon. Melihat kesiapsiagaan
pasukan Yunani di Athena, kota yang dipersembahkan untuk Dewi Athene yang dianggap sebagai
penyelamat para pelaut Ullyses sebagaimana dalam kisah-kisah Homerus, armada Persia balik badan
dan pulang ke wilayah Persia.

Ketika kerajaan Persia diwariskan kepada Xerxes, ambisi Darius dilanjutkan. Xerxes mengirim
pasukan sangat besar, kurang lebih satu juta orang. Pasukan ini terdiri dari berbagai kesatuan dari

12 | P a g e
13 | P a g e
tanah jajahan yang terbentang dari Asia kecil sampai Mesir. Pasukan ini tampak sangat menakutkan.
Mereka terdiri dari divisi-divisi dengan atribut sesuai dengan daerah asalnya yang beragam.

Pasukan darat menyeberang melalui selat Bosphorus di Turki saat ini dan pasukan laut kembali
langsung menohok Athena. Pemimpin Yunani saat itu adalah Themistokles memerintahkan
pengosongan kota Athena dan segenap penduduknya diungsikan ke pulau kecil bernama Salamis.
Pasukan Persia membumi hanguskan Athena, akan tetapi mereka tidak menemui seorang Yunani
pun di sana.

Saat mengetahui bahwa warga Athena ada di pulau Salamis, armada Persia terpancing oleh strategi
Themistokles yang menghendaki pertempuran laut. Berbekal kapal-kapal kecil nan lincah, armada
laut Yunani mengaramkan banyak sekali kapal-kapal besar armada Persia yang pada akhirnya
mundur dan kembali ke wilayah Persia. Pasukan darat Persia pun dapat dikalahkan Yunani di daerah
Platea (479 SM). Persia memutuskan tidak lagi menyerang Yunani.

Kisah perseteruan Yunani-Persia ini tidak terlepas dari ego manusia yang ingin berkuasa. Mereka
dikuasai oleh kecemasan kronis yang mendorong sifat destruktif dalam kerangka defensif,
mempertahankan dan memproteksi kepentingan dan pemenuhan kebutuhan.

Turki, Rusia, dan Konflik Suriah


Sejarah kerusakan akibat agresi dan kekerasan di muka bumi bahkan terus berlanjut sampai hari ini.
Isu paling hangat yang sedang menjadi trending topic dunia adalah jatuhnya kota Aleppo ke tangan
pasukan pemerintah Suriah pimpinan Basyar Assyad.

Perang selalu menimbulkan korban, tidak hanya dari pasukan yang berperang tetapi juga korban
kolateral yang terdiri dari masyarakat sipil yang tidak berdaya. Dan, kurva jumlah korban perang
ternyata berbanding lurus dengan kemajuan teknologi persenjataan yang semakin canggih. Bom
atom "Fat Boy" yang dilepaskan dari bomber Enola Gay di atas Hiroshima contohnya. Persoalan
pemicu konflik dan perang sebenarnya dari dulu sampai saat ini tidak banyak berubah, kepentingan
dan kebutuhan.

Jatuhnya Aleppo dan baku tembak yang terus berlangsung saat ini misalnya menyisakan banyak
cerita di balik konflik terkait dengan negara-negara yang terlibat di dalamnya. Ada perkara ideologi,
pengaruh di kawasan, serta hal-hal yang sangat pragmatis terkait dengan penguasaan sumber daya
dan posisi tawar dalam hubungan antarnegara.

Turki dan Rusia misalnya, mereka berhadapan dalam dua kubu yang berbeda di Suriah, akan tetapi
memiliki beberapa titik temu di mana mereka saling membutuhkan. Ada persoalan domestik Turki
dengan isu separatis Kurdi. Penguasaan terhadap wilayah timur Suriah melalui operasi perisai Eufrat
akan memisahkan kantong demografi sekaligus pertahanan Kurdi di Afrin dengan Kobane. Di sisi lain
ada perjanjian saling menguntungkan dalam hal eksport gas Rusia melalui pipanisasi yang masuk
melalui Laut Hitam. Dalam sektor pariwisata pun Rusia menyumbang devisa Turki melalui empat juta
turisnya setiap tahun yang trendnya akan terus meningkat seiring dengan membaiknya daya beli
warga Rusia.

Situasi di luar medan perang seperti inilah yang seringkali tidak tercermin di lapangan. Pertempuran
yang sesungguhnya tersembunyi di balik informasi yang merupakan konsumsi publik. Hal yang

14 | P a g e
15 | P a g e
sangat menyedihkan dalam berbagai konflik yang terjadi adalah masyarakat tak berdosa yang selalu
menjadi korban. Kerusakan dan kemungkaran terus terjadi di balik topeng kemunafikan.

Perang dan Para Korbannya


Perang tidak melulu berada jauh di pusat lahir peradaban. Bahkan, ada hal yang uniknya, yaitu
daerah di mana peradaban manusia lahir di sana pula konflik tak berkeputusan terjadi. Perang dan
konflik antarnegara serta pakta kekuatan adalah representasi komunal dari dorongan personal yang
terakumulasi dalam bentuk perseteruan koloni pikiran. Dan, hal-hal di luar dugaan dapat menjadi
pemicu jatuhnya korban yang luar biasa.

Apakah kondisi ini adalah bagian dari upaya untuk menyeimbangkan daya dukung dan kuantitas
populasi? Apakah manusia menjadi predator bagi spesiesnya sendiri? Sebagai catatan jumlah korban
jiwa di perang saudara Amerika Serikat, antara pihak Union dengan Konfederasi yang antara lain
dipicu soal perbudakan dan HAM mencapai 620 ribu orang.

Siapa yang tidak mengenal kisah pilu pertempuran di Gettysberg atau Antietam? Perang Dunia I yang
melibatkan pihak Triple Entente (friendship, understanding, agreement) yang terdiri dari Prancis,
Rusia, dan Inggris, serta belakangan juga melibatkan Jepang dan Portugal, melawan Central Power
yang terdiri dari Mittelmachte (Jerman), Hungaria, Ittifak Devletteri (Turki Ottoman), dan Bulgaria
yang dipicu antara lain oleh pembunuhan Pangeran Ferdinand dari Prusia di Sarajevo oleh Gabriel
Panic, menelan korban sekitar 17 juta jiwa.

Perang dunia kedua menelan korban sekitar 60 juta jiwa. Peran tokoh yang diduga menderita
gangguan personalitas ambang batas (borderless personality disorder/BPD), Adolf Hitler, sangat
besar dalam memicu terjadinya perang paling berdarah dalam sejarah ini. Dari total populasi
penduduk dunia yang saat itu berjumlah sekitar 2,3 milyar orang, sekitar 3 persennya menjadi
korban. Perang Vietnam yang merupakan bagian dari perang dingin antara paham demokrasi dengan
komunis mengakibatkan korban jiwa sekitar 1,353 juta orang, baik dari pihak Vietnam Selatan,
Utara, dan Amerika.

Kisah manusia yang sarat dengan peperangan dan kekerasan ini ternyata berawal dari sekitar 200
ribu tahun lalu. Tahun yang menurut kajian paleoantropologi diduga sebagai masa hadirnya manusia
(Homo sapiens) di dunia. Uniknya dalam lini masa di mana manusia hidup dan bermula, spesies kita
masih sempat berbagi ruang dengan Homo erectus yang diduga punah pada sekitar 143 ribu tahun
lalu, juga Homo floriensis yang ditemukan di Liang Bua NTT (akan tetapi menurut Prof. Dr. Teuku
Jakob, pakar paleoanatomi dari FK-UGM, hobbits atau manusia Flores adalah gambaran dari kondisi
patologis kretinisme). Persinggungan terpanjang dengan spesies non sapiens lain adalah dengan
Neanderthal yang diduga baru punah di sekitar 39 ribu SM. ***

16 | P a g e
17 | P a g e
(2)
Manusia dan Pola Adaptasi
yang Dijalaninya

Dalam perjalanannya, manusia dengan akal budi (kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik) yang
unik mampu beradaptasi di berbagai ekoregion (biomassa, ekosistem, habitat) dengan berbagai
kondisi iklim serta mempertahankan hidup dengan mengembangkan teknologi.

Pakaian sebagai pelindung (bahan tentu sesuai dengan zaman) mulai dikenal berdasar artefak atau
fosil dari sekitar 170 ribu tahun SM. Sedangkan jarum jahit ditemukan di Afrika sekitar 61 ribu SM.

Sebagai bukti keberadaan manusia yang ditandai dari penemuan fosil, saat ini klaim fosil Homo
sapiens tertua adalah manusia sungai Omo di Ethiopia yang diprakirakan berasal dari sekitar 190 ribu
tahun SM. Manusia juga diketahui melalui era Sekian interglasial dari 130-110 ribu tahun SM dan
bertahan, sedangkan spesies besar seperti Mammoth dan Cybertooth Siberian Tiger punah. Untuk
detailnya, silakan untuk menonton Ice Age beserta sekuelnya ya. Selain berpakaian manusia juga
mengembangkan alat berburu seperti tombak atau harpun berujung batu pada sekitar 94 ribu SM.

Teknologi yang lahir seiring dengan kecerdasan prokreasi tentu memperturutkan pemenuhan
kebutuhan, khususnya ketersediaan pangan. Seiring dengan perubahan iklim, seperti kelembaban
yang tinggi di sekitar Sahara (kini gurun) dan sepanjang Mesopotamia maka sejak 14 ribu SM
ditemukan bukti sudah adanya sistem pertanian yang masif dan terstruktur.

Seni dan Adaptasi Manusia


Sesungguhnya, budaya dan seni adalah ekspresi kecerdasan integratif manusia lainnya yang maujud
dalam ritual ataupun karya yang mampu menggugah aspek kognitif, afektif, serta psikomotorik
seorang manusia. Dia hadir karena manusia, siapapun dia, dari zaman old sampai zaman now, pasti
ingin gembira dan tidak mau melupakan bahagia.

Maka, kita pun menemukan fakta bahwa alat musik telah hadir puluhan ribuan tahun lalu. Alat
musik tertua yang ditemukan dari artefak di benua Eropa adalah flute alias seruling. Berasal dari
sekitar 40 ribu SM, flute bahkan sudah digunakan pada saat Neanderthal masih menjadi bagian dari
masyarakat.

Preferensi dalam seni sebagai gambaran, sejatinya lahir bukan semalam dua malam saja, melainkan
dari rahim pemikiran yang melibatkan asupan indra dalam bentuk rasa. Dia bermuara pada
kecenderungan untuk suka dan pilihan untuk mempreservasi dan mereplikasi apa yang dirasa dan
disuka dalam bentuk proyektif, kontemplatif, afirmatif, dan reflektif.

Bagaimana thalamus dalam konteks lahirnya seni bekerja dengan kompartemen hipokampus dan
juga hipotalamus memandu basal ganglia dan beberapa area Broadman untuk menghadirkan gerak

18 | P a g e
19 | P a g e
terencana, sapuan kuas atau canthing yang terukur, tone dan pitch suara dengan rentang frekuensi
yang mengalun, hingga turut mengonduktori diafragma dan otot perut agar menurut dan
"mengurut" udara agar melewati plica vocalis dengan tekanan panjang beroktaf-oktaf.

Maka, kita bisa kembali menengok era 35.000 tahun lalu yang diduga oleh Teh Wanda Listiani,
sahabat istri saya dari STSI Bandung, sebagai era awal bentuk seni paling purba berupa gambar yang
ditorehkan pada dinding batu dengan piranti batu dimulai. Prokreasi adalah duplikasi, adalah upaya
manusia untuk menciptakan proyeksi lokus kontrolnya sendiri dalam bentuk kreatura yang dapat
dibuat sesuka dan sesuai rasa menggambarnya.

Maka, seni bukan hanya capaian keterampilan proses perencanaan motorik di girus depan sulkus
sentralis belaka, bukan juga sekadar daya ingat dari hipokampus saja, melainkan daya pikat yang
melekat karena adanya kepentingan untuk membuat duplikat alam nyata yang hadirkan ketenangan
kendali melalui olah rasa.

Maka, olah ruh perlu olah rasa yang maujud sebagai produk olah pikir dan secara aksiologis
termanifestasi dalam olah raga. Kelenturan lengan, kelenturan pita suara, kecermatan pusat visual
dan dengar dalam menangkap tanda semesta adalah potensi sasmita yang semi eksklusif dimiliki
manusia. Karena keluarga pavo alias Merak juga mengerti soal estetisnya ekor ilustratif dekoratif
pejantan yang kaya motif dan didominasi spektrum hijau biru.

Maka, Mbak Wanda yang meguru juga pada Profesor Tabrani, mengutip sumber shahih nan
terpercaya (Janson, 1966) mewartakan pada kita bahwa karya seni rupa berupa gambar dikenal pada
20.000 tahun yang lalu, dimana era Paleolitik disematkan pada zaman itu.

Di Eropa sana ada situs Lascaux di Perancis Selatan (sebagaimana telah disebutkan pada tulisan
sebelumnya) dan di Indonesia ada situs Gua Mardua di Kalimantan Timur, di tempat ini dijumpai
karya rupa yang hampir sama. Lukisan dinding gua dengan bentuk sederhana. Kuda dan telapak
tangan. Kuda yang dipanah dan telapak tangan kiri seorang wanita (baca: istri). Di mana salah satu
jari manisnya dipotong sebagai tanda berduka. Gambar gua ini bukan sekadar gambar, mereka
adalah bentuk lain dari kata.

Inilah kata-kata sederhana yang sarat makna karena mengubah simbol semiotika menjadi bunyi yang
punya arti. Dan, kita pun jangan main-main gambar ini. Sebab, ini bukan sembarang gores bisu yang
tak punya cerita. Ada banyak pesan dapat kita keduk dari sana. Pertama soal alat dan sarana yang
tentu berkelindan dengan ilmu dan teknologi. Warna datang dari mana? Ini bukan soal sel-sel konus
di bola mata ataupun spektrum foton yang terpantulkan dan diterima bagian retina. Bukan. Ini soal
manusia dan aktivitas prokreasinya. Hitam dari arang dan spektrum kuning sampai cokelat dari palet
pigmen bersumber mineral dan dedaunan yang dilarutkan dalam remedia konstituen berupa lemak
hewan adalah capaian ilmu material yang mencirikan utilitarian benda.

Sesungguhnya, manusia, simpanse, dan bonobo adalah sedikit makhluk yang punya kemampuan
untuk menggunakan alat bantu atau yang dalam ilmu fisika dikenal sebagai pesawat. Manusia juga
yang pada gilirannya mengenal potensi lemak sebagai pelarut dan media pensenyawa yang dapat
mengawinkan dua unsur secara homogen ataupun tercampurkan dalam bentuk emulsi yang
menjamin interaksi bisa menghasilkan sinergi dengan meminimalkan energi transformasi.

20 | P a g e
21 | P a g e
Manusialah yang kemudian memiliki seni identifikasi, mengenali karakteristik atom, unsur, dan
membangun kerangka berpikir yang kelak dinamakan stoikiometri sampai energetika. Maka,
walaupun saya tidak sepenuhnya sependapat dengan Bu Wanda soal sejarah peradaban Nusantara,
yang terbukti dari hasil penelitian Lembaga Molekuler Eijkman (Prof. Herawati Sudoyo, dkk) yang
menemukan varian tua haplotip genetika mitokondria di kepulauan Kei, Tanimbar, dan sebagian
Sundaland yang diduga pecahan benua Pangea atau Lemurian. (Hal ini menjadi bukti shahih
bahwasanya bangsa Indonesia khususnya saudara-saudara kita di timur adalah generasi pertama
gelombang migrasi out of Africa yang sebagian kembali ke arah Asia Timur (aborigin Taiwan) dan
dari lembah Yunan dan Mekong datang ke daerah nenek moyang (Nusantara). Akan tetapi, saya
sepakat soal hipotesa tentang fungsi seni di masa itu (pra-sejarah).

Pada masa itu Kak Wanda berhipotesa seni adalah alat untuk mempertahankan kehidupan dan
bagian dari warisan pengetahuan bagi generasi penerus (survival), juga ritual suci, dan punya
manfaat baik estetika maupun praktis (utilitarian). Capaian prokreasi awal adalah keberhasilan
merepresentasikan simbol dalam bentuk-bentuk geometri sederhana yang terasosiasi dengan objek
nyata. Konsep ini dikenal sebagai piktografi dengan ciri simplifikasi dan stilisasi alias sederhana dan
"diam". Misal seperti yang ditemukan di Leang Pattakere Sulawesi Selatan.

Piktograf yang dilukis di batu dan karang disebut petroglips. Kelak di zaman madya seni ini maujud
dalam karya wayang kulit, beber, golek, sampai sendratari. Juga maujud dalam bentuk adibusana
seperti batik tulis yang kini melegenda. Jangan salah, pada akhirnya area Broca dan Broadmann
manusia menyintesiskan simbol verbal dalam bentuk bahasa, susastra, gerak, dan lukis ke dalam
bentuk integratif seperti Ramayana yang diklaim India sebagai kisah luhur penuh Waskita dari kaum
Brahmana. Bahkan, seorang Rabindranath Tagore pun sampai terbengong-bengong melihat
sendratari Ramayana yang telah di akulturasi menjadi budaya integratif Jawa, "wir habe das
Ramayana geschrieben, die Javanen aber tanzen es", kata beliau yang lebih kurang artinya
"weladalah ... kok iso ya cerito Soko bongsoku dadi seni kabudayane wong Jowo, tur uapiiik tenan je
..."

Tidak hanya itu saja, peradaban Mataram kuno membawanya menjadi abadi melalui seni relief dari
batu gunung api yang ditata di seputar tubuh Candi Prambanan. Lalu ini masuk pengembangan seni
yang mana? Ritualistik atau survivalis, atau utilitarian? Ya semuanya tentu saja. Ini ilmu hidup yang
dilestarikan sebagai bagian dari bentuk keindahan yang disukai manusia. Dan si makhluk prokreasi
itu, ya kita ini, mulai menilai hubungannya dengan semesta dan menjadikannya persoalan pribadi
yang sarat emosi.

Universalitas cemas tingkat dewa soal jalan hidup dan di mana ujungnya menghantar kita mencari
serpihan makrifat dalam menyikapi hidup yang sesaat. Para filolog, psikolog, genealog, biolog, dan
lainnya bersepakat budaya air dan tani serta domestikasi yang merupakan bentuk prokreasi
menghadirkan magnitudo kebutuhan yang tereskalasi dalam bentuk aktualisasi diri tertinggi.
Eksistensi. Siapa kita?

Fenomena Alam dan Adaptasi Manusia


Berbagai fenomena alam mewarnai sejarah peradaban manusia, zaman es yang ditandai dengan
naik turunnya muka laut juga menentukan migrasi dan kolonisasi manusia. Sejak sekitar 100 ribu SM
manusia sudah bermigrasi keluar dari Afrika. Orang Ainu misalnya sampai Jepang (Hokkaido)

22 | P a g e
23 | P a g e
diprakirakan pada 16 ribu SM. Di kepulauan Taiwan dan Filipina ditemukan jejak Homo sapiens sejak
sekitar 65 ribu SM.

Menurut penelitian lembaga biomolekuler Eijkman di Kei dan Tanimbar, aborigin Taiwan dan
mungkin Filipina adalah bagian dari migrasi balik generasi I out of Africa yang sudah mencapai
kepulauan Nusantara. Persinggungan antar spesies atau hominid seperti bukti adanya jejak
keberadaan Homo erectus dan Neanderthal mungkin sekali terjadi, karena proses migrasi yang
dipicu oleh berbagai peristiwa alam yang menimbulkan perubahan geomorfologi seperti beberapa
banjir besar dalam sejarah.

Di era glasial akhir ada banjir yang menenggelamkan sebagian Eropa Utara khususnya Belgia pada 17
ribu SM, ada pula banjir besar di Amerika Utara (limpasan Danau Agazzis) sekitar 11 ribu SM.
Bencana katastropik lain adalah letusan super vulkano Toba sekitar 78 ribu SM yang menyebabkan
terhentinya fotosintesa di sebagian rupa bumi yang mengakibatkan munculnya kondisi ekstrem nir
cahaya nir oksigen yang memusnahkan sebagian besar populasi makhluk hidup di muka bumi.

Banjir besar lain melanda daerah Laut Hitam, sekitar Turki saat ini, dan diduga inilah banjir di era
Nabi Nuh, karena dekat dengan situs arkeologi gunung Judi dimana artefak yang diduga bahtera
Nabi Nuh ditemukan. Dari tarikh geologi tercatat banjir tersebut terjadi sekitar 5600 SM. Tentu
diperlukan bukti otentik terkait dengan kronologis penyebabnya dan lain-lain mengingat kejadiannya
sudah berada di luar era glasial atau akhir zaman es.

Adaptasi Teknologi, Hukum dan Pemerintahan


Perubahan akibat gejala dan fenomena alam juga maujud dalam bentuk adaptasi teknologi. Berbagai
proses domestikasi sumber pangan seperti domba dimulai pada 14 ribu SM, dan peternakan besar
hewan ternak seperti sapi dimulai pada sekitar 8500 SM. Kuda dibudidaya sebagai alat angkut dan
kendaraan perang pada sekitar 2000 SM.

Uniknya ekspresi seni manusia juga maujud dalam bentuk tiga dimensi berupa patung yang
merepresentasikan konsep diri seperti patung manusia "singa" (lion man) sekitar 38 ribu SM dan
patung wanita, "Venus" pada sekitar 35 ribu SM. Peradaban yang tumbuh ini kemudian
mengakumulasikan nilai dan proses serta algoritma yang tercipta dari pengamatan sistematika
dalam bentuk-bentuk atau model yang diyakini dapat menjamin pemenuhan kebutuhan.

Maka, mulailah muncul hukum, aturan, sampai pemerintahan. Adanya delegasi kuasa untuk
mengatur dan memerintah demi terciptanya keselarasan pemenuhan kebutuhan yang dianggap
harus berkeadilan serta ada jaminan terpenuhi melahirkan pemimpin-pemimpin komunitas yang
memerlukan legitimasi dari kuasa "langit".

Raja Menes seperti yang sudah sempat dibahas di atas adalah contoh pemimpin yang mampu
mempersatukan wilayah lembah Sungai Nil Hulu dan Hilir yang wilayahnya terbentang ribuan
kilometer.

Konsep penguasa alam juga mulai diperkenalkan sebagai bagian dari keyakinan komunal. Ada
konsep dewa seperti yang ada di Mesir kuno, Isis, Osiris, Baal, dan Astarte. Di peradaban Yunani ada
mitologi dengan Zeus, Poseidon, atau Medusa dan lainnya. Di mana ada limit pada kemampuan
manusia mencari jawaban terkait fenomena semesta, niscaya akan ada nilai supra natural yang

24 | P a g e
25 | P a g e
tercipta. Tahun 2560 SM portal langit bangsa Mesir selesai dibangun, apalagi kalau bukan Piramida.
Struktur pemakaman yang diasumsikan sebagai bandara menuju dimensi yang berbeda. Itulah
manusia, makhluk pencari dan pemberi makna.

Nilai emas misalnya, adalah nilai yang diciptakan budaya dan sebenarnya bersifat relatif. Bagi
tinjauan fungsional fungsi Aurum secara kimia mungkin lebih bermanfaat daripada fungsi sosialnya,
tetapi peradaban sejak era Varna Bulgaria 4000 SM menjadikan emas sebagai alat tukar bernilai
tinggi, bahkan menjadi standar kemewahan dan gaya hidup dunia. Kini emas bahkan menjadi
standar alat tukar yang menjadi acuan stabil dari alat tukar lainnya, misal uang dalam bentuk bank
notes.

Lalu apalagi yang dihasilkan manusia? Mana kekerasan dan agresinya? Perlu diketahui hampir setiap
tahapan perkembangan peradaban selalu diwarnai pertempuran dan pertumpahan darah. Tidak
hanya era Yunani-Persia, serbuan pasukan Makedonia sampai ke Asia Timur sekitar 320-an SM
berlumur darah, Nebukadnezar dari Babilonia juga dikenal sebagai panglima yang ditakuti. Pada era
yang lebih dekat dengan masa kini pertempuran dan pembunuhan seperti gelombang ekspansi
Jengis Khan dari Mongolia yang lahir di lembah sungai Onon di pegunungan Burhan Haldun adalah
penakluk dunia dari desa kecil di Karakoram. Tentu dengan pertumpahan darah dan korban jiwa
yang bertumpuk-tumpuk. ***

26 | P a g e
27 | P a g e
(3)
Mitos, Legenda, Budaya Literasi dan
Peradaban Manusia

Catatan sejarah yang bercampur baur dengan mitos dan legenda dapat menghantarkan kita pada
sebuah jejak samar akan adanya "pertemuan" antar spesies, selain juga pertemuan kepentingan
yang berakhir pada penguasaan sumber daya.

Jawadwipa dan Swarnadwipa misalnya, adalah pulau harapan yang sedemikian menariknya karena
terletak di busur api yang berarti sangat subur. Gemah ripah loh jinawi. Uniknya manusia dengan
pikirannya itu sendiri selalu tiba pada dimensi yang nyaris tiada lagi berbatas antara alam materi
dengan alam idea. Dalam sebuah kisah atau cerita ada fakta dengan bukti realitas berupa materi dan
peristiwa dalam ruang waktu yang memang terjadi. Akan tetapi, ada pula bagian-bagiannya yang
memang hanya berupa idea, fantasi, ataupun realita maya. Realita yang tentu saja fakta, tetapi di
dimensi alam nirmateri.

Bahasa Suara
Legenda dan mitos menjadi bagian dari sejarah saat manusia yang mampu mengembangkan bahasa
dari plika vokalisnya (pita suara), mengasosiasikan bunyi dengan arti (psikolinguistik), juga mulai
mampu berkomunikasi dengan simbol-simbol visual.

Bunyi yang dapat membangun persepsi melalui serangkaian proses asosiatif dan korelasi
simbol/nada dengan sejumput makna, pada sekitar 4800 SM mulai dipindahkan pada bentuk grafis.
Simbol-simbol bunyi seperti piktogram dan hieroglif mulai dikenal. Meski kodifikasi arti ini sulit,
tetapi manusia mulai dapat mendokumentasikan nilai dan pengalaman pikiran dalam bentuk literasi
yang dapat disebarluaskan.

Bahasa Visual
Maka, bangsa Akkadia, Assyria, Babilonia, dan Chaldea, Persia, dan Hitti hadir untuk mengubah
takdir. Manusia bukan lagi sekadar mesin biologi tapi sekumpulan alat pikir. Tablet piktograf Uruk
dari 3000 SM menjadi penanda lahirnya matematika, statistika, dan juga ekonometrika. Tabel,
kolom, dan angka menjadi bagian tak terlepas dari nasib manusia.

Di era yang hampir sama, nun di sisi selatan bumi, di lembah sungai Indus tepatnya, lahir dan
berkembang pula lokus budaya Mohenjo Daro. Sebaran budaya tulis mulai menghasilkan catatan
sejarah dalam bentuk prasasti, codex, manuskrip, sampai kitab-kitab ilmu sejalan dengan penemuan
kertas di era Tiongkok kuno pasca penggunaan papirus di Mesir atau Lontara di Nusantara.

28 | P a g e
29 | P a g e
Bangsa Sumeria juga yang dengan gagahnya melakukan sistematika dan mencetuskan birokrasi
"Dewa" dengan mengklasifikasi secara hirarkial berbagai kekuatan yang diduga bertanggung jawab
terhadap terciptanya sebuah fenomena.

Entah berhubungan atau tidak, tapi yang jelas strata tertinggi dari dewa Sumeria adalah Dewa Anu.
Padahal "anu" di Jawa adalah kata ganti serba guna yang sakti mandraguna untuk menyelesaikan
setiap kebuntuan definisi yang dihadapi manusia. Anu nya, anu itu adalah anu ku, dan anu nya
mereka. Maka anu dan anu dapat melahirkan banyak anu. Di mana anu ku dan anu mu akan
menghasilkan anu kita.

Bahasa Tulis
Maka, makna dan simbol bermuara pada proses pencarian Tuhan. Lahirlah alfabet dan rangkai kata
yang hasilkan makna. Raja Ahiram dari Phoenicia telah berkata-kata tidak hanya lewat suara, tetapi
juga serangkaian gambar yang disepakati bersama secara ideografi dan silabus (syllabel). Sama
dengan Ts'ang Chieh dari daratan Cina yang telah menggambar piktograf matahari, bulan, kayu, air,
hujan, dan api yang dapat dirangkai menjadi cerita.

Bangsa Assyria punya cara lebih sederhana dengan model kuneiform alias huruf paku dan di era
Ptolemic di Mesir terbitlah cerita tentang Cleopatra I. Lahirlah sastra. Jauh sebelum itu ada tablet
Rosseta dan kode Hamurabi (1800 SM) kitab hukum pertama yang mengatur konsensus manusia
tentang tata cara hidup bersama. Lalu lahirlah media baru seperti papirus dan tinta nila (Eber
Papirus) yang berkembang dengan semakin banyak alternatif ditemukan untuk menyampaikan
pesan dan warisan pengetahuan. Pi Sheng (1023-1063) menemukan kertas dan cetak kayu, lalu di
abad jelang milenia hadirlah Gutenberg dengan alat cetaknya yang dapat menggandakan Injil
sebagai buku baku yang pertama.

Budaya tulis dan silang budaya interspesies yang berbau mitos juga terjadi di tanah Jawa. Masih
ingat atau tahu kisah Aji Saka? Ada beberapa antropolog dan arkeolog serta sejarawan meyakini
sesungguhnya adalah utusan kaum Arya India untuk menguasai tanah Jawa. Daya pikat Nusantara
dapat dibaca dalam karya Dennis Lombard (Nusa Jawa Silang Budaya yang telah diterjemahkan dan
diterbitkan Gramedia Pustaka Utama).

Nama Aji Saka dalam tradisi India sebenarnya adalah Saka Ji, atau bangsawan dari bangsa Shaka.
Diduga diutus oleh Raja Vaisvasvata Manu melalui salah satu raja bawahannya di wilayah barat (Raja
Ring Ranishka) melalui sebuah ekspedisi ke Jawa pada tahun 78 SM. Berkembanglah legenda tanah
Jawa bahwa Sakaji yang aseli orang Shaka (ada tokoh Shaka di film Avatar yang tampaknya
berhubungan dengan legenda ini) datang sebagai penyelamat tanah Jawa.

Pada saat itu, sebagai bagian dari tradisi yang mungkin terkait dengan Paganisme, ada budaya
tumbal atau mengorbankan manusia untuk dipersembahkan darahnya bagi penguasa alam (Gaia).
Salah satu tokoh antagonis yang menjadi simbol kecemasan bawah sadar manusia Jawa yang
notabene adalah "panci genetik" manusia, sekumpulan gen berbagai bangsa yang menyatu menjadi
manusia Nusantara, adalah Prabu Dewata Cengkar. Sosok menyeramkan yang digambarkan
bertubuh raksasa dan berperilaku biadab. Apakah ini bagian dari persinggungan spesies?
Neanderthal masih ada di Eropa sampai 39 ribu SM, apakah Dewata Cengkar adalah representasi
spesies lain homo?

30 | P a g e
31 | P a g e
Sebagaimana kisah Ramayana di India, Rama, Lesmana, Sinta, dan Gunawan Wibisana dapat
digambarkan sebagai representasi ras Aria atau homo sapiens. Tapi jenis hominid lain yang lebih
menyerupai primata termanifestasi dalam bentuk vanara/wanara alias kera. Misal Hanoman,
Hanggada, Anila, Sugriwa, Subali, dan makhluk mutan semacam Kapisraba beserta kawan-kawannya.
Adapun Rahwana, Kumbakarna, dan Sarpakanaka adalah representasi Neanderthal yang kuat dan
bertubuh besar, hmmm apa begitu ya? Mohon dimaklumi ya, ini hanya sebatas hipotesa saja.

Aksara Jawa diajarkan lewat transisi budaya lisan, jadi ada ceritanya. Alkisah ada utusan datang dan
tercipta konflik yang diakhiri perkelahian yang berakibat fatal, begitu kira-kira cerita yang menjadi
dasar mengajarkan huruf-hurufnya. Apakah cerita tersebut otentik atau tidak kita tidak tahu. Akan
tetapi, sebagai sebuah metoda pedagogik yang konsepnya menyerupai pneumonik dengan singkatan
dan cantolan memori yang menarik bagi otak, belajar pun menjadi asyik.

Dan kini tentu saja era Tim Berners Lee menyatukan dunia lewat literasi digital yang tak perlu lagi
sabak, papirus, dan arang. Kini era silika dan rare earth element berperan mengubah wajah
peradaban. Tapi jangan lupa, masih ada para "nabi" peradaban yang mewakili kewaskitaan piktograf
dan simbol yang perlu penghayatan lahir bathin lewat simbol cantik bahasa langit yang disebut batik.
Maka canthing adalah pena semesta yang hadirkan kesadaran seorang seperti sahabat saya Imang
Jasmine yang tercerahkan, untuk berkabar pada dunia tentang proses pencariannya yang tiada akan
pernah berakhir. ***

32 | P a g e
33 | P a g e
(4)
Neurobiologi Agresi dalam Sejarah
Peradaban Manusia

Motif manusia untuk saling mengeksploitasi mulai tersalurkan melalui politik dan ekonomi. Berbagai
metode untuk "menjual" komoditas seperti ilmu marketing dan lainnya mulai menjadi bahasan yang
banyak dikaji. Baitul Hikmah di era kekhalifahan Abbasiyah sekitar 900 M menjadi tonggak
sistematika literasi melalui konsep pustaka dan juga pendidikan tinggi. Ilmu formal yang terstruktur
dan berjenjang agar dapat direplikasi sempurna mulai diperkenalkan.

Berbagai pengetahuan dasar tentang manusia dan sistem pengambilan keputusan di otaknya juga
mulai mendapat perhatian khusus. Gejala dan tanda serta perilaku dari berbagai jenis manusia dan
atribut yang melekat padanya mulai diteliti. Kini banyak orang mencari jawab apa yang terjadi dalam
proses pikir Adolf Hitler yang tega melakukan genosida dan melancarkan perang yang sejak awal
tentu sudah diprediksi akan membawa korban yang luar biasa. Dalam rentang waktu yang sama ada
sekitar 60 juta penduduk dunia meregang jiwa di era perang dunia ke II, termasuk di Dutch East
Indies alias Indonesia.

Walter C. Langers menulis buku tentang apa yang ada di pikiran Adolf Hitler (The Mind of Adolf
Hitler, 1972). Simpulan beliau antara lain adalah Hitler mengalami kondisi neurotik psikopatik dan
memiliki kepribadian ambang (borderless personality) yang mendekati skizofrenia. Selain emosi yang
tidak stabil, antikritik, mood yang cepat berubah, impulsif, dan kecenderungan untuk bunuh diri
(analisis ini terbukti saat Berlin jatuh ke tangan tentara Merah Rusia), juga diketahui ada
penyimpangan orientasi seksual (homoseksualitas).

Gejala dan ciri yang hampir menyerupai dapat dilihat pada beberapa sifat Gayus Julius Caesar dari
Romawi yang diperlihatkan antara lain dengan kegemarannya mengenakan rangkaian daun salam
berwarna keemasan di kepalanya.

Obsesi dan determinasi pemenuhan keinginan para pemimpin komunitas ini ditunjukkan melalui
sikap agresifitas dalam bentuk ekspansi dan penaklukan. Wehrmacht dan Legionnare Roman adalah
representasi pencapaian tujuan tanpa kompromi. Tipisnya empati dan belas kasih masuk dalam
kriteria psikopat dari Robert Hare.

Secara personal perilaku kekerasan dan agresivitas yang muncul akibat akumulasi personalitas dan
tekanan lingkungan terbukti melahirkan beberapa generasi yang menjadikan kekerasan sebagai
bagian dari budaya. Contoh anak Klithik di Jogja yang kini sedang menjadi trending topic karena
secara fenomenologi telah menjadi momok yang menakutkan di masyarakat, ditandai dengan
jatuhnya korban berusia belia dan tawuran yang berkelanjutan.

34 | P a g e
35 | P a g e
Secara akademik konsep agresi, kekerasan, dan kerusakan berbasis sistem otak ini pernah dikupas
dengan cantik dan ciamik oleh Larry J. Siever MD di Am J Psychiatry, EDS April 2008 lewat artikel
berjudul "Neurobiology of Aggression and Violance." Pengamatan berbagai fungsi otak terkait agresi
dan kekerasan mendapatkan hasil sebagai berikut: penelitian dengan metoda fluorodeoxy gkucose
positron emission tomography (FDG-PET) menunjukkan terjadinya peningkatan metabolisme glukosa
di daerah orbito frontal cortex (OFC) dan korteks temporalis kanan serta penurunan di area
prefrontal (Broadmann 46 dan 6), pada orang dengan personalitas ambang (borderline).

Sedangkan pada pemeriksaan berbasis fMRI yang mengamati aliran darah dan oksigenasi, terjadi
peningkatan aliran darah pada daerah amigdala, girus fusiformis, girus parahipokampal, dan daerah
ventro lateral PFC. Sedangkan pada orang berotak sehat dalam kondisi yang sama (dihadapkan pada
situasi dan tekanan negatif) ditemukan peningkatan aktivitas di daerah insula, dorso medial PFC,
dorso lateral PFC, serta korteks singulata anterior. Adapun pengamatan pada volume bagian otak
terkait dengan agresi, kekerasan, perilaku impulsif yang terasosiasi dengan personalitas borderline
dapat diamati sebagai berikut; OFC kiri, ACC kanan, dan korteks temporal medial mengalami
perubahan (menyusut). Sementara diketahui adanya gangguan pada OFC, ACC, dan vmPFC dapat
menimbulkan gangguan emosi.

Personalitas dan kondisi lingkungan yang terakumulasi dalam proses pengambilan keputusan yang
maujud dalam bentuk perilaku destruktif juga tercermin dari kerja neurotransmiter, neuropeptida,
dan neuroendokrin, serta neurosteroid yang kadar dan mekanisme aksi biologisnya berperan
signifikan dalam kinerja otak. Serotonin (5-Hydroxy Indol Acetic Axis/5-HIAA), reseptor serotonin (5-
HT2), serotonin reseptor, asetilkolin, GABA dan glutaminergik, vassopressin, dan oksitosin serta
kortisol yang bekerja di limbik, prefrontal (PFC), ACC, struktur sub kortikal (Nukleus akumben,
Ventral Tegmental Area, dan lainnya) amat mempengaruhi kesehatan agresifitas dan sifat impulsif
seseorang.

Sebagai contoh, pada saat kadar serotonin rendah dan 5-HT2 sebagai reseptor tidak berikatan
dengan serotonin, perilaku agresif akan meningkat. Sementara oksitosin, vasopresin, dan kortisol
bisa meredam agresifitas. Terkait dengan jalur sintesa kortisol, atau derivat steroid lain, kadar
kolesterol atau asam lemak darah yang rendah juga terkait dengan agresivitas.

Jadi ada hubungan juga antara pola makan, menu, dan ketersediaan pangan berdasar ekoregion
terhadap perilaku dan agresivitas. Tentu berbeda diet di Karakoram dengan di Berlin, tetapi
mengapa ada perilaku yang bisa nyaris serupa? Berbeda substansi makro belum tentu berbeda pula
di tingkat mikro.

Satu hal menarik lain dari kajian neurobiologi agresi Dr. Siever ini, kadar opiad tertentu dengan
reseptor opiadnya dapat menentukan perilaku seseorang. Sebagai contoh adalah peran
metenkephalin. Tingginya kadar metenkephalin pada wanita muda cenderung berkorelasi dengan
tindakan menyakiti diri sendiri. ***

36 | P a g e
37 | P a g e
B
PERJALANAN MENELUSURI
JALUR SUTRA

(1)
Smart Travelling
Tadabbur, Tafakur, dan Tasyakur
”Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunah Allah; karena itu berjalanlah
kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).”

(QS Ali Imrân, 3:137)

Manusia, sejak berada di alam rahim hingga memasuki liang lahat selalu berada dalam proses
perjalanan menuju satu tujuan. Setiap satu tahapan, adalah titik tolak untuk menuju tahapan
berikutnya yang lebih tinggi tingkatannya.

Lahirnya kita ke dunia adalah tahap awal perjalanan. Setelah proses kelahiran, kita tumbuh menjadi
seorang bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Setelah itu kematian segera
menjelang. Fase-fase kehidupan kita di dunia hakikatnya adalah masa petualangan; masa
perantauan; dan masa perjuangan untuk mengumpulkan bekal. Adapun kematian adalah akhir
perjalanan, masa berpulang ke tempat asal kita bermula. Kematian adalah perjalanan kita menuju
Allah Al-Khaliq.

Dalam konteks yang lebih luas, dunia tempat kita berada hanyalah satu dari sekian etape perjalanan
kita menuju Allah Ta’ala. Kelahiran dan kematian dapat dikatakan sebagai start dan finish di etape
yang bernama kehidupan dunia. Etape pertama adalah alam ruh, kemudian alam rahim, selanjutnya
alam dunia. Setelah melewati alam dunia, sebagai etape yang penuh dengan haru biru, kita akan
memasuki etape berikutnya yan

38 | P a g e
39 | P a g e
g dinamakan alam barzakh, sebelum akhirnya kita memasuki etape akhir yaitu alam akhirat.

Perjalanan hidup manusia, dalam arti sempit maupun luas, pada hakikatnya adalah perpindahan dari
satu titik ke titik lainnya. Ia adalah fitrah manusia, sebuah ketetapan hukum, atau sunatullah yang
harus ditaati dan dijalani dengan sebaik-baiknya oleh setiap manusia. Walau seseorang duduk
termenung di suatu tempat, ia tetap saja berada dalam perjalanan karena waktu yang dimilikinya
tidak akan pernah berhenti. Saat duduk termenung itu pun, yang diam hanyalah fisik. Pikiran dan
perasaan boleh jadi melakukan perjalanan lintas waktu dan lintas dimensi. Pikiran kita berjalan dan
bergerak kian kemari menjelajahi dimensi waktu, kadang ke masa lalu, memikirkan aneka kejadian
yang telah berlalu yang tersimpan rapi dalam memori; kadang merenungi keadaan masa kini, baik
menyangkut diri sendiri, orang lain, maupun aneka kejadian yang tengah dialami dan dirasakan;
kadang ia pun melesat jauh ke masa depan, melihat berbagai kemungkinan, meramal kejadian,
membayangkan aneka peristiwa, entah yang membahagiakan maupun menyedihkan. Itulah
manusia, tubuhnya diam, akan tetapi pikiran dan perasaannya senantiasa mengembara menembus
sekat-sekat waktu dan tempat.

Apa pun yang terjadi, diam tidaknya manusia, setiap bertambah satu detik bertambah pula hitungan
usianya; tiap satu detik berkurang jatah umurnya; dan tiap satu detik semakin dekat ia dengan
kematiannya. Tidak ada satu pun orang yang bisa melepaskan atau menghindarkan diri dari
ketetapan ini, atau sekadar membekukan atau memberhentikan jalannya waktu sebentaaaaar saja.
Manusia tidak akan pernah bisa melakukannya. Boleh saja Albert Einstein mengungkapkan Teori
Relativitas Waktu, bahwa ketika seseorang bergerak mendekati kecepatan cahaya, waktu pun relatif
menjadi lebih lambat bagi dirinya. Namun demikian, sang waktu tetap saja tidak akan berhenti.

Oleh karena itu, manusia tidak perlu ”pusing-pusing” memikirkan bagaimana caranya menghentikan
atau membekukan waktu, karena itu mustahil dilakukan. Tugas manusia, khususnya bagi seseorang
yang mengaku sebagai seorang Muslim, adalah bagaimana mengisi waktu tersebut agar berdaya
guna bagi diri dan orang-orang di sekitarnya. Dengan kata lain, jika kita berada di dunia sebagai
seorang musafir (atau orang yang tengah melakukan perjalanan alias safar), hal yang paling layak
kita pikirkan adalah bagaimana agar perjalanan tersebut bisa menyenangkan, menyelamatkan, dan
mendapatkan apa yang ”ditargetkan”.

Tentu saja, ada sejumlah prasyarat agar parameter tersebut dapat tercapai. Allah Ta’ala melalui lisan
utusannya, yaitu Rasulullah saw. telah memberikan panduan tentang bagaimana menjalani hidup
secara menyenangkan dan menyelamatkan. Secara tersirat, hal tersebut dapat kita lihat dari doa-
doa yang dicontohkan Rasulullah saw. kala kita hendak melakukan sebuah perjalanan, mulai dari
keluar rumah, naik kendaraan hingga sampai di tempat tujuan. Setidaknya ada lima doa yang
dicontohkan, antara lain:

 Bismillâhi tawakkaltu ’alallâhi wa lâ haula wa lâ quwwata illa billâhi. Artinya: “Dengan


menyebut nama Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Nya dan tidak ada daya dan kekuatan
selain dengan (izin) Allah semata.”
 Bismillâhi majrêha wa mursâhâ inna rabbî la ghafûrur rahîm. Artinya: ”Dengan menyebut
nama Allah, berhenti dan berjalannya kendaraan ini, sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun
dan Penyayang.”

40 | P a g e
41 | P a g e
 Allâhumma inni as’aluka fî safarina hadzal birro wa taqwa wa innal ’amali wa tardhâ’ Artinya:
”Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu di dalam perjalanan kami ini kebajikan
dan ketakwaan, dan amal yang Engkau ridhai.”
 Allâhumma yassir wa lâ tu ’assir. Artinya: ”Ya Allah mudahkan urusan ini dan jangan
dipersulit.”
 Subhânalladzi sakharalanâ hâdzâ wa mâ kunnâ lahû muqrinîna wa innâ ilâ rabbinâ la
munqalibûn. Artinya: “Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal
kami sebelumnya tidak mampu menguasainya dan sesungguhnya kami akan kembali kepada
Tuhan kami.”

Tawakal sebagai Panduan Hidup

Dari sejumlah doa ini, kita coba ambil dan analisis kata ”tawakal” sebagaimana terungkap dalam doa
yang pertama. Dalam doa ini kita, setelah menyebut nama Allah, kita bertawakal kepada-Nya, dan
kemudian menggantungkan segala urusan kepada-Nya.

Tawakal sendiri dapat diartikan sebagai ”upaya sungguh-sungguh dalam berikhtiar dengan
mengoptimalkan segenap potensi dan kekuatan untuk kemudian menyerahkan keputusan akhir
kepada Allah Ta’ala”. Maka, dalam menempuh sebuah proses perjalanan, agar kita bisa sampai ke
tempat tujuan dengan selamat dan membawa anaka kebaikan, kita diwajibkan untuk bertawakal
kepada Allah Ta’ala. Caranya adalah dengan mempersiapkan bekal sebaik mungkin, baik bekal
berupa finansial maupun bekal pengetahuan tentang tempat tujuan, ketersediaan alat transportasi,
badan yang sehat, dan sebagainya. Kita dikatakan bertawakal dalam sebuah perjalanan apabila kita
mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk perjalanan tersebut. Tanpa perencanaan, persiapan,
kesungguhan, dan niat yang lurus, perjalanan yang kita lakukan lebih dekat dengan makna ”nekat”.

Jika perjalanan wisata saja yang terbilang singkat harus dilandasi konsep tawakal, apalagi perjalanan
hidup yang panjang, melelahkan alias menguras energi, dan penuh lika-liku. Untuk sampai ke tempat
tujuan, yaitu pertemuan dengan Allah Azza wa Jalla di surga kelak, kita harus menjadikan tawakal
sebagai prinsip dalam hidup. Dalam konteks ini, ketawakalan bisa dimaknai sebagai munculnya
kesadaran diri, di mana kita harus melewati serangkaian proses dan evaluasi dalam hidup.

Ada tiga pilar utama hidup yang harus dijadikan acuan dalam menjalankan ketawakalan dalam
hidup, antara lain:

Pertama, Allah Ta’ala menciptakan alam semesta beserta isinya, termasuk manusia di dalamnya,
sebagai sebuah sistem yang sempurna. Kita menamainya sunnatullah atau fitrah sebagai hukum-
hukum atau potensi dasar yang melekat pada setiap makhluk. Kita memahami bahwa setiap
komponen yang ada di alam semesta, mulai dari elemen penyusun atom hingga supercluster,
semuanya bertasbih kepada Allah Ta’ala. Semuanya tunduk dan taat kepada-Nya, mensucikan-Nya,
dan bergerak sesuai dengan perintah dan ketentuan-Nya. Al-Quran berulang-ulang menyebutkan
fakta yang tidak terbantahkan ini, misalnya:

 ”Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut
kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia
kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang
Mahakeras siksa-Nya.” (QS Ar-Ra’d, 13:13)

42 | P a g e
43 | P a g e
 “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak
ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak
mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun.” (QS Al-Isrâ’, 17:44)
 “Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di
bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah
mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka kerjakan.” (QS AN-Nûr, 24:41)
 “Bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dia-
lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Ash-Shaff, 61:1)

Dengan demikian, setiap ibadah dan aneka ketaatan yang kita lakukan, pada hakikatnya merupakan
representasi dari upaya sadar untuk menyesuaikan diri dengan tasbihnya kesemestaan. Pada saat
menunaikan shalat lima waktu, di mana pun kita berada, atau pada saat melakukan tawaf di
Baitullah misalnya, ketika itu kita tengah menyesuaikan diri dengan takbir dan tasbihnya alam
semesta beserta semua komponennya. Semua berputar, mendekat, dan mengikuti arus yang
mengikuti gaya sentrifugal yang semakin lama semakin mendekati inti. Inti di sini adalah cinta sejati
alias mahabbatullâh. Namun, pada saat kita melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, sekecil apa
pun, pada saat yang bersamaan kita telah melawan arus tasbihnya semesta. Jika tidak segera
bertobat, kita akan terseret arus tasbihnya semesta yang teramat kuat dan dahsyat. Maka, apa pun
keburukan, dosa, atau maksiat, cepat atau lambat akan merusak dan menghancurkan pelakunya.
Maka, benarlah apa yang dinasihatkan Hasan Al-Banna, seorang mujahid asal negeri Mesir, ”Jangan
pernah melawan sunatullâh pada alam, sebab ia pasti mengalahkanmu. Tapi gunakanlah
sebagiannya untuk menundukkan sebagian yang lain, niscaya kamu akan sampai ke tujuan.”

Tentu saja, sebagaimana tersirat dalam ungkapan Hasan Al-Banna tersebut, agar dapat
menyesuaikan diri dengan tasbihnya kesemestaan atau sunnatullah ataupun fitrah, untuk kemudian
”memanfaatkannya” untuk meraih kesuksesan hidup, kita terlebih dahulu harus berusaha
mengenali, mengidentifikasi diri, dan mengenali sistem kesemestaan yang ada di sekitar kita.
Sejatinya, Allah Ta’ala telah mendisain sistem kesemestaan secara multisistem dan multidimensi,
manusia pun dengan demikian harus memiliki keterampilan yang bersifat multitasking dan
multiintelijen pula agar dapat mengenali berbagai sistem yang terjadi dan mampu berinteraksi
dengan kehidupan yang tengah dijalaninya dalam sistem tersebut.

Sunatullah ataupun fitrah ini dapat kita temui dalam aneka fenomena, baik yang bersifat fisikal,
energi yang tak kasat mata, daya atau pun gaya yang tidak terlihat tampilan fisiknya tapi
memberikan dampak sehingga memiliki besaran sehingga dapat diformulasikan. Kemampuan dalam
mengenali algoritma inilah yang menjadi kewajiban kita. Maka, dalam Al-Quran banyak disebutkan
aneka proses penciptaan alam semesta, proses penciptaan manusia, keajaiban dalam tubuh
manusia, dan berbagai potensi di alam. Artinya, Al-Quran berbicara tentang algoritma sebuah sistem
yang bernama alam semesta atau sunatullah yang menunggu untuk ditelaah dan dieksploitasi. Ada
lebih dari 700 ayat dalam Al-Quran yang berbicara tentang ayat-ayat kauniyah tersebut.

Kedua, sebagaimana termaktub dalam visi dasar orang beriman, yaitu wa mâ arsalnaka illa
rahmatan lil ’âlamîn, setiap manusia dibekali oleh Allah Ta’ala dengan kemampuan manajerial.
Kemampuan tersebut ditandai oleh hadirnya kemampuan untuk berpikir cerdas, bekerja keras, dan

44 | P a g e
45 | P a g e
bekerja cerdas. Kemampuan manusia dalam bekerja cerdas terungkap dalam lima pertama QS Al-
’Alaq. Dalam rangkaian ayat ini kita diperintahkan untuk membaca sistem sehingga dapat
menjadikannya sebagai bagian yang terintegrasi dengan kehidupan kita. Proses penciptaan yang
paling dekat yang harus kita baca adalah diri kita sendiri. Betapa tidak, diri kita adalah sekumpulan
ayat-ayat Ilahi yang teramat luar biasa, yang tidak akan pernah habis untuk diteliti dan dipelajari,
baik aspek fisik maupun non fisiknya. Kita adalah masterpiece alias mahakarya Ilahi. Maka,
barangsiapa berhasil mengenali kesejatian dirinya, niscaya ia akan akan mempu mengenal
Tuhannya. Kerja keras adalah mengotimalkan segala potensi yang dimiliki melalui proses ikhtiar yang
maksimal berdasarkan prinsip lâ haula wa lâ quwwata illâ billâhil ’aliyyil ’azhîm. Kita berusaha
optimal dengan senantiasa menyandarkan diri kepada Allah Ta’ala, Zat Pemberi Kuasa. Melalui
prinsip ini, kita dibimbing untuk menegakkan hukum-hukum yang telah Allah Ta’ala gariskan dan
merealisasikan apa yang dicita-citakan sesuai dengan sistem yang ditetapkan tersebut. Inilah aspek
manajemen dalam kehidupan.

Perjalanan adalah sebuah usaha untuk memerankan fungsi ketawakalan diri sebagai seorang hamba,
kemudian memenej waktu yang telah dianugerahkan, dan melakukan interaksi dengan makhluk lain
dan berbagai subsistem yang ada di alam. Maka, dengan berbekal pengetahuan akan kesemestaan
dan kemampuan mengelola beragam potensi yang Allah Ta’ala karuniakan, kita pun mampu
membuat aneka perubahan yang menjadikan hidup lebih beradab, bermakna, dan berhasil guna.
Mengenal dan kemudian memenej angin, jadilah pesawat terbang, mengenal dan memenej fosfat
jadilah semen, mengenal dan memenej air jadilah bendungan, pembangkit listrik, aneka minuman,
dan sebagainya.

Kedua prinsip ini, yaitu mengenal sistem dan kemampuan manajerial, tidak mungkin menghasilkan
peradaban, apabila manusia tidak memiliki prinsip ketiga, yaitu leadership alias kepemimpinan.
Leadersip dalam Islam adalah keimaman. Jadi, ada tiga komponen di alam yang harus kita
optimalkan, yaitu sistem, aspek manajerial, dan leadership.

Di mana pun dan kapan pun, selama hidup du dunia, kita akan senantiasa bertemu dengan konsep
kepemimpinan, mulai dari skup terkecil hingga terbesar; mulai dari level diri atau tubuh hingga level
negara atau bangsa. Ambil contoh tubuh kita sendiri, sebagai sebuah sistem terkecil yang tersusun
atas beragam sub-subsistem yang lebih kecil lagi. Di dalam tubuh kita, leader atau pemimpinnya
adalah otak. Namun, di dalam otak pun masih ada leadernya yaitu prefrontal korteks alias bagian
pengambil keputusan yang terletak di bagian depan otak; bagian yang biasa kita gunakan untuk
bersujud. Hormon-hormon di dalam tubuh pun memiliki leader yaitu hipotalamus, yang lagi-lagi
berada ada di otak. Hipotalamus ini kemudian mendelegasikan ”kewenangannya” pada kelenjar
hipofisis yang kemudian memberi komando pada bagian yang lebih bawah lagi, semacam tertis,
tiroid, dan sebagainya agar beroperasi sesuatu dengan petunjuk dan teknis (juknis) alias SOP yang
telah ditetapkan. Jadi, di dalam tubuh pun ada hierarki algoritma.

Dalam konteks kedirian pun, setiap orang adalah imam, leader, atau pemimpin yang akan dihisab
kualitas kepemimpinannya, minimal kepemimpinan terhadap dirinya sendiri. Kita memiliki memiliki
mata untuk melihat, hidung untuk membaui, telinga untuk mendengar, hati untuk merasa, dan otak
untuk berpikir. Semua adalah ”prajurit-prajurit” dalam tubuh yang berada di bawah komando dan
pimpinan kita. Seorang leader yang baik, harus mampu merencanakan dan memutuskan segala
aktivitas yang dijalaninya. Ia harus mampu menjalani tahap-tahap dalam proses kepemimpin dengan

46 | P a g e
47 | P a g e
baik, mulai dari planning (merencanakan), action (menjalankan rencana), controling (melakukan
kontrol), evaluation (melakukan evaluasi), dan communication (mengkomunikasikan nilai-nilai).
Dengan demikian, kita dianggap sebagai leader yang baik apabila mengendalikan diri dan
mengeksekusi keputusan sesuai dengan apa yang dipikirkan, lalu mengevaluasi, dan kemudian
mengendalikannya.

Dengan menjalankan tiga prinsip dasar ini, apa pun yang kita lakukan, termasuk jalan-jalan, piknik,
wisata, ziarah, dan sejenisnya, insya Allah akan membawa aneka kebaikan dan meningkatkan
kualitas diri. Apa sajakah itu?

Perjalanan Sebagai Sarana Mencerdaskan Manusia

Perjalanan merupakan sebuah keniscayaan bagi manusia. Siapa yang ingin di lapangkan rezekinya, di
luaskan ilmu dan wawasannya, diperbanyak saudaranya, di lapangkan hatinya, hingga dimudahkan
jalannya menuju surga, lakukanlah perjalanan atas nama Allah. Karena nilai penting dari sebuah
perjalanan, Allah Ta’ala di dalam Al-Quran berulangkali memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk
melakukan prosesi perjalanan sebagai sarana mentafakuri ayat-ayat dan kekuasaan Allah Ta’ala, baik
di daratan maupun di lautan. Sejumlah ayat Al-Quran dapat kita nukilkan di sini.

 ”Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunah Allah; karena itu berjalanlah
kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).” (QS Ali Imrân, 3:137)
 ”Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan
bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka?” (QS Ar-Rûm,
30:9)
 ”Katakanlah, ’Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang
mempersekutukan (Allah)’.” (QS Ar-Rûm, 30:42)
 ”Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al-Jumu’ah,
62:10)
 “… dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan
dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.” (QS
Ibrahim, 14:32)

Disadari atau tidak, perintah melakukan perjalanan ini telah memberi spirit bagi umat Islam,
khususnya generasi terdahulu, untuk membangun peradaban, menjelajah segenap pelosok bumi,
untuk menegakkan kalimat Allah dan meraih aneka rezeki.

Pada kenyataannya, ada beragam jenis perjalanan, khususnya perjalanan fisik, yang dilakukan oleh
manusia. Pertama, ada perjalanan yang semata-mata dilakukan untuk melakukan ibadah
(pilgrimage), semacam ziarah ke tanah suci atau ibadah haji. Sejatinya, semua bentuk perjalanan,
sejak ibadah haji, misi dagang, perjalanan dinas, dan sebagainya, kalau diniatkan untuk taat dan
mengenal ayat-ayat Allah, dapat dikatagorikan pula sebagai perjalanan ibadah.

48 | P a g e
49 | P a g e
Kedua, perjalanan yang berdimensi politik, penaklukan, atau penyebaran agama. Dalam sejarah
Islam, kita mengenal sejumlah petualang Muslim legendaris yang melakukan perjalanan keliling
dunia, antara lain Cheng Ho dengan armada kapalnya dan Ibnu Bathutha.

Ketiga, perjalanan murni entertain atau hiburan, yaitu perjalanan untuk bersenang-senang. Namun
tentu saja, perjalanan jenis ketiga ini tidak memiliki banyak manfaat apabila tidak dimenej dengan
baik dan diniatkan untuk ibadah. Perjalanan wisata akan mampu memberikan manfaat yang optimal,
khususnya berupa pertambahan ilmu dan wawasan, apabila dimaksudkan sebagai perjalanan
edukasi.

Akan tetapi, pada intinya, semua jenis perjalanan akan bermuara pada upaya penemuan Tuhan oleh
manusia, hanya saja ”jenis” tuhannya bisa berbeda-beda sesuai tujuan dan nilai hidup yang anut;
Tuhannya bisa Allah Ta’ala, bisa harta kekayaan, bisa syahwat, bisa kekuasaan, dan sebagainya.
Bahkan, dalam perjalanan pun Tuhan kerap dijadikan sebagai alat untuk mencapai kejayaan dan
harta benda, semacam misi zending untuk mengokohkan kolonialisme.

Mekanisme Perjalanan yang Mencerdaskan

Di dalam Al-Quran Surat Al-Hujurât, 24:13, Allah Ta’ala telah menginformasikan bahwa manusia itu
diciptakan berlainan jenis, bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa. Salah satu tujuannya adalah agar
mereka bisa saling mengenal. Perbedaan ini ditandai pula dengan perbedaan warna kulit, bahasa,
budaya, rambut, karya seni, dan segala hal yang mencolok antara satu sama lain. Itulah mengapa,
cenderamata dari satu daerah bisanya memiliki keunikan tersendiri yang sedikit banyak berbeda
dengan daerah lainnya. Ada unsur lokalisme dan eklusifisme yang membedakan satu komunitas
manusia dengan kominitas lainnya.

Maka, sebuah perjalanan dikatakan mencerdaskan apabila di dalamnya terdapat aktivitas


observasional (pengamatan) pada suatu budaya, gaya hidup, nilai-nilai lokal yang ditemui. Allah
Ta’ala menciptakan fitrah pada manusia fitrah untuk berkomunikasi dan saling memotivasi. Itulah
mengapa, orang-orang di suatu daerah pasti akan tertarik untuk menceritakan kekhasan daerahnya
kepada para pendatang. Hal semacam ini pada akhirnya melahirkan proses komunikasi dua arah, ada
timbal balik, ada transfer informasi dan pengetahuan, sehingga satu pihak menjadi tahu keadaan
yang belum diketahui sebelumnya, dan pihak yang menceritakan akan semakin kuat memorinya
tentang daerah yang diceritakannya.

Dengan demikian, melalui perjalanan semacam itu, database informasi di otak kita pun akan
bertambah kaya. Itu artinya wawasan dan ilmu yang kita miliki menjadi bertambah. Dengan semakin
sering melakukan perjalanan, wawasan dan keilmuan kita pun insya Allah akan semakin bertambah.
Jangan lupa pula, ketika kita melakukan proses perjalanan, di sana ada proses adaptasi dan
pengenalan terhadap suhu, makanan, dan hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui. Hal ini seakan
menjadi sebuah vaksinasi alami bagi sel-sel dalam tubuh untuk dapat menerima kondisi-kondisi yang
asing tidak pernah dirasakan atau di luar kebiasaan. Kondisi semacam ini akan menginstall
kemampuan adaptif pada seorang manusia. Kemampuan beradaptasi, baik fisik maupun non fisik,
pada akhirnya akan mempengaruhi eksistensi seseorang dalam lingkungan dan kehidupannya.

Perjalanan pun dapat dijadikan sarana membaca dan mengamati ayat-ayat kauniyah yang telah Allah
Ta’ala hamparkan di muka bumi. Bukankah Zat Yang Mahakuasa mengajari hamba-Nya melalui

50 | P a g e
51 | P a g e
aneka tanda di alam semesta? Ketika kita menaiki pesawat terbang dan berada di atas awan
misalnya, kita bisa belajar dan menafakuri proses terjadinya awan, menafakuri tentang lapisan-
lapisan atmosfer yang teramat luar biasa. Bahkan, kita pun bisa menafakuri tentang sosok-sosok
bakteri mungil yang turut membentuk awan, micobacterium sirring namanya, yaitu sejenis bakteri
TB yang bisa larut dalam uap air dan bisa terbawa sampai ketinggian 15.000 kaki. Bakteri ini berada
di tanah dan akan terbawa menguap saat ia berada dalam genangan air. Pada ketinggian tertentu, ia
akan tertiup angin dan turun bersamaan dengan air hujan. Yang menakjubkan, tempat di mana ia
turun adalah sama dengan tempat naiknya. Inilah kekaffahan miccobactrium sirring yang layak
menjadi bahan renungan manusia.

Pada saat berwisata ke taman bunga, taman buah, pegunungan, atau pun hutan rimba, kita dapat
mengamati dan merenungi aneka kebesaran Allah Ta’ala dalam hewan, tumbuhan atau pepohonan.
Kita dapat merenungkan tentang mengapa buah mangga, kesemek, gohok, belimbing, dan juga apel
kesat bahkan pahit dan lengket ketika masih mengkal? Sayang anak jawabnya.

Tujuan pohon dikotil berbuah adalah berketurunan. Maka, “buah” hakikatnya adalah tanda cinta
yang harus dijaga sehingga tumbuh menjadi sosok yang sempurna dan berdaya guna. Ia pun
dimatangkan secara terencana, seperti juga tumbuhnya pohon harus seirama dengan rima dunia.
Ketika tanah subur bertasbih memuja Sang Pencipta, pohon akan mensintesa hormon sitokinin hasil
pemecahan adenin lewat jalur mevalonat. Ini jawaban dari hadiah tanah berupa nitrogen, kalium,
dan fosfat. Kemudian, pohon tumbuh dengan panduan pemandu sorak berupa auksin dan giberelin.
Pesat, cepat, dan kuat.

Akan tetapi, kerap datang suatu masa di mana air tiada, cahaya matahari sayup terasa, suhu udara
dingin meraja, pohon pun dengan bijaksana bersandar pada bumi yang bersabar menanti,
diproduksinya hormon absisat sebagai bagian dari tasbih dan siasat. Daun-daun mengering, ranting
ranting merangas seolah mudah melenting. Namun, ketika datang bulir air pertama dan cahaya yang
menyimbahi lembah rimba raya, tunas-tunas muda menghijau dan kembali tasbih fotosintesis
menguar lewat para stomata yang terus merintih mendamba cinta. Buah-buah angkatan pertama
akhirnya meranum dengan bantuan gas etilena yang juga mendorong stomata membuka. Kita pun
akan menyaksikan keindahan orkestra alam dengan hadirnya beburungan yang menyantap penuh
syukur buah buah nan selezat dan semanis anggur. Lalu, biji-biji yang tertelan dibawa terbang tinggi,
menyebar ke pelosok negeri, tersemai dan kelak akan tumbuh kembali. Dengan demikian, mengkal
adalah tanda pada burung si caraka pembawa nawala, bahwa anak-anak pohon belum siap dan
sempurna untuk ditanam di lahan benua, tunggulah ia sampai matang sempurna. Subhânallâh, dari
satu kebun atau taman saja, kita bisa mengenal kemahabasan dan kemahaluasan ilmu-Nya Allah
Ta’ala.

Masih di taman, kebun, atau hutan, pernahkan kita melihat serangga sejenis belalang yang mirip
sekali dengan ranting kayu? Namanya Phasmatodea, kalau ia diam saja, nyaris tidak satu pun yang
mampu melihatnya. Boleh jadi, bagi sebagian dari kita bentuk serangga yang satu ini tampak aneh,
akan tetapi bagi yang bersangkutan keanehannya inilah yang menjadikan ia dapat hidup dengan
tenang. Kalau kita yang dikaruniai keanehan dan merasa berbeda dengan yang lain, biasanya kita
malah stres. Dari belalang yang satu ini kita bisa merenungkan kembali aneka keistimewaan yang
telah dikaruniakan Allah Ta’ala kepada kita.

52 | P a g e
53 | P a g e
Kala berkunjung ke kebun binatang atau berkelana menyusuri rimbunnya hutan belantara, kita
dapat melihat burung raja udang. Ini burung favorit saya, bulunya berwarna biru metalik di sayap
dan punggung, serta putih di daerah dada, paruhnya besar dan kokoh, matanya bersorot tajam,
kicaunya pun khas. Selama saya tinggal di Sulawesi rasanya akrab sekali mendengar teriakan burung
yang satu ini. Salah satu keistimewaan dari raja udang adalah struktur bulunya yang memiliki materi
dan sudut-sudut trigonometris unik. Hasilnya, raja udang yang tidak memiliki pigmen warna biru
mampu memantulkan spektrum cahaya biru dari cahaya matahari. Bahkan, warna birunya tampil
dengan sangat sempurna. Mekanisme canggih ini disebut iridescence, di mana benda dengan syarat
yang tepat akan mampu memantulkan spektrum yang tepat pula.

Sejatinya, dalam konteks tertentu, kita pun harus meniru mimikri-nya si belalang. Dalam hidup ada
orang-orang yang dia tampak biasa-biasa saja, tidak terkenal, dan tidak dianggap oleh banyak orang,
akan tetapi di hadapan Allah Azza wa Jalla ia di sangat mulia dan memiliki derajat tinggi, bahkan
termasuk ”waliyullah”. Ia zikir dalam diam dan diam dalam zikir. ia mampu menangkap rahasia Ilahi
di balik semua fenomena. Hatinya bersih, tidak ada iri dengki, kesombongan. Orang semacam ini
tampaknya pandai menggunakan ilmu ”mikiri”-nya si belalang.

Boleh jadi, inilah rahasia dari nasihatnya oleh seorang sufi legendaris, Fudhail bin ‘Iyyadh: ”Jika
engkau sanggup untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Apa sulitnya engkau tidak dikenal? Apa
sulitnya engkau tidak disanjung-sanjung? Tidak mengapa engkau tercela di hadapan manusia selagi
engkau terpuji di sisi Allah.” Karena hatinya sudah bersih, pada akhirnya ia pun pada mampu
”memantulkan” nur atau cahaya Ilahi: dalam wajahnya, perilakunya, tutur katanya, dan segala tindak
tanduknya. Hal ini mirip si raja udang. Apabila burung yang satu ini bulunya memiliki struktur dan
pigmen yang tepat sehingga mampu memantulkan cahaya matahari, para wali Allah atau orang-
orang saleh hatinya mampu menyesuaikan dengan frekuensi cahaya Ilahi. Ia pun bisa memantulkan
cahaya tersebut ke sekitarnya: bentuknya bisa cahaya ilmu, amal saleh, dan aneka kebaikan yang
dapat dirasakan oleh sekitarnya sebagai pengejawantahan dari konsep rahmatan lil ’âlamîn.

Lagi-lagi kita layak bertasbih kepada Allah Ta’ala. Dengan berjalan menyusuri perkebuan, taman-
taman, gunung dan hutan, apabila disertai dengan keimanan, tafakur, dan refleksi diri, kita dapat
mengenal keagungan Allah Ta’ala, men-charge keimanan, sekaligus mengenal hakikat diri.

Ketika melakukan sebuah perjalanan, rasa ingin tahu dalam benak pun biasanya akan segera muncul,
baik sebelum, saat perjalanan, atau bahkan sesudahnya. Dengan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi, kita akan berusaha mengenal lebih jauh tempat yang akan atau pernah dikunjungi. Kala
kita melakukan perjalanan dengan menumpangi pesawat terbang misalnya, setidaknya kita akan
berusaha mencari tahu tentang jenis pesawat yang ditumpangi, faktor keamanan selama perjalanan,
atau membrowsing di internet tentang apa dan bagaimana tempat yang akan kita tuju atau akan kita
lewati selama perjalanan. Jika demikian adanya, perjalanan bisa menjadi media untuk
menumbuhkan inspirasi, motivasi, rasa ingin tahu dan dapat menjadi media belajar yang
menyenangkan.

Lewat perjalanan pun kita diperkenalkan dengan keragaman bahasa. Hal ini menjadi sebuah
challenge atau tantangan bagi seorang traveller untuk menguasai atau setidaknya paham bahasa di
luar bahasa ibunya. Jika kita melakukan perjalanan ke suatu kawasan, misalnya ke Timur Tengah,
mau tidak mau kita pun harus bisa membaca tulisan Arab dan sedikit banyak harus mengerti bahasa

54 | P a g e
55 | P a g e
Arab. Bukankah kemampuan berkomunikasi menjadi syarat penting yang akan mendukung
kenyamanan dan kemudahan kita berada di tempat orang lain?

Perjalanan pun tidak harus selalu berpindah secara fisik dari tempat A ke tempat B. Pada zaman
modern ini, dengan duduk di kamar kita bisa melakukan perjalanan online di dunia maya. Atau, bisa
pula dengan membaca buku dan pikiran kita mengembara mendatangi segenap pelosok semesta
melalui pikiran. Bukankah dengan membaca buku, kita berkenalan dan berdialog dengan si penulis
buku tersebut, yang boleh jadi waktu hidupnya terpaut puluhan generasi? Dengan membaca,
berpikir, dan merefleksikan suatu masalah, kita seakan berjalan di lorong-lorong waktu, menengok
aneka peradaban yang telah berlalu, bahkan bersua dengan perabadan yang akan datang. Sejatinya,
semua itu melambangkan sebuah perjalanan lintas dimensi.

Selain aktivitas mengamati, perjalanan pun, khususnya ke tempat-tempat peninggalan bersejarah,


dapat dijadikan sarana membangun motivasi dan inspirasi. Kita dapat belajar dari kehebatan dan
kemegahan arsitektur yang pernah dibuat orang pada ribuah tahun sebelumnya. Bagaimana cara
orang dahulu, dengan segala keterbatasannya, mampu melakukan hal-hal yang spektakuler. Jika
mereka saja bisa, seharusnya manusia yang hidup di zaman modern pun lebih bisa lagi melakukan
hal tersebut. Dengan demikian, perjalanan yang kita lakukan penuh dengan pemahaman
matematika (semisal kala mengunjungi bangunan berarsitektur), geologi, biologi, sejarah, dan
sebagainya.

Apabila kita melakukan perjalanan dengan pendekatan seperti ini, insya Allah perjalanan yang kita
lakukan akan semakin mendewasakan dan mencerdaskan. Namun sekali lagi, pengayaan jaringan di
otak sebagai efek dari perjalanan tidak bisa dilepaskan dari proses iqra; proses berpikir, menelaah,
dan memaknai, setelah sebelumnya mengumpulkan dan menghimpun informasi yang etrserak.
Tanpa adanya proses iqra, ke mana pun pergi, kita tidak akan mendapatkan apa-apa, selain
kesenangan sesaat plus rasa lelah. ***

56 | P a g e
57 | P a g e
(2)
Catatan Ringan
Seputar Jalur Sutra

Catatan Saat Sarapan di Tashkent


Sebagian dari kita, boleh jadi, sempat terpesona dengan eksotika jalur sutra yang diperkenalkan oleh
kembara Italia yang dibiayai para doge dari Venezia, Marcopolo. Orang Firenze ini banyak berkisah
tentang tanah-tanah impian yang tak hanya indah, tetapi juga menyimpan kekayaan dan pesona lain
berupa rempah; mulai dari safron sampai berbagai rimpang yang sebagian datang dari dataran besar
Tiongkok. Tidak hanya Marcopolo, ada banyak kembara darat bercerita tentang Urumqi atau tentang
Termez (yang tadi kita lewati saat pesawat Uzair approching ke Islam Karimov Airport).

Termez sendiri adalah kampung halaman dan tempat kelahiran Imam At-Tirmidzi, salah satu murid
kesayangan Imam Al-Bukhari. Beliaulah yang menulis kitab rujukan Al-Ilal dan Al-Kubro, juga
kumpulan Sunan At-Tirmidzi. Rentang usia beliau adalah 824-892 dengan garis keturunan Persia.
Imam At-Tirmidzi, selain Imam Al-Bukhari, Ibnu Sina, dan Imam Maturidi, serta cendekiawan Al-
Khawarizmi adalah salah satu dari sejumlah Muslim Uzbekistan yang banyak mewarnai peradaban
Islam masa kini. Jika Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari atau lebih dikenal sebagai Imam
Al-Bukhari dikenal dengan kitab Shahih Al-Bukharinya, tokoh lain seperti Al-Khawarizmi adalah
seorang ahli matematika dan ilmu falaq yang telah berjasa meletakkan dasar-dasar konsep
gravitasi.

Kembali ke sejarah peradaban, jalur sutra juga dikenal memiliki pusat tumbuhnya peradaban
manusia yang berpusat pada ketersediaan sumber daya air. Hal ini sebagaimana dapat dilihat di
Lembah Ferghana yang sekarang, secara geografis dan administratif, berada di bawah otoritas tiga
negara: Uzbekistan, Tajikistan, dan Kirgistan. Catatan sejarah lembah Ferghana menunjukkan bahwa
keberadaan sumber daya menjadi syarat kebersinambungannya kehidupan. Maka, segaris dengan
area geografis tua itu, tablet Ziggurat menggambarkan bahwa di daerah Eufrat Tigris sekitar 2000-
3000 tahun juga semaju peradaban di Lembah Ferghana, Samarkand, sampai ke Almaty.

Urat nadi kehidupan ini kemudian menyebar sebagai kearifan peradaban. Pengaruhnya terasa
sampai wilayah Nusantara sebagaimana terlihat pada jejak para cendekia, pedagang dan ulama dari
wilayah timur Laut Kaspia sampai perbatasan Xinjiang, dan ke arah Siberia/Novosibirsk. Ada banyak
ulama bergelar Al-Samarkandi yang menunjukkan asal muasal mereka daerah Asia Tengah. Dan,
karunia Allah Ta’ala dalam bentuk airlah yang biasanya menjadi enabler lahirnya peradaban. Lembah
Ferghana misalnya, dia dialiri oleh sungai Darya. Nama ini di Indonesia lebih dikenal sebagai industri
farmasi, Darya Faria. Kemungkinan berasal dari asal kata Darius, Kaisar Persia paling tersohor.
Samarkand dan Bukhara adalah bagian penting dari urat nadi peradaban di jalur sutra. Maka, jangan
heran apabila ada banyak ulama dan cendekia lahir dari sana.

58 | P a g e
59 | P a g e
Samarkand tidak bisa dilepaskan dari sosok spektakuler Temur i Leng, atau Timur si Pincang. Anak
Teragai yang merupakan cicit dari Karachar Nevian; seorang menteri di pemerintahan militer
Chagatai Khan, anak Jenghis Khan yang diminta untuk membawahi emporium Mongol di Asia Tengah
yang berbatasan dengan wilayah Kaspia dan Siberia. Timur adalah penghayat tasawuf aliran
Naqsabandiyah. Aliran ini banyak berkembang baik di daerah Transaxonia, termasuk daerah Khesh
tempat kelahirannya (di sekitar Samarkand).

Timur disebut Lang (yang menjadi akar kata dari Lame) karena pincang. Penyebab pincangnya ada
tiga versi, cacat bawaan, karena cedera perang, dan karena cedera saat menggembala kambing.
Akan tetapi, bisa juga karena Polio.

Sebagai seorang warlord yang disegani, Timur juga banyak belajar agama dari Al-Khawarizmi yang
beraliran sunni. Peran Timur yang berkuasa dari 1370 s/d 1405 M antara lain adalah berhasil
melebarkan wilayah dan syiar sampai ke Moskow dengan bantuan Turki. Ke arah selatan, ternyata
Timur punya hubungan dengan dinamika Dinasti Moghul. Dia terlibat dalam peristiwa pendudukan
Delhi. Bahkan, Masjid Bibi Khanym di Samarkand dibangun antara lain dengan bahan baku yang
dibawa dengan 90 gajah dari India. Wilayah pegunungan Ural sampai Georgia pun didudukinya.

Timur wafat justru dalam ekspedisi ke selatan atau tenggara yang notabene adalah daerah asal
nenek moyangnya, saat memerangi pasukan dinasti Ming. Karachar sendiri tercatat dalam sejarah
Uzbek sebagai Muslim pertama dari junta militer Khan Mongol. ***

Catatan Subuh di Samarkand


Keringat dingin membulir di kening Ibnu Batutah, sang pemilik nama lengkap Abu Abdullah
Muhammad bin Abdullah Al-Lawati At-Tanji bin Batutah. Mimpi buruk itu datang lagi, penggalan
kisah dari kitab teks Geografi pertama di dunia yang berjudul Nuzhatul Mushtaq karya Al-Idrisi The
Cartographer, menghantui dirinya.

Dalam kitab yang ditulis oleh pembuat peta dan ahli geografi pertama dunia yang bernama lengkap
Abu Abdullah Muhammad Al-Idrisi Al-Qurtubi Al-Hasani Al-Sabti ini, terdapat sepenggal fragmen
tentang ekspedisi Admiral Ahmad bin Umar atau yang lebih dikenal sebagai Raqsh Al-Auzz, mencari
tanah batu di balik kabut dan gelombang kejam samudera Atlantik. Di sebuah daratan ekspedisi itu
hilang dan tak kembali.

Jika perjalanan Atlantik ini kita renungkan kembali, boleh jadi inilah ekspedisi pertama yang
mencapai benua Amerika, sekaligus membuktikan bahwa bumi itu bulat. Al-Idrisi sendiri adalah
cendekiawan yang sejalan dengan pemikiran Galileo Galilei dan Copernicus tentang bentuk bumi
bulat dan matahari sebagai pusat dari tata surya. Hal ini kemudian menghasilan pemahaman tentang
proses rotasi dan revolusi, yang antara lain juga mendorong lahirnya teori gravitasi Newtonian yang
diinisiai oleh Al-Khawarizmi, yang juga merupakan cendekiawan yang terkait erat dengan
Uzbekistan.

Siang nanti kita akan singgah di observatorium Samarkand. Di mana ilmu kesemestaan tidak terlepas
dari upaya konstruktif diri dalam membangun nilai-nilai ketauhidan. Menelaah dan menelisik peran
serta keberadaan kita sebagai makhluk yang terintegrasi dalam satu kesatuan penciptaan. Konsep

60 | P a g e
61 | P a g e
yang dikatalisis oleh Al-Khawarizmi, Al-Biruni, juga Al-Idrisi, pada gilirannya melahirkan pengetahuan
tentang peran matahari, reaksi fusi dan termonuklir di dalamnya. Termasuk pula tentang apa dan
mengapa matahari dapat menjadi sumber kehidupan dalam sistem tata surya.

Sejatinya, Matahari memiliki garis tengah sekitar 1.392.000 km atau sekitar 109 kali garis tengah
Bumi. Massa atau berat totalnya sekitar 332.000 kali dari berat Bumi, volumenya diperkirakan
1.300.000 kali volume Bumi. Temperatur di permukaannya antara 5.000°C–6.000°C. Adapun
temperatur di pusatnya berkisar antara 14.000.000°C–15.000.000°C. Jarak Matahari ke Bumi sekitar
150 juta kilometer. Jarak Matahari ke Bumi disebut satu satuan astronomi (1 sa). Waktu yang
dibutuhkan oleh sinar Matahari untuk sampai ke Bumi 8,33 menit.

Kembali kepada mimpi buruk Ibnu Batutah! Kenyataan hilangnya Admiral Ahmad bin Umar di tengah
ganasnya Atlantik justru semakin menggelitik rasa penasaran Ibnu Batutah untuk terus menjelajah
dan mempelajari bumi berserta seisinya.

Semangat ini sama dengan Admiral Zheng He atau lebih dikenal sebagai Cheng Ho di periode awal
abad ke 15. Dia sendiri hidup dari tahun 1371 sampai 1433 dan dikenal dengan banyak nama. Mao
San Bao yang di barat dikenal sebagai Sinbad penguasa laut Arab, tak lain dan tak bukan adalah
personifikasi untuk Zheng He. Tidak kurang dari tujuh kali ekspedisinya menjelajah dunia. Bahkan,
dari 1405 sampai akhir hayatnya, laksamana yang dikenal juga sebagai Jenderal Laut Sam Po Tay ini
berulangkali ke Nusantara. Dan tentu saja, peradaban dan syiar Islam banyak terbantu oleh beliau.
Dua bersaudara, Syech Datu Kafi dan Syech Kuro yang mengawali syiar di daerah Amparan Jati
Cirebon datang dari Mesir setelah sebelumnya berada di Campa dan Jawa dengan membersamai
armada Cheng Ho.

Kembali ke Ibnu Batutah! Kajian Al-Idrisi dalam Tabula Rogeriana yang memberi ruangnya untuk
berkarya di Sisilia, kembali menggugah hasrat untuk menjelajah dan mencari tanda-tanda Ciptaan
Allah Ta’ala yang dapat mengobarkan semangat Iqranya. Al-Idrisi yang merupakan alumni
Universitas tertua di dunia, Al-Qarawiyyin di Fes Maroko yang didirikan tahun 859 Masehi, menjadi
pembuka jalan bagi Ibnu Batutah yang memang semenjak kecil sudah terkesan dengan kisah
penduduk langit Uwais Al-Qorni dari Yaman yang mengembara 400 kilometer dengan menggendong
ibunya, dan khusus diperintahkan Rasulullah saw. kepada Umar dan Ali untuk mencarinya jika ada
kabilah ke Madinah, dengan ciri ada lingkar putih bekas kusta di tangannya.

Dari hikmah perjalanan tokoh-tokoh besar serta para cendekiawan itulah Ibnu Batutah bertualang.
Dia membuat catatan perjalanan yang tidak kalah dengan catatan Tome Pires dan I-Ching, para
penjelajah dunia dari negara lainnya. Walhasil catatan perjalanan Ibnu Batutah terkompilasi dengan
baik dalam kitab berjudul Tuḥfatun Nuẓẓār fī Gharāʾibil Amṣār wa ʿAjāʾibil Asfār. Kita lebih
mengenalnya sebagai Al-Rihlah.

Maka demikianlah, perjalanan itu bukan sekadar memanjakan kenikmatan indra dan kepuasan
ragawi belaka, melainkan pula sebuah upaya konstruktif untuk membangun fondasi ketauhidan
melalui serangkaian tahapan tadabur, tafakur, dan pada akhirnya tasyakur atas segenap nikmat yang
telah dikaruniakan Allah, Zat Pemilik Semesta. ***

62 | P a g e
63 | P a g e
Ulugh Beg: Raja Cendekia, Sang Penjelajah Semesta
Samarkand bukan hanya Tamerlan atau Timur Leng. Dunia astronomi mengenal pula satu nama yang
punya reputasi luar biasa, Ulugh Beg atau Sultan Khorasan. Sepanjang 55 tahun usianya (1394-1449)
beliau telah melakukan kerja cerdas dengan meninggalkan warisan peradaban berupa sebuah
observatorium. Ya sebuah pusat penelitian angkasa, observatorium Samarkand yang dibangun
dengan perhitungan teramat cermat.

Bayangkan saja, lantai dasarnya adalah sebuah goniometer, lingkaran dengan jari2 40,212 meter dan
panjang busurnya 64 meter. Intinya konstruksi bangunan itu sendiri sudah merupakan instrumen
pengukuran yang merupakan sextant raksasa dengan akurasi ketepatan yang luar biasa dalam
menetapkan garis meridian langit. Dibangun selama satu tahun, 1428-1429, dengan diameter
bangunan 46 meter dan tinggi 30 meter atau sekitar 3 lantai.

Dengan bantuan observatorium itu dan berbagai instrumen di dalamnya, Ulugh Beg membuat tabel
astronomi dengan tingkat akurasi sangat tinggi di zamannya. Tabel ini dikenal sebagai Zeyj Ulugh Beij
atau Tabel Ulugh Beg. Sejak abad ke-17, sebagaimana globe buatan Al-Idrisi, dijadikan rujukan bagi
para cendekiawan barat.

Globe Al-Idrisi dibuat dari 70 lembar peta datar yang disambungkan dalam simpul mendatar
mengacu kepada koordinatnya. Untuk selanjutnya dituang ke dalam cetakan bola perak dengan
berat sekitar 400 kg dengan diameter 80 inchi atau 203,2 cm alias sekitar 2 meteran. Hebatnya lagi,
dengan mengacu pada pengamatan selama proses perjalanan menjelajah muka bumi, Al-Idrisi atau
di barat dipanggil Dresses telah mencantumkan legenda atau keterangan tentang sungai, laut,
danau, jalur perdagangan, dan lainnya. Karena Al-Idrisi memang cendekiawan yang cermat dalam
mengamati berbagai fenomena alam, bahkan beliau pun termasuk salah seorang ahli farmakognosi
yang telah menyusun kitab Al-Jami’ Al-sifat Al-Nabata, atau kitab tentang berbagai sifat tumbuhan
obat, dan khasiatnya tentu saja. Sayangnya pada 1160 globe pertama ini dibegal penjahat, dan
hancur berkeping. Baru pada tahun 1517 globe Dresses direkonstruksi dengan mengacu kepada
keping-keping yang ditemukan.

Senasib bukan dengan Observatorium Samarkand? Sepeninggal Ulugh Beg observatorium ini
dihancurkan dan dijadikan semacam tempat pemujaan. Akan tetapi, sejak 1908 observatorium ini
sudah mulai direkonstruksi dan direnovasi.

Salah satu sumbangsih Ulugh Beg yang sampai hari ini masih terus mengundang decak kagum para
ahli astronomi adalah ketepatan beliau dalam menghitung waktu dalam satu tahun. Ulugh Beg
menghitung bahwa setahun adalah 365 hari 6 jam 10 menit 8 detik. Sedangkan saat ini, dengan
bantuan berbagai teknologi canggih seperti penentuan waktu yang presisi dengan bantuan waktu
paruh Cessium misalnya, didapatkan hasil 365 hari 6 jam 9 menit 9,6 detik. Hasil Ulugh Beg 600
tahun lalu sudah sangat mendekati bukan? ***

64 | P a g e
65 | P a g e
Catatan di Dalam Bus Menuju Gijduvan
Meramu dan mengendapkan kisah yang disampaikan Pak Rustam (Pasha) tentang kebangkitan ilmu
pengetahuan, seiring semangat Iqra sebagai lentera yang menginisiasi lahirnya generasi yang
berpikir dan berkarya bagi kemanusiaan, maka sembari mengisi waktu safar dan tersemangati oleh
ghirah Imam Al-Bukhari dalam menyitir dan menyortir hadits, izinkan saya ikut meramaikan wacana
pemikiran.

Terlebih, kita tengah menuju Gijduvan, sebuah kota tua di jalur sutra. Kota ini tidak hanya terkenal
oleh keramiknya saja, tetapi juga karena pemikiran-pemikiran dari filsuf Abdul Kholiq Gijduvani yang
sejalan dengan teologi kodrat yang banyak diartikulasikan dalam teologi kodrat-nya Thomas
Aquinas. Pemikiran tentang Jabariyah dan Mu'tazilah yang terpolarisasi di antara ketetapan takdir
dan free will, juga lahir dari eskalasi pemikiran dalam proses "mencari" acuan untuk mendekati
kebenaran sejati.

Hal yang unik dan menarik, ini bukan semata terfokus pada generasi dialektik era pasca Stoik dan
Socrates saja, akan tetapi sintesis holistik tentang konsep pemahaman esoteris justru lahir setelah
sang purnama dari kota Mekkah hadir sebagai nabi penutup zaman dengan pesan sangat bernuansa
kemanusiaan: perbaikan akhlak manusia. Sebuah tema sentral yang dibarengi dengan fakta bahwa
dalam Al-Quran kita diminta menjadi khalifah yang bersifat rahmatan lil ‘âlamîn. Tidak hanya itu, di
dalam sebuah hadits shahih disampaikan pula bahwa tholabul 'ilmi faridhatun 'alâ kulli muslimîn wal
muslimât. Belajar itu kewajiban sekaligus fasilitas yang melekat pada kaum Muslimin.

Ternyata, dengan semangat Iqra’, kita mengenal arsitek besar seperti Mimar Sinan dan murid-
muridnya, juga pada beberapa abad sebelumnya telah terbangkitkan semangat menjadikan ilmu
sebagai arus utama dalam proses penegakan ketauhidan. Iqra’ terbukti mampu menginspirasi
manusia untuk mengembangkan fungsi prokreasinya sebagai perwujudan rasa syukur atas karunia
akal dan kemampuan berpikir.

Bayt Al-Hikmah yang dibangun di Baghdad oleh kekhalifahan Abbasiyah (yang diceritakan Pak
Rustam), sampai memiliki sekitar satu juta manuskrip yang menjadi big data pengetahuan pada
masanya. Tidak hanya itu, Abbasiyah memperkenalkan konsep cloud pada saat itu dengan
membangun banyak perpustakaan dan madrasah. Hal ini merupakan tindak lanjut dari capaian
upaya mensistematikakan pengetahuan agar dapat direplikasi dan diaplikasikan di berbagai bidang.
Itulah mengapa, di Maroko, tepatnya di Fes lahirlah sebuah institusi pendidikan tinggi yang kelak
dikenal sebagai Universitas Al-Qarrawiyin, yang berdiri sejak 852 masehi.

Maka, dunia pendidikan hari ini pun semestinya berhutang pada upaya peradaban Islam dalam
melahirkan sistematika yang menjamin bahwa ilmu pengetahuan dapat dipelajari kapan dan di mana
saja, dengan hasil setara. Kurikulum lahir pada era ini. Estetika dan budaya juga berkembang
sedemikian pesatnya karena Matematika telah bergeser dari era Mohenjodaro dan Rama Gupta
serta peran bangsa Foenisia ke para ahli ilmu falaq kaum Muslim. Semangat untuk mencari dan
membaca tanda-tanda atau ayat qauniyah yang akan meneguhkan keimanan dan keyakinan
membuat cendekiawan Muslim yang rerata berkemampuan polimat, unggul di berbagai bidang,
dapat menciptakan banyak program yang berorientasi pada kemaslahatan umat.

66 | P a g e
67 | P a g e
Pada masa keemasan itu, siapa yang tidak kenal dengan pejabat negara yang super cerdas, sekaligus
sastrawan dengan nama julukan Abu Nawas? Nama aslinya adalah Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-
Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H. Kedalaman makna pada karyanya dapat dilihat, didengar, dan
dirasakan dalam Al-I'tiraf.

Kemajuan peradaban ini tentu bukannya tanpa ekses. Egosentrisme dan tribalisme yang dipraktikkan
dalam kehidupan politik, beberapa kali menimbulkan konflik horizontal. Akan tetapi, dalam setiap
kondisi selalu ada hikmah dan kemauan untuk belajar dan berubah. Usai pembantaian Damsyik atau
Damaskus pada Bani Umayyah, lahirlah peradaban Andalusia yang antara lain melahirkan tokoh
aeronautika besar seperti Ibnu Firnas. Kita pun tidak lupa ada catatan kelam soal inkuisisi dan
peristiwa tembok api pembakaran buku di bawah jembatan Bab Al-Ramla Granata pada 1499 oleh
pasukan Ximenes des Cisneros.

Namun, di balik itu sebenarnya ada 300 naskah yang "diam-diam" diselamatkan karena amat
berguna bagi pengetahuan. Ketiga ratus naskah ini yang kemudian disalin dalam berbagai bahasa
dan manuskrip serta disimpan di berbagai perguruan tinggi tua Eropa (Sorbonne, Oxford, Bologna,
dan lainnya), besar kemungkinan adalah naskah-naskah awal yang menginspirasi kelahiran berbagai
teori sains seperti hukum mekanika dan gravitasinya Isaac Newton sampai penemuan pesawat yang
benar-benar dapat terbang di era Wright bersaudara.

Mengapa peradaban bisa berkembang sedemikian pesat pada era Islam? Saya berhipotesis dan
meyakini bahwa nilai fundamental tauhidlah yang membuat fokus eksplorasi pengetahuan
membantu kita untuk terkonsentrasi pada jalan yang lurus dan satu, Ahad. Sehingga, berbagai "ayat"
yang tersebar dapat dielaborasi dalam bingkai pencarian kesamaan tujuan yang tentu saja menjadi
kanalisasi energi.

Mengacu pada teori kepribadian dari Carl Gustav Jung yang menempatkan manusia itu dalam
berbagai lapis dimensi virtual seperti persona (citra yang kita tampilkan ke khalayak), anima animus
dalam hal interaksi gender dan konsep berpasangan, juga shadow yang merupakan refleksi terbalik
dan bersifat antagonis dari nilai kesejatian kita yang termaktub dalam konsep self. Maka, self inilah
yang terwadahi ketika tauhid menjadi nilai inti yang diyakini.

Hedonisme dan egosentrisme pada dimensi shadow dapat kita kendalikan dan arahkan menjadi
sebuah energi positif. Apakah itu? Energi untuk mengonstruksi kebaikan demi memuliakan
kemanusiaan dengan indikator kemampuan kita untuk memberikan kebermanfaatan bagi sesama,
khairunnâs anfa-uhum linnâs. ***

Catatan Usai Subuh di Bukhara


Kota ini sebagaimana kota-kota tua lainnya di sepanjang jalur sutra menyimpan banyak sekali
pesona sejarah yang berkisah tentang peradaban manusia. Sungguh, manusia dengan kemampuan
prokreasinya yang dikembangkan oleh area frontal di otaknya telah sangat banyak menorehkan
cerita juga romansa di hampir setiap penjuru dunia. Bahkan, mungkin sebentar lagi sampai di
penjuru semesta di pojok galaksi sana.

68 | P a g e
69 | P a g e
Bukhara, kota dengan sejarah ribuan tahun, dilindungi oleh benteng kota yang menjadi legenda, Ark
of Bukhara. Dalam legenda benteng ini dibangun oleh Siyavusha yang berasal dari Turana. Siyavusha
jatuh cinta pada pandang pertama dengan putri Afrosiaba penguasa wilayah Bukhara pada masa itu.
Lalu sebagaimana kisah Bandung Bondowoso ataupun Sangkuriang, Afrosiaba meminta Siyavusha
membangun benteng kota. Namun, jika mengacu pada buku "Kisah Bukhara" yang ditulis sastrawan
Narshaki pada tahun 900-an awal, Bindu penguasa lokal saat itulah yang membangun benteng
Bukhara.

Sejarah mencatat dengan adanya benteng tersebut peradaban Bukhara berkembang karena menjadi
tempat singgah yang aman dan tersedianya akomodasi yang nyaman. Kondisi ini melahirkan ruang
publik yang mendorong peningkatan happiness index dan menjadi melting pot pemikiran karena
jalur sutra dilalui banyak kabilah berbagai bangsa dengan banyak kepentingan. Tidak kurang dari
cendekiawan seniman seperti Ibnu Sina, Farabi, dan Umar Kayyam terpesona dengan daya tarik
Bukhara. Perpustakaan Bukhara pada masanya bahkan membuat seorang Ibnu Sina terpana dan
berkata, "Tak pernah seumur hidupku di tempat lain kutemukan koleksi manuskrip sains seperti
yang ada di Bukhara ini!" Hal ini memberi sekilas gambaran tentang betapa hebatnya Bukhara pada
masa itu.

Akan tetapi, karena keberadaan kota, benteng, dan peradabanlah, hawa nafsu manusia untuk
menguasai dan memiliki terpicu. Hasrat yang berkelindan dengan syahwat membuat kondisi menjadi
gawat bahkan darurat. Kehendak untuk berbuat bejat menjadi dorongan kuat dan hebat. Pada
hakikatnya aliran limbikiah (amigdalis dan batang otak) ini hanya cemas bahwa pemenuhan
kebutuhan hanya bisa didapatkan jika kita "menguasai" dan "memiliki".

Padahal dalam Islam filosofinya adalah "menyadari" bahwa semua yang fana adalah sekedar
titipan. Bahkan secara rutin diingatkan dengan kewajiban membayar zakat dan berqurban jika
memang menginginkan sedikit mencicipi telaga Kautsar yang menenangkan lagi menyenangkan.

Maka, perang pun silih berganti menimpa kota ini. Mala yang menjadi petaka karena ada bala yang
berlomba untuk tamak menjarah segala yang semestinya menjadi rahmah secara berjamaah. Saat
itu pikiran sadar tidak terkendali nalar sehingga kadar angkara malar dan nafsu pun berpusar untuk
sekadar melakukan makar terhadap kebenaran yang disepakati para pakar. Jengis Khan dari
Karakoram meluluhlantakkan kota ini. Karena, prinsip dasar para prajurit dari tepi Gurun Gobi ini
adalah "jangan tinggalkan dendam di tiap daerah yang dilalui." Pemusnahan adalah pilihan.

Pola yang sama karena manusia yang tidak kuasa mengelola nafsunya juga kelak terjadi di Balkan,
khususnya di Bosnia Herzegovina. Genosida menjadi pilihan, karena beda bukan suatu rahmat yang
merupakan keniscayaan dalam kebersamaan. Bahkan pada abad ke-20 pun, dalam perang Sipil
Rusia, kaum Bolshevik atas perintah Jenderal Frunze menghancurkan sebagian besar benteng
Bukhara. Sebagaimana Hiroshima dan Nagasaki yang hancur lebur karena sekumpulan kecerdasan
dari otak-otak paling brilian di muka bumi yang dikumpulkan oleh Project Manhattan di Los Alamos
berhasil menciptakan bom fisi dengan menggunakan isotop Uranium 235, sebagian besar peradaban
manusia memang dibangun dari puing-uing sisa perbuatan destruktif katastropik manusia itu sendiri.
Makhluk perusak sekaligus pembangun sebagaimana gambaran Syiwa atau Zeus di berbagai belahan
bumi.

70 | P a g e
71 | P a g e
Dari Bukhara yang telah melahirkan seorang imam besar, yaitu Imam Al-Bukhari, yang menjadi
mercusuar kecendekiawanan dalam ilmu hadits yang bermetodologi sangkil dan mangkus serta
genius, kita dapat belajar banyak hal. Satu yang paling utama adalah perihal akhlak dan adab
manusia yang pada gilirannya tidak akan tertata jika tazqiyatun nafs tidak kita jadikan arus utama
dalam mengelola dinamika kehidupan yang sedemikian berfluktuasi.

Maka, semoga saja Bukhara dan jalur sutra bisa mengajari kita tentang belajar menjadi manusia yang
bersahaja dalam mengelola hasrat dan "kaya" dalam berkarya bagi sesama manusia dan seisi
semesta. ***

Orang-orang Cigani
Asia Tengah dan jalur sutra memang penuh pesona dan Eksotika. Bangsa Eropa sampai hari ini masih
sangat akrab dengan suatu kaum yang biasa disebut sebagai kaum Gipsi. Sebagian menyebutnya
Kaum Rom, Romi, atau dalam rumpun bahasa Balkan kerap disebut sebagai Cigani. Orang Arab
menyebut mereka kaum Ghajr atau ‫غجر‬.

Orang-orang Cigani ini sangat unik. Mereka berada di hampir setiap penjuru dunia dan sebagian
berasimilasi secara demografi. Elvis Presley pun katanya keturunan Gipsi. Akan sangat menarik
memang jika kita mengkaji secara historiografi, genealogi genetis, dan linguistik. Karena tentu DNA
kaum kembara ini membawa banyak "tanda" sebagai "oleh-oleh" di setiap persinggungannya
dengan komunitas dan kondisi geografis yang dilaluinya.

Sebagian ahli menduga Gipsi datang dari India bagian Utara melalui Afghanistan dan Kaiber Pass-nya
di rangkaian pegunungan Himalaya. Mereka kemudian bermigrasi sampai ke dataran Eropa dan
banyak terkonsentrasi di area Transylvania.

Boleh jadi pula, mereka sebenarnya adalah arus balik "pulang kampung" dari para prajurit
Makedonia yang di bawah kepemimpinan Alexander Agung pada sekitar 329 SM memang telah
mencapai India. Mereka kangen dan ingin pulang mencari akar. Bisa saja bukan? Jika demikian,
mungkin bukan hanya dari India Utara, Transaxonia, pegunungan Chatkal, Lembah Ferghana, atau
bahkan Urumqi, bisa saja merupakan daerah asal mereka. Dan beruntungnya kita saat ini, karena
kita tengah berada di jalur para Gipsi yang kemudian menjelajahi dunia. Inilah kolam genetika dan
sejarah peradaban manusia yang sesungguhnya. ***

Jalur Sutra yang Melahirkan Peradaban


Jalur Sutra yang aslinya membentang di antara Chang'An di Tiongkok dan Antioch di Suriah terbukti
telah menjadi pengungkit lahirnya banyak peradaban di dua benua. Hanzi atau Râh-e Abrisham
dalam bahasa Parsi untuk Silk Road semula digambarkan secara imajiner oleh antropolog Jerman,
Ferdinand von Richtoften sebagai jalur atau garis permutasi dan perdagangan dengan komoditas
utama adalah kain Sutra dari timur.

72 | P a g e
73 | P a g e
Kondisi ini menggambarkan bahwa pada beberapa ribu tahun sebelum Masehi, budaya
menghasilkan kain, memintal, dan menenun, serta menjahit sudah dikenal oleh manusia. Sejarah
mencatat adanya penemuan alat jahit sederhana pada artefak budaya Solutrean yang ada di Prancis
dari tahun sekitar 19.000 SM sampai 15.000 SM. Lalu ditemukan pula alat tenun pertama di Dolni
Vestonice, Republik Ceko. Sekitar 2000 tahun sebelum masehi peradaban Mesir kuno, Persia, dan
Romawi sudah mengenal kain dan budaya berpakaian. Adapun kaum wanita Persia sejak 200 tahun
sebelum Masehi sudah mengenakan celana panjang.

Khusus kain sutra yang benangnya dipintal dari kepompong ulat bahkan sudah dikenal di daratan
Tiongkok sejak 27 abad sebelum Masehi. Bukti arkeologis ditemukannya sutra terdapat di situs
budaya Yangshao di Xia, Shanxi antara 4000 dan 3000 SM. Kepompong sutra yang ditemukan telah
dipotong setengah menggunakan pisau tajam dan telah diidentifikasikan sebagai Bombyx Mori atau
ulat sutera. Maka, tidak heran jika Von Richtoften menamakan jalur yang antara lain melewati
Ferghana, Almaty, sampai ke Bulgaria, Sofia dan daerah Balkan, ini sebagai jalur sutra.

Bukti arkeologis lain soal perkembangan peradaban terkait dengan pakaian, bahan, dan metode juga
dapat dilihat pada bukti arkeologis adanya alat tenun primitif yang ditemukan di situs budaya
Hemudu di Yuyai, Zhejiang pada periode 4000 SM. Bukti lain mengenai sutera juga ditemukan di
makam kerajaan Dinasti Shang sekitar 1600–1046 SM. Tentu Tiongkok bukan hanya soal sutra, akan
tetapi peradabannya menginisiasi penggunaan kertas berbahan tumbuhan, teh (Kaisar Shen Nung),
sampai teknik pewarnaan yang kelak mempengaruhi budaya di Eropa dan semenanjung Korea serta
Jepang.

Tidak hanya berhenti di sana, simpang-simpang transit dari era prasejarah ini pun menjadi semacam
market place yang memperkenalkan konsep barter dan bursa komoditas. Caravan Sarai (yang
dijelaskan Pak Rustam di Samarkand) menjadi salah satu simpul penting dalam proses konektivitas di
jalur sutra. Ada persediaan hewan tunggang segar, air, bahan makanan, dan shelter tempat
berlindung di saat ada gangguang perjalanan (cuaca, keamanan dan lainnya). Di simpul Caravan Sarai
inilah pertukaran kosa kata melahirkan peningkatan kapasitas komunikasi lintas negara, identifikasi
potensi bisnis, dan berbagai negosiasi terkait produk dan kerjasama strategis.

Aliansi dan kemitraan strategis tampaknya bercikal bakal dari area jalur sutera ini. Sebagaimana VOC
dengan dua belas tuan sebagai pemegang saham yang merupakan perusahaan pertama di dunia
yang memperkenalkan konsep sharing kepemilikan lewat mekanisme saham, untuk mengelola bisnis
komoditas di Indonesia sampai 1699.

Maka, jalur sutera di zamannya menginisiasi perkenalan budaya kaukasia dengan berbagai
komoditas Asia yang sampai hari ini masih dianggap eksotis. Mulailah perburuan terhadap Myristica
Fragran alias pala, lada, dan lainnya yang dikenal karena seperti juga kapur dari Barus dan berbagai
rimpang India, memasuki pasar di sepanjang jalur sutra.

Di balik setiap makna dan motif sejarah yang melekat dengan legenda jalur sutra, sebagai umat
Muslim kita tentu dapat mengambil hikmah bahwa pertemuan banyak manusia yang berbeda latar
belakang, kapasitas, potensi, dan bahkan suku bangsa, ternyata dapat melahirkan proses interaksi
untuk saling mensubtitusi, mengomplementasi, dan mengaugmentasi dalam bentuk kooperasi dan
kolaborasi sehingga menghasilkan banyak produk yang bermanfaat bagi peradaban dan kemuliaan
nilai kemanusiaan.

74 | P a g e
75 | P a g e
Jalur sutra melahirkan banyak aplikasi ilmu dasar seperti matematika, fisika, dan kimia yang maujud
dalam berbagai teknologi tepat guna. Juga ragam budaya dalam bingkai estetika yang
merepresentasikan capaian pencarian manusia dalam konteks menginterpretasikan keindahan.
Perbedaan yang melekat pada manusia dan berbagai makhluk Allah lainnya tentu dimaksudkan agar
kita saling mempelajari dan bersinergi, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam surat Al-
Hujurat ayat 13, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal.”

Catatan di Dalam Bus Menuju Chimgan


Mendengar penjelasan Pak Rustam (Pasha) di awal perjalanan dari alun-alun kemerdekaan di
Taskent soal penulisan mushaf Al-Quran yang amat menarik, pikiran kita dibawa mengembara
sampai ke berbagai penjuru dunia. Semuanya berawal dari penulisan mushaf pertama di era
Rasulullah saw. Pada waktu itu, dibentuk sebuah tim yang terdiri dari para hafiz penghafal Al-Quran,
sebagaimana tertulis dalam kitab Shahih Al-Bukhari, setidaknya tercantum tujuh nama, yaitu:
Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qal, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin
Sakan dan Abu Darda’. Lalu, setelah terjadinya Perang Yamamah, lahir gagasan untuk mulai
menyiapkan manuskrip dengan sistematika yang mampu menjaga otentisitas dan originalitas wahyu.

Menarik sekali, bahkan dengan ijtihad yang diniatkan untuk memudahkan umat mengerti dan
memahami isi Al-Quran yang semula dituliskan tanpa tanda baca apapun, mulai era Dinasti Umayyah
berkuasa pemberian tanda baca (syakal) berupa titik dan harakat (baris) dilakukan. Jadi, setelah 40
tahun umat Islam membaca Al-Quran tanpa ada syakal, yang artinya lebih didominasi oleh kekuatan
memori fotografik, dilakukan upaya untuk membantu umat membaca Al-Quran dengan lebih mudah
dan benar.

Pemberian titik dan baris pada mushaf Al-Quran ini dilakukan dalam tiga fase. Pertama, pada zaman
Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Saat itu, Mu’awiyah menugaskan Abdul Aswad Ad-Dauli untuk
meletakkan tanda baca (i'rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan
membaca.

Fase kedua, pada masa Abdul Malik bin Marwan (65 H), khalifah kelima Dinasti Umayyah itu
menugaskan salah seorang gubernur pada masa itu, yaitu Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, untuk
memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya. Misalnya, huruf ba' dengan
satu titik di bawah, huruf ta dengan dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas. Pada masa itu,
Al-Hajjaj minta bantuan kepada Nashr bin 'Ashim dan Hay bin Ya'mar.

Lambat laun berkembanglah ilmu Tajwid yang sebenarnya adalah suatu "tools" untuk menjaga
sistematika dan standar kita dalam membaca, mengerti, dan memahami Al-Quran agar tidak terjadi
misinterpretasi dan penyimpangan terhadap makna serta konteksnya. Dalam perjalanannya ilmu
Tajwid mengalami perkembangan pesat dan menjadi cabang ilmu yang juga melahirkan kepakaran
dan para pakarnya seperti Imam Al-Jazari dari Syams dan banyak lagi. Salah satu penginiasianya
adalah ayahanda dari Jenderal Tariq bin Ziyad yang amat masyhur di dunia Islam.

76 | P a g e
77 | P a g e
***

Setelah menjelaskan tentang mushaf Al-Quran, Pak Rustam juga menjelaskan tentang sejarah aliran
dalam Islam, Syiah, yang sangat objektif dan rasional. Dimulai dari kajian historiografi berawal dari
wafatnya Baginda Rasulullah saw. dan berkumpulnya para tokoh di Syaqifah Bani Saidah.

Akan tetapi, hal yang ingin saya bahas di sini justru keunikan dari kisah salah satu aliran Syiah yang
dinamakan sebagai Assasun. Menjadi unik karena dapat "diulik" melalui sudut pandang Neurosains.
Kondisi delusi yang sengaja diciptakan Hassan bin Saba, salah satu tokoh utama dalam sekte ini
barangkali adalah awal dari lahirnya metoda "cuci otak". Metoda penggunaan halusinogenik yang
dihibrid dengan pengondisian inderawi secara nyata menjadi menarik untuk dibahas.

Kondisi inilah yang mungkin dapat menjadi dasar ilmiah metoda "cuci otak" Hassan Al-Saba di
benteng Alamuth. Hassan Al-Saba salah satu warlord kuat pada era penghujung kekuasaan Dinasti
Fatimiyah yang chaos di Baghdad (sekitar 1050-an M) membangun kekuatan militernya sendiri di
pegunungan Alamuth (dengan benteng Sarang Rajawali) sebagai upaya untuk menggerogoti
kekuasaan dan pada gilirannya merebut kekuasaan yang sedang melemah.

Kehebatan seorang Hassan bukanlah karena ia mampu menggerakkan secara ideologi massa yang
besar sebagai pengikutnya, melainkan ia berhasil "memanipulasi" sekelompok kecil pemuda militan
menjadi "senjata mematikan", yang kelak dikenal sebagai assasin. Relevansi kisah Hassan dari
Alamuth ini dengan kondisi kekinian yang diwarnai dengan teror melalui penggunaan penganut
paham radikal yang militan sebagai "kurir" maut rupanya punya pola yang mirip dengan apa yang
dilakukan Hassan di Alamuth.

Hassan mungkin menguasai ilmu neurosains terapan yang mengeksplorasi peran opiad dan reseptor
opiadnya. Hassan memilih untuk menggunakan hasish, ekstrak tanaman Cannabis sativa sp. dengan
kandungan cannabinol berupa delta-9 hydrocannabinol. Efek dari THC ini sebagaimana pengguna
ganja atau marijuana, menghadirkan gangguan persepsi bunyi,visual, rasa atau hadirnya halusinasi,
perubahan mood, mereduksi nyeri, dan membuat "berani". Sebagaimana efek metenkephalin di
reseptor opiad otak, maka ada kecenderungan fatalistik untuk menyakiti diri sendiri.

Hassan Al-Saba mengumpulkan pemuda-pemuda dengan berbagai tekanan psikososial yang berat
dan didekati dengan pendekatan spiritual yang menjanjikan cara instan untuk mencapai
kebahagiaan. Untuk itu Hassan mengembangkan citra dirinya sebagai tokoh "pemegang kunci
surga", yang diberi otoritas langit dalam bentuk hak prerogatif untuk menentukan sesiapa saja calon
penghuni surga.

Maka, Hassan pun mengeksplorasi sisi-sisi lemah psikologis para pemuda binaan dan jamaahnya,
antara lain dengan metode framing (Amos Tsversky, Kahneman, dll) dan juga anchoring sehingga
tercipta persepsi yang diharapkan Hassan tentang figur Hassan di benak jamaahnya. Kemuliaan dan
kesucian yang diyakini pada akhirnya menimbulkan "trust". PFC berhasil dikelabui dan proses
delusional dapat dimulai.

Hassan menciptakan surganya sendiri berdasar persepsi keindahan persepsi inderawi pemuda-
pemuda jamaah dan pengikutnya. Wanita-wanita tercantik dari seluruh negeri (Irak dan Persia)

78 | P a g e
79 | P a g e
dikumpulkan, didandani, dan kelak diberi peran sebagai bidadari. Taman-taman nan indah dengan
sungai-sungai yang mengalir di bawahnya dan rumpun-rumpun perdu buah manis serta
menggiurkan dibuat di lembah tersembunyi Alamuth.

Sampailah tiba masanya satu persatu pemuda yang dipilih Hassan diberi Hashish agar mengalami
penurunan kesadaran, halusinasi atau delusional. Setelah itu pemuda tersebut dimasukkan ke dalam
taman Firdaus palsu, buatan Hassan. Tidak lama, semalam saja dan keesokan harinya pemuda itu
disadarkan kembali. Hassan Al-Saba juga barangkali dapat disebut sebagai salah satu bapak ilmu
anestesi!

Saat bangun dan "sakaw" tidak ada lagi yang diinginkan pemuda itu selain kembali ke "surga." Dan
Hassan menawarkan solusi cespleng, berjihad untuk kebesaran aliran Hassan dan mati dalam tugas.
Maka dikirimlah para pemuda "mabuk" surga itu untuk membunuh musuh-musuh politik Hassan.
Kenekatan dan keberanian serta senyum yang selalu meronai wajah mereka saat meregang maut,
menjadikan "hassasin" sekelompok pembunuh elit yang amat ditakuti dan menjadi legenda di
kawasan. Demikianlah kelihaian Hassan dalam memanipulasi sistem pengambilan keputusan
seseorang dengan memadukan pendekatan kognitif (learning and memory, serta believe system)
dengan pendekatan farmakologi.

Semoga saja sekelumit kisah Hassan ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita dalam menyikapi
perkembangan yang terjadi belakangan ini. Kesetiaan dan loyalitas yang menjadi bagian tidak
terpisahkan dari believe system dilambari cinta adalah suatu hal yang tertanam amat kuat.

Kisah lain yang dapat dicermati meski fiksi adalah cerita tentang Prabu Palgunadi, murid terpandai
Resi Durna alias Begawan Sokalima. Karena iri hatinya Arjuna, dia pun memohon kepada Durna agar
telunjuk Palgunadi dipotong. Tentu tujuannya agar Palgunadi tak lagi dapat memanah, karena ilmu
utama Resi Durna adalah memanah. Karena cinta dan loyalitas Palgunadi menuruti saja kehendak
gurunya tanpa bertanya. Demikianlah salah satu aspek kerja otak manusia.

Maka, sebagai penutup ternyata kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh manusia tidak hanya
tindakan langsungnya saja, melainkan dapat melalui kemampuan kita mempengaruhi kerja otak
orang lain.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman,
‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.” (QS Al-Baqarah, 2:30) ***

Catatan Kecil Penutup Perjalanan di Flight HY 541


Ditulis di atas ruang udara Thailand dekat Bangkok. Perjalanan pada hakikatnya adalah penelusuran
terhadap ruang dan waktu yang searah atau selalu maju. Seperti alam yang selalu mengembang
dalam teori ekspansi dan juga gambaran akhir dari satu dimensi alam yang kita tempati sebagaimana
yang digambarkan dalam Al-Quran, khususnya dalam surat Al-Infitar ayat 1-4. Saat langit terbelah
dan bintang berjatuhan, lautan meluap, dan kuburan terbongkar. Semua adalah antitesis dari

80 | P a g e
81 | P a g e
ketetapan dalam bentuk keteraturan yang kita kenal saat ini. Semua maju dan akan bermuara pada
yang satu.

Jika kita telaah dalam setiap proses penciptaan senantiasa disertai adanya perencanaan dan fungsi,
dalam pengertian yang luas, setiap elemen di alam semesta ini pasti terkait dan terikat dengan suatu
fungsi yang melekat pada kehadirannya. Seperti elektron yang berpasangan dengan positron, juga
proton dan netron di inti atom, bahkan di tingkatan konsep fermion dan bosson; setiap muon, gluon,
dan berbagai jenis quark dengan "flavor"nya semua memilki peran yang sedemikian indahnya jika
kita renungkan.

Seperti klorofil dengan kandungan atom Fe-nya, seperti juga cahaya matahari yang merupakan paket
quanta yang berisi foton kembara hasil eksitasi dari proses fusi hidrogen yang bertransformasi
menjadi Helium. Lalu di dalamnya berlaku dualisme partikel dan gelombang, sehingga dapat
menjalar di media ruang angkasa dan tiba di permukaan litosfera untuk diterima oleh daun sebagai
catudayanya berfotosintesa. Lalu air disedot (inilah mengapa tumbuhan berpembuluh seperti xylem
dan phloem) dan dipertemukan dengan karbondioksida yang disedot lewat stomata. Padahal
karbondioksida adalah gas buang dari hasil respirasi berbagai makhluk, termasuk manusia. Juga dari
hasil emisi gas buang, yang juga merupakan produk antropogenik, alias dibuat dan digunakan oleh
manusia. Daun melakukan fotosintesa saat kerinduannya tertuntaskan ketika datang cahaya
pertama sang kembara angkasa. Oksigen pun dihasilkan demikian pula gula atau glukosa. Semua
menjalankan fungsi dan berkontribusi pada suatu segmen dan dimensi sistem yang tentu saja saling
mempengaruhi.

Allah tidak pernah menciptakan sesuatu dengan kesia-siaan. Rabbana mâkhalaqta hâdza bâthilan.
Sampai dengan ukuran zarah sekalipun, semua memiliki fungsi, faman ya'mal misqâla zarratin
khairayyarah. Maka, percakapan semalam di Taskent antara Pak Rustam, Dr. Iwan, Kang Harry, dan
Pak Didin yang saya simak, sungguh teramat merdu terorkestrasi di pikiran saya. Melompat-lompat
ruang dengan tempo yang berubah-ubah. Ada staccato, ada andante, ada intensitas sangat subtil
lembut menyentuh seperti forte pianissimo dan tiba-tiba pecah dalam gelegar tawa saat
pembicaraan masuk ke persoalan Iphone baru Babang Tamvan Sunnat Sakti yang membuat
kesaktiannya berganti dengan kesetresan.

Betapa Tunnus Alalunga, Maguro, sampai bagian Chutoro, dan Ottoro yang paling mahal dijual di
pasar ikan Tsukiji, bisa "berenang" sampai ke gas alam di Natuna, Tangguh, dan juga Qatar sana. Soal
kalori yang dihasilkan dalam besaran British Thermal Unit yang berbeda antara metana (nyaris 90%
komposisi gas alam cair) dengan butana, etana, dan propana. Lalu partitur dari komposisi orkestra
obrolan masuk ke Teluk Wondama di Papua Barat sana yang sukunya berkulit putih dan berbeda
dengan ras melanoid Pasifik yang banyak bermukim di Papua dan Nugini sampai Tonga dan Samoa.
Tanpa sadar setiap partikel dan elemen yang terlibat dalam satu sesi orkestrasi kehidupan itu saling
berinteraksi.

Dan, inilah yang dengan indah sekali dikatakan Pak Rustam di kereta gantung ski Gunung Chimgan,
"Tidak hanya bentang alam, rupa bumi, vegetasi, dan iklim yang diciptakan berbeda-beda, tetapi
juga manusia ..."

Hal ini sebagaimana termaktub dalam surat Al-Hujurat ayat 13:

82 | P a g e
83 | P a g e
‫اس أَيُّ َها َيا‬ َْٰ َ‫شعُوبًا َو َج َعلنَا ُكمْ َوأُنث‬
ُْ َ‫ى ذَكَرْ مِ نْ َخلَقنَا ُكمْ ِإنَا الن‬ َْ ‫ارفُوا َوقَ َبا ِئ‬
ُ ‫ل‬ َْ ‫اّلل عِن ْدَ أَك َر َم ُكمْ ِإ‬
َ ‫ن ْۖ ِلت َ َع‬ َِْ ْ‫ن ْۖ أَتقَا ُكم‬
َْ ‫اّللَ ِإ‬
َْ ْ‫علِيم‬
َ ْ‫َخ ِبير‬

“Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Maka, masih kata Pak Rustam, kita selayaknya mengedepankan utilitas fungsional secara utuh yang
tercermin dalam sifat substitutif (saling mengisi dan menggantikan peran), komplementatif (saling
melengkapi), dan augmentatif (memperkaya khazanah dan kemampuan).

Maka, dari sifat dasar yang dijembatani kemampuan membangun konstruksi interaksi lewat potensi
membangun komunikasi (al-bayan dalam surat Ar-Rahman) kita dapat berkolaborasi dan
bekerjasama menghasilkan produk kebaikan serta peradaban melalui mekanisme ko-kreasi. Sesuai
dengan fungsi kita sebagai Khalifah yang bertugas menghasilkan rahmat bagi semesta sekalian alam.

Maka, perjalanan dan harapan Pak Rustam di bus ke Chimgan bahwa saat ba'da Subuh dapat
menjadi media sosial yang sesungguhnya dalam membangun ukhuwah produktif, sebenarnya adalah
salah satu peluang emas bagi kita untuk belajar melalui serangkaian proses observasi, interaksi, dan
diskusi. Tadabur, tafakur, dan tasyakur. Perjalanan selalu menghasilkan pengalaman yang juga selalu
dapat menjadi pelajaran. Dari apa yang kita lihat, dengar, dan rasa.

Dari jejak kuliner kita dapat menelusuri karakter manusia dari suatu bangsa, karena makanan dan
jenis makanan adalah salah satu bentuk adaptif terhadap lingkungan. Persis seperti "protes" Babang
Tamvan Sunnat Sakti saat ditanya Dr. Novi soal konsumsi daging dan kurangnya makan ikan. Sunnat
berargumen bahwa faktor iklim berperan dalam preferensi makanan. Ada benarnya memang,
karena makanan adalah sumber energi, asam amino pembangun jaringan tubuh, asam inosinat yang
memberi sentuhan "rasa", serta berbagai elemen yang hasilkan sensasi umami di indera pengecap
dan penghidu kita.

Akan tetapi, manusia memang akan mencari nutrisi sesuai dengan kebutuhan fisiologinya yang
paling hakiki. Maka kini telah berkembang berbagai riset nutrigenomik yang dapat memetakan
hubungan antara profil genetik dengan asupan nutrisi, termasuk kaitannya dengan mekanisme
epigenetik dan proses metilasi di dalamnya. Menarik sekali!

Dalam konteks ini jalur sutra merupakan living laboratory yang menarik sekali, banyak kabilah dari
berbagai kultur peradaban berinteraksi di sini. Caravan Sarayi dan pekuburan langit mungkin dapat
menjadi saksi arkeologis tentang membaur dan berasimilasinya berbagai nilai dan jalan hidup
berbagai komunitas manusia saling berinteraksi dan mengukur serta menakar agar hubungan setara
dan terkendali.

Sampai tadi pagi saat sarapan di Touris Inn Taskent, Pak Rustam masih berkeyakinan bahwa
pembiasaan atau habituasi dapat merubah manusia. Saya sampaikan bahwa ini konteksnya adalah
psikogenomik, gen dan sel neuron otak pun bahkan kini diketahui sebagian bersifat plastis dan
adaptif terhadap pajanan yang diberikan. Tentu termasuk asupan nutrisi dan gaya hidup yang dipilih
untuk dilakukan.

84 | P a g e
85 | P a g e
Maka, fakta ini seolah menjadi penguat saat kita berdiskusi tentang takdir yang dinamis dan
kewajiban kita untuk mengubah nasib sesuai dengan kapasitas dan kemampuan. Sebagai ilustrasi,
interaksi kita yang berlangsung hampir satu minggu ini tentu telah menghasilkan dinamika
neurotransmiter (zat kimia penghubung di otak kita). Kadang dopamin meningkat karena kita
mendapat "kejutan yang menggembirakan". Kadang serotonin yang meningkat karena kita merasa
berada dalam kehangatan dalam kebersamaan yang menenangkan. Dan, ada waktunya juga
oksitosin atau bonding hormone yang meningkat, karena di antara kita telah tumbuh rasa cinta dan
kasih sayang yang berimplikasi ada rasa ingin saling membantu dan melindungi.

Itu yang saya rasakan. Bagaimana dengan Oom, Tante, Akang, Teteh, dan Adik-adik? Saya kira sama
ya! Beberapa hari lagi, gegara oxytocin withdrawl kayaknya kita akan kena sindroma 4S deh: sono
sareng sobat safar. ***

Tembok Zulkarnain
Di wilayah pegunungan Kaukasus terdapat legenda tentang gerbang atau tembok Zulkarnain.
Tembok yang dibuat dari logam dengan teknologi alloy. Jika yang membuat adalah sosok Dzul
Qarnain dan sudah menggunakan teknologi alloy, peradaban pada masa itu tentulah sudah sangat
berkembang pesat.

Dzul Qarnain sendiri berupaya mencegah keluarnya satu kaum ke peradaban. Adapun upaya yang
dilakukan adalah dengan mengisolasi kaum tersebut dengan cara menutup jalan keluar dari
habitatnya. Dzul Qarnain kemudian membendung jalan lewat itu dengan bijih besi yang dipanaskan
yang dilapisi dengan lelehan tembaga. Penghalang Ya’juj dan Ma’juj merupakan dua pegunungan
dan sebuah celah di antaranya yang ditutup (radm) oleh Dzul Qarnain. Ketika dinding penghalang itu
runtuh, kaum perusak dan penindas itu akhirnya bisa keluar lembah yang mengurung mereka dan
kemudian bertebaran di seluruh penjuru bumi seperti gelombang lautan dan memasuki semua
bangsa dan agama.

Dikurungnya Ya’juj dan Ma’juj ini dalam sebuah bentuk seperti kerang (shadafain) begitu menyentak
karena lanskap dan topografi pegunungan Kaukasus bentuknya memang demikian. Tembok besi
penghalang ini kini sudah tidak ada, sudah menjadi reruntuhan. Di dalam Al-Quran, surah Al-Kahfi
ayat 93-98, dikisahkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj adalah bangsa kuat yang perusak dan penindas.
Bangsa yang menjadi korbannya meminta Dzul Qarnain untuk membuat tembok penghalang
(saddan) dari celah pegunungan yang bisa dilewati. ***

86 | P a g e
87 | P a g e
88 | P a g e
89 | P a g e
90 | P a g e
91 | P a g e
92 | P a g e
93 | P a g e
94 | P a g e
95 | P a g e
96 | P a g e
97 | P a g e
98 | P a g e
99 | P a g e
100 | P a g e
101 | P a g e
102 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai