Anda di halaman 1dari 7

Resume Materi Perkuliahan Etika Bisnis & GCG Pertemuan ke - 15

Judul Materi : Implementasi Praktek GCG (Korupsi)


Nira Happy Hafifah / 0220104085

A. Pengertian Korupsi

Pengertian Korupsi menurut UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri,
orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara

Secara gamblang dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, tindak pidana korupsi di
jelaskan dalam 13 pasal. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 30 (tiga
puluh) bentuk/jenis tindak pidana korupsi, dan dari 30 (tiga puluh) jenis tindak pidana korupsi pada
dasarnya dikelompokkan dalam 7 kelompok pidana korupsi dan Tindak pidana lain yang berkaitan
dengan tindak pidana korupsi, yakni sebagai berikut :

7 Kelompok Pidana Korupsi

1) Merugikan keuangan negara


a. Melawan hukum dan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi dan dapat merugikan keuangan negara
b. Menyalahgunakan kewenangan untuk keuntungan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi dan dapat merugikan keuangan negara
2) Suap-menyuap
a. Menyuap pegawai negeri
b. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya
c. Pegawai negeri menerima suap
d. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya
e. Menyuap Hakim
f. Menyuap advokat
g. Hakim dan advokat menerima suap
3) Penggelapan dalam jabatan
a. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan atau membantu
melakukan perbuatan itu
b. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
c. Pegawai negeri merusakkan bukti
d. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti
e. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti
4) Pemerasan
a. Pegawai negeri menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau mengerjakan
sesuatu untuk dirinya
b. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain
5) Perbuatan curang
a. Pemborong/ahli bangunan berbuat curang 
b. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang 
c. Rekanan TNI/Polri berbuat curang
d. Pengawas rekanan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
e. Penerima barang untuk keperluan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
f. Pegawai negeri menyerobot tanah negara, sehingga merugikan orang lain
6) Benturan kepentingan dalam pengadaan
a. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya
7) Gratifikasi
a. Pegawai negeri yang berhubungan dengan jabatan/kewenangangannya menerima
gratifikasi dan tidak lapor KPK dalam jangka waktu 30 hari.

B. Perkembangan Korupsi di Indonesia

Telah banyak upaya untuk melaksanakan pemberantasan korupsi di Indonesia. Upaya-upaya


tersebut telah dilakukan bahkan sejak zaman kolonial. Perjalanan pemberantasan korupsi di setiap
era kepresidenan Indonesia.

- Soekarno (Orde Lama)


Pembentukan Undang-Undang Keadaan Bahaya yang menghasilkan dibentuknya PARAN ( Panitia
Retooling Aparatur Negara) yang berfungsi menangani data laporan kekayaan pejabat negara, dan
Keppres No. 275 tahun 1963 tentang pemberantasan korupsi.
- Soeharto (Orde Baru)
Pidato Soeharto 16 Agustus 1967 dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi (TPK).
pembentukan komite empat, hingga menjalankan Operasi Tertib (OPSTIB).

- B.J. Habibie
UU. No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN (Korupsi,
Kolusi, Nepotisme). Undang-undang ini kemudian membentuk KPKPN, KPPU, KOMISI
OMBUDSMAN.
- Gus Dur
Dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) sebelum akhirnya
dibubarkan oleh Mahkamah Agung.
- Megawati
Sempat terjadi ketidakpercayaan pemberantasan korupsi yang tidak kunjung selesai yang kemudian
ditanggapi dengan UU. No. 20 Tahun 2001 yang menggantikan UU sebelumnya dan UU No. 32
tahun 2002, kemudian membentuk juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
- Susilo Bambang Yudhoyono
Selain melanjutkan upaya pemerintahan sebelumnya dalam upaya pemberantasan korupsi, beliau
juga membentuk Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden.
- Joko Widodo
Kebijakan pemberantasan korupsi dalam Nawacita prioritas kedua dan keempat, yang berisi
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan pemulihan kepercayaan publik pada institusi
demokratis negara melalui reformasi birokrasi, dan reformasi lembaga, serta upaya penegakan
hukum.

Korupsi selalu membawa hal negatif yang selalu membuat kerugian negara kian hari makin
bertambah, diantara dampak yang paling terlihat adalah aspek ekonomi.
Dari segi ekonomi korupsi menyebabkan:

 Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada sebuah negara melambat.


 Tingkat investasi yang menurun.
 Arus distribusi pada pendapatan mengalami ketimpangan dan jarak yang jauh.

Korupsi selalu melemahkan aspek kelembagaan di suatu negara. North (1990) mendefinisikan aspek
kelembagaan sebagai aturan main yang berkembang di suatu masyarakat secara manusiawi agar
terbentuk interaksi yang kondusif antar anggota masyarakat. Pembangunan kelembagaan bertujuan
untuk menekan biaya transaksi, sehingga transaksi antar masyarakat meningkat, perekonomian negara
semakin kompetitif dan roda kegiatan ekonomi akan menjadi semakin efisien. Namun demikian,
korupsi justru menciptakan dampak pelemahan kelembagaan sehingga biaya transaksi cenderung
meningkat sejalan dengan maraknya korupsi. Pada gilirannya, ketika korupsi marak di suatu negara,
daya saing negara tersebut akan mengalami kemunduran dan pada akhirnya menurunkan
kesejahteraan masyarakat di negara tersebut (Pradiptyo, et al, 2015).

C. Tata Pemerintahan yang Baik

Tata pemerintahan yang baik (terjemahan dari good governance) merupakan suatu kondisi yang
menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta adanya saling
mengontrol yang dilakukan oleh komponen yakni pemerintahan (government), rakyat (citizen) atau
masyarakat sipil (civil society) dan usahawan (business) yang berada disektor swasta. Sedangkan
menurut OECD (Organization For Economic Cooperation Development) dan World Bank
menyinonimkan good governance (tata pemerintahan yang baik) dengan penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langkah pencegahan korupsi, baik secara
politik maupun administratif. Dengan demikian, good governance adalah suatu kondisi yang
menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta adanya saling
mengontrol yang dilakukan oleh komponen yakni pemerintahan (government), rakyat (citizen) atau
masyarakat sipil (civil society) dan usahawan (business) yang berada disektor swasta.

Menurut UNDP (United Nations Development Programme) dalam Dwiyanto (2008:80) good
governance (tata pemerintahan yang baik) memiliki 10 prinsip, yaitu sebagai berikut :

1) Partisipasi: warga memiliki hak (dan mempergunakannya) untuk menyampaikan pendapat,


bersuara dalam proses perumusan kebijakan publik baik secara langsung maupun tidak
langsung.
2) Penegakan Hukum: hukum diberlakukan bagi siapapun tanpa pengecualian hak asasi manusia
dilindungi, sambil tetap memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
3) Transparansi: penyediaan tentang pemerintahan bagi publik dan dijaminkan kemudahan
dalam memperoleh informasi yang akurasi dan memadai.
4) Kesetaraan: adanya peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk
beraktifitas/berusaha.
5) Daya Tanggap: pekanya para pengelolaan instansi publik terhadap aspirasi masyarakat.
6) Wawasan kedepan: pengelolaan masyarakat hendaknya dimulai dengan visi, misi, dan strategi
yang jelas.
7) Akuntabilitas: pertanggungjawaban para penentu kebijakan kepada para warga.
8) Pengawas publik: terlibatnya warga dalam mengontrol kegiatan pemerintah, termasuk
parlemen.
9) Efektivitas dan Efisiensi: terselenggaranya kegiatan instansi publik dengan menggunakan
sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab. Indikatornya antara lain:
pelayanan mudah cepat, tepat dan murah.
10) Profesionalisme: tingginya kemampuan dan moral para pegawai pemerintah, termasuk
parlemen.

D.Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Pemerintahan yang Baik Dalam Menekan Korupsi dan
Nepotisme

Prinsip Good Governance atau asas umum pemerintahan yang baik merupakan salah satu solusi
yang baik dalam pencegahan korupsi pada lembaga pemerintahan, jika hal ini telah banyak
diterapkan oleh beberapa negara maka Indonesia baru mengemuka sejak era reformasi.

Prinsip good governance sebenarnya merupakan prinsip yang mengetengahkan keseimbangan antara
masyarakat dengan negara serta negara dengan pribadi-pribadi. Artinya, setiap kebijakan public
(public policy) harus melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat maupun sektor swasta
dengan aturan main yang jelas. Ciri good governance di sini adalah keputusan tersebut diambil
secara demokratis, transparan, akuntabilitas, dan benar.

Upaya mewujudkan good governance merupaka suatu prioritas dalam rangka menciptakan suatu
tatanan masyarakat, bangsa, dan negara yang lebih sejahtera, jauh dari korupi, kolusi, dan
nepotisme. Perjuangan dalam menciptakan pemerintahn yang bersih tidak boleh berhenti, harus
tetap dilanjutkan dan diupayakan semaksimal mungkin hingga suatu saat akan dirasakan begitu
bermatabatnya bangsa yang memiliki komitmen, tanggung jawab, dan harga diri.

Dari segi hukum, peraturan yang ada dapat dikatakan memadai, karena sudah diberlakukn sejumlah
peraturan perundang-undangan yang sifatnya anti korupsi. Namun dalam prakteknya masalah
pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dilaksanakan dengan pendekatan hukum semata-mata,
karena korupsi sudah menyebar luas ke seluruh tatanan sosial dan pemerintahan hampir di semua
negara. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan tidak hanya bersifat represif, tetapi juga
preventif dan rehabilitatif dan mengedepankan prinsip-prinsip yang ada didalam Good governace.

Dengan mengedepankan dan mulai menerapkan prinsip-prinsip good governance secara utuh dan
keseluruhan dalam tatanan pengelolaan pemerintahan maka apa yang kita idamkan bersama yakni
pemerintahan yang bersih dari KKN, pemerintahan yang mengutamakan kepentingan umum,
masyarakat, bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan, pemerintah yang memang
bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya akan dapat tercapai serta terwujud.
E.Korupsi dari Pandangan Etika

Untuk menilai etis atau tidaknya suatu aktivitas, diperlukan peninjauan terhadap tiga konsep dasar
etika. Kita ambil contoh jika korupsi terjadi pada pejabat publik dengan mengorupsi uang negara.
Ditinjau dari konsep dasar etika :

1) Teori Deontologi
a. Teori Hak
Perilaku korupsi uang negara menunjukkan bahwa hak masyarakat yang seharusnya mendapatkan
kesempatan menikmati kesejahteraan dari uang negara baik secara langsung maupun tidak langsung,
telah diambil oleh para pelaku korupsi.

b. Teori Keadilan
Perilaku korupsi uang negara menunjukkan bahwa ada ketidak-adilan diantara para pejabat publik.
Mereka sama-sama bekerja mengabdi pada negara, namun mendapatkan "pendapatan" yang berbeda,
dan bahkan bisa mendapat "privilege" yang berbeda jika koruptor ini tetap "dirawat" oleh negara.

2) Teori Teleologi
Dalam dunia etika, teori teleologi dari Christian Wolff seorang filsuf Jerman abad ke-18 diartikan
sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan. Teleologi mengerti benar
mana yang benar, dan mana yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir. Yang lebih penting
adalah tujuan dan akibat. Betapa pun salahnya sebuah tindakan menurut hukum, tetapi jika itu
bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu dinilai baik.

a. Egoisme
Menurut sudut pandang teori Egoisme Psikologis, semua tindakan manusia dimotivasi oleh
kepentingan self-center/selfish dan merugikan kepentingan orang lain. Sedangkan teori Egoisme Etis
adalah tindakan mementingkan diri namun tidak merugikan kepentingan orang
lain.Perilaku korupsi merupakan tindakan yang mementingkan diri dan merugikan kepentingan orang
lain sehingga perilaku tersebut tidak etis sesuai konsep Egoisme Psikologis.

b. Utilitarian
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus
menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Korupsi uang
negara berarti merupakan tindakan tidak etis menurut Konsep Utilitarian, karena hanya bermanfaat
bagi sebagian pihak.

F. Pencegahan Korupsi di Perusahaan


 Memperbaharui Regulasi anti korupsi dan suap secara berkala dan berkelanjutan
Regulasi yang mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ditetapkan oleh negara. Namun,
hal vital yang menunjang kesuksesan regulasi adalah pengaplikasian yang sesuai. Perusahaan
juga memiliki regulasi masing-masing terkait hal ini dengan variasi detail aturan yang
disesuaikan. Keefektifan regulasi ini bisa ditunjang dengan beberapa cara seperti adanya
pedoman jelas tentang apa yang harus dihindari maupun tidak dilakukan. Regulasi ini juga
seharusnya diperbaharui dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, supaya tetap
relevan. 
 Pelatihan anti korupsi menaikkan kesadaran dan menciptakan kultur baru
Regulasi dan pedoman akan mudah diterima oleh setiap individu perusahaan jika
disosialisasikan melalui pelatihan anti korupsi dan suap. Bukan sekedar tahu-menahu bahwa
regulasi sudah tersedia, tapi pelatihan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan
kesadaran mereka. Pelatihan harus dimodifikasi sesuai standar perusahaan. Mereka perlu
memahami dampak penyuapan terhadap manusia dan tanggung jawab khusus mereka untuk
membantu mencegah penyuapan dalam situasi sehari-hari yang mungkin mereka
temui. Regulasi dan pelatihan tidak hanya untuk para staf, namun juga para jajaran petinggi.
Menjadi sangat vital bagi para petinggi untuk mencerminkan terlebih dahulu tindakan anti
korupsi sesuai regulasi, untuk menciptakan kultur perusahaan sehat tanpa korupsi dan suap.
 Identifikasi dini akan risiko pemicu korupsi dan suap
Korupsi bisa ditutupi dengan interpretasi ketidaksengajaan yang akhirnya akan bermuara pada
ketidakpatuhan. Beberapa tindakan berisiko termasuk:
o Desakan untuk bertemu tanpa kehadiran perwakilan perusahaan, meminta uang muka
atau pembayaran tunai
o Meminta pembayaran melalui pihak ketiga
o Beroperasi di negara atau wilayah dengan persepsi korupsi yang tinggi
 Menyusun alur pelaporan yang jelas dan tidak berbelit-belit
Pihak pengawas regulasi anti korupsi harus ditetapkan dengan jelas, begitu pula dengan alur
pelaporan jika ada indikasi tindak korupsi terjadi. Jadi, jika staf atau siapapun telah
menyaksikan atau mencurigai penyuapan, mereka sudah tahu bagaimana dan kepada siapa
harus melaporkannya. Disediakannya saluran yang sesuai akan mempermudah pelaporan
pelanggaran. Para staf pun perlu memahami bahwa, bukan ranah dan tugas mereka untuk
menjalankan penyelidikan lebih lanjut, dan sebaiknya menyerahkan ke pihak berwenang yang
telah ditetapkan oleh regulasi.
Referensi:

KPK RI. 2006. Memahami Untuk Membasmi “Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana
Korupsi. Jakarta : KPK RI
https://crmsindonesia.org/publications/4-cara-kurangi-korupsi-dan-suap-di-lingkungan-perusahaan/
https://www.tribunnews.com/lifestyle/2015/12/09/korupsi-dari-sudut-etika?page=2
Susanti, Dwi Siska. Nadia Sarah, Nurindah Hilimi, 2018. Korporasi Indonesia Melawan Korupsi:
Strategi Pencegahan, Integritas, Vol. 4 (2) : 224

Anda mungkin juga menyukai