Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KEMANUSIAAN DALAM PERSPEKTIF DAKWAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah


Isu-Isu Dakwah Kontemporer

Dosen Pengampu :
Dr. H. Achmad Murtafi Harits, M.Fil. I

Disusun Oleh :
Moch. Ainul Yaqin
NIM : 02040723018

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan karunia
yang tidak terhingga sehingga penyusunan makalah ini terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu. Shalawat dan salam kepada junjungan alam Nabi besar
Muhammad SAW. Rasulullah sebagai teladan hidup yang terang bagi umat
manusia di dunia dan di akhirat.

Makalah ini membahas tentang “Kemanusiaan Dalam Perspektif


Dakwah”. Saya sadar bahwa penyusun makalah ini sangatlah jauh dari
kesempurnaan, maka dari ini saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca serta
menjadi amal sholeh dan diterima disisi Allah SWT. Aamiin.

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7
A. Korelasi Dakwah dan Kemanusiaan........................................................7
B. Dakwah Kemanusiaan di Era Globalisasi.............................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................13
A. Kesimpulan...............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemanusiaan selalu menjadi bahan pembahasan dalam setiap fase sejarah
kehidupan dunia. Hal ini selaras dengan sifat dari manusia itu sendiri, yang seiring
perkembangan zaman manusia mulai menyadari bahwa mereka membutuhkan
satu sama lain.1 Sifatnya sebagai makhluk sosial menjadikan manusia saling
mengerti dan memahami atas keberagaman yang ada. Di satu sisi, secara sukarela
mereka meningkatkan kepekaan dan harus menurunkan ego-nya. Namun di sisi
lain, sebagian tetap berusaha ingin mendominasi dan melakukan penindasan.

Sejak zaman manusia pertama diciptakan hingga sekarang, aspek


kemanusiaan selalu muncul di setiap kejadian atau peristiwa. Seperti kisah Nabi
Adam A.s yang menyesal, bertaubat, dan bertanggung jawab atas perbuatan
terlarang yaitu memakan buah khuldi (Q. S. Thaha: 120-122), kemudian
keputusan Qabil setelah peristiwa pembunuhan pertama umat manusia, dengan
mencontoh perilaku burung gagak dalam menguburkan jasad saudaranya (Q. S.
Al-Ma’idah: 27-31). Zaman berlalu hingga saat ini, manusia dengan segala
kemajemukannya tetap berusaha menampakkan reaksi penolakan terhadap
perampasan hak-haknya dalam berbagai cara dalam koridor perikemanusiaan.

Pada era globalisasi seperti saat ini, manusia mengalami kemajuan dalam
menerima informasi dan berkomunikasi. Berbagai teknologi mutakhir membantu
peran manusia dalam seluruh aktifitasnya. Jarak dan waktu bukan lagi menjadi
sebuah hambatan pada era Global Village. Namun, hal tersebut juga berdampak
pada terhambatnya suasana emosional, spiritual, terutama sosial. Oleh karena itu,
dalam era informasi yang mengglobal ini kecerdasan-kecerdasan emosional,
spiritual, dan sosial dapat terhambat. Padahal dalam kehidupan bermasyarakat hal
tersebut sangat dibutuhkan.2

1
Fadillah Iffah, Yuni Fitri Yasni, Manusia Sebagai Makhluk Sosial, lathaif: Literasi Tafsir, Hadis
dan Filologi, Vol. 1 (1), 2022
2
Sulistyarini, Pentingnya Pendidikan Humanistik Di Era Globalisasi, (PIPS, FKIP, Universitas
Tanjungpura, Pontianak).

4
Dalam keberadaannya, manusia menjadi makhluk Allah Subhanahu Wa
Ta’ala yang diberi amanah untuk mengelola bumi. Allah Swt. berfirman:

‫ِف‬ ‫ِس ِف‬ ‫ِف‬ ‫ِل‬ ‫ِع ىِف‬ ‫ِل ٰۤل ِة‬ ‫ِا‬
‫َو ْذ َقاَل َرُّبَك ْلَم ِٕىَك ِ اْيِّن َج ا ٌل اَاْلْر ِض َخ ْيَفًةۗ َقاُلْٓو ا َاْجَتَعُل ْيَه ا َمْن ُّيْف ُد ْيَه ا َوَيْس ُك الِّد َم ۤا َوْحَنُن ُنَس ِّبُح‬
‫َۚء‬

‫َحِبْم ِدَك َو ُنَق ِّد ُس َلَك ۗ َقاَل ِاِّن َاْع َلُم َم ا اَل َتْع َلُمْو َن‬

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:


"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (QS.
Al-Baqarah: 30).

‫ِاَّنا َعَرْضَنا اَاْلَم اَنَة َعَلى الَّسٰم ٰو ِت َواَاْلْر ِض َواِجْلَباِل َفَاَبَنْي َاْن ْحَّيِم ْلَنَه ا َوَاْشَفْق َن ِم ْنَه ا َوَمَحَلَه ا اِاْل ْنَس اُۗن ِا َّٗنه َك اَن َظُلْوًم ا‬

‫َجُهْوًل‬

“Sesungguhnya kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan


gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya ia (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh.” (QS Al-Ahzab: 72).

Dalam tafsir Kementerian Agama RI 3 disebutkan sesungguhnya Allah


telah menawarkan tugas-tugas keagamaan kepada langit, bumi, dan gunung-
gunung. Karena ketiganya tidak mempunyai persiapan dan enggan untuk
menerima amanat yang berat itu. Kemudian, ditawarkan kepada manusia dan
mereka menerimanya dengan konsekuensi barang siapa yang melaksanakan itu
akan diberi pahala dan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, barangsiapa yang
mengingkari akan disiksa dan dimasukkan ke dalam api neraka.

Walaupun paling lemah dibandingkan dengan ketiga makhluk yang lain


(langit, bumi, dan gunung-gunung), manusia berani menerima amanat tersebut
karena manusia mempunyai potensi. Tetapi, karena pada diri manusia terdapat

3
https://quranhadits.com/quran/33-al-ahzab/al-ahzab-ayat-72/ , diakses tanggal 19 Februari 2024

5
ambisi, hawa nafsu, dan syahwat yang sering mengelabui mata dan menutup
pandangan hati sehingga Allah Swt. menyebutnya dengan amat zalim dan bodoh
karena kurang memikirkan akibat-akibat dari penerimaan amanat itu.

Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara dakwah dan


kemanusiaan, memahami bagaimana nilai-nilai spiritual dan moral yang
terkandung dalam dakwah dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam
memperjuangkan kesejahteraan manusia secara menyeluruh. Dengan
mempertimbangkan konteks global yang sering kali dipenuhi dengan ketegangan
dan konflik, kami akan menggali pemahaman tentang bagaimana dakwah dapat
menjadi sarana untuk membangun kedamaian, memperjuangkan hak asasi
manusia, serta meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab sosial dalam
masyarakat.

B. Rumusan Masalah
- Bagaimana hubungan dakwah dan pengaruhnya terhadap kemanusiaan di
era globalisasi?

C. Tujuan Penelitian
- Untuk mengetahui hubungan dakwah dan pengaruhnya terhadap
kemanusiaan di era globalisasi

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Korelasi Dakwah dan Kemanusiaan
Dakwah merupakan suatu kebutuhan mutlak bagi manusia. Kebutuhan
manusia terhadap dakwah boleh dibilang sebagai “investasi berjangka”
(investment expect) umat manusia demi kelangsungan hidup di masa mendatang.
Melalui dakwah, kehidupan manusia akan senantiasa dibimbing agar sejalan
dengan prinsip Islam. Sesuai dengan makna dari dakwah itu sendiri yaitu
seruan/ajakan yang menuju pada tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Tujuannya untuk
menjauhkan manusia dari tindak kekacauan atau kerusakan menuju keteraturan
dan kedamaian.

Dakwah seringkali diidentikkan dengan aktivitas tabligh melalui mimbar


masjid dan majelis taklim. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi,
membuat aktivitas tabligh menjadi pilihan dakwah yang semakin semarak di
tengah masyarakat. Dakwah sesungguhnya tidak hanya dilakukan melalui
penyampaian lisan. Aksi-aksi kemanusiaan yang dilakukan baik oleh individu
maupun kelompok/organisasi juga merupakan bagian dari dakwah karena terkait
dengan kemaslahatan umat yang didasarkan pada prinsip kemanusiaan.4

Manusia sebagai makhluk sosial yang menghendaki interaksi


memunculkan perbedaan pendapatan atas pembenaran keyakinan dapat
menyebabkan terjadinya konflik. Maka diperlukannya aturan antar manusia tentu
memiliki tujuan yaitu kemanusiaan. Banyaknya krisis kemanusiaan di dalam
maupun di luar negeri seperti bencana alam, konflik antar negara atau golongan
dan agama, seringkali memunculkan persoalan kemanusiaan yang seakan tidak
pernah berhenti untuk diselesaikan. Meski peradaban dalam konteks ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mengalami kemajuan yang luar biasa, pada
kenyataannya hal ini tidak serta merta membawa kedamaian bagi umat manusia.

4
Rubiyanah, dakwah berbasis kemanusiaan: studi terhadap aksi kemanusiaan MER-C Indonesia
di Gaza dan Lombok, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019

7
Di berbagai penjuru dunia kini masih sering terjadi konflik, peperangan dan
bahkan terorisme.5

Kegiatan dakwah yang mengutamakan kemampuan kreativitas perilaku


da'i secara luas atau yang dikenal dengan action approach atau perbuatan nyata
(bil-haal). Dakwah juga hadir sebagai solusi atas berbagai masalah kemanusiaan
seperti kemiskinan, konflik, peperangan, bencana alam, dll. Sesuai dengan visi
agama Islam adalah menjadikan siapapun yang mengamalkan ajaran Islam
mendapatkan ridha dari Allah Swt. Serta keselamatan mengiringi setiap
langkahnya baik di dunia maupun di akhirat dan terhindar dari siksa neraka (Q.S
Al Baqarah ayat 201).

Dakwah bil-hal merupakan upaya dakwah dengan melakukan perbuatan


nyata, tentunya wujudnya beraneka ragam, dapat berupa bantuan yang diberikan
pada orang lain baik bantuan moril maupun materiil sebagaimana firman Allah:

.… ‫َوَم ا َلُك ْم اَل ُتَٰق ِتُلوَن ىِف َس ِبيِل ٱلَّلِه َوٱْلُمْس َتْض َعِف َني ِم َن ٱلِّرَج اِل َوٱلِّنَس ٓاِء َوٱْلِوْلَٰد ِن‬

"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang
yang lemah baik laki-laki, wanita dan anak-anak..." (Q. S An-Nisa’: 75). Dalam
ayat ini terdapat dorongan yang kuat agar kaum muslimin membela (rnembantu)
saudara-saudaranya yang lemah (mempunyai beban masalah) dengan cara
mengetuk pintu hati setiap orang yang memiliki perasaan dan berkeinginan baik.6

Menurut Jamaluddin Al- Qasimiy7 membantu yang lemah maksudnya


adalah membantu membebaskan orang muslim yang lemah dan sedang
menghadapi masalah (kesulitan, ketakutan dan kesusahan) serta menjaganya dari
ancaman musuh. Masalah yang dihadapi berhubungan dengan kesusahan hidup
baik bersifat materi maupun non materi. Pernyataan ini diperkuat dengan sabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dalam sebuah hadits:

"Orang Islam itu bersaudara, maka janganlah seorang Islam menganiaya


saudaranya dan jangan membiarkannya tersiksa. Barang siapa memenuhi hajat
saudaranya, maka Allah akan memenuhi hajatnya. Barang siapa yang
5
Masykuri Abdillah, Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia.
6
https://tafsirweb.com/1607-surat-an-nisa-ayat-75.html
7
Jamaluddin Al- Qasimiy, Mahaasin at‐Ta’wiil fii Tafsiir Al‐Qur’an Al‐Kariim.

8
membantu mengatasi kesulitan orang lain maka Allah akan melepaskan
kesulitan-kesulitan di hari kiamat dan siapa menutupi aib seorang muslim
niscaya Allah menutupinya dihari kiamat". (HR Bukhari Muslim)

Dalam hadits ini jelas sekali bahwa membiarkan sesama muslim teraniaya adalah
berdosa dan membantu mereka keluar dari persoalan adalah ibadah yang bernilai
dakwah, Termasuk membantu saudara kita dalam mengatasi kesulitan juga
mempunyai nilai ibadah yang berkonotasi dakwah.

Islam menghadirkan keselamatan, kedamaian, dan tuntunan hidup dunia


dan akhirat melalui teladan Rasulullah Saw. antara lain mengutamakan
kemaslahatan, menolak kemudharatan, beliau mampu mendudukkan Agama dan
Sosial secara berdampingan, saling menyempurnakan dalam bentuk “Piagam
Madinah”. Oleh karena itu, dakwah mencoba menyebarkan kepada manusia
seluas-luasnya agar mereka merasakan eksistensi dari islam dan muslim. Namun
harus dengan cara yang baik. Implementasi ajaran Islam yang mengarahkan
kematangan seseorang dalam menganut ajaran Islam sehingga menemukan ‘rasa
esensial’ dalam membangun hubungan dengan Allah Swt. dalam praktek ritual
ibadah, yang seharusnya menumbuhkan jiwa humanis dan harmonis pada
sesamanya (hablun minannas).

Dari berbagai uraian mendasar tentang agama, Dakwah Islam, tuntunan


Al-Qur’an, dan teladan Rasulullah SAW jelas sekali bahwa esensi ajaran agama
Islam penuh dengan nilai kemanusiaan. Menghindari kemafsadatan diutamakan,
dari pada mendapatkan kemaslahatan. “dar’ul mafasid muqoddamun ala jalbil
masholikh”. Pemahaman ajaran agama yang dangkal menyebabkan
implementasinya yang tidak bisa menyentuh pada ranah Ihsan. Ajaran agama
Islam yang seharusnya menjadi pendamai “ummatan wasathon”. Islam
memberikan tuntunan dakwah secara bertahap dengan isyarat ayat “ud’u Ilaa
sabili rabbika bil hikmati wa mau’idzotil hasanah”, pada ayat lain disebutkan
“wajaadilhum billati hiya ahsan”, dan berdakwahlah dengan cara yang bijaksana
dan pitutur yang baik.

Jika sudah Islam dan Iman, maka menyempurnakan untuk sampai tahap
Ihsan menjadi penting. Karena dengan pemahaman ajaran agama Islam yang

9
komprehensif akan berbuah pada manifestasi nilai kemanusiaan dalam beragama.
Jalur menuju tahapan Ihsan untuk menghadirkan nilai kemanusiaan bisa dilakukan
dengan pendalaman ajaran agama Islam tidak sekedar tekstual, tapi juga harus
kontekstual. Kebenaran yang diyakini harus diuji secara empiris dan historis,
sehingga keberadaannya menjadi “sholihun fi kulli zamanin wa makanin”, adaptif
dalam semua waktu dan tempat.

Referensi keyakinan dan kebenaran (iman) harus diteliti orisinalitas matan dan
perawinya dari segala perspektif baik dari keilmuan, maupun pola implementasi
amaliyah keagamaanya. Pada akhirnya, keyakinan bahwa memunculkan nilai
kemanusiaan dalam beragama adalah bagian dari menjaga kelestarian dan
menagakkan ajaran agama.

B. Dakwah Kemanusiaan di Era Globalisasi


Perkembangan saat ini di bidang informatika, multimedia elektronika
dengan teknologi digitalnya. Penggunaan teknologi ini dapat menghambat
suasana emosional, spiritual, terutama sosial. Oleh karena itu, dalam era informasi
yang mengglobal ini kecerdasan-kecerdasan emosional, spiritual, dan sosial dapat
terhambat. Padahal dalam kehidupan bermasyarakat, kecerdasan-kecerdasan
tersebut sangat fungsional, Penerapan, pengembangan, dan pemanfaatan teknologi
sudah menjadi bagian hidup yang tidak terhindarkan. Namun demikian, tentunya
jangan sampai membajak hakikat manusia sebagai makhluk sosial, emosional dan
spiritual. Sehingga dalam hal ini perlu adanya suatu upaya untuk membina wadah
serta suasana mewujudkan manusia yang memiliki “sense of crisis” tinggi, sifat
dan sikap kebersamaan, kepedulian sosial sebagai umat ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa.

Manusia merupakan makhluk yang multidimensioal, bukan saja karena


manusia sebagai subjek yang secara teologis memiliki potensi untuk
mengembangkan pola kehidupannya (Q. S Al-Jatsiyah, 13), tetapi juga sekaligus
menjadi objek dalam keseluruhan macam dan bentuk aktivitas dan kreativitasnya.
Dengan demikian, bentuk dan sistem aspek-aspek kehidupan manusia senantiasa
harus dikonstruksi di atas konsepsi manusia itu sendiri. Proses tersebut adalah
membangun karakter kemanusiaan dalam diri manusia, yang menghargai harkat

10
dan martabat manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, dengan berbagai
anugerah kelebihan. (Q. S At-Tin ayat 4).

Dakwah memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan sosial


masyarakat dengan berbagai ragam fenomena dan fakta-fakta sosial yang ada di
dalamnya. Masyarakat sebagai obyek dakwah, secara sosiologis pasti akan
mengalami perubahan dalam berbagai bidang, seperti bidang sosial, ekonomi,
ilmu pengetahuan, teknologi dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan yang
terjadi bisa berbentuk positif dan juga bisa negatif. Perubahan sosisal yang terjadi
akan menyebabkan pengaruh pada perilaku anggota masyarakat, misalnya dari
cara berinteraksi (bergaul) dan adaptasi (peniruan cara baru) yang dapat
menimbulkan akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan serta berdampak buruk
terhadap masyarakat.8

Dalam QS. Ali Imran:110; Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫ُكْنُتْم َخ ْيَر ُاَّم ٍة ُاْخ ِرَج ْت ِللَّناِس َتْأُمُرْو َن ِباْلَم ْع ُرْو ِف َو َتْنَه ْو َن َعِن اْلُم ْنَك ِر َو ُتْؤ ِم ُنْو َن ِبالّٰلِهۗ َو َلْو ٰاَمَن َاْه ُل اْلِكٰت ِب َلَك اَن‬

‫َخ ْيًرا ُهَّلْم ۗ ِم ْنُه ُم اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن َوَاْك َثُرُه ُم اْلٰف ِس ُقْو َن‬

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (selama)
kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan
beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang fasik.”9

Tiga muatan nilai yang terkandung dalam firman Tuhan tersebut,


meng-karakterisasikan ilmu sosial profetik. Dengan kandungan nilai-nilai
(amar ma’ruf), (nahi munkar) dan (tu’minūna billāh), tujuan amar ma’ruf adalah
memanusiakan manusia. Kita tahu bahwa kita sekarang mengalami proses
dehumanisasi karena masyarakat industrial kita menjadikan kita sebagai
bagian dari masyarakat abstrak tanpa wajah kemanusiaan. Kita mengalami
objektivasi ketika berada di tengah-tengah mesin politik dan mesin-mesin

8
Ali Imran, “Dakwah dan Perubahan Sosial,” Hikmah: Jurnal Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Islam 6, no. 1 (2012): 21
9
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/3?from=110&to=110

11
pasar. Ilmu dan teknologi juga telah membantu kecenderungan reduksionistik
yang melihat manusia dengan cara parsial. nahi munkar adalah pembebasan
bangsa dari kekejaman kemiskinan, keangkuhan teknologi, dan pemerasan
kelimpahan. Kita menyatu rasa dengan mereka yang miskin, mereka yang
terperangkap dalam kesadaran teknokratis dan mereka yang tergusur oleh
kekuatan ekonomi raksasa. Kita ingin bersama-sama membebaskan diri dari
belenggu-belenggu yang kita bangun sendiri. Tujuan tu’minūna billāh
adalah menambahkan dimensi transendental dalam kebudayaan. Kita sudah
banyak menyerah kepada arus hedonisme, materialisme, dan budaya yang
dekaden. Kita percaya bahwa sesuatu harus dilakukan, yaitu membersihkan diri
dengan mengingatkan kembali dimensi transendental yang menjadi bagian
sah dari fitrah kemnanusiaan. Kita ingin merasakan kembali dunia ini
sebagai rahmat Tuhan. Kita ingin hidup kembali dalam suasana yang lepas
dari ruang dan waktu, ketika kita bersentuhan dengan kebesaran Tuhan.10

Amar ma’ruf dapat berarti misi humanisasi yaitu misi yang


memanusiakan manusia, mengangkat harkat hidup manusia, dan menjadikan
manusia bertanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakan., dari yang
sangat individual seperti berdoa, berzikir dan salat, sampai yang semi
sosial, seperti menghormati orang tua, menyambung persaudaraan, dan
menayntuni anak yatim, sampai yang bersifat kolektif seperti mendirikan
clean government, mengusahakan jamsostek, dan membangun sistem social
security. Untuk itu kita memakai kata humanisasi artinya memanusiakan
manusia; menghilangkan “kebendaan”, ketergantungan, kekerasan, dan
kebencian dari manusia.

Nahi munkar disebut juga, mencegah kerusakan, melarang pembunuhan,


memberantas judi, menghilangkan riba, sampai membela nasib orang yang
terdzhalimi dan mengusir penjajah. Untuk itu kita memakai kata liberasi
artinya “pembebasan”, diartikan sebagai misi liberasi. Yaitu, misi membebaskan
manusia dari belenggu keterpurukan dan ketertindasan. semuanya dengan
konotasi yang mempunyai signifikansi sosial. Termasuk HAM, yakni hak-hak

10
Kuntowijoyo, Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi, Ed. Baru. (Cet. I: Bandung:
Mizan) hal. 98-99

12
yang melekat pada semua manusia, tidak membedakan kebangsaan, tempat
tinggalnya, jenis kelaminnya, asal usul kebangsaaan dan etnisitas, warna kulit,
agama atau keyakinan, bahasa, atau status-status lainnya. UU No. 39 Tahun 1999
memberikan pengertian bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian penghormatan
terhadap HAM adalah mutlak dan menjadi salah satu ukuran dalam pembentukan
hukum.

Sedangkan Tu’minūna billāh dalam al-Quran mempunyai arti khusus,


yaitu hubungan dengan Allah Swt. diartikan sebagai misi transedensi. Yaitu,
manifestasi dari misi humanisasi dan liberasi yang diartikan sebagai kesadaran
ilahiyah yang mampu menggerakkan hati dan bersikap ikhlas terhadap segala
yang telah dilakukan.11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ajaran Islam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Allah Swt.
memerintahkan orang mukmin untuk berusaha menerapkan Islam secara
menyeluruh dan melarang untuk mengikuti langkah setan yang menyuruh kepada
keburukan, kekejian, dan mengatakan apa yang tidak diketahui tentang Allah Swt.
Namun, jika manusia tergelincir setelah nampak bukti yang nyata maka Allah
Swt. memperingatkan manusia dari awal penciptaannya yang fitrah, berasaskan
ketauhidan yang cenderung menerima hal-hal baik dan menolak hal-hal buruk.
Sehingga lahir di dunia membawa nilai-nilai kemanusiaan sebagai bekal khalifah
atau penguasa yang menjadi tugas manusia untuk mengelola dan merawat bumi.

11
Baso Hilmy, Islam Dan Dakwah Sosial Kemanusiaan, Jurnal Dakwah Tabligh, Vol. 16, No 2.
Desember 2015: 202-206202

13
Manusia mendapatkan status tertinggi yakni sebagai ‘pengganti’ Allah di
bumi selama tetap berlaku adil, tidak mengikuti hawa nafsu yang menyebabkan ia
tersesat. Selain itu juga mengemban amanah dakwah dengan tanpa paksaan,
karena setiap manusia dibekali akal untuk bisa membedakan dan telah jelas jalan
yang benar dari yang sesat. Maka beruntunglah orang-orang yang sanggup
berpegang teguh pada ajaran Islam hingga akhir hayatnya.

Kemuliaan manusia terutama terletak pada kelengkapan fitrahnya


dibandingkan makhluk yang lain. Dengan akalnya manusia dapat menaklukkan
dunia ini. Namun, hal tersebut tidak akan terus bertahan hingga dibawa
menghadap ke hadiran Allah Swt. Disinilah manusia sangat membutuhkan agama
yang dapat dijadikan sebagai kendali di dalam memanfaatkan bekal-bekal
fitrahnya. Agama bisa mengarahkan manusia bagaimana seharusnya bersikap dan
berperilaku sehingga manusia akan tetap menjadi makhluk yang terbaik dan
kembali kepada Allah dalam keadaan Muslim (berserah diri kepada-Nya).
Agamalah yang dapat menjamin manusia memiliki moral atau karakter mulia
sehingga manusia menjadi mulia di hadapan Allah dan di hadapan manusia serta
makhluk lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri. 2011. Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia.


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ali Imran, 2012. “Dakwah dan Perubahan Sosial,” Hikmah: Jurnal Ilmu Dakwah
dan Komunikasi Islam 6, no. 1.
https://quran.kemenag.go.id/quran/per-ayat/surah/3?from=110&to=110 , diakses
tanggal 19 Februari 2024
https://quranhadits.com/quran/33-al-ahzab/al-ahzab-ayat-72/ , diakses tanggal 19
Februari 2024
https://tafsirweb.com/1607-surat-an-nisa-ayat-75.html , diakses tanggal 19
Februari 2024
Iffah, Fadillah. Yuni Fitri Yasni, 2022. Manusia Sebagai Makhluk Sosial, lathaif:
Literasi Tafsir, Hadis dan Filologi, Vol. 1 (1).
Jamaluddin Al- Qasimiy. Mahaasin at‐Ta’wiil fii Tafsiir Al‐Qur’an Al‐Kariim.
Kuntowijoyo, 2008. Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi, Ed. Baru. (Cet.
I: Bandung: Mizan)
Rubiyanah, 2019. dakwah berbasis kemanusiaan: studi terhadap aksi
kemanusiaan MER-C Indonesia di Gaza dan Lombok, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Sulistyarini, 2010. Pentingnya Pendidikan Humanistik Di Era Globalisasi, (PIPS,
FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak).
Baso Hilmy, Islam Dan Dakwah Sosial Kemanusiaan, Jurnal Dakwah Tabligh,
Vol. 16, No 2. Desember 2015: 202-206202

15

Anda mungkin juga menyukai