Anda di halaman 1dari 14

Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.

com)

TB PARU
A. Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Kuman TB  saluran napas  bersarang di jaringan paru  memebentuk sarang primer afek
primer  peradangan saluran getah bening menuju hilus (Iimfangitis lokal)  pembesaran
kelenjer getah bening di hilus (Iimfadenitis regional).

Afek primer + Iimfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.

Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya)
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Tertelannya dahak bersama ludah. Penyebaran juga terjadi ke dalam
usus.
c. Penyebaran secara hematogen dan Iimfogen. Sangat bersangkutan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosa. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.

2. Tuberkulosis post-primer
Dari tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian tuberkulosis post-
primer. Tuberkulosis post primer mempunyai macam-macam nama, tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menulari sekitarnya.
Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang umunya terletak di segmen
apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti
salah satu jalan:
1. Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga
sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti,
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju tadi keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang sebutkan diatas.

0
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

b. Dapat pula memadat dan membungkus diri dan disebut tuberkuloma.


Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
c. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity,
atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan sebagai bintang (stellate shaped).

B. Klasifikasi

1. TB Paru
tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru)
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis paru BTA (+)
 2 dari 3 spesimen dahak positif
 Satu spesimen dahak positif + radiologi tuberkulosis aktif.
 Satu spesimen dahak positif + biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
 dahak 3 kali negative + gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif + tidak respons antibiotik spektrum luas
 dahak negatif + biakan negatif + gambaran radiologik positif
2. Berdasarkan tipe penderita
a. Kasus baru
belum pernah mendapat OAT atau menelan OAT kurang dari satu bulan
b. Kasus kembuh ( relaps )
pernah mendapat OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
c. Kasus pindahan (transfer)
sedang pengobatan di kabupaten lain pindah berobat ke kabupaten ini.
d. Kasus lalai berobat
paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali
berobat.
e. Kasus gagal
 penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih
 penderita BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada
akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan.
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategoti 2 dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB
 mikroskopik negatif
 Gejala klinik tidak ada
 Radiologik lesi TB inaktif

1
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

 Riwayat pengobatan OAT yang adekuat

2. TB Ekstra Paru
a. TB ekstra paru ringan
Misalnya : TB kelenjer limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjer adrenal.
b. TB ekstra paru berat :
Misalnya : meningitis, millier, parikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral,
TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

C. Anamnesis

1. Gejala respiratorik
c. Batuk ≥ 3 minggu
d. Batuk darah
e. Sesak napas
f. Nyeri dada
(TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadentis tuberkulosis akan
terjadi pembesaran KGB yang lambat dan tidak nyeri)

2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

D. Pemeriksaan Fisik
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior, serta daerah apex lobus inferior. 
- suara napas bronkial, amforik,
- suara napas melemah, ronki basah
- tanda-tanda penerikan paru, diafragma & mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyak cairan di rongga
pleura.
- perkusi pekak
- suara napas yang melemah  tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada Iimfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran KGB tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang didaerah ketiak. Pemeriksaan kelenjer tersebut
dapat menjadi “ cold abscess”.

E. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan spesimen
1. Bahan pemeriksaan: dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavege/BaL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara :
2
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

A. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)


B. Dahak pagi (keesokan harinya)
C. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi )
Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan / ditampung dalam pot
yang bermulut lebar, berpenampung 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan
tidak bocor.

- Pemeriksaan Radiologik
 foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. (Pemeriksaan lain atas indikasi : foto toraks
apiko-lordotik, ablik, CT-Scan)
1. TB aktif :
a) bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atau dan segmen
superior lobus bawah paru
b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
c) Bayangan bercak milier
d) Efusi pleura unilateral

2. TB inaktif
a) Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan segmen superior
bawah paru
b) Kalsifikasi
c) Penebalan pleura

Luas proses yang tampak pada foto toraks:


1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari volume paru yang terletak diatas chondrostemal junction dari iga kedua dan
prosesus spinosus dari vertebrata torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V (sela iga
11) dan tidak dijumpai kaviti
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal

Pemeriksaan Darah
1. Laju endap darah (LED)
2. Pemeriksaan serologi:
a. Enzym linked immunosorbent assay ( ELISA)
b. Mycodot
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Pemeriksaan lain
a. analisis cairan pleura & uji Rivalta pada penderita efusi pleura  Rivalta positif dan
kesan cairan eksudat
b. Polymerase chain reastion (PCR)
Uji tuberkulin

F. Pengobatan Tuberkulosis

terbagi menjadi 2 fase:


3
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

- fase intensif (2-3 bulan)


- fase lanjutan 4 atau 7 bulan.

Obat Anti Tuberkulosis


1. Jenis obat utama yang digunakan adalah :
a. Rifampisin
b. INH
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap ( Fixed dose combination )
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 obat antituberkulosis, yaitu rifamsinin, INH,
pirazinamid dan etambutol dan 3 obat antituberkulosis, yaitu rifampisin, INH dan
pirazinamid.
3. Jenis obat tambahan lainnya
a. Kanamisin
b. Kuinolon
c. Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amaksilin + asam klavulanat
d. Derivat rifampisin dan INH

Dosis OAT
1. Rifampisin 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3 x / minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg/ kali
2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg,
- 10 mg/kg BB 3 x seminggu,
- 15 mg/kg BB 2 x seminggu
- 300 mg/hari untuk dewasa.
- Intermiten : 600 mg / kali
3. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x seminggu, 50 mg/kg BB 2 x
seminggu atau :
BB > 60 Kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
4. Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutkan 15 mg/kg
BB, 30 mg/kg BB 3 x seminggu, 45 mg/kg BB 2 x seminggu atau:
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kg BB /kali
5. Streptomisin : 15 mg/kg BB/kali
BB > 60 kg : 1000 mg
BB 40-60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB
6. Kon\mbinasi dosis tetap
4
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

Efek samping OAT :


1. Isoniazid (INH)
- Efek samping ringan: tanda-tanda keracunan pada syarat tepi, kesemutan, rasa terbakar di
kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis
100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan
dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin ( syndrom
pellagra)
- Efek samping berat : hepatitis. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman
TB pada keadaan khusus.

2. Rifampisin
a. Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan
simtomatik ialah :
 Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
 Sindrom perut
 Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
b. Efek samping yang berat tapi jarang:
 Hepatitis
 Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.
 Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat. Air mata, air liur.
karena proses metabolisme obat
3. Pirazinamid
Efek samping utama: hepatitis, Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-
kadang dapat menyebabkan sarangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan sisebabkan
berkurangnya ekskresi dan penimbuhan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam,
mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah
dan hijau. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah
obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan
okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama: kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran. Gejala efekya samping yang terlibat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan.
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan.
Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

Panduan Obat Anti Tuberkulosis


- Kategori I ( 2 HRZE/4H3R3 atau 2 HRZE/4HR atau 2 HRZE/6HE )
5
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

~ Penderita baru TBC Paru BTA (+)


~ Penderita TBC Paru BTA (-) Rontgen (+) yang “sakit berat” dan
~ Penderita TBC Ekstra Paru berat
- Kategori II ( 2 HRZES/HRZE/5H3R3E3 atau 2 HRZES/HRZE/5HRE)
~ Penderita kambuh (relaps)
~ Penderita gagal ( failure )
~ Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
- Kategori III ( 2HRZ/4 H3R3 atau 2HRZ/4HR atau 2HRZ/6HE )
~ Penderita baru BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan
~ Penderita Ekstra Paru ringan
- Kategori IV ( Sesuai Uji Resistensi atau INH seumur hidup )
~ Penderita TB Paru kasus kronik
KETERANGAN
● R = Rifampisin, Z = Pirazinamid, H = INH, E = Etambutol
S = Streptomisin.
● Pada kasus dengan resistensi kuman, pilihan obat ditentukan sesuai hasil
uji resistensi.

Dosis obat berdasarkan berat badan :


Jenis obat BB < 30 kg BB 30 – 50 kg BB > 50 kg

R 300 mg 450 mg 600 mg


H 300 mg 300 mg 400 mg
Z 750 mg 1000 mg 1500 mg
S 500 mg 750 mg 750 mg
E 500 mg 750 mg 1000 mg

Pengobatan Suportif / Simtomatik


a. Makan-makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (tidak ada
larangan makanan untuk penderita tuberkulosis)
b. Bila demam  obat penurunan panas/demam
c. Bila perlu obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.

Indikasi rawat inap :


 Batuk darah (profus)
 Keadaan umum buruk
 Pneumotoraks
 Empiema
 Efusi pleura masif / bilateral
 Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB ekstra paru yang mengancam jiwa :


 TB paru milier
 Meningitis TB

G. Evaluasi
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal 2 tahun setelah sembuh untuk
mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopi BTA dahak dan foto toraks.
Mikroskopi BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6,12,24
bulan setelah dinyatakan sembuh.
6
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

H. Pengobatan tuberkulosis pada keadaan khusus

TB milier
1. Rawat inap
2. Paduan obat : 2 RHZE / 4 RH
3. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi
pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang samapi dengan 7 bulan 2RHZE / 7 RH
4. Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
a. tanda / gejala meningitis
b. sesak napas
c. Tanda / gejala toksik
d. Demam tinggi
5. Kortikosteroid : prednison 30-40 mg/hari, dosis diturunkan 5-10 mg setiap 5-7, lama pemberian
4-6 minggu

Pleuritis Eksudativa Tb ( Efusi Pleura Tb )


Paduan obat : 2 RHZE / 4RH
Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan penderita. Ulangan evakuasi
cairan bila diperlukan dan berikan kortikosteroid.

TB Ekstra Paru
Paduan obat 2 RHZE / 10 RH

TB Paru + Diabetes Melitus


1. Paduan obat : 2 RHZ (E-S) / 4 RH dengan regulasi baik / gula darah terkontrol
2. Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2 RHZ (E-S) / 7 RH
3. DM harus dikontrol
4. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol ke mata : sedangkan
penderita DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata
5. Perlu diperlihatkan penggunaan rifampisin akan mengurangi efektiviti obat oral anti diabetes
(sulfonil urea), sehinggga dosisnya perlu ditingkatkan
6. Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila
terjadi kekambuhan

TB paru dengan HIV / AIDS

1. Paduan obat yang diberikan berdasarkan rekomondasi ATS yaitu : 2 RHZE / RH diberikan
sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak
2. Menurut WHO paduam obat dan lama pengobatan sama dengan TB paru tanpa HIV / AIDS
3. Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik yang hebat pada kulit
4. Obat suntik kalau dapat dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin
5. Jangan lakukan desensitisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (mis INH, rifampisin) karena
mengakibatkan toksik yang serius pada hati
6. INH diberikan terus menerus seumur hidup
7. Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi

TB pada kehamilan dan menyusui


1. Tidak ada infeksi pengguguran pad penderita TB dengan kehamilan

7
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

2. OAT tetap dapat diberikan kecuali streptomisin karena efek samping streptomisin pada gangguan
pendengaran janin
3. Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan, walupun beberapa OAT
dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinys kecil dan tidak menyebabkan toksik pada
bayi
4. Wanita menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat pengobatan OAT
dianjurkan tidak menyusui bayinya, agar bayi tidak mendapat dosis berlebihan
5. Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan rifampisin dianjurkan untuk
tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan
efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.

TB paru gagal ginjal


1. Jangan menggunakan OAT streptomisin, kanamisin dan capreomycin
2. Sebaiknya hindari penggunaan etambutol karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi
akumulasi etambutol. Dalam keadaan sangat diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan
pengawasan kreatinin
3. Sedapat mungkin dosis disesuikan dengan faal ginjal (CCT, Ureum, Kreum, Kreatnin)
4. Rujuk ke ahli Paru

TB paru dengan kelainan hati


1. Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan
2. Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh digunakan
3. Paduan obat yang dianjurkan / rekomendasi WHO : 2 SHRE / 6 RH atau 2 SHE / 10 HE
4. pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik, sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis
akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E
maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH
5. Sebaiknya rujuk ke ahli paru

Hepatitis Imbas Obat


1. Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik (drug induced hepatitis)
2. Penatalaksanaan
a. Bila klinik (+) (Ikterik [ +], gejala / mual, muntah [+]) → OAT Stop
b. Bila klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan :
c. Bilirubin > 2 → OAT stop
SGOT, SGPT ≥ 5 X : OAT Stop
SGOT, SGPT ≥ 3 X, gejala (+) : OAT stop
SGOT, SGPT ≥ 3 X, gejala (-)→ teruskan pengobatan dengan pengawasan

 Paduan OAT yang dianjurkan :


1. Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
2. Setelah itu, monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal kembali
(bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh
(300 mg). sela ma itu perhatikan klinik dan periksa laboratorium normal tambahkan rifampisin,
desensitisasi samapi dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi
RHES

8
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

ASMA BRONKIAL

A. Mekanisme dasar terjadinya asma bronkial

FAKTOR RESIKO

INFLAMASI

HIPERESPONSIF JALAN OBSTRUKSI JALAN


NAPAS NAPAS

PENCETUS

GEJALA

Inflamasi Akut
1. Reaksi Asma Tipe Cepat: Alergen terikat pada IgE yang menempel pada sel mast  degranulasi
sel mast  mengeluarkan preformed mediator (histamin, protease, leukotrin, prostaglandidn dan
PAF)  kontraksi otot polos bronkus  sekresi mukus dan vasodilatasi.

2. Reaksi Fase Lambat: timbul antara 6 – 9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.

Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi: limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan
otot polos bronkus.

B. Faktor risiko terjadinya asma


 Pejanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma,
 Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma

Bakat yang diturunkan : Pengaruh lingkungan :


Asma Alergen
Atopi / Alergik Infeksi pernapasan
Hipereaktivisi bromkus Asap rokok / polusi udara
Faktor yang Diet
memodifikasi Status sosioekonomi
Penyakit genetikAsimptomatik atau Asma dini

Manifestasi 9Klinis asma


(Perubahan ireversibel pada
struktur dan fungsi jalan napas)
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

Faktor Risiko Pada Asma


Faktor Pejamu
Prediposisi genetik
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis Kelamin
Ras / etnik
Faktor Lingkungan
Alergen di dalam ruangan
 Mite domestik
 Alergen binatang
 Alergen kecoa
 Jamur (fungi, molds, yeasts)
Alergen di luar ruangan
 Tepung sari bunga
 Jamur (fungi, molds, yeasts)
Asap rokok
Polusi udara
Infeksi pernapasan
Infeksi parasit
Status sosioekonomi
Besar keluarga
Diet dan obat
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

C. Anamnesis
 Gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
 Bersifat episodik, sering kali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
 Gejala timbul / memburuk terutama malam / dini hari
 Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
 Respons terhadap pemberian bronkodilator

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit :


 Riwayat keluarga (atopi)
 Riwayat alergi / atopi
 Penyakit lain yang memberatkan
 Perkembangan penyakit dan pengobatan

D. Pemeriksaan Fisik
- Wheezing mengi pada auskultasi.
- sesak napas
- hiperinflasi.
- pada sarangan yang sangat berat disertai gejala lain: sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi,
hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.
E. Pemeriksaan Penunjang
10
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP 1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan
dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung
kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita.
Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2 - 3 nilai yang reproducible dan
acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP 1 / KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai
prediksi.
Uji Provokasi Bronkus
Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.
Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya
hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti bahwa
penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai
gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.
Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE.

F. Diagnosis Banding
Dewasa
 Penyakit paru Obstruksi Kronik
 Bronkitis kronik
 Gagal Jantung Kongestif
 Batuk kronik akibat lain-lain
 Disfungsi larings
 Obstruksi mekanis (misal tumor)
 Emboli Paru

Anak
 Benda asing di saluran napas
 Laringotrakeomalasia
 Pembesaran kelenjar limfe
 Tumor
 Stenosis trakea
 Bronkiolitis

11
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

G. Klasifikasi
Derajat Kekambuhan/serangan Terapi
Step 1 Kurang dari 1 kali dalam seminggu Obat reliever:
Intermittent Asimptomatis dan PEF normal di antara Beta agonis inhaler
serangan
Step 2 Satu kali atau lebih dalam 1 minggu Obat Kontroller:
Mild persistent - Medikasi 1x/hari
- Bisa ditambahkan bronkodilator long
acting
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
Step 3 Setiap hari Obat Kontroller:
Moderate persistent Menggunakan B2 agonis setiap hari. - Kortikosteroid inhaler harian
Serangan mempengaruhi aktivitas - bronkodilator long acting harian
Obat reliever:
Beta agonis inhaler
Step 4 Terus menerus. Obat Kontroller:
Severe persistent Aktivitas fisik terbatas - Kortikosteroid inhaler harian
- bronkodilator long acting harian
- Kortikosteroid oral
Obat reliever:
Beta agonis inhaler

H. Terapi
Obat-obatan pada asma bronkial secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
Reliver medication termasuk golongan ini adalah bronkodilator baik agonis b2 waktu kerja pendek
maupun teofilin dan garamnya
Controller medication termasuk golongan ini adalah obat-obat antiinflamasi antara lain: kortikosteroid,
kromolin, ketotifen, sodium nedocromil, agonis b2 masa kerja panjang dan antileukotrien.

Obat Kontroller Obat Reliever


- Kortikosteroid inhaler - Beta 2 agonis short acting inhaler
- Kortikosteroid sistemik - Kortikosteroid sistemik
- Sodium kromoglikat - Antikolinergik
- Nedokromil sodium - Beta 2 agonis short acting oral
- Teofilin sustained release - Teofilin short acting
- Beta 2 agonis long acting
- Ketotifen

Kortikosteroid
- inhalasi
 Beclomethasone
 Budesonide
 Fluticasone
 Sodium Cromoglycate
 Sodium Nedocromil
 Antileukotrien

Salmeterol
memberikan proteksi terhadap berbagai macam stimulus yang mengakibatkan bronkokonstriksi.
Salmeterol mempunyai mula kerja yang lambat sehingga tidak cocok unutk asma yang akut.

12
Dunia Paru (www.doktermudaliar.wordpress.com)

Jenis-jenis Inhaler
 pMDI (pressurised metered dose inhaler)
 pMDI plus spacer
 DPI (dry powder inhaler)

13

Anda mungkin juga menyukai