Anda di halaman 1dari 77

PENGARUH MEDIA QUENCHING TERHADAP LAJU

KOROSI PADA BAJA AISI 1045

SKRIPSI

Oleh :
Muhamad Yulianto
06121281520066
Pendidikan Teknik Mesin

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2022
PENGARUH MEDIA QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI PADA
BAJA AISI 1045

SKRIPSI

Oleh
Muhamad Yulianto
06121281520066
Pendidikan Teknik Mesin

Mengesahkan:

Mengetahui,
Koordinator Program Studi
Pendidikan Teknik Mesin Pembimbing Skripsi,

Drs. Harlin, M.Pd. Drs. Harlin, M.Pd.


NIP. 196408011991021001 NIP.196408011991021001
PENGARUH MEDIA QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI PADA
BAJA AISI 1045

SKRIPSI

Oleh
Muhamad Yulianto
NIM: 06121281520066
Telah dujikan dan lulus pada:
Hari:
Tanggal: Juni 2022

TIM PENGUJI:

1. Drs. Harlin, M.Pd. (Ketua / Pembimbing)

2. Edi Setiyo, S.Pd., M.Pd.T. (Anggota/ Penguji)

Indralaya, Juni 2022


Mengetahui
Koor Prodi Pend. Teknik Mesin

Drs. Harlin, M.Pd.


NIP. 196408011991021001
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Muhamad Yulianto

Nim : 06121281520066

Program Studi : Pendidikan Teknik Mesin

Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh isi skripsi dengan berjudul
“Pengaruh Media Quenching Terhadap Laju Korosi pada Baja AISI 1045” adalah
benar-benar karya saya sendiri dan tidak melakukan penjiplaan pengutipan dengan
cara tidak sesuai etika keilmuan yang berlaku sesuai Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No.17 tahun 2010 tentang pencegahan dan
penanggulangan plagiat di perguruan tinggi.

Atas pernyataan saya ini, apabila dikemudian hari ditemukan adanya


pelanggaran dan pengaduan dari pihak lain terhadap keaslian karya ini, saya siap
menanggung sanksi yang dijatuhkan kepada saya.

Indralaya, Juni 2022


Pembuat Pernyataan

Muhamad Yulianto
NIM. 06121281520066
PRAKATA

Dengan mengucapkan alhamdulillahirabbil’alamin segala puji dan syukur


kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat serta hidayah-Nya
yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dengan judul PENGARUH MEDIA QUENCHING
TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAJA AISI 1045. Shalawat serta salam
selalu di haturkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga kita selalu diberi syafaat
oleh beliau, Aamiin.
Penulisan penelitian ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
mengambil gelar Sarjana di program studi Pendidikan Teknik Mesin Universitas
Sriwijaya, dan juga untuk membentuk pribadi yang mampu menerapkan
pengetahuan, keterampilan, dan kedisiplinan dibidang teknik, khususnya teknik
mesin serta dapat mengabdikannya kemasyarakat.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
kedua orang tua saya yang selalu mendoakan dan memberi dukungan. Penulis
menyadari terdapat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
penulis, sehingga penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran agar dapat
membuat penelitian lebih baik lagi.

Palembang, Juni 2022

Muhamad Yulianto

iii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya dengan memberikan kelancaran serta kesehatan baik secara
lahir maupun batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat
gelar pendidikan Strata-1 di Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Universitas
Sriwijaya dengan baik meskipun masih terdapat banyak kekurangan. Karena hanya
Allah SWT yang memiliki kesempurnaan maka dari itu tak henti-hentinya penulis
mengucap rasa syukur terima kasih atas berkah yang diberikan untuk kita semua.
Semoga kelak kebaikan yang kalian berikan berbalas. Alhamdulillah. Skripsi ini
penulis persembahkan teruntuk semua orang yang telah terlibat baik membantu,
memberikan motivasi, memanjatkan doa, serta hal baik lainnya sehingga penulis
dapat mengambil hikmah dan hal positifnya. Sebagian orang yang dimaksud tidak
lain adalah:

❖ Ayahanda (Gimin) dan ibunda (Rusdah) dan Orang Tua Angkat Ayahanda
(Alpian) dan Ibunda (Sri Agustiawati), selaku orang tua yang tak pernah lelah
untuk selalu mendoakan, menjadi tempat cerita yang pertama kali jikalau
putramu terdapat masalah sekecil apapun itu dan membantu banyak hal dalam
hidup ini sehingga jasa yang telah diberikan tidak ada duanya. Terima kasih telah
melahirkan putramu didunia ini, maaf jika putramu tidak bisa membalas semua
kebaikan yang telah kalian berikan. Jerih payah kalian yang selalu menjadi
motivasi saya untuk terus bekerja keras agar dapat membalas semua kebaikan
kalian walaupun semua itu tidak sebanding dengan apa yang telah kalian berikan
selama ini. Sekali lagi terima kasih banyak sebanyak-banyaknya karena telah
menjadi rumah ternyaman.
❖ Adik (Muhammad Cavyd dan Desvita Andriani), terima kasih telah memberikan
semangat dan menjadi motivasi saya untuk menjadi contoh kakak yang kuat,
tegas, dan bertanggung jawab.
❖ Ayuk (Sari alm dan Putri alm), terimakasih telah menjadi teladan, dan
memberikan nasihat-nasihat agar terus semangat.

iv
❖ Dosen pembimbing (Drs. Harlin, M.Pd), terima kasih telah membimbing dan
mengarahkan dalam penyelesaian pembuatan skripsi ini.
❖ Bapak dan Ibu dosen pengajar (Drs. Harlin, M.Pd, Drs. Darlius, M.M., M.Pd,
Hj. Nyimas Aisyah, M.Pd., Ph.D, Drs. Zulherman, M.Pd, Edi Setiyo, S.Pd.,
M.Pd.T , Elfahmi Dwi Kurniawan, S.Pd., M.Pd. T, Nopriyanti, M.Pd, Wadirin,
M.Pd, Dewi Puspita Sari, S.Pd., M.Pd), terima kasih banyak sudah memberikan
banyak ilmu baru yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
❖ Admin Prodi PTM (kak Andi), yang selalu direpotkan perihal akademik.
❖ Sahabat seperjuangan (Khoirunnisa AS, S.Pd, Liska, S.Pd), terima kasih banyak
telah membantu dan memberikan banyak pengalaman dibangku kuliah baik itu
suka maupun duka. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita.
❖ Teman seperjuangan (Rudi Hermawan, S.Pd., M.Pd dan Anugrah Agung
Ramadhan, S.Pd., M.Pd.T), terima kasih telah membantu dan memberi
dukungan untuk selalu menyelesaikan cepat skripsi ini. Terima kasih juga telah
menjadi partner dalam proses penelitian.
❖ Sahabat Sekolah (Marsa M, Beril Dwiky), terima kasih telah memberikan
semangat, dukungan, dan menyalurkan kebahagiaan.
❖ Sahabat Game (Nur`Izzah, Pipen, Zaka, Gilang, Naddira, Ays, Lady) terima
kasih telah menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu menghibur agar saya terus
bersemangat menyelesaikan perkuliahan, semoga selalu diberi kesehatan serta
kesuksesan selalu dalam segala hal untuk sekarang dan kelak nantinya.
❖ Keluarga besar HIMAPTEK, LDF BAROKAH, BEM FKIP, LDK NADWAH,
FSLDK Sumsel, BKPRMI Sumsel terima kasih telah memberi warna dan
membantu dalam segala hal. Senang telah menjadi bagian dari kalian.
❖ Almamater kebanggaan, Universitas Sriwijaya.

v
MOTTO

“Barang siapa yang bermurah hati karena Allah, kelak Allah akan menaikkan
derajatnya baik itu didunia maupun diakhirat jika sebaliknya maka Allah akan
menurunkan derajatnya.“
(HR. Imam Ibnu Mandah dan Imam Abu Nu’aim)

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERNYATAAN.......................................................................................................v
PRAKATA ............................................................................................................. iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................ iv
MOTTO ................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................................x
DAFTAR DIAGRAM ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
ABSTRAK ........................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah........................................................................................3
1.3 Batasan Masalah .............................................................................................3
1.4 Rumusan Masalah ...........................................................................................4
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................................4
1.6 Manfaat Penelitian ..........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2. 1 Kajian Teori ....................................................................................................5
2. 1. 1 Perlakuan Panas (Heat Treatment) ............................................................5
2. 1. 2 Korosi .........................................................................................................9
2. 1. 3 Laju Korosi ..............................................................................................16
2. 1. 4 Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Korosi ...........................................17
2. 1. 5 Baja Karbon .............................................................................................17
2.1.5.1 Baja AISI 1045 .........................................................................................18
2. 1. 6 Media Pendingin/Korosif .........................................................................19
2.1.6.1 Air (H2O) .................................................................................................19
2.1.6.2 Santan Kelapa Murni ...............................................................................19
2.1.6.3 Oli ............................................................................................................19
2.1.6.4 Oksigen/Udara (O2) .................................................................................19
2.1.6.5 Asam Klorida (HCL) ...............................................................................19
2. 2 Penelitian Relevan ........................................................................................20
2. 3 Kerangka Berpikir ........................................................................................22
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................23
3. 1 Metode Penelitian .........................................................................................23
3. 2 Variabel Penelitian........................................................................................23
3. 2. 1 Variabel Bebas .........................................................................................23
3. 2. 2 Variabel Terikat .......................................................................................23
3. 3 Objek Penelitian............................................................................................24
3. 4 Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................24

vii
3. 5 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................24
3. 5. 1 Alat .............................................................................................................24
3. 5. 2 Bahan ..........................................................................................................25
3. 6 Diagram Alir Penelitian ................................................................................25
3. 7 Prosedur Penelitian .......................................................................................27
3.7.1 Tahap Awal ...................................................................................................27
3.7.2 Tahap Pelaksanaan........................................................................................27
3.7.2.1 Perlakuan Panas (Heat Treatment) ..........................................................27
3.7.2.2 Quenching ................................................................................................28
3.7.2.3 Analisis Laju Korosi ................................................................................28
3.7.3 Tahap Akhir ..................................................................................................29
3. 8 Teknik Pengumpulan Data ...........................................................................29
3. 9 Teknik Analisa Data .....................................................................................30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................32
4. 1 Deskripsi Penelitian ......................................................................................32
4.1.1 Deskripsi Persiapan Alat dan Bahan.............................................................33
4.1.2 Deskripsi Pemotongan Spesimen .................................................................39
4.2 Tahap Pengambilan Data ..............................................................................40
4.2.1 Tahapan Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment) .....................................40
4.2.2 Tahapan Proses Quenching...........................................................................41
4.3 Hasil Penelitian .............................................................................................42
4.3.1 Hasil Pengamatan Secara Visual ..................................................................42
4.3.1.1 Pengamatan Pertama (Hari ke 1) .............................................................43
4.3.1.2 Pengamatan Kedua (Hari ke 3) ................................................................44
4.3.1.3 Pengamatan Ketiga (Hari Ke 5) ...............................................................45
4.3.1.4 Pengamatan Keempat (Hari Ke 7) ...........................................................46
4.3.2 Hasil Perhitungan Kehilangan Berat ............................................................47
4.4 Pembahasan ..................................................................................................49
4.5 Implementasi Penelitian................................................................................51
BAB V PENUTUP.................................................................................................53
5. 1 Kesimpulan ...................................................................................................53
5. 2 Saran .............................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................54
LAMPIRAN ...........................................................................................................56

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Isothermal Tranformation Diagram ................................................... 7


Gambar 2.2. Continuos Cooling Transformation Diagram ..................................... 8
Gambar 2.3. Korosi Merata ................................................................................... 10
Gambar 2.4. Korosi Galvanis ................................................................................ 11
Gambar 2.5. Korosi Celah..................................................................................... 11
Gambar 2.6. Korosi Sumuran ............................................................................... 12
Gambar 2.7. Korosi Batas Butir ............................................................................ 12
Gambar 2.8. Selectiv Leaching ............................................................................. 13
Gambar 2.9. Korosi Retak Tegang ........................................................................ 13
Gambar 2.10. Korosi Intergranular ....................................................................... 14
Gambar 2.11. Korosi Erosi ................................................................................... 16
Gambar 2.12. Kerangka Konseptual ..................................................................... 22
Gambar 3.13. Spesimen Baja AISI 1045 .............................................................. 24
Gambar 3.14. Diagram Alir Penelitian ................................................................. 26
Gambar 4.15. Gergaji Besi .................................................................................... 34
Gambar 4.16. Vernier Caliper ............................................................................... 34
Gambar 4.17. Furnace ........................................................................................... 34
Gambar 4.18. Tang Penjepit.................................................................................. 35
Gambar 4.19. Kikir ............................................................................................... 35
Gambar 4.20. Stopwatch ....................................................................................... 35
Gambar 4.21. Amplas ........................................................................................... 36
Gambar 4.22. Gelas Ukur...................................................................................... 36
Gambar 4.23. Loyang Aluminium ........................................................................ 36
Gambar 4.24. Neraca Digital ................................................................................ 37
Gambar 4.25. Mikroskop ...................................................................................... 37
Gambar 4.26. Baja AISI 1045 ............................................................................... 37
Gambar 4.27. Air (H2O) ........................................................................................ 38
Gambar 4.28. Santan Kelapa Murni ...................................................................... 38
Gambar 4.29. Oli ................................................................................................... 38
Gambar 4.30. Asam Klorida ................................................................................. 39
Gambar 4.31. Proses Pemotongan Spesimen ........................................................ 39
Gambar 4.32. Spesimen dengan Temperatur 800°C ............................................. 41
Gambar 4.33. Proses Pencelupan .......................................................................... 42

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kerusakan Material oleh Korosi Merata .............................................. 10


Tabel 2.2. Tingkat ketahanan material korosi berdasarkan laju korosi................. 16
Tabel 2.3. Komposisi Kimia Baja AISI 1045 ....................................................... 18
Tabel 3.4. Alat yang digunakan ............................................................................ 25
Tabel 3.5. Bahan yang digunakan ......................................................................... 25
Tabel 3.6. Spesimen Uji ........................................................................................ 28
Tabel 3.7. Teknik pengumpulan data yang dibuat secara sistematis .................... 29
Tabel 3.8. Teknik Analisis Data bersifat Kuantitatif ............................................ 30
Tabel 3.9. Teknik Analisis Data bersifat Kuantitatif ............................................ 30
Tabel 4.10. Pengukuran Awal dan Data Visual Gambar ...................................... 40
Tabel 4.11. Pengamatan Laju Korosi Setelah 1 Hari ............................................ 43
Tabel 4.12. Pengamatan Laju Korosi Setelah 3 Hari ............................................ 44
Tabel 4.13. Pengamatan Laju Korosi Setelah 5 Hari ............................................ 45
Tabel 4.14. Pengamatan Laju Korosi Setelah 7 Hari ............................................ 46
Tabel 4.15. Pengukuran Spesimen Setelah Pengamatan Visual ........................... 47
Tabel 4.16. Data Pengurangan Berat dan Persentase Kerusakan Spesimen ......... 48
Tabel 4.17. Pengukuran Laju Korosi .................................................................... 50

x
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1. Pengurangan Berat pada Spesimen Akibat Laju Korosi ................. 48
Diagram 4.2. Persentase Kerusakan pada Spesimen ............................................. 49

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengolahan Data ............................................................................... 56


Lampiran 2. Surat Keterangan Verifikasi Judul Skripsi ....................................... 58
Lampiran 3. Surat Keterangan Bebas Laboratorium............................................. 59
Lampiran 4. Persetujuan Sidang Skripsi ............................................................... 60
Lampiran 5. Surat Keterangan Sidang .................................................................. 61
Lampiran 6. Kartu Bimbingan Skripsi .................................................................. 62

xii
PENGARUH MEDIA QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI PADA
BAJA AISI 1045

Oleh:
Muhamad Yulianto
NIM: 06121281520066
Pembimbing: Drs. Harlin, M.Pd.
Program Studi Pendidikan Teknik Mesin

ABSTRAK
Setiap proses perlakuan panas pada baja akan mengalami perubahan struktur material yang
akan membuka celah korosi. Korosi adalah masalah utama yang sering terjadi, beberapa
pengrusakan yang terjadi pada logam disebabkan lingkungan pada logam tersebut.
Kerusakan akibat korosi ini jika dibiarkan terlalu lama maka akan terjadi kerusakan yang
akan menyebabkan turunnya efesiensi penggunannya. Salah satu langkah untuk mencegah
laju korosi pada suatu logam yaitu melakukan perlakuan panas dan salah satunya proses
quenching dengan media pendingin tertentu. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen
dengan tujuan untuk mengetahui laju korosi yang terjadi pada baja AISI 1045 dengan
media quenching dan tanpa perlakuan, yang paling efektif untuk memperlambat proses
korosi. Proses perlakuan panas (Heat Treatment) dan Proses Quenching yang dilakukan
mempengaruhi laju korosi, beberapa berat spesimen setelah dilakukan perlakuan panas
mengalami perubahan. Spesimen 6 yaitu 7,39 g menjadi 7,30 g. Kemudian setelah proses
Quenching, spesimen yang diberi media pendingin HCL (Spesimen 6) memiliki
pengurangan berat lebih besar dibandingkan dengan spesimen lainnya yaitu 0,15 g dengan
persentase kerusakan 2,03 %. Sedangkan spesimen tanpa perlakuan memiliki pengurangan
berat lebih kecil yaitu 0,02 g dengan persentase kerusakan 0,26 %, namun laju korosi secara
visual berwarna kuning secara merata pada spesimen. Kemudian spesimen yang memiliki
pengurangan berat terkecil dengan perlakuan adalah dengan media pendingin Santan
(Spesimen 3) ialah 0,04 g dengan persentase kerusakan 0,56%.
Kata Kunci: Heat Treatment, Quenching, Korosi, Baja AISI 1045

xiii
THE EFFECT OF MEDIA QUENCING ON CORROSION RATE ON
AISI STEEL 1045

By:
Muhamad Yulianto
NIM: 06121281520066
Advisors: Drs. Harlin, M.Pd.
Mechanical Engineering Education Study Program

ABSTRACT

Each heat treatment process on steel will experience a change in the structure of
the material which will open the corrosion gap. Corrosion is a major problem that
often occurs, some of the damage that occurs to metals is caused by the environment
in which the metal is exposed. Damage due to this corrosion if left too long will
cause damage which will cause a decrease in the efficiency of its use. One of the
steps to prevent the corrosion rate of a metal is to do heat treatment and one of
them is the quenching process with a certain cooling medium. This research is an
experimental study with the aim of knowing the corrosion rate that occurs in AISI
1045 steel with quenching media and without treatment, which is the most effective
in slowing down the corrosion process. The heat treatment process and the
quenching process that are carried out affect the corrosion rate, some of the weight
of the specimen after heat treatment changes. Specimen 6 is 7.39 g to 7.30 g. Then
after the quenching process, specimens that were given HCL cooling media
(Specimen 6) had a greater weight reduction compared to other specimens, namely
0.15 g with a percentage of damage of 2.03%. While the untreated specimens had
a smaller weight reduction of 0.02 g with a percentage of damage of 0.26%, but the
corrosion rate was visually yellow in color evenly on the specimens. Then the
specimen that has the smallest weight reduction by treatment is with coconut milk
cooling medium (Specimen 3) is 0.04 g with a percentage of damage of 0.56%.
Keywords: Heat Treatment, Quenching, Corrosion, Steel AISI 1045

xiv
Universitas Sriwijaya

BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi industri di Indonesia semakin maju pada saat ini.
Teknologi industri ini meliputi teknik kontruksi dan manufaktur khususnya di
industri mesin. Jika dicermati semua kebutuhan itu tidak terlepas dari unsur logam.
Dimana kondisi itulah yang mendorong manusia untuk merekayasa sifat-sifat fisik
dan mekanik sedemikian rupa sehingga umur konstruksi dapat diperhitungkan
(Trihutomo, 2014).
Perkembangan usaha dunia industri yang semakin maju akan memacu setiap
pekerjaan untuk meningkatkan kualitas kebutuhan penggunaan material logam.
Logam merupakan material yang memiliki sifat yang kuat, keras, dan cukup ulet
(mudah dibentuk). Pada umumnya logam memiliki dua jenis yaitu logam ferro dan
logam non ferro. Pada logam ferro meiliki unsur besi (Fe) sedangkan pada logam
non ferro tidak memiliki unsur besi, yang termasuk didalam logam ferro ialah baja
(Samlawi & Siswanto, 2016).
Baja adalah komponen paduan antara besi (Fe) dan karbon (C). Fungsi
utamanya ialah sebagai komponen pengeras. Memvariasikan jumlah karbon akan
berpengaruh terhadap kualitas pada baja. Semakin tinggi jumlah karbon di baja
maka akan mempengaruhi sifat kuat dan keras suatu baja, akan tetapi mengalami
sifat getas (Sari, 2018:72). Baja terdiri dari dua jenis dilihat dari komposisi karbon
yaitu baja paduan rendah dan baja karbon. Baja paduan rendah adalah baja yang
memiliki unsur besi dan unsur paduan kimia lainnya seperti Chromium,
molybdenum, dan Nikel. Sedangkan Baja karbon adalah baja dengan paduan
utamanya karbon. Salah satu produk dari karbon sendiri yaitu baja AISI 1045. Baja
AISI 1045 memiliki kandungan karbon 0,43 – 0,50 dan termasuk golongan baja
karbon menengah (Glyn, et.al., 2001)

1
Universitas Sriwijaya

Material pada saat ini, khususnya logam semakin baik dan rumit, digunakan
pada peralatan modern yang memerlukan bahan dengan kekuatan impak dan
ketahanan fatige yang tinggi disebabkan meningkatnya kecepatan putar dan
pergerakan linear serta peningkatan frekuensi pembebanan pada komponen. Untuk
mendapatkan kekuatan dari bahan tersebut dapat dilakukan dengan proses
perlakuan panas. (Wiryosumarto dan Okumura, 1996).
Dalam bidang material terdapat dua cara perlakuan panas untuk
meningkatkan nilai kekerasan baja, yaitu perlakuan panas (Heat Treatment) dan
deformasi plastis. Perlakuan panas untuk peningkatan keuletan bahan, penghalusan
ukuran butiran dan meningkatkan kekerasan serta merubah struktur mikro pada
logam. Baja karbon yang dipanaskan hingga mencapai suhu austenit kemudian
didinginkan secara cepat akan terbentuk struktur martensit yang memiliki
kekerasan yang lebih tinggi dari struktur perlit maupun ferit, proses ini dinamakan
Quenching. Baja spesifikasi AISI 1045 merupakan baja karbon menengah dengan
komposisi karbon berkisar 0,43- 0,50 %. Baja ini umumnya dipakai sebagai
komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor
yang pada aplikasinya sering mengalami gesekan dan tekanan maka ketahanan
terhadap aus dan kekerasan sangat diperlukan sekali.
Setiap proses perlakuan panas pada baja juga akan mengalami perubahan
struktur material yang akan membuka celah korosi dan perubahan lainnya
(Anggoro, 2017). Korosi merupakan masalah utama yang sering terjadi, beberapa
pengrusakan yang terjadi pada logam disebabkan lingkungan pada logam tersebut.
Kerusakan akibat korosi ini jika dibiarkan terlalu lama maka akan terjadi kerusakan
yang akan menyebabkan turunnya efesiensi penggunannya. Salah satu langkah
untuk mencegah laju korosi pada suatu logam yaitu melakukan perlakuan panas
salah satunya proses quenching (Rajan, at.al., 1997).
Kemudian dari proses quenching tersebut spesimen sering sekali mengalami
cracking, distorsi dan ketidakseragaman kekerasan yang diakibatkan oleh tidak
seragamnya temperatur larutan pendingin (Totten, 1993). Pada proses quenching
terjadi perpindahan panas dari spesimen baja kelarutan pendingin yang ditandai
dengan terjadinya pembentukan gelembung-gelembung udara yang kemudian

2
Universitas Sriwijaya

berlanjut dengan terbentuknya selubung udara pada permukaan spesimen tersebut.


Adanya selubung udara ini dapat membuat laju pendinginan menjadi lebih kecil
dari pada laju pendinginan kritis (Totten, 1993). Turunnya laju pendinginan ini
dapat menyebabkan tidak tercapainya pembentukan fasa martensit.
Maka dari itu penulis akan meneliti dan dapat mengetahui laju korosi yang
terjadi pada baja AISI 1045 dengan media quenching dan tanpa perlakuan, yang
paling efektif untuk memperlambat proses korosi. Berdasarkan uraian diatas, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH MEDIA
QUENCHING TERHADAP LAJU KOROSI PADA BAJA AISI 1045” .

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat mengidentifikasi beberapa
masalah, yaitu:
1. Perkembangan teknologi industri semakin maju, kondisi ini memicu untuk
melakukan rekayasa sifat-sifat logam.
2. Peningkatan keuletan, keausan, dan ketangguhan dipengaruhi oleh perlakuan
panas kemudian didinginkan dengan cepat (Quenching) akan terbentuk
kekerasan yang lebih tinggi.
3. Proses Quenching terhadap spesimen sering sekali mengalami cracking,
distorsi dan ketidakseragaman kekerasan yang diakibatkan oleh tidak
seragamnya temperatur larutan pendingin atau larutan yang digunakan.
4. Laju korosi yang terjadi akan menyebabkan kerusakan dan turunnya efisiensi
penggunaan material tersebut.

1.3 Batasan Masalah


Pada percobaan penelitian ini, tidak semua masalah dibahas. Adapun
batasan masalah penelitian adalah:
1. Material yang digunakan adalah Baja AISI 1045.
2. Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment) dilakukan dengan menggunakan
Tungku Pemanas (Elektrik) yaitu 800oC.
3. Pencelupan proses Quenching dengan Holding Time (15 Menit).

3
Universitas Sriwijaya

4. Media Pendingin menggunakan larutan air (H2O), santan kelapa murni, oli
dan HCL masing-masing sebanyak 100 ml dan Oksigen/udara (O2).
5. Pengujian yang dilakukan hanya pengamatan laju korosi yang terjadi
terhadap spesimen.

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah di atas maka
rumusan masalah ini antara lain:
1. Apakah Ada Pengaruh Perlakuan Panas (Heat Treatment) terhadap Laju
Korosi pada Baja AISI 1045?
2. Proses Quenching mempengaruhi laju korosi baja karbon sedang AISI
1045?

1.5 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah perlakuan panas (Heat Treatment) meyebabkan laju
korosi pada baja AISI 1045.
2. Mengetahui Pengaruh Media Quenching pada laju korosi baja karbon
sedang AISI 1045.

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang di harapkan dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan pengetahuan pada mata kuliah perlakuan panas, yang
berkaitan pada Heat Treatment, Quenching pada baja AISI 1045.
b. Bisa dijadikan sebagai acuan pada saat melakukan praktikum korosi.
c. Sebagai pengetahuan baru kedepannya dalam paktikum mata kuliah
pengujian bahan.
d. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti
selanjutnya.

4
Universitas Sriwijaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Kajian Teori
2. 1. 1 Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Proses perlakuan panas (Heat Treatment) merupakan suatu proses mengubah
sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro, seperti kekerasan, kekuatan dan
keuletan melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan
atau tanpa merubah komposisi kimia logam (Purwanto, et.al., 2016). Tujuan proses
perlakuan panas untuk menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan
sifat logam akibat proses perlakuan panas dapat mencakup keseluruhan bagian dari
logam atau sebagian dari logam. Proses perlakuan panas ada dua kategori, yaitu: 1.
Softening (Pelunakan), merupakan usaha untuk menurunkan sifat mekanik agar
menjadi lunak dengan cara mendinginkan material yang sudah dipanaskan didalam
tungku (annealing) atau mendinginkan dalam udara terbuka (normalizing). 2.
Hardening (Pengerasan), merupakan usaha untuk meningkatkan sifat material
terutama kekerasan dengan cara selup cepat (Quenching) material yang sudah
dipanaskan ke dalam suatu media Quenching berupa air, air garam, oli maupun
solar. Berikut adalah macam-macam proses Heat Treatment yang biasanya
dilakukan:
2.1.1.1. Hardening
Hardening adalah perlakuan panas terhadap logam dengan sasaran
meningkatkan kekerasan alami logam. Karena logam menjadi keras melalui
peralihan wujud struktur, maka perlakuan panas ini disebut juga pengerasan alih
wujud. Proses hardening merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga
diperoleh struktur martensit yang keras dari permukaan hingga menembus ke
sebelah dalam inti benda kerja. Hardening sendiri adalah pemanasan baja sampai
suhu antara 770oC-830oC (tergantung dari kadar karbon), kemudian ditahan pada
suhu tersebut beberapa saat, didinginkan secara tiba-tiba dengan mencelupkan
dalam air, oli atau media pendingin yang lain. (Yunianto, et.al., 2018:67)

5
Universitas Sriwijaya

2.1.1.2. Quenching
Quenching merupakan suatu proses yang bila dilakukan pencelupan cepat
dari suhu Austenit sampai ke suhu kamar yang ideal dengan kisaran temperatur
700°C-850°C relatif tergantung kadar karbon akan mengeraskan bahan yang
dipanaskan sehingga dapat mengetahui efek dari proses quenching yang
membentuk kristalisasi dan sifatnya tidak homogen pada bagian permukaan
pengerasan atau pada proses lanjut agar dapat meluruskan limitasi larutan padat
yang telah terbentuk (Cain, 2002). Dengan quenching juga akan mengakibatkan
perbedaan suhu antara permukaan dan core (inti). Perbedaan ini mengakibatkan
tegangan yang tinggi di dalam baja. Oleh karena itu, apabila quenching dilakukan
begitu drastis dengan mudah akan timbul apa yang disebut quenching cracks
(Yunianto, et.al., 2018:66).
Proses Quenching melibatkan beberapa faktor yang berhubungan. Pertama
yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang digunakan, yang kedua adalah
komposisi kimia dan hardenbility dari logam tersebut. Hardenbility merupakan
fungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada temperatur tertentu. Selain itu,
dimensi dari logam juga berpengaruh terhadap hasil proses Quenching. Pada proses
pendinginan bukan hanya masalah dari berbagai tingkat pendinginan namun akibat
dari pengerjaan dingin yang secara tiba-tiba karena masih adanya panas pada
material yang dicelup kejut pada media pendingin sehingga menimbulkan uap.
Lamanya pencelupan dilakukan sampai suhu paduan sama dengan suhu media
celup. Melalui proses quenching pemisahan dari kedua larutan padatnya dapat
dihentikan dalam suhu yang jauh lebih kecil, dimana paduan pada situasi larutan
padat jenuh yang tidak stabil. Proses quenching berpengaruh besar dan lebih terlihat
perubahannya jika menggunakan material dari baja karbon rendah (Sukaini, 2013).
Adapun Heat Treatment dengan pendinginan adalah 1) Pendinginan tidak
menerus. Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian
ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan
menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Isothermal
Tranformation Diagram dibawah ini.

6
Universitas Sriwijaya

Gambar 2.1. Isothermal Tranformation Diagram


(Sumber: www.steelindonesia.com)

Penjelasan diagram: Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia


terutama kadar karbon dalam baja. Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari
0.83% yang ditahan suhunya dititik tertentu yang letaknya dibagian atas dari kurva
C, akan menghasilkan struktur perlit dan ferit. Bila ditahan suhunya pada titik
tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi sebelah atas garis horizontal, maka
akan mendapatkan struktur mikro Bainit (lebih keras dari perlit). Bila ditahan
suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan mendapat struktur
Martensit (sangat keras dan getas). Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah
kurva C tersebut akan bergeser kekanan. Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh
tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya
akan timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan
menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil.
2) Pendinginan Terus menerus, proses pendinginan pada pembuatan material
baja dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan
suhu rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan terus menerus terhadap struktur
mikro yang terbentuk dapat dilihat dari Continuos Cooling Transformation
Diagram.

7
Universitas Sriwijaya

Gambar 2.2. Continuos Cooling Transformation Diagram


(Sumber: www.steelindonesia.com)

Penjelasan diagram: Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada


garis (a) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit. Pada proses
pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur mikro perlit
dan bainit. Pada proses pendinginan cepat, seperti garis (c) akan menghasilkan
struktur mikro martensit.
2.1.1.3. Tempering
Tempering merupakan proses baja yang dipanaskan kembali baja setelah
dikeraskan berfungsi untuk menghilangkan tegangan dalam dan juga mengurangi
kekerasan pada logam. Proses dari tempering dilakukan pada kisaran suhu 150-
650oC dan didinginkan secara perlahan sesuai sifat akhir baja tersebut (Yunianto,
et.al., 2018:68)
2.1.1.4. Annealing
Annealing ialah perlakuan panas logam dengan pendinginan yang lambat
berfungsi untuk memindahkan tekanan internal atau untuk mengurangi dan
membersihkan struktur Kristal (Yunianto, et.al., 2018:70).

8
Universitas Sriwijaya

2.1.1.5. Normalizing
Normalizing ialah perlakuan panas logam pada suhu 40oC di atas batas kritis
logam, kemudian di tahan pada temperatur tersebut untuk masa waktu yang cukup
dan dilanjutkan dengan pendinginan pada udara terbuka. Pada proses pendinginan
ini temperatur logam terjaga untuk sementara waktu sekitar 2 menit per mm dari
ketebalannya hingga temperature specimen sama dengan temperature ruangan
(Yunianto, et.al., 2018:71). Berikut media pendingin yang akan digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut.

2. 1. 2 Korosi
Korosi sering diartikan sebagai kerusakan logam akibat reaksi dengan
lingkungan yang korosif, bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan
lingkungan (Gapsari, 2017:5). Syarat terjadinya korosi ialah adanya bahan yang
berperan sebagai anoda dan katoda sehingga terjadi perbedaan nilai potensial,
elektrolit sebagai penghubung pertukaran elektron dan kontak antar logam. Proses
korosi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya zat terlarut seperti O2 dan
CO2, suhu, kelembaban udara, Ph dan jenis logam. Menurut (Hadi, 2017:207)
mengatakan bahwa “istilah korosi merupakan suatu proses degradasi sebagai
lepasnya logam atau konversinya menjadi suatu oksida atau senyawa lainnya akibat
reaksi kimia yang tidak disengaja terhadap logam dan lingkungannya”. lingkungan
penyebab korosi merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya
korosi. Penulis menyimpulkan bahwa korosi adalah suatu proses penurunan tingkat
mutu suatu material logam atau metal yang dipengaruhi oleh reaksi kimia,
lingkungan dan media sekitar yang dapat merusak benda logam yang terpapar.
2.1.2.1 Bentuk-bentuk Korosi
1. Korosi Merata
Korosi Merata adalah korosi yang terjadi secara serentak di seluruh
permukaan logam, oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan
terjadi pengurangan dimensi yang relatif besar persatuan waktu (Gapsari, 2017:7).
Kerugian langsung akibat korosi merata berupa kehilangan material konstruksi,
keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam bentuk

9
Universitas Sriwijaya

senyawa yang mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian secara tidak


langsung antara lain berupa penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan
(preventive maintenance). Kerusakan material yang diakibatkan oleh korosi merata
yang ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kerusakan Material oleh Korosi Merata

Ketahanan Relatif Mpy (mill mm/yr µm/yr nm/h


korosi per year)
Outstanding <1 <0,02 <25 <2
Excellent 1–5 0.02 - 0,1 25 – 100 2 – 10
Good 5 – 20 0,1 - 0,5 100 – 500 10 – 150
Fair 20 – 50 0,5 – 1 500 – 1000 50 – 150
Poor 50 – 200 1–5 1000 –5000 150 – 500
Unexceptable 200+ 5+ 5000+ 500+

Korosi merata yang terjadi pada logam prosesnya ditunjukkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3. Korosi Merata


(Sumber: corrosion-doctors.org)

2. Korosi Galvanik
Korosi yang terjadi ketika ada penggabungan 2 benda yang mengakibatkan
perbedaan potensial pada kedua benda dan berada di lingkungan korosif. Salah satu
dari logam tersebut akan mengalami korosi, sementara logam lainnya akan

10
Universitas Sriwijaya

terlindungi dari serangan korosi. Logam yang mengalami korosi adalah


logam yang memiliki potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak mengalami
korosi adalah logam yang memiliki potensial yang lebih tinggi. (Gapsari, 2017:9).

Gambar 2.4. Korosi Galvanis


(Sumber: adimasmc, 2014)

3. Korosi Celah
Korosi ini dimulai oleh molukul oksigen yang habis bereaksi dengan
akumulasi asam yang terhidrolis oleh asam pada suatu celah. Korosi lokal yang
terjadi pada celah diantara dua komponen. Mekanisme terjadinya korosi celah ini
diawali dengan terjadinya korosi merata di luar dan d dalam celah, sehingga terjadi
oksidasi logam dan reduksi oksigen. Pada suatu saat oksigen (O2) didalam celah
habis, sedangkan diluar celah masih banyak. Akibatnya permukaan logam yang
berhubungan dengan bagian luar menjadi katoda dan permukaan logam didalam
menjadi anoda sehingga berbentuk celah yang terkorosi. Contoh dari korosi celah
ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Korosi Celah


(Sumber: yayan lutfi, 2014)

11
Universitas Sriwijaya

4. Korosi Sumuran atau Pitting corrosion


Korosi ini dapat mengakibatkan kegagalan sistem karena mampu menembus
baja. Korosi lokal yang terjadi pada permukaan yang terbuka akibat pecahnya
lapisan pasif dan elektrolit penurunan Ph, sehingga terjadi pelarutan lapisan pasif
secara perlahan-lahan dan menyebabkan lapisan pasif pecah sehingga terjadi korosi
sumuran. Korosi sumuran ini sangat berbahaya karena lokasi terjadinya sangat kecil
tetapi sangat dalam, sehingga dapat menyebabkan peralatan (struktur) patah
mendadak (Gapsari, 2017:9). Korosi ini dapat diketahui menggunakan uji
ultrasonick. Contoh dari korosi sumuran di tunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Korosi Sumuran


(Sumber: Gapsari, 2017)

5. Korosi Batas Butir (Intergranular corrosion)


Korosi ini terjadi pada atas mikrostruktur. Umumnya korosi ini diakibatkan
proses quenching ataupun perlakuan panas.

Gambar 2.7. Korosi Batas Butir


(Sumser: Gapsari, 2017)

12
Universitas Sriwijaya

6. Selectiv leaching
Biasanya terjadi karena kehilangan salah satu unsur logam pada permukaan
benda, seperti unsur seng (ZN) pada kuningan.

Gambar 2.8. Selectiv Leaching


(Sumber: Gapsari, 2017)

7. Korosi Retak Tegang, Korosi Retak Fatik, dan Korosi Akibat Pengaruh Hidrogen
Korosi retak tegang, korosi retak fatik dan korosi akbat pengaruh hydrogen
adalah bentuk korosi dimana material mengalami keretakan akibat pengaruh
lingkungannya. Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang mengalami
tegangan tarik statis di lingkungan tertentu, seperti baja tahan karat sangat rentan
terhadap nitrat. Korosi retak fatik terjadi akibat tegangan berulang di lingkungan
korosif, sedangkan korosi akibat pngaruh hidrogen terjadi karena berlangsungnya
difusi hidrogen kedalam kisi paduan.

Gambar 2.9. Korosi Retak Tegang


(Sumber: adimasmc, 2014)

13
Universitas Sriwijaya

8. Korosi Intergranular
Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam
akibat terjadinya reaksi antar unsur logam di batas butirnya. Seperti yang terjadi
pada baja tahan karat austenitic apabila diberi perlakuan panas. Contoh dari korosi
inetergranular ditunjukkan pada gambar 2.10.

Gambar 2.10. Korosi Intergranular


(Sumber: adimasmc, 2014)

9. Korosi Regangan
Korosi ini terjadi karena pemberian tarikan atau kompresi yang melebihi
batas ketentuannya. Kegagalan ini sering disebut Retak Karat Regangan (RKR)
atau stress corrosion cracking. Sifat jenis retak ini sangat spontan (tiba-tiba
terjadinya/spontaneous), regangan biasanya bersifat internal yang disebabkan oleh
perlakuan yang diterapkan seperti bentukan dingin atau merupakan sisa hasil
pengerjaan (residual) seperti pengelingan atau seperti pengepresan dan lain-lain.
Untuk material kuningan jenis KKR disebut season cracking, dan pada
material low karbon steel disebut caustic embrittlement (kerapuhan basa), karat ini
terjadi sangata cepat dalam hitungan menit, yakni jika semua persyaratan untuk
terjadinya karat regangan ini telah terpenuhi pada suatu momen tertentu yakni
adanya regangan iternal dan terciptanya kondisi korosif yang berhubungan dengan
konsentrasi zat karat (corrodent) dan suhu lingkungan.

14
Universitas Sriwijaya

10. Korosi Arus Liar


Korosi arus liar adalah merasuknya arus searah secara liar tidak disengaja
pada suatu konstruksi baja, yang kemudian meninggalkannya kembali menuju
sumber arus. Pada titik dimana arus meninggalkan konstruksi akan terjadi serangan
karat yang cukup serius sehingga dapat merusak konstruksi tersebut terdapat dua
jenis sel arus yang dipaksakan, yaitu:
a. Sel arus liar yang terjadi secara eksidentil (tidak disengaja)
Seperti arus liar pada kereta api lstrik, yang melaju di samping atau
berdekatan dengan pipa air minum di dalam tanah yang terbuat dari baja
galvanis atau baja berlapis beton sebelah dalam dan berbalut (wrapped)
sebelah luar. Keretakan terjadi pada daerah keluarnya arus liar yang berasal
dari rel kereta listrik tersebut. Tempat dimana arus liar masuk ke dalam pipa,
menjadi katoda, seddangkan dimana arus liar meningggalkan pipa menjadi
anoda dan berkarat. Karat akhirnya dapat melubangi pipa PSAM trsebut.
b. Sel arus paksa sengaja
Seperti sel perlindungan katodik pada pipa bawah tanah, arus berasal dari
sumber arus listrik searah menuju elektroda dan melalui tanah arus mengalir
dari elektroda ke pipa sehingga pipa menjadi katoda berkarat. Selanjutnya arus
kembali ke sumber (rectifier).

11. Korosi Erosi


Korosi erosi ialah proses perusakan pada permukaan logam yang disebabkan
oleh aliran fluida yang sangat cepat. Korosi erosi dapat dibedakan pada 3 kondisi:
a. Kondisi aliran laminar;
b. Kondisi aliran turbulensi;
c. Kondisi peronggaan;
Korosi erosi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Perubahan drastis pada diameter lubang bor atau arah pipa.
b. Penyekat pada sambungan yang buruk pemasangannya
c. Adanya celah yang memungkinkan fluida mengalir di luar aliran utama

15
Universitas Sriwijaya

d. Adanya produk korosi endapan lain yang mengganggu aliran laminar.


Contoh dari korosi erosi ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Korosi Erosi


(Sumber: adimasmc,2014)

2. 1. 3 Laju Korosi
Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau keceptan penurunan kualitas
bahan terhadap waktu. Dalam perhitungan laju korosi, satuan yang biasa digunakan
adalah mm/th (standar internasional) atau mill/year (mpy, standar british).
Tingkatan ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki nilai nilai
laju korosi antara 1-200 mpy (Afandi, dkk., 2015).

Tabel 2.2. Tingkat ketahanan material korosi berdasarkan laju korosi

Relative Approximate metric equevalent


corrosion Mpy Mm/year µm/year Nm/year pm/sec
resistance
Outstanding <1 <0,02 <25 <2 <1
Excellent 1-5 0,02-0,1 25-100 2-10 1-5
Good 5-20 0,1-0,5 100-500 10-50 5-20
Fair 20-50 0,5-1 500-1000 50-100 20-50
Poor 50-200 42125 1000- 150-500 50-200
5000
Unacceptable 200+ 5+ 5000+ 500+ 200+

16
Universitas Sriwijaya

2. 1. 4 Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Korosi


Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai pengaruh perlakuan panas
terhadap laju korosi, ia melakukan penelitian menggunakan baja AISI 431 dengan
variasi temperature 750oC, 850oC, 950oC, dan holding time 30 menit, pemberian
temperature yang tinggi dapat menyebabkan laju korosi semakin meningkat pada
baja tahan karat martensitic AISI 431. Kenaikan laju korosi tersebut dikarenakan
semakin naiknya temperatur akan menyebabkan chromium berpresitipasi dengan
karbon di daerah batas butir sebab daerah batas butir adalah yang mempunyai energi
yang paling tinggi. Akibat dari tertariknya chromium yang semula membentuk
lapisan pasif dengan oksigen ke daerah batas butir akan menyebabkan daerah
sekitar batas butir kekurangan chromium. Hal inilah yang menyebabkan baja dapat
terkorosi.

2. 1. 5 Baja Karbon
Baja adalah paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan beberapa elemen
lainnya, termasuk karbon. Campuran unsur-unsur baja tersebut di antaranya sebagai
berikut :
a. Campuran unsur Mn sekitar : 0,2 % -1,0%
b. Campuran unsur Si sekitar : 0,4% - 0,5%
c. Campuran unsur P sekitar : 0,02% - 0,03%
d. Campuran unsur S sekitar : 0,02% - 0,05%
Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya,
berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Fungsi karbon dalam baja adalah
sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal
(crystal lattice) atom besi. Baja karbon sedang dan baja karbon tinggi mengandung
banyak karbon dan unsur lain dan dapat mempergetas baja. Menurut (Sofyan,
Bondan, 2016:52) baja adalah paduan unsur Fe dan C, dengan kandungan karbon
kurang dari 2%. Pada baja karbon rendah, hanya terdapat sedikit unsur paduan
selain karbon dan sedikit mangan, sementara pada baja paduan tinggi, secara
sengaja dimasukan unsur-unsur lain untuk meningkatkan karekteristik tertentu dari
baja tersebut.sifat mekanik baja sangat sensitif terhadap kandungan karbon, dimana

17
Universitas Sriwijaya

semangkin tinggi kadar karbon, semangkin tinggi kekuatan dan kekerasan baja
tersebut.
2.1.5.1 Baja AISI 1045
Baja AISI 1045 adalah baja karbon yang mempunyai kandungan karbon
sekitar 0,43 - 0,50 dan termasuk golongan baja karbon menengah (Glyn, et.al.,
2001). Baja spesifikasi ini banyak digunakan sebagai komponen automotif
misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan bermotor. Komposisi kimia
dari baja AISI 1045 dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Komposisi Kimia Baja AISI 1045


(http//www.strindustries.com, 2006)
Kode C% Si% Mn% Mo% P% S%

AISI 0,4- 0,1-0,3 0,60- 0,025 0,04 0,05


1045 0,45 0,90 max max

Baja AISI 1045 disebut sebagai baja karbon karena sesuai dengan
pengkodean internasional, yaitu seri 10xx berdasarkan nomenklatur yang
dikeluarkan oleh AISI dan SAE (Society of Automotive Engineers). Pada angka 10
pertama merupakan kode yang menunjukkan plain carbon kemudian kode xxx
setelah angka 10 menunjukkan komposisi karbon (Glyn, et.al., 2001). Jadi baja
AISI 1045 berarti baja karbon atau plain carbon steel yang mempunyai komposisi
karbon sebesar 0,45%. Baja spesifikasi ini banyak digunakan sebagai komponen
roda gigi, poros dan bantalan. Pada aplikasinya ini baja tersebut harus mempunyai
ketahanan aus yang baik karena sesuai dengan fungsinya harus mampu menahan
keausan akibat bergesekan dengan rantai. Ketahanan aus didefinisikan sebagai
ketahanan terhadap abrasi atau ketahanan terhadap pengurangan dimensi akibat
suatu gesekan (Avner, 1974). Pada umumnya ketahanan aus berbanding lurus
dengan kekerasan.

18
Universitas Sriwijaya

2. 1. 6 Media Pendingin/Korosif
2.1.6.1 Air (H2O)
2.1.6.2 Santan Kelapa Murni
Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air, berwarna putih susu
mengandung protein serta zat gizi lainnya. Santan mengandung berbagai jenis
lemak yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang menggunakan
santan yang dipekatkan dan tidak dipekatkan masing-masing memiliki kadar air
2,24% dan 2,10%, kadar lemak 16,13% dan 15,87%, kadar abu 1,25% dan 1,14%,
dan kadar karbohidrat 76,85% dan 78,22%. Merujuk pada SNI 01-2973-1992
Santan kelapa peras tanpa air mengandung energi sebesar 324 kilokalori, protein
4,2 gram, karbohidrat 5,6 gram, lemak 34,3 gram, kalsium 14 miligram, fosfor 45
miligram, dan zat besi 2 miligram. Selain itu di dalam santan kelapa peras tanpa air
juga terkandung vitamin B1 0,02 miligram dan vitamin C 2 miligram. Santan
mempunyai kandungan asam lemak jenuh yaitu asam laurat. Asam laurat
merupakan asam lemak berantai sedang (medium chain fatty acid) yang dapat
ditemukan secara alami pada ASI.

2.1.6.3 Oli
2.1.6.4 Oksigen/Udara (O2)
2.1.6.5 Asam Klorida (HCL)
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hydrogen dan gas klorida.Asam
klorida merupakan asam kuat larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl) yang
jernih, berwarna bening hingga sedikit kuning, dan sangat keras di dalam air. Titik
didih asam klorida yaitu 110ºc, sangat larut pada air dan sangat korosif yang
memiliki banyak kegunaan industri. Asam klorida merupakan salah satu asam kuat
yang paling tidak berbahaya untuk ditangani karena mengandung ion klorida non-
reaktif dan tidak beracun(Yusnita, 2019:38).

19
Universitas Sriwijaya

2. 2 Penelitian Relevan
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang memiliki hubungan
terhadap penelitian “Pengaruh proses quenching pada pipa baja karbon rendah
terhadap laju korosi”.
1. Penelitian (Nugroho, et al., 2019) yang berjudul “Pengaruh Temperatur dan
Media Pendingin pada Proses Heat Treatment Baja AISI 1045 terhadap
Kekerasan sdan Laju Korosi”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh temperatur dan media pendingin pada proses heat
treatment terhadap nilai kekerasan dan laju korosi baja AISI 1045. Pada
penelitian ini spesimen dipanaskan menggunakan tungku pemanas dengan
temperatur 7500C, 8500C, dan 9500C dengan holding time selama 30 menit.
Kemudian masing-masing material dilakukan quenching pada media air
mineral dan oli SAE 10w-40. Selanjutnya material dilakukan uji kekerasan
dan uji korosi. Hasilnya material mengalami perubahan kekerasan dan laju
korosi. Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada media pendingin air mineral
yaitu 58,2 HRC pada variasi temperatur 8500C dan nilai kekerasan tertinggi
media pendingin oli adalah 33,4 HRC pada variasi temperatur 9500C. Laju
korosi tertinggi media pendingin air mineral adalah 3,998 ipy pada variasi
temperatur 9500C, dan 4,086 ipy pada media pendingin oli dengan variasi
temperatur 9500C.
2. Hasil penelitian (Zaki, et al., 2021) yang membahas tentang pengaruh
perlakuan panas quenching terhadap laju korosi pada material baja st 37.
Penelitian di Workshop PT Cakra Indo Pratama Banyuasin Sumatera
Selatan mendapatkan hasil bahwa perkembangan laju korosi pada baja st 37
dengan dimensi ϕ 20 mm dan t 8 mm yang di quenching pada suhu 800-
900°C, medium pendinginan yang digunakan adalah air garam, air biasa,
udara dan oli bekas. Medium pendingin oli bekas mengalami perkembangan
laju korosi yang tidak terlalu pesat dimana laju korosi mencapai 12 mm
dalam 12 hari. Kandungan pada oli bekas yang membuat spesimen
mengalami peningkatan kekerasan pada baja st 37. Hal itu dapat

20
Universitas Sriwijaya

mengakibatkan porositas yang rendah sehingga memperlambat


perkembangan laju korosi.
3. Hasil penelitian dari (Wibowo, 2021), menyatakan hasil analisa setelah
diberikan perlakuan quenching dengan variasi media pendingin yaitu oli
dengan kekentalan SAE-10, SAE-20, SAE-40 dan Air dengan
menggunakan Bahan Karbon Sedang (BKS) jenis American Iron Stell
Institute (AISI) 1045 yang dilakukan pemanasan pada suhu 900ºC. Setelah
itu didinginkan dengan variasi media pendingin. Pengujian laju korosi
dilakukan secara bertahap dengan jangka waktu 6 hari pada lingkungan
korosif dengan elektrolit Hidrogen Klorida (HCl) konsentrasi 32%. Hasil
pengamatan korosi dilakukan dengan metode kehilangan berat. Dengan
hasil nilai laju korosi Air 3,512 IPY, OLI SAE-10 3,074 IPY, OLI SAE-20
2,832 IPY, 0LI SAE-40 2,716 IPY. Semakin tinggi viskositas larutan
pendingin maka semakin kecil nilai laju korosinya.
4. Hasil penelitian (Nugraha, 2012) menyatakan proses perlakuan panas
dengan variasi temperatur yaitu 8000C, 9000C dan 10000C dengan holding
time selama 15 dan 30 menit menggunakan media pendinginan air dan
udara. Dilakukan pengujian kekerasan untuk mengetahui perubahan sifat
mekanik dari baja karbon AISI 1045, kemudian dilanjutkan dengan proses
uji korosi yaitu mencelupkan specimen ke dalam larutan HCl dengan
konsentrasi 35%. Dari hasil penelitian didapatkan nilai uji korosi untuk baja
AISI 1045 tanpa proses perlakuan panas sebesar 37,5365 mpy. Sedangkan
laju korosi pada material setelah proses perlakuan panas bervariasi
tergantung pada kondisi temperatur pemanasan, holding time, dan media
pendinginan. Nilai laju korosi tertinggi ada pada media pendinginan air
temperatur 900°C dengan holding time 30 menit yaitu 123,2221 mpy.
Sedangkan laju korosi terendah ada pada media pendinginan udara
temperatur 800°C dengan holding time 15 menit yaitu 63,3421 mpy. Fasa
martensit dan butir kecil yang dihasilkan dengan pendinginan cepat akan
meningkatkan laju korosinya. Ketahanan korosi baja karbon AISI 1045
setelah proses perlakuan panas yang didinginkan dengan media udara

21
Universitas Sriwijaya

(normalising) lebih baik bila dibandingkan dengan pendinginan dengan


media air (quenching). Jenis korosi yang muncul adalah uniform corrosion
yang merata di seluruh permukaan material uji.

2. 3 Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini membahas mengenai perlakuan panas quenching, media
pendingin dan laju korosi dengan menggunakan baja AISI 1045. Hubungan antara
media pendingin quenching dengan laju korosi pada suatu baja, dapat dilihat
berdasarkan perhitungan dan analisis visual berupa gambar. Adapun bentuk bagan
kerangka konseptual dapat dilihat dibawah ini :

Baja AISI 1045

Tanpa Perlakuan Perlakuan Panas (Heat


treatment)

Quenching

Media Pendingin Air Media Pendingin Media Pendingin


(H2O) Santan Kelapa Murni Oli/Udara

Laju Korosi

Gambar 2.12. Kerangka Konseptual

22
Universitas Sriwijaya

BAB III METODE PENELITIAN


METODE PENELITIAN

3. 1 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen (experimental research), dimana
jenis penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh proses quenching
terhadap laju korosi pada baja AISI 1045. Persiapan awal adalah dengan
menyiapkan spesimen sesuai ukuran yang telah ditentukan, kemudian dilakukan
heat treatment dan quenching menggunakan media pendingin air (H2O), santan
kelapa murni, oli, asam klorida (HCL) dan Oksigen/udara (O2). Spesimen akan di
uji laju korosinya dengan pengurangan berat dan gambar visual dengan mikroskop.

3. 2 Variabel Penelitian
Variabel bertujuan menunjukkan adanya berbagai macam bentuk dari hasil
penelitian tersebut. Penelitian ini terdapat dua atau lebih variabel yang ada, variabel
terbagi menjadi variabel bebas dan variabel terikat.
3. 2. 1 Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan sesuatu yang menyebabkan perubahan dari
variabel terikat. Dalam hal ini, yang termasuk dalam variabel bebas yaitu proses
quenching dengan media pendingin menggunakan air (H2O), santan kelapa murni,
oli, asam klorida (HCL) dan Oksigen/udara (O2). Dimana media pendingin dengan
proses quenching ini dapat mempengaruhi suatu laju korosi pada material baja AISI
1045 setelah dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan.
3. 2. 2 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang menjadi dampak dari suatu perlakuan
variabel bebas. Variabel terikatnya adalah laju korosi pada baja AISI 1045 setelah
dipanaskan dan pendinginan secara cepat serta selanjutnya di analisis laju korosi
material tersebut.

23
Universitas Sriwijaya

3. 3 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah material Baja AISI 1045 yang berukuran 10 mm
x 10 mm x 10 mm seperti gambar dibawah ini. Baja AISI 1045 termasuk kedalam
kelompok baja karbon sedang atau menengah (Pramono, 2012).

Gambar 3.13. Spesimen Baja AISI 1045


Dimana spesimen di atas mengalami proses perlakuan panas (Heat
Treatment) yaitu pada suhu 800°C, kemudian akan langsung dicelupkan dengan
metode quenching dengan Holding Time (15 Menit) menggunakan media pendingin
air (H2O), santan kelapa murni, oli, asam klorida (HCL) dan Oksigen/udara (O2).

3. 4 Waktu dan Tempat Penelitian


Pelaksanaan penelitian dimulai dari tanggal 24 Januari 2022 sampai 30
Januari 2022 dan tempat penelitian di laboratorium Pendidikan Teknik Mesin
Universitas Sriwijaya.

3. 5 Alat dan Bahan Penelitian


3. 5. 1 Alat
Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

24
Universitas Sriwijaya

Tabel 3.4. Alat yang digunakan


No Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1. Gergaji Besi 1
2. Vernier Caliper Ketelitian 0,05 1
3. Furnace Thermolyne Type 47900 1
4. Tang penjepit Besi capit 1
5. Kikir Baja 1
6. Stopwatch 1
7. Amplas Grit 60 1
8. Gelas Ukur 100 ml 1
9. Loyang Aluminium Aluminium Ø 10 6
10. Neraca Digital UNIWɛIGH 500g x 0,01g 1
11. Digital Microscope Magnification 1600x 1

3. 5. 2 Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3.5. Bahan yang digunakan
No Nama Bahan Spesifikasi Jumlah
1. Baja AISI 1045 10 mm x 10 mm x 10 mm 6
2. Air (H2O) 100 ml 1
3. Santan Kelapa Murni 100 ml 1
4. Oli 100 ml 1
5. Asam Klorida (HCL) 100 ml 1

3. 6 Diagram Alir Penelitian


Pelaksanaan penelitian dilaksanakan dengan tahapan pertama yaitu studi
literatur. Selanjutnya adalah mempersiapkan alat dan bahan serta spesimen uji yang
akan digunakan. Spesimen uji yang digunakan adalah Baja AISI 1045 yang
berukuran 10 mm x 10 mm x 10 mm sebanyak 6 spesimen. Satu spesimen tidak
diberi perlakuan panas, dan lima spesimen yang lain akan diberi perlakuan panas
dengan suhu 800°C dengan penahanan holding time sampai 15 menit. Berikutnya
untuk spesimen yang diberi perlakuan panas akan dicelup dengan empat macam
media pendingin yang berbeda, yaitu air (H2O), santan kelapa murni, Oli dan HCL.
Spesimen yang tidak diberikan perlakuan dan diberikan perlakuan akan di analisis
laju korosinya dengan perhitungan pengurangan berat dan hasil analis dengan
mikroskop. Hasil yang telah diperoleh akan langsung diberikan kesimpulan, dan

25
Universitas Sriwijaya

penelitian selesai. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Mulai

Studi Literatur

Persiapan alat dan bahan

Baja AISI 1045

Perlakuan panas
Tanpa (Heat treatment)
Perlakuan

Quenching

Media Pendingin Media Pendingin Santan Media Pendingin


Air (H2O) Kelapa Murni HCL,Oli,Udara

Uji Laju Korosi

Analisis Data dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.14. Diagram Alir Penelitian

26
Universitas Sriwijaya

3. 7 Prosedur Penelitian
3.7.1 Tahap Awal
Dalam tahapan ini akan dilakukan ialah persiapan alat dan bahan, yaitu
sebagai berikut.
1. Siapkan material baja AISI 1045 yang telah dipotong dengan ukuran panjang 10
mm x 10 mm x 10 mm sebanyak 6 spesimen, pemotongan dilakukan dengan
gergaji besi.
2. Siapkan amplas, kikir untuk membersihkan dan meratakan permukaan yang
tidak rata, siapkan juga Vernier Caliper untuk mengukur spesimen yang telah
diratakan.
3. Mengambil data berupa visual gambar awal spesimen dengan mikroskop dan
menimbang dengan Neraca Digital.
4. Siapkan Thermolyne Type 47900 Furnace untuk proses pemanasan (heat
treatment) sampai suhu 8000C.
5. Siapkan gelas ukur, loyang alumnium yang telah berisikan media pendingin air
(H2O), santan kelapa murni, oli dan HCL masing-masing sebanyak 100 ml untuk
dilakukan pencelupan kejut setelah proses heat treatment selesai.
6. Siapkan juga stopwatch atau jam, untuk mengukur waktu pada saat holding time
serta quenching yaitu selama 15 menit.
7. Siapkan Tang Penjepit untuk mengangkat spesimen setelah proses heat
treatment dan holding time selama 15 menit.

3.7.2 Tahap Pelaksanaan


3.7.2.1 Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Tahap perlakuan panas ini adalah sebagai berikut.
1. Jika alat dan bahan telah disiapkan dan tahapan awal juga sudah dilakukan,
proses selanjutnya adalah proses pemanasan spesimen Baja AISI 1045 yang
ditaruh di dalam tungku pemanas Thermolyne dan menekan tombol ON untuk
menaikan suhu.

27
Universitas Sriwijaya

Tabel 3.6. Spesimen Uji


Spesimen Uji Keterangan
Spesimen 1 Spesimen ini tidak di heat treatment (Tanpa
Perlakuan) tetapi akan diuji laju korosinya.
Spesimen 2,3,4,5 Spesimen ini di heat treatment kemudian di
dan 6 quenching dengan media pendingin air, santan
kelapa murni, oli, HCL dan udara lalu diuji laju
korosinya.

2. Setelah spesimen 2,3,4,5 dan 6 dipanaskan hingga mencapai suhu 800°C.


3. Jika sudah mencapai suhu 800°C mesin di OFF kan dan spesimen tersebut
dilakukan proses holding time selama 15 menit didalam tungku pemanas.

3.7.2.2 Quenching
1. Setelah heat treatment dengan holding time selama 15 menit selesai, keluarkan
spesimen dengan menggunakan tang jepit.
2. Melakukan proses quenching dengan dicelupkan spesimen 2, 3, 4 dan 6 ke
dalam wadah yang berisi air, santan kelapa murni, oli dan HCL. Spesimen 5
tidak dilakukan proses quenching dan hanya dibiarkan di udara terbuka.
3. Selanjutnya bila spesimen tersebut sudah dicelupkan dilakukan penahanan
dalam media pendingin selama 15 menit.
4. Kemudian amati spesimen serta media pendinginnya, reaksi apa yang terjadi.
5. Setelah semuanya selesai spesimen diangkat dan dipindahkan pada loyang
yang baru.
6. Kemudian tahap akhir ialah melakukan analisis laju korosi material baja AISI
1045 pada permukaan benda.

3.7.2.3 Analisis Laju Korosi


1. Pengujian Analisis laju korosi pada semua spesimen dengan menggunakan
pengukuran berat awal dan pengurangan berat akhir setelah perlakuan dan
tanpa perlakuan dengan Neraca Digital. Kemudian dilakukan juga dengan
analisis visual gambar semua spesimen terkait perubahan yang terjadi selama
1 pekan dengan menggunakan mikroskop.

28
Universitas Sriwijaya

2. Hasil data yang didapat kemudian dicatat dan dijabarkan.

3.7.3 Tahap Akhir


Pada tahap akhir ini yang telah dilakukan sebagai berikut.
1. Setelah semua proses dilaksanakan, tahap selanjutnya adalah menganalisis hasil
pengukuran dan visual gambar hasil uji spesimen.
2. Hasil data yang diperoleh kemudian disimpulkan.
3. Membersihkan peralatan yang telah selesai digunakan, selesai.

3. 8 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah suatu proses langkah untuk didapatnya
seluruh data yang diinginkan dan data tersebut bersifat valid dan dapat
dipertanggung jawabkan. Data yang disajikan dalam tabel adalah data hasil
penelitian sebelum dilakukan perlakuan dan setelah dilakukan perlakuan.
Tabel 3.7. Teknik pengumpulan data yang dibuat secara sistematis
Berat Sebelum Berat Setelah Berat Sebelum Berat Setelah
Spesimen Diberi Diberi Pengujian Pengujian
Perlakuan Perlakuan Korosi Korosi
Baja AISI 1045 Tanpa
Perlakuan/ Spesimen 1
Baja AISI Spesimen 2
(H2O)
Baja AISI Spesimen 3
(Santan)
Baja AISI Spesimen 4
(Oli)
Baja AISI Spesimen 5
(Udara)
Baja AISI Spesimen 6
(HCL)

29
Universitas Sriwijaya

3. 9 Teknik Analisa Data


Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan tabel pengolahan data
sehingga diperoleh data bersifat kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka.
Analisis data juga berupa visual gambar dan grafik perbandingan.
Tabel 3.8. Teknik Analisis Data bersifat Kuantitatif
Variasi Waktu Berat awal Berat akhir Kehilangan Persentase
kerusakan
(hari) Wo (gram) Wi (gram) Berat
(%)
Spesimen 1
Spesimen 2
Spesimen 3
Spesimen 4
Spesimen 5
Spesimen 6

Tabel 3.9. Teknik Analisis Data bersifat Kuantitatif

Spesimen Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7

Baja AISI 1045 Tanpa Perlakuan/


Spesimen 1

Baja AISI Spesimen 2 (H2O)

Baja AISI Spesimen 3 (Santan)

Baja AISI Spesimen 4 (Oli)

Baja AISI Spesimen 5 (Udara)

Baja AISI Spesimen 6 (HCL)

30
Universitas Sriwijaya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Deskripsi Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan spesimen uji yang berupa logam
Baja AISI 1045 dengan bentuk kubus 10 mm x 10 mm x 10 mm dipotong menjadi
6 spesimen. Diantaranya 5 spesimen diberi perlakuan panas atau heat treatment
hingga mencapai suhu 800°C dan melewati holding time selama 15 menit. Pada
temperatur 800°C diberinya perlakuan pendinginan secara cepat atau disebut
metode quenching dengan 5 variasi media pendingin yaitu Air (H2O), Oli bekas,
Santan Kelapa Murni, Udara dan HCL dengan masing-masing 100 ml dengan
waktu pencelupan selama 15 menit. Sedangkan 1 spesimennya lagi tidak
mengalami proses pemanasan maupun pendinginan disebut juga tanpa perlakuan.
Kemudian 5 spesimen tersebut setelah melewati proses quenching dilakukan
pengukuran perbandingan awal dan berat setelah perlakukan serta setelah di proses
quenching, Kemudian dilakukan pengujian dan perhitungan laju korosi yang terjadi
dari setiap spsimen tersebut.
Supaya dapat mengetahui perbedaan laju korosi pada spesimen yang telah
diuji maka dilakukan penimbangan berat awal sebelum heat treatment dan
pencelupan pada larutan pendingin/korosif dan berat akhir setelah pencelupan.
Hasil dari pengukuran dihasilkan perbedaan selisih berat dari masing-masing
spesimen yang telah diberi perlakuan dan tidak diberikan perlakuan. Perbedaan
selisih berat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

W= Wo – Wi

Keterangan :
W = Selisih berat spesimen
Wo = Berat awal spesimen sebelum diuji (gr)
Wi = Berat akhir spesimen setelah diuji (gr)

32
Universitas Sriwijaya

Spesimen mengalami korosi yaitu kerusakan dan berkurangnya berat dari


spesimen. Kerusakan yang terjadi dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
digital, Pengurangan berat dari spesimen akan digunakan sebagai tolak ukur
pembanding laju korosi sehingga bisa melihat persentase kerusakan yang terjadi
pada spesimen yang telah mengalami korosi. Persentase kerusakan dapat diukur
menggunakan rumus yaitu :

𝑾𝒐 − 𝑾𝑨
𝝁= × 𝟏𝟎𝟎%
𝑾𝒐
Dimana
µ = Persentase kerusakan (%)
WO = Berat sebelum pengujian (mg)
WA = berat setelah pengujian (mg)

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Teknik Mesin


Universitas Sriwijaya untuk kegiatan quenching dan pengujian laju korosi. Untuk
proses pemanasan spesimen menggunakan Thermolyne Type 47900 Furnace.
Setelah data hasil uji didapatkan, selanjutkan peneliti melakukan pengolahan data
sendiri sehingga didapatkan data hasil akhir dari penelitian yang telah dilakukan
dengan menggunakan alat ukur berupa neraca digital dan microskop.
4.1.1 Deskripsi Persiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah berupa gergaji tangan, Vernier
Caliper, Furnace, Tang Penjepit, Kikir, Stopwatch, Amplas, Gelas Ukur, lotang
Aluminium, Neraca Digital, Mikroskop. Bahan yang digunakan yaitu Baja AISI
1045, Air (H2O), Santan Kelapa Murni, Oli dan Asam Klorida (HCL).

33
Universitas Sriwijaya

A. Alat
1. Gergaji Besi
Gergaji Besi digunakan sebagai alat potong bahan yang berupa Baja
AISI 1045.

Gambar 4.15. Gergaji Besi


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

2. Vernier Caliper
Vernier Caliper berfungsi untuk mengukur benda kerja dengan akurat,
sehingga menghasilkan benda kerja susuai spesifikasi yang diinginkan.

Gambar 4.16. Vernier Caliper


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

3. Furnace
Thermolyne Type 47900 Furnace digunakan untuk memanaskan benda
kerja sebelum dilakukan proses quenching.

Gambar 4.17. Furnace


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

34
Universitas Sriwijaya

4. Tang Penjepit
Tang Penjepit digunakan untuk menjepit spesimen/benda kerja sebelum
dan setelah proses Heat Treatment.

Gambar 4.18. Tang Penjepit


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

5. Kikir
Kikir digunakan sebagai alat untuk meratakan permukaan spesimen/
benda kerja.

Gambar 4.19. Kikir


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

6. Stopwatch
Stopwatch digunakan untuk pengatur waktu holding time setelah proses
Heat Treatment dan Quenching.

Gambar 4.20. Stopwatch


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

35
Universitas Sriwijaya

7. Amplas
Amplas berfungsi untuk meratakan dan menghaluskan permukaan
spesimen/ benda kerja Baja AISI 1045 dari kotoran dan karat yang menempel.

Gambar 4.21. Amplas


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

8. Gelas Ukur
Gelas Ukur berfungsi untuk mengukur volume media pendingin yang
akan digunakan yaitu 100 ml masing-masing spesimen.

Gambar 4.22. Gelas Ukur


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

9. Loyang Aluminium
Loyang Aluminium digunakan untuk wadah media pendingin pada
proses Quenching.

Gambar 4.23. Loyang Aluminium


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

36
Universitas Sriwijaya

10. Neraca Digital


Neraca Digital berfungsi untuk mengukur berat spesimen sebelum dan
setelah diuji

Gambar 4.24. Neraca Digital


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

11. Mikroskop
Mikroskop digital digunakan sebagai alat visualisasi berguna melihat
secara detail permukaan spesimen uji.

Gambar 4.25. Mikroskop


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

B. Bahan
1. Baja AISI 1045

Gambar 4.26. Baja AISI 1045


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

37
Universitas Sriwijaya

2. Air (H2O)

Gambar 4.27. Air (H2O)


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

3. Santan Kelapa Murni

Gambar 4.28. Santan Kelapa Murni


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

4. Oli

Gambar 4.29. Oli


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

38
Universitas Sriwijaya

5. Asam Klorida (HCL)


Media Pendingin/korosif yang digunakan peneliti pada penelitian yaitu
berupa larutan asam klorida (HCl).

Gambar 4.30. Asam Klorida


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

4.1.2 Deskripsi Pemotongan Spesimen


Proses pemotongan spesimen dilakukan dengan cara mengukur terlebih
dahulu spesimen dengan ukuran 10 mm x 10 mm x 10 mm, selanjutnya spesimen
dijepit menggunakan ragum, hal ini bertujuan agar spesimen tersebut ketika
dipotong tidak bergerak dan presisi sesuai ukuran. Untuk ukuran panjang awal
adalah 27 cm dan spesimen yang telah dipotong menjadi bentuk kubus dimensi 10
mm. Setelah spesimen terpotong tetap harap berhati-hati karena spesimen tersebut
terasa panas karena terjadinya suatu gesekan pada material logam.

Gambar 4.31. Proses Pemotongan Spesimen


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

39
Universitas Sriwijaya

4.2 Tahap Pengambilan Data


Sebelum dilakukan proses perlakuan panas (Heat Treatment), dilakukan
proses pengukuran masing-masing spesimen terlebih dahulu dengan Neraca digital
untuk mengetahui berat awal sebagai acuan pembanding pada proses penentuan laju
korosi dan sebelum dilakukan proses Quenching. Adapun hasil dari pengukuran
berat awal spesimen dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.10. Pengukuran Awal dan Data Visual Gambar

Berat Awal
Spesimen Visual Gambar
Spesimen

Baja AISI 1045 Tanpa


7,71 Gram
Perlakuan/ Spesimen 1

Baja AISI Spesimen 2 (H2O) 7,57 Gram

Baja AISI Spesimen 3


7,13 Gram
(Santan)

Baja AISI Spesimen 4 (Oli) 7,81 Gram

Baja AISI Spesimen 5


7,56 Gram
(Udara)

Baja AISI Spesimen 6 (HCL) 7,39 Gram

4.2.1 Tahapan Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment)


Proses pemanasan spesimen Baja AISI 1045 dimulai dengan memasukkan
spesimen Baja AISI 1045 yang berjumlah 5 spesimen kedalam tungku (Thermolyne

40
Universitas Sriwijaya

Type 4700 Furnace). Temperatur yang digunakan adalah 800°C. Setelah


pemanasan spesimen berlangsung dilakukannya penahanan panas atau juga disebut
holding time didalam tungku dengan lama penahanan selama 15 menit dengan
tujuan agar menambahnya angka kekerasan pada spesimen. Selanjutnya setelah
selesai di waktu penahanan spesimen tersebut dikeluarkan dan dilakukan proses
pendinginan media quenching yang telah di sediakan.

Gambar 4.32. Spesimen dengan Temperatur 800°C


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

4.2.2 Tahapan Proses Quenching


Pada tahap proses quenching ini dilakukan pada suhu 800°C dan holding time
selama 15 menit yang kemudian dilakukan pencelupan pada media pendingin yaitu
air (H2O), Santan Kelapa Murni, Oli, Udara, dan Asam Klorida (HCL) dalam waktu

41
Universitas Sriwijaya

lama pencelupan 15 menit. Dalam proses pencelupan dilihat bagaimana reaksi dari
spesimen jika dilakukan pendinginan secara cepat dengan menggunakan media
yang digunakan.

Gambar 4.33. Proses Pencelupan


(Sumber: Laboratorium PTM Universitas Sriwijaya, 2022)

4.3 Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan spesimen
Baja AISI 1045 dalam hal ini spesimen tersebut dilakukan pemanasan dengan
proses heat treatment ke dalam tungku pemanas dengan temperatur 800°C
kemudian dilakukan holding time selama 15 menit untuk tiap 5 spesimen secara
bersamaan. Setelah dilakukan proses pemanasan selanjutnya melalui proses
pendinginan secara cepat atau quenching dengan waktu tahan selama 15 menit.
Kemudian 5 spesimen tersebut dilakukan pengukuran berat dan laju korosi
menggunakan neraca dan mikroskop digital untuk di lihat perubahan berat yang
nantinya akan menentukan laju korosi dan perubahan struktur permukaan karena
korosi. Adapun hasil pengukuran berat terhadap spesimen dapat di lihat pada tabel
di bawah ini.
4.3.1 Hasil Pengamatan Secara Visual
Pengamatan visual ini menggunakan mikroskop digital dengan ketelitian
500X. Setelah dilakukan proses pengujian korosi spesimen uji mengalami
perubahan secara visual sebagai berikut:

42
Universitas Sriwijaya

4.3.1.1 Pengamatan Pertama (Hari ke 1)


Tabel 4.11. Pengamatan Laju Korosi Setelah 1 Hari

Spesimen Gambar Keterangan

Baja AISI Setelah 1 hari, spesimen


mengalami penjamuran karat
1045 Tanpa
berwarna kuning yang hampir
Perlakuan/ merata pada spesimen.
Spesimen 1

Baja AISI Setelah 1 hari, spesimen


mengalami penjamuran karat
Spesimen 2
di beberapa bagian pada
(H2O) spesimen, sedangkan pada
bagian lain ada bercak air.

Baja AISI Setelah 1 hari, spesimen belum


mengalami penjamuran karat,
Spesimen 3
namun terlihat masih ada sisa
(Santan) cairan santan.

Baja AISI Setelah 1 hari, spesimen belum


mengalami penjamuran karat,
Spesimen 4
yg terlihat hanya bintik-bintik
(Oli) putih.

Baja AISI Setelah 1 hari, spesimen belum


mengalami penjamuran karat,
Spesimen 5
yg terlihat hanya gelembung
(Udara) bercak putih.

Baja AISI Setelah 1 hari, spesimen


mengalami penjamuran karat
Spesimen 6
berwarna kuning yang belum
(HCL) merata pada spesimen.

43
Universitas Sriwijaya

4.3.1.2 Pengamatan Kedua (Hari ke 3)


Tabel 4.12. Pengamatan Laju Korosi Setelah 3 Hari

Spesimen Gambar Keterangan

Baja AISI Setelah 3 hari, spesimen tetap


mengalami penjamuran karat
1045 Tanpa
berwarna kuning yang sudah
Perlakuan/ merata pada spesimen.
Spesimen 1

Baja AISI Setelah 3 hari, spesimen


mengalami penjamuran karat
Spesimen 2
di beberapa bagian, pada
(H2O) bagian lainnya ada
lempengan menutupi karat.

Baja AISI Setelah 3 hari, spesimen


belum mengalami
Spesimen 3
penjamuran karat, namun
(Santan) terlihat masih ada sisa cairan
santan.

Baja AISI Setelah 3 hari, spesimen juga


belum mengalami
Spesimen 4
penjamuran karat, yg terlihat
(Oli) hanya bintik-bintik putih.

Baja AISI Setelah 3 hari, spesimen


belum mengalami
Spesimen 5
penjamuran karat, yg terlihat
(Udara) hanya bercak putih.

Baja AISI Setelah 3 hari, spesimen


mengalami penjamuran karat
Spesimen 6
berwarna kuning yg cukup
(HCL) tebal yang belum merata pada
spesimen.

44
Universitas Sriwijaya

4.3.1.3 Pengamatan Ketiga (Hari Ke 5)


Tabel 4.13. Pengamatan Laju Korosi Setelah 5 Hari

Spesimen Gambar Keterangan


Setelah 5 hari, spesimen terus
Baja AISI mengalami penjamuran karat
1045 Tanpa berwarna kuning yang sudah
merata dan meluas pada
Perlakuan/ spesimen.
Spesimen 1
Setelah 5 hari, spesimen
Baja AISI masih bertahap mengalami
Spesimen 2 penjamuran karat di beberapa
bagian, pada bagian lainnya
(H2O) ada lempengan menutupi
karat.
Setelah 5 hari, spesimen
Baja AISI belum mengalami penjamuran
Spesimen 3 karat, masih tetap terlihat ada
sisa cairan santan.
(Santan)

Setelah 5 hari, spesimen


Baja AISI belum terlihat penjamuran
Spesimen 4 karat, yg terlihat hanya bintik-
bintik gelembung putih.
(Oli)

Setelah 5 hari, spesimen mulai


Baja AISI terlihat alur pemunculan karat,
Spesimen 5 terlihat berwarna kuning.

(Udara)
Setelah 5 hari, spesimen
Baja AISI mengalami penjamuran karat
Spesimen 6 berwarna kuning berukuran
besar yang belum merata pada
(HCL) spesimen.

45
Universitas Sriwijaya

4.3.1.4 Pengamatan Keempat (Hari Ke 7)


Tabel 4.14. Pengamatan Laju Korosi Setelah 7 Hari

Spesimen Gambar Keterangan


Setelah 7 hari, spesimen
Baja AISI mengalami penjamuran
1045 Tanpa karat berwarna kuning dan
menghitam secara merata
Perlakuan/ dan meluas pada spesimen.
Spesimen 1
Setelah 7 hari, pada
Baja AISI spesimen masih terdapat
Spesimen 2 lempengan menutupi karat.

(H2O)
Setelah 7 hari, spesimen
Baja AISI belum juga mengalami
Spesimen 3 penjamuran karat, masih
terlihat ada sisa cairan
(Santan) santan.
Setelah 7 hari, spesimen
Baja AISI belum terlihat penjamuran
Spesimen 4 karat, yg terlihat tetap
bintik-bintik putih.
(Oli)
Setelah 7 hari, spesimen
Baja AISI belum terlihat penjamuran
Spesimen 5 karat, yg terlihat hanya
bintik-bintik gelembung
(Udara) putih.
Setelah 7 hari, spesimen
Baja AISI mengalami penjamuran
Spesimen 6 karat yang semakin meluas,
berwarna kuning berukuran
(HCL) besar yang mulai merata
pada spesimen.

Setelah melakukan pengamatan visual, dilakukan juga pengamatan dengan


pengukuran dengan menggunakan neraca digital. Pengukuran dilakukan pada hari
1, 3, 5 dan 7. Berikut hasil pengukuran yang telah dilakukan:

46
Universitas Sriwijaya

Tabel 4.15. Pengukuran Spesimen Setelah Pengamatan Visual

Spesimen Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7

Baja AISI 1045 Tanpa 7,70 7,69 7,69 7,69


Perlakuan/ Spesimen 1 gram gram gram gram

Baja AISI Spesimen 2 7,55 7,53 7,51 7,50


(H2O) gram gram gram gram

Baja AISI Spesimen 3 7,10 7,09 7,09 7,09


(Santan) gram gram gram gram

Baja AISI Spesimen 4 7,77 7,76 7,76 7,76


(Oli) gram gram gram gram

Baja AISI Spesimen 5 7,50 7,49 7,49 7,49


(Udara) gram gram gram gram

Baja AISI Spesimen 6 7,27 7,26 7,24 7,24


(HCL) gram gram gram gram

4.3.2 Hasil Perhitungan Kehilangan Berat


Setelah melakukan proses Quenching dengan media pendingin/korosif
berupa larutan yaitu air (H2O), Santan Kelapa Murni, Oli, Udara, dan Asam Klorida
(HCL) juga dilakukan pengamatan visual serta pengamatan mikro, maka
didapatkan hasil kehilangan berat setelah proses Quenching selama 15 menit dan
dianalisis selama 7 hari, dengan menggunakan metode weight loss. Tabel
perhitungan yang di dapat setelah pengamatan selama 7 hari.

47
Universitas Sriwijaya

Tabel 4.16. Data Pengurangan Berat dan Persentase Kerusakan Spesimen


Variasi Waktu Berat awal Berat akhir Kehilangan Persentase
kerusakan
(Hari) Wo (gram) Wi (gram) Berat
(%)
Spesimen 1 7 7,71 gram 7,69 gram 0,02 gram 0,26 %
Spesimen 2 7 7,57 gram 7,50 gram 0,07 gram 0,92 %
Spesimen 3 7 7,13 gram 7,09 gram 0,04 gram 0,56 %
Spesimen 4 7 7,81 gram 7,76 gram 0,05 gram 0,64 %
Spesimen 5 7 7,56 gram 7,49 gram 0,07 gram 0,93 %
Spesimen 6 7 7,39 gram 7,24 gram 0,15 gram 2,03 %

Hasil pengujian laju korosi juga akan dijelaskan dengan diagram batang untuk
melihat perbedaan laju korosi yang terjadi pada tiap spesimen.

Kehilangan Berat
0,16 0,15
0,14
0,12
0,1
0,08 0,07 0,07
0,06 0,05
0,04
0,04 0,02
0,02
0
Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Spesimen 4 Spesimen 5 Spesimen 6

kehilangan berat

Diagram 4.1. Pengurangan Berat pada Spesimen Akibat Laju Korosi

Hasil dari diagram di atas bahwa telah terjadi pengurangan berat pada tiap
spesimen uji baik diberi perlakuan Quenching ataupun tanpa perlakuan.
Pengurangan berat yang paling tinggi ialah pada spesimen 6 dengan perlakuan
quenching, media pendingin/korosif Asam Klorida (HCL, sedangkan penurunan
berat yang paling kecil terjadi pada spesimen 1 dengan tanpa perlakuan.

48
Universitas Sriwijaya

Persentase Kerusakan
10

2,03
0,92 0,56 0,64 0,93
0 0,26
Spesimen 1Spesimen 2Spesimen 3Spesimen 4Spesimen 5Spesimen 6

Persentase Kerusakan

Diagram 4.2. Persentase Kerusakan pada Spesimen

4.4 Pembahasan
Pembahasan ini adalah melakukan pengamatan laju korosi pada baja AISI
1045 baja karbon sedang dengan perlakuan dan tanpa perlakuan panas (Heat
Treatment), dan Quenching pada ukuran 10 mm x 10 mm x 10 mm berbentuk
kubus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media Quenching
terhadap laju korosi baja AISI 1045 yang terjadi pada tiap spesimen uji.
Pengamatan terhadap spesimen uji dilakukan dalam waktu 7 hari, pengamatan
berfungsi untuk mengetahui laju korosi setelah dilakukan perlakuan quenching
pada spesimen uji tersebut. Proses pengamatan laju korosi dilakukan secara visual
dengan mikroskop digital dengan perbesaran 500X – 1600X serta di lakukan
penimbangan berat spesimen menggunakan timbangan digital sebelum pencelupan
pada larutan dan ditimbang lagi di 1 hari, 3 hari, 5 hari dan di 7 hari. Pada hari ke 7
dilakukan perhitungan berat yang hilang dan persentase kerusakan yang terjadi
pada spesimen uji akibat laju korosi dan menjadi tolak ukur perbandingan laju
korosi yang terjadi pada masing-masing spesimen tersebut. Semakin rendah nilai
persentase kerusakan laju korosi maka semakin lambat laju korosi yang terjadi pada
spesimen uji tersebut.
Proses quenching yang telah dilakukan pada spesimen akan terjadi suatu
perubahan struktur mekanik yang terjadi pada material uji, terlihat secara visual
baja AISI 1045 mengalami perubahan warna lapisan. Pada pengamatan visual
pertama yaitu pada spesimen tanpa perlakuan, spesimen telah mengalami

49
Universitas Sriwijaya

penjamuran karat berwarna kuning dan merata serta meluas pada permukaan
spesimen, pada spesimen 2 yaitu dengan H2O, spesimen mengalami penjamuran
karat di beberapa bagian pada spesimen, sedangkan pada bagian lain ada bercak air
serta terdapat lempengan menutupi karat, pada sepesimen 3 belum mengalami
penjamuran karat, namun terlihat masih ada sisa cairan santan, pada spesimen 4
yaitu oli bahwa spesimen belum terlihat penjamuran karat, yg terlihat tetap bintik-
bintik putih, pada spesimen 5 yaitu udara belum terlihat penjamuran karat, yg
terlihat hanya bintik-bintik gelembung putih, dan pada spesimen terakhir yaitu
spesimen 6 dengan HCL, spesimen mengalami penjamuran karat yang semakin
meluas, berwarna kuning berukuran besar yang mulai merata pada spesimen.
Hasil pembahasan di atas juga diperkuat dengan adanya pembahasan laju
korosi yang dilihat dari pengukuran sebelum diberikan perlakuan sampai dengan
pengukuran setelah pengujian laju korosi, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.17. Pengukuran Laju Korosi


Berat Berat
Berat Setelah Berat Setelah
Sebelum Sebelum
Spesimen Diberi Pengujian
Diberi Pengujian
Perlakuan Korosi
Perlakuan Korosi
Baja AISI 1045
Tanpa Perlakuan/ 7,71 Gram 7,71 Gram 7,71 Gram 7,69 Gram
Spesimen 1
Baja AISI
Spesimen 2 7,57 Gram 7,56 Gram 7,55 Gram 7,50 Gram
(H2O)
Baja AISI
Spesimen 3 7,13 Gram 7,12 Gram 7,10 Gram 7,09 Gram
(Santan)
Baja AISI
Spesimen 4 (Oli) 7,81 Gram 7,78 Gram 7,78 Gram 7,76 Gram

50
Universitas Sriwijaya

Berat Berat
Berat Setelah Berat Setelah
Sebelum Sebelum
Spesimen Diberi Pengujian
Diberi Pengujian
Perlakuan Korosi
Perlakuan Korosi
Baja AISI
Spesimen 5 7,56 Gram 7,51 Gram 7,51 Gram 7,49 Gram
(Udara)
Baja AISI
Spesimen 6 7,39 Gram 7,30 Gram 7,30 Gram 7,24 Gram
(HCL)

Dari hasil pembahasan di atas, penelitian tersebut dapat di analisa bahwa


spesimen yang cepat mengalami korosi adalah spesimen 6 dengan Perlakuan Panas
(Heat Treatment) kemudian dilakukan proses quenching media pendingin/korosif
yaitu HCL, yang dilihat secara visual dan pengukuran kehilangan berat. Sedangkan
spesimen yang lambat mengalami laju korosi adalah spesimen 1 yaitu tanpa
perlakuan yang di analisa melalui pengurangan berat terkecil, namun permukaan
spesimen jika dilihat secara visual mengalami karat pada permukaan spesimen
secara merata.

4.5 Implementasi Penelitian


Berdasarkan data penelitian yang penulis buat dengan judul penelitian
pengaruh media quenching terhadap Laju Korosi Baja AISI 1045 dalam mata kuliah
perlakuan panas, pengujian bahan serta korosi dan teknik pelapisan di Program
Studi Pendidikan Teknik Mesin Universitas Sriwijaya. Penulis mengharapkan pada
mata kuliah yang bersangkutan agar dapat memperbanyak jam terbang praktikum
yang lebih spesifik lagi agar pengetahuan dan pemahaman yang didapatkan oleh
peserta didik efektif, jelas, dan terarah dikarenakan erat kaitannya dengan dunia
kerja. Maka dari itu masih terdapatnya implementasi pada penelitian ini, sebagai
berikut.
1. Sebagai acuan belajar bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik

51
Universitas Sriwijaya

Mesin Universitas Sriwijaya pada mata kuliah perlakuan panas di semester 6


(RPS terlampir), mata kuliah pengujian bahan di semester 5 (RPS terlampir)
dan mata kuliah korosi dan teknik pelapisan di semester 5 (RPS terlampir).
Penelitian ini dapat juga digunakan sebagai referensi bagi penelitian
selanjutnya.
2. Material Baja AISI 1045 lebih dikenal dengan material menengah yang cukup
keras kemudian ditambah kekerasannya lagi dengan proses heat treatment
hingga dinyatakan bahwa terjadinya peningkatan terhadap tingkat kekerasan,
oleh karena itu dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian
proses Quenching juga berpengaruh terhadap laju korosi, sesuai dengan media
pendingin yang digunakan. Maka dengan ketepatan dalam memilih media
pendingin yang tepat dapat memperlambat laju korosi pada pada material yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengetahui tahapan secara terperinci proses perlakuan suatu material dalam
mata kuliah perlakuan panas, pengujian bahan maupun korosi dan teknik
pelapisan dengan metode praktikum. Sehingga ilmu yang diperoleh menjadi
lebih maksimal.

52
Universitas Sriwijaya

BAB V PENUTUP
PENUTUP

5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat menarik kesimpulan
yakni sebagai berikut:
1. Proses perlakuan panas (Heat Treatment) yang dilakukan mempengaruhi
beberapa berat spesimen setelah dilakukan perlakuan serta akan
berpengaruh terhadap laju korosi spesimen uji. Berat spesimen 1 sebelum
perlakuan yaitu 7,71 gram dan tetap sama setelah diberikan perlakuan,
spesimen 2 yaitu 7,57 gram menjadi 7,56 gram, spesimen 3 yaitu 7,13 gram
menjadi 7,12 gram, spesimen 4 yaitu 7,81 gram menjadi 7,78 gram,
spesimen 5 yaitu 7,56 gram menjadi 7,51 gram, dan spesimen 6 yaitu 7,39
gram menjadi 7,30 gram.
2. Proses Quenching mempengaruhi laju korosi pada spesimen uji baja AISI
1045, spesimen yang diberi media pendingin HCL (Spesimen 6) memiliki
pengurangan berat lebih besar dibandingkan dengan spesimen lainnya yaitu
0,15 gram dengan persentase kerusakan 2,03 %. Sedangkan spesimen tanpa
perlakuan memiliki pengurangan berat lebih kecil yaitu 0,02 gram dengan
persentase kerusakan 0,26 %, namun laju korosi secara visual berwarna
kuning secara merata pada spesimen. Kemudian spesimen yang memiliki
pengurangan berat terkecil dengan perlakuan adalah dengan media
pendingin Santan (Spesimen 3) ialah 0,04 gram dengan persentase
kerusakan 0,56%.

5. 2 Saran
Diharapkan terlebih dahulu memahami karakteristik material yang akan
digunakan, karena sangat berpengaruh pada sifat mekanisnya. Untuk penelitian
selanjutnya perlu dilakukan dengan memvariasikan suhu, media
pendingin/korosifnya, holding time.

53
Universitas Sriwijaya

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Yudha Kurniawan. Dkk, (2015). Analisa Laju Korosi Pada Pelat Baja
Karbon Dengan Variasi Ketebalan Coating. J. Teknik ITS. 4(1):1-5

Anggoro, S. (2017). Pengaruh Perlakuan Panas Quenching dan Tempering terhadap


Laju Korosi pada Baja AISI 420. Jurnal Engine: Energi, Manufaktur, Dan
Material, 1(2), 19. https://doi.org/10.30588/jeemm.v1i2.257

Avner, H, S. 1974. Introduction to Physical Metallurgy. 2nd edition, New York;


McGrawHill International Editions.

Cain, T. (2002). Hardening, Tempering and Heat Treatment: For Model Engineers.
Special Interest Model Books.

Gapsari, Femiana. 2017. Pengantar Korosi. Malang: Penerbit UB Press

Glyn, et.al. 2001. Physical Metallurgy of Steel. Class Notes and lecture material.
ForMSE 651.01

Hadi, Syamsul. 2017. Teknologi Bahan Lanjut, Malang: ANDI.

Nugraha, H. A. (2012). Pengaruh Variasi Proses Perlakuan Panas Terhadap


Kekerasan Dan Perilaku Korosi Pada Baja Karbon Medium Aisi 1045 Dalam
Media Hcl (35%). Jember University.

Nugroho, E., Handono, S. D., Asroni, A., & Wahidin, W. (2019). Pengaruh
Temperatur dan Media Pendingin pada Proses Heat Treatment Baja AISI
1045 terhadap Kekerasan dan Laju Korosi. Turbo : Jurnal Program Studi
Teknik Mesin, 8(1), 99–110. https://doi.org/10.24127/trb.v8i1.933

Pramono, A., Teknik, J., Fakultas, M., Universitas, T., Ageng, S., & Cilegon, T. (2012).
Karakteristik Mekanik Proses Hardening Baja Aisi 1045 Media Quenching Untuk
Aplikasi Sprocket Rantai. Jurnal Energi Dan Manufaktur, 5(1), 32–38.

Purwanto, et al. (2016). Perlakuan Bahan.Malang:Politeknik Negeri Malang.


Rajan, T . V., Sharma, C. P., and Sharma Ashok., 1997, Heat Treatment : Principles
andTechniques, Prentice Hall of India,New Delhi.

Sari, Nasmi Herlina. 2018. Material teknik. Yogyakarta: Penerbit Deepublish

Sofyan, Bondan T. 2016. Pengantar Material Teknik. Jakarta : Salemba Teknika

Sukaini. (2013). Teknik Las SMAW. Jakarta:2013

54
Universitas Sriwijaya

Samlawi, A. K., & Siswanto, R. (2016). Diktat Bahan Kuliah Material Teknik.
Universitas Lambung Mangkurat, 3, 8, 56–59.

Totten, GE, Bates, CE, Clinton, NA, Handbook of Quenchant and Quenching
Technology, ASM International, USA, 1993

Trihutomo, P. (2014). Pengaruh Proses Annealing Pada Hasil Pengelasan. JURNAL


TEKNIK MESIN, 1, 81–88.

Wibowo, M. A. (2021). Pengaruh heat treatment dengan variasi media quenching


terhadap laju korosi pada baja aisi 1045. Sriwijaya University.

Wiryosumarto, Harsono dan Okumura, T. 1996. Teknologi pengelasan Logam.


Jakarta: pradnya paramita.

Yunianto, Ady purnama, (2018). Dasar Perancangan Teknik Mesin.PT. Gramedia


Widiasarana Indonesia. Jakarta

Yusnita, (2019). Asam , Basa, dan Garam di Lingkungan Kita. ALPRIN, Semarang.

Zaki, M., Harlin, H., & Syofii, I. (2021). Pengaruh Perlakuan Panas Quenching
Terhadap Laju Korosi Pada Material Baja St 37. Jurnal Pendidikan Teknik
Mesin, 8(2), 151–160. https://doi.org/10.36706/jptm.v8i2.8980

55
Universitas Sriwijaya

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengolahan Data


1. Perhitungan kehilangan berat dan persentase kerusakan spesimen 1 (Pipa
baja karbon dengan perlakuan)
• W = W0-W1
= 7,71 – 7,69
= 0,02 gram
= 20 mg
𝑊0−𝑊𝐴
• µ= × 100%
𝑊0
20 𝑚𝑔
µ= × 100%
7.710 𝑚𝑔
µ = 0,26%

2. Perhitungan kehilangan berat dan persentase kerusakan spesimen 2 (Pipa


baja galvanis dengan perlakuan)
• W = W0-W1
= 7,57 – 7,50
= 0,07 gram
= 70 mg
𝑊0−𝑊𝐴
• µ= × 100%
𝑊0
70 𝑚𝑔
µ= 7.570 × 100%
µ= 0,92 %

3. Perhitungan kehilangan berat dan persentase kerusakan spesimen 3 (Pipa


baja karbon tanpa perlakuan)
• W = W0-W1
= 7,13 – 7,09
= 0,04 gram
= 40 mg
𝑊0−𝑊𝐴
• µ= × 100%
𝑊0
40 𝑚𝑔
µ= 7.130 × 100%
µ= 0,56 %

56
Universitas Sriwijaya

4. Perhitungan kehilangan berat dan persentase kerusakan spesimen 4 (Pipa


baja galvanis tanpa perlakuan)
• W = W0-W1
= 7,81–7,76
= 0.05 gram
= 50 mg
𝑊0−𝑊𝐴
• µ= × 100%
𝑊0
50 𝑚𝑔
µ = 7.810 × 100%
µ = 0,64 %

5. Perhitungan kehilangan berat dan persentase kerusakan spesimen 4 (Pipa


baja galvanis tanpa perlakuan)
• W = W0-W1
= 7,56–7,49
= 0.07 gram
= 70 mg
𝑊0−𝑊𝐴
• µ= × 100%
𝑊0
70 𝑚𝑔
µ = 7.560 × 100%
µ = 0,93 %

6. Perhitungan kehilangan berat dan persentase kerusakan spesimen 4 (Pipa


baja galvanis tanpa perlakuan)
• W = W0-W1
= 7,39–7,24
= 0.15 gram
= 150 mg
𝑊0−𝑊𝐴
• µ= × 100%
𝑊0
150 𝑚𝑔
µ = 7.390 × 100%
µ = 2,03 %

57
Universitas Sriwijaya

Lampiran 2. Surat Keterangan Verifikasi Judul Skripsi

58
Universitas Sriwijaya

Lampiran 3. Surat Keterangan Bebas Laboratorium

59
Universitas Sriwijaya

Lampiran 4. Persetujuan Sidang Skripsi

60
Universitas Sriwijaya

Lampiran 5. Surat Keterangan Sidang

61
Universitas Sriwijaya

Lampiran 6. Kartu Bimbingan Skripsi

62

Anda mungkin juga menyukai