Anda di halaman 1dari 6

D.

Diskusi Hasil Penelitian

Dilihat dari hasil penelitian tentang makna hari bulan


untuk memulai ritual daur hidup dalam masyarakat Kluet utara,
menunjukkan bahwa hari bulan sudah masuk kedalam
kehidupan masyarakat sejak masuknya Islam di daerah tersebut.
teori-teori yang berkembang tentang sejarah masuknya Islam di
Aceh, berdasarkan hasil seminar di Medan 17-20 maret 1963.
Salah satu hasil seminar menyimpulkan bahwa Islam masuk ke
Aceh pada abad pertama Hijriah. Dari hasil bacaan penulis dan
wawancara dengan tokoh masyarakat setempat, bahwa Islam
masuk di Kluet pada abad ke 13 M. setelah mengenal Islam dan
mengamalkannya, masyarakat kluet memasukkan nilai dan
ajaran Islam ke dalam kehidupan sehari-hari seperti ritual atau
upacara adat istiadat setempat.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan menunjukkan


bahwa hari bulan mempunyai makna dan simbol tersendiri.
Akan tetapi makna dan simbol dari hari bulan tidak terpisahkan
dari nilai-nilai Islam. Seperti halnya pada satu hari bulan sangat
baik dalam melakukan sesuatu, itu karena Allah menciptakan
nabi Adam pada hari tersebut. seperti yang kita ketahui Semua
kegiatan dalam hidup manusia, baik yang bersifat religius
maupun tidak, pada umumnya melibatkan simbolisme, sama
dengan halnya pada satu hari bulan yang menjadi simbolnya
adalah nabi Adam. Selama melakukan penelitian yang penulis
temukan bahwa simbol yang terdapat di hari bulan adalah
mewakili sifat dari simbol itu sendiri, seperti pada sembilan
hari bulan yang amat jahat karena yang jadi simbolnya adalah
anjing.

Selain dari simbol dan makna hari bulan, penulis juga


menemukan bahwa tidak semua tradisi yang terdapat dalam
ritual daur hidup perlu melihat hari bulan. Seperti saat ritual
kehamilan dan kelahiran anak, berdasarkan hasil temuan yang
penulis dapatkan bahwa kedua ritual tersebut tidak harus untuk
melihat hari bulan dalam pelaksanaanya akan tetapi alangkah
lebih baik melihat hari bulan saat pelaksanaannya. Terdapat dua
ritual kehamilan di kluet yaitu ritual bha boh kayee (membawa
buah-buahan) dan ritual mee bue (mengirim beras). Ritual
tersebut dilakukan pada tiga bulan umur kandungan dan Ritual
yang terakhir dilakukan pada empat hingga lima bulan umur
kandungan (Abdul Manan, :121)

Jauh di luar daerah Kluet, di Gresik juga mengenal


tradisi kehamilan dan kelahiran. Adapun ritual kehamilan
dilaksanakan selamatan 3 bulanan dan selamatan 7 bulanan atau
yang biasa disebut dengan istilah tingkepan. Kemudian saat
bayi lahir dilaksanakan ritual brokohan, yaitu selamatan atas
kelahiran bayi, yang dilangsungkan sesaat setelah bayi kembali
ke rumah. Setelah brokohan tradisi lanjutan adalah Aqiqah yang
biasanya dilaksanakan 7 hari setelah bayi lahir dan hal ini
dilakukan bagi kalangan yang mampu, untuk keluarga yang
kurang mampu acara aqiqahan dapat diundur sesuai dengan
kemampuan keluarga, Acara selanjutnya, yakni Pupak Puser
yang biasanya dilaksanakan 2 (dua) hingga 3 (tiga) minggu
setelah kelahiran, masing-masng bayi memiliki kemampuan
untuk pupak puser yang berbeda-beda. Selamatan 3 bulanan
atas kelahiran bayi dan selamatan 7 bulanan juga dilaksanakan,
dan bila bayi adalah laki-laki diakhiri dengan adanya khitan.
Khitan dapat dilaksanakan setalah anak laki-laki berusia kurang
lebih 10 bulan (Mike Yuanita, dkk. 2015: 27).

Ritual kelahiran merupakan ritual yang berkaitan dengan


peristiwa penting dalam kehidupan manusia termasuk kelahiran
bayi dari seorang perempuan demi mencapai kententraman
hidup lahir batin seorang bayi dan terhindar dari hal buruk.
Tidak jauh dari etnis kluet, masyarakat etnis aneuk jamee juga
mengenal ritual kelahiran. Salah satunya adalah memandikan
bayi (paturun ka aie) yang dilakukan pada hari ketujuh atau
beberapa hari setelah melahirkan. Jika pada hari ketujuh
jatuhnya pada hari rabu terakhir (rabu habeh) maka ritual
tersebut dilakukan pada hari keempat belas, dua puluh satu atau
dua puluh delapan umur bayi tersebut. Selain ritual kelahiran
seseorang juga menghindari untuk melakukan ritual pernikahan,
sunat atau memulai pembangunan rumah pada hari Rabu
terakhir (Abdul Manan: 2017, 2). Selain itu etnis Sasak di
Lombok juga mengenal ritual kelahiran, ritual ini dilaksanakan
bertepatan dengan pelaksanaan maulid Nabi Muhammad SAW.
dan hari raya idul fitri (Suhupawati, 2017: 55).

Selain itu ritual khitan dan perkawinan di Kluet wajib


melihat hari bulan. Selain dilihat hari bulan mana yang baik
dan buruk, juga melihat langkah-langkah yang baik dalam
pelaksanaan ritual tersebut. Hari bulan bukan hanya digunakan
untuk memulai suatu ritual, tetapi juga digunakan untuk
memulai aktivitas sehari-hari seperti untuk memulai bercocok
tanam, berdagang, perjalanan dan lain-lain.

Secara umum masyarakat Aceh melakukan ritual khitan


pada remaja laki-laki saat berumur 9 hingga 13 tahun dan anak
perempuan yang berumur 5 sampai 7 tahun bahkan ada yang 3
atau 4 tahun. Akan tetapi ada perbedaan ritual khitan laki-laki
dan perempuan antara etnis Aceh, Aneuk Jame dan Kluet di
Kecamatan Kluet Utara. Masyarakat etnis kluet melakukan
ritual khitan anak perempuan hampir sama dengan anak laki-
laki yaitu melakukan tahapan-tahapan ritual khitan seperti
Tanloq Meutuwoe Jabu, Ncari wari, dan juga melaksanakan
kenduri. Sedangkan masyarakat etnis Aceh dan Aneuk jamee
yang mendiami di Kecamatan Kluet utara mereka tidak
melakukan tahapan ritual khitan untuk anak perempuan seperti
halnya anak laki-laki.
Saat pelaksanaan ritual perkawinan masyarakat kluet
secara umum melakukan berberapa tahapan ritual seperti
menyusuk, Ncari wari, mekacar, murih beras, akad nikah dan
sebagainya. Sama halnya dengan masyarakat Singkil, untuk
melakukan ritual perkawinan harus mengikuti ketentuan-
ketentuan yang berlaku dalam syariat Islam. Ada beberapa
tahapan yang dilakukan sebelum ritual perkawinan masyarakat
Singkil, yaitu Berisik (bisik) yaitu yaitu tahap permufakatan
antara ayah, ibu dan anak untuk menentukan gadis yang akan
dilamar. Merisik (risik) pada tahap ini teulangke (perantara)
datang kepada orang tua gadis untuk menyampaikan keinginan
pihak pemuda yang nanti akan datang melamar anak gadisnya.
Meminang merupakan tahapan terakhir yang dilakukan
masyarakat Singkil sebelum dilakukannya ritual perkawinan,
dalam ritual ini rombongan membawa sirih yang telah
dimasukkan kedalam kampi (ampang) yang dibungkus dengan
kain panjang, dalam tahapan ini kedua belah pihak membahas
mengenai jumlah mahar dan penetapan hari akad nikah.

Saat datangnya ritual perkawinan, masyarakat Singkil


melaksanakan beberapa tahapan, yaitu menggantung adalah hari
untuk membuat tempat pelaksanaan ritual perkawinan dan
mengundang seluruh masyarakat kampung. Selanjutnya ritual
berinai yang dilaksanakan selama tiga malam yang mana tiap
malamnya punya istilah inai yang berbeda yaitu inai malam
pertama disebut dengan inai curi, inai malam kedua disebut
dengan inai tangah, dan inai malam ketiga disebut dengan inai
pucuk. Kemudian dilaksanakannya acara akad nikah. Terdapat
beberapa kesamaan antara ritual perkawinan masyarakat kluet
dan singkil akan tetapi penamaannya yang berbeda (Abdul Rani
Usman, dkk. 2009: 80).

Di desa Buhung kabupaten Bulukumba, terdapat


kesamaan dengan etnis kluet tentang penetapan hari dimulainya
ritual perkawinan yang dibahas saat dilaksanakannya prosesi
assuro atau melamar (Eka Satriana, 2015). Di wilayah lain,
seperti di desa Nengahan Kecamatan Ngayat Klaten masyarakat
disana mempergunakan perhitungan tanggal untuk menentukan
hari baik untuk melaksanakan ritual perkawinan. Weton-weton
(pasaran jawa dari hari lahir) masih dianjurkan dan dijadikan
landasan cara menghitung. Selain itu ada juga ritual lamaran
dan dilanjutkan dengan pesta pernikahan atau mantu yaitu saat
yang ditunggu-tunggu (Novi Wahyuningsih, 2012: 27).

Berbeda dengan daerah lain seperti yang di tulis oleh


Agus Gunawan dalam Jurnal Artefak, bahwa ritual adat
perkawinan etnis sunda khususnya saat ritual lamaran atau
meminang, orang tua pria yang akan berkunjung ke rumah
orang tua perempuan tanpa adanya perantara untuk melakukan
perembukan atau Neundeun Omong. Setalah itu kedua belah
pihak saling berkunjung untuk menimbulkan hubungan erat
antara keduanya. Di jurnal tersebut juga tidak ditulis pemilihan
hari baik untuk dilaksanakannya ritual perkawinan seperti
kebanyakan etnis lain yang membahasnya saat ritual lamaran
atau meminang (Agus Gunawan, 2019: 75).

Selain itu suku Maya di kampung Araway kabupaten


Raja Ampat juga mengenal ritual perkawinan. Masyarakat di
sana memilih hari baik untuk melangsungkan tradisi
perkawinan. Dahulu sebelum ada penanggalan atau kalender
untuk mencari dan menentukan hari baik memakai kotika.
Kotika sama dengan primbon di Jawa yaitu buku yang berisi
gambar-gambar yang dipadukan dengan tanda-tanda alam,
hingga dapat menentukan hari baik untuk melaksanakan
perkawinan.(Desi Polla Usmany, dkk., 2012: 57)1

1
Desy Polla Usmany, Tradisi Acara Perkawinan Suku Maya di Kampung
Araway Disteik Tiplol-Mayalibit, (Jakarta: Catur Madya Kusuma, 2012), hlm.
57
Tidak jauh berbeda dengan etnis kluet, masyarakat di
kecamatan Kuta Baro di Kabupaten Aceh Besar juga ada ritual
peringatan kematian yang dilaksanakan pada hari pertama
meninggalnya sampai hari ke-10, hari ke-40, hari ke-100, 1
tahun dan diperingati setiap tahun atau haul (Rachmawati
Zulkifli, 2014: 62). Di Jawa juga ada tradisi peringatan ritual
kematian atau selamatan pada hari ke pertama meningganya
sampai hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100, 1 tahun, 2
tahun, 1.000 hari dan haul yaitu peringatan setiap tahun (Abdul
Karim, 2017).

Saat melakukan observasi penulis melihat masih banyak


masyarakat yang masih melihat hari bulan untuk memulai suatu
ritual dengan cara berkonsultasi dengan seorang teungku untuk
mengetahui hari-hari yang baik saat memulai ritual. Akan tetapi
ada juga masyarakat yang tidak melihat hari bulan dalam
memulai ritual ini disebabkan oleh faktor pekerjaan ataupun
ketidak tahuan masyarakat tentang makna hari bulan. Untuk
melestarikan hari bulan perlu adanya motivasi, dan strategi
seperti adanya peran masyarakat seperti tokoh adat untuk
mensosialisasikannya bahkan perlunya kebijakan pemerintah
untuk melestarikan budaya dan adat istiadat lokal seperti yang
tertuang dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai