Anda di halaman 1dari 57

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI


DAN INTERVENSI PEMBERIAN KOMPRES HANGAT
PADA LEHER UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS
NYERI DIRUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
PALEMBANG

INDAH BUDIARTI
22222031

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMDIYAH PALEMBANG PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2022/2023
STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI


DAN INTERVENSI PEMBERIAN KOMPRES HANGAT
PADA LEHER UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS
NYERI DIRUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
PALEMBANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

INDAH BUDIARTI
22222031

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMDIYAH PALEMBANG PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2022/2023
HALAMAN PERSETUJUAN

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Penulis :
Nama : Indah Budiarti
Tempat/tanggal lahir : Sukacinta, 21 Mei 1998
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Anak ke dari : Ke -4 dari 5 Bersaudara
Orang tua :
Ayah : Mukromin
Ibu : Hairuna
Telepon : 085609293305
E-mail : indahbudiarti217@gmail.com
Alamat : Sukajadi kec Muara Kuang kab Ogan Ilir
Riwayat Pendidikan :
1. TK Sukacinta 2005-2006
2. SD Negeri 01 Muara Kuang 2006-2011
3. SMP Negeri 01 Muara Kuang 2011-2014
4. SMK Negeri 01 Kayuangung 2014-2017
5. Stikes Muhammadiyah Palembang 2017-2020
6. S1 Kep IKesT Muhammadiyah Plg 2021-2022

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa


Ta’ala karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan studi
kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Dan Intervensi
Pemberian Kompres Hangat Pada Leher Untuk Menurunkan Intensitas Nyeri Di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang” Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wasallam yang telah menunjukkan kepada kita jalan yan lurus berupa ajaran agama
Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta Rahmat bagi seluruh alam semesta.

Penulisan studi kasus ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar profesi ners di IkesT Muhammadiyah Palembang sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan. Dalam penyusunan studi kasus ini penulis sangat
menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan Ilmu
pengetahuan, pengalaman serta kekhilafan yang penulis miliki. Maka dari itu, dengan
ikhlas penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendidik dan
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan penyusunan skripsi dimasa yang
akan datang. Penyusunan studi kasus ini tidak akan terlaksana tanpa bimbingan,
pengarahan, bantuan serta saran dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Heri Shatriadi CP, M.Kes selaku Rektor IKesT Muhammadiyah
Palembang.
2. Bapak Yudiansyah, SKM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
3. Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Ibu Siti Romadoni, S.Kep.,Ns.,
M.Kep.
4. Dosen Pembimbing I bapak Sukron , S.Kep., Ns., MNS
5. Dosen Pembimbing II bapak Yulius Tiranda S.Kep., Ns., M.Kep.,PhD
6. Dosen Penguji I Bapak Joko Tri Wahyudi, S.Kep., Ns., M.Kep
7. Dosen Penguji II Bapak Romiko, S.Kep., Ns., MNS
8. Dosen Program Studi dan IKesT Muhammadiyah Palembang yang senantiasa
memberikan ilmunya dalam proses belajar mengajar.
9. Teristimewa kepada kedua orang tua saya Bapak Mukromin, Ibu Hairuna dan
saudara-saudara saya kakak Eli Sandra dan Eti Rosita, kakak saya Evri
yasanda , Adik saya Kiki Anggara dan keponakan saya yang selalu jadi
hiburan. Tercinta dan tersayang yang sangat berjuang dalam hidup saya dan
tak pernah berhenti mencurahkan kasih sayangnya kepada saya, yang selalu

V
mendoakan dan mendukung saya untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam
segala hal dan juga dalam menyelesaikan penysunan studi kasus ini.
10. Patner seperjuangan dari awal masuk STIKes MP Sisilia (Tameng), Herli
(Jokku), Febi (Mentari Pagi), dan teman-teman seperjuangan profesi ners
angkatan 17 tahun 2022-2023. yang selalu senantiasa menemani, semangat,
dukungan dalam penyususunan studi kasus ini, serta seluruh keluarga tercinta
terima kasih telah

membesarkan dan mendidik saya serta selalu mendoakan dan mendukung


saya. Terima kasih juga satu kali lagi kalian telah mengantarkan saya ke
gerbang keberhasilan, ini adalah jawaban dari doa-doa kalian yang selalu
kalian panjatkan untuk saya.

Saya menyadari didalam pembuatan studi kasus ini masih banyak


terdapat kesalahan yang belum kami ketahui. Oleh karna itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan studi kasus ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT, berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga studi kasus ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Palembang, Februari 2023

Penulis

vi
HALAMAN JUDUL.......................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS...........................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................v
RIWAYAT HIDUP PENULIS......................................................................vi
KATA PENGANTAR....................................................................................vii
DAFTAR ISI.................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................3
D. Manfaat Penulisan................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................6
A. Konsep Umum Nyeri............................................................................6
1. Definisi...........................................................................................6
2. Etiologi...........................................................................................6
3. Kasifikasi........................................................................................6
4. Mekanisme Nyeri............................................................................9
5. Pengukuran Nyeri...........................................................................10
B. Konsep Terapi Kompres Hangat...........................................................12
1. Definisi Terapi Kompres Hangat....................................................12
2. Manfaat Terapi kompres Hangat.....................................................13
C. Konsep Nyeri........................................................................................17
1. Definisi...........................................................................................17

2. Klasifikasi.......................................................................................17
3. Anatomi dan Fisiologi....................................................................19
4. Etiologi...........................................................................................20
5. Patofisiologi....................................................................................21
6. Manifestasi Klinis...........................................................................22
7. Komplikasi......................................................................................23

vii
8. Penatalaksanaan Medis...................................................................26
9. Pathway...........................................................................................28
10. Konsep Masalah Keperawatan.......................................................29
D. Konsep Intervensi dan Telaah Jurnal....................................................47
BAB III METODOLOGI...............................................................................59
A. Desain...................................................................................................59
B. Subjek Studi Kasus...............................................................................59
C. Tempat dan Waktu................................................................................59
D. Fokus Studi Kasus................................................................................60
E. Instrumen Penelitian.............................................................................61
F. Pengumpulan Data................................................................................62
G. Etika Studi Kasus..................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................78

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi ialah Penyakit Tidak Menular (PTM)
dan salah satu penyebab utama kematian di dunia. World Health Organization
(WHO) memperkirakan bahwa prevalensi global saat ini hipertensi 22% dari
keseluruhan populasi dunia. Hipertensi dianggap sebagai penyakit yang serius
karena dampak yang ditimbulkan sangat luas, meningkatkan risiko jantung, otak,
ginjal bahkan dapat berakhir pada kematian (Kemenkes, 2020).
Hipertensi merupakan suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam
pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan memompa
keseluruh jaringan organ tubuh secara terus menerus lebih dari suatu periode
(Indah, 2019). Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila
tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg. Hipertensi juga sering diartikan
sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan
diastolik 80 mmHg. Tekanan darah yang selalu tinggi merupakan salah satu risiko
utama penyebab stroke, serangan jantunga, gagal jantung kronis dan aneurisma
arterial (Anies, 2018).
Hipertensi menjadi berbahaya karena memiliki banyak komplikasi seperti
stroke, penyakit jantung, hingga gagal ginjal yang merupakan penyakit-penyakit
katastropik. Artinya penyakit ini merupakan penyakit berbiaya tinggi dan secara
komplikasi dapat membahayakan jiwa penderitanya. Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menunjukan biaya penyakit hipertensi sebesar
9,7 triliun terbesar diantara penyakit lainnya (Indah,2019). Hipertensi disebut juga
sebagai the silent disease dikarenakan pengidap penyakit hipertensi rata-rata
kurang memahami tanda dan gejala sebelum diperiksa (Ariyanto et al., 2020).

1
2

WHO (2021). Di Afrika memiliki prevalensi hipertensi tertinggi (27%)


sedangkan di Amerika memiliki prevalensi hipertensi terendah (18%). Jumlah
orang dewasa dengan hipertensi meningkat dari 594 juta pada tahun 1975 menjadi

1,13 miliar pada tahun 2018, dengan peningkatan yang sebagian besar
terlihat di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Peningkatan ini
terutama disebabkan oleh peningkatan faktor risiko hipertensi pada populasi.
Di Indonesia prevalesi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada
penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%),
sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Estimasi jumlah kasus hipertensi di
Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia
akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi terjadi pada kelompok umur
31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%)
(Riskesdas Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Data Dinas Kesehatan Kota Palembang, angka kejadian penyakit hipertensi
mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Pada tahun 2018 jumlah kasus
kejadian hipertensi sebanyak 53.455 (22,5%), pada tahun 2019 sebanyak 54.2%
dan pada tahun 2020 sebanyak 146.220 orang (57,2%) yang mendapatkan
pelayanan kesehatan tekanan darah tinggi (hipertensi) sesuai standar (Dinkes
Sumsel, 2020). Sedangkan Estimasi penderita hipertensi di RS Muhammadiyah
Palembang berdasarkan hasil pengukuran penduduk usia 15 tahun keatas pada
tahun 2019 sebanyak 2924 (30,4%), pada tahun 2020 sebanyak 8610 (30,4%), dan
bulan Januari sampai Oktober tahun 2021 sebanyak 9092 (31,2%).
Berdasarkan Studi Pendahuluan di RS Muhammadiyah Palembang pada
tanggal Desember Januari 2023 didapatkan bahwa tiga bulan terakhir penderita
hipertensi sebanyak 109 jiwa dan hasil wawancara dengan pasien hipertensi yang
berkunjung di RS Muhammadiyah Palembang tersebut didapatkan data jumlah
penderita hipertensi.
Berdasarkan data-data diatas dapat disimpulkan bahwa angka penderita
penyakit hipertensi masih terus meningkat setiap tahun. Hal ini dapat
3

mengakibatkan munculnya komplikasi. Salah satu komplikasi yang muncul adalah


gangguan fungsi jantung koroner, pembulu darah, stroke serta penyakit
kardiovaskuler seperti aneurisma arteri, jantung kronis, obesitas, kolestrol
dan bisa menjadi pencetus gagal ginjal kronik bahkan kematian (Marliyana, 2021).

Hipertensi juga dapat disebabkan oleh stress serta konsumsi makanan yang
memiliki kandungan garam berlebihan. Faktor resiko pada kejadian hipertensi
meliputi riwayat keluarga, gaya hidup, pola makan yang buruk, merokok, jenis
kelamin, ras dan juga usia. Untuk mencegah agar hipertensi tidak menyebabkan
komplikasi dan dapat diminimalkan dengan penatalaksanaan menggunakan
farmakologi yaitu dengan minum obat secara teratur atau menggunakan non
farmakologis, langkah awal pengobatan hipertensi non farmakologis adalah dengn
menjalani pola hidup sehat, salah satunya dengan terapi komplementer yang
menggunakan bahan-bahan alami yang ada disekitar kita, seperti relaksasi otot
progresif, terapi nutrisi, meditasi, terapi tawa, akupuntur, akupresur, aromaterapi,
terapi bach flower remedy, dan refleksologi (Istiqomah, 2018).

Terapi ini menggunakan kompres hangat yang telah terbukti secara medis
dapat merelaksasikan otot pada pembuluh darah dan melebarkan pembuluh darah
sehingga dapat meningkatkan pemasukan oksigen dan nutrisi ke jaringan otak dan
sudah banyak digunakan oleh masyarakat dalam menangani penyakit hipertensi
dikarenakan memiliki efek samping yang sedikit. Jenis obat yang digunakan dalam
terapi yaitu (Kompres Hangat), (Relaksasi Massage Punggung), Pemberian
(Akupresur), (Relaksasi Napas Dalam) (Melizza et al., 2020).
Kompres hangat merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri dengan
memberikan energi panas melalui konduksi, dimana panas tersebut dapat
menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), meningkatkan relaksasi
otot sehingga meningkatkan sirkulasi dan menambah pemasukan, oksigen, serta
nutrisi ke jaringan (Potter & Perry, 2021). Secara anatomis, banyak pembuluh
darah arteri dan arteriol di leher yang menuju ke otak (Snell, 2020). Pada nyeri
kepala yang diderita oleh pasien hipertensi disebabkan karena suplai darah ke otak
4

mengalami penurunan dan peningkatan spasme pembuluh darah. Kompres hangat


dilakukan untuk merelaksasikan otot pada pembuluh darah dan melebarkan
pembuluh darah sehingga hal tersebut dapat meningkatkan pemasukan oksigen dan
nutrisi ke jaringan otak.
Terkait dengan penyakit-penyakit yang diderita manusia Allah SWT.
Berfirman:”Hai manusia, sesunggunya telah datang kepadamu pelajaran dari
tuhanmu dan penyembuhan bagi penyakit-penyakit didalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” Qs. Yunus:57. “ Dan apa saja
musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh tanganmu sendiri, dan Allah
memeefkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” Qs.Asy Syuura:30.
“Dan kami turunkan Al-qur’an suatu yang jadi penawar (penyembuhan) dan
rahmat bagi orang-orang beriman,dan tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim melaikan kerugian” Qs.Al Isra: 82.
Dalam penatalaksanaan hipertensi, perawat sebagai petugas kesehatan
memiliki peran dalam mengubah perilaku sakit yang diderita dalam rangka
menghindari suatu penyakit atau memperkecil resiko penyakit yang di derita. Peran
sebagai educator (pendidik), perawat membantu klien mengenal kesehatan dan
prosedur asuhan keperawatan yang perlu mereka lakukan guna memulihkan atau
memelihara kesehatannya. Dalam memberikan informasi kesehatan, terkait dengan
hipertensi tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan orang yang menderita
hipertensi sehingga dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan
penanganan hipertensi dan untuk membentuk sikap yang positif agar dapat
melakukan perawatan hipertensi secara mandiri sehingga dapat mencegah
kemungkinan terjadinya komplikasi (Sutrisno, 2013).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertnsi Dan Intervensi Pemberian
Kompres Hangat Pada Leher Untuk Menurunkan Intensitas Nyeri Di Rumah
Muhammadiyah Sakit Palembang.
5

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka timbul permasalahan sebagai
berikut: Bagaimana Penerapan Kompres Hangat Pada Leher Untuk Menurunkan
Intensitas Nyeri Di Rumah Muhammadiyah Sakit Palembang.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan penerapan Bagaimana Penerapan Kompres Hangat Pada
Leher Untuk Menurunkan Intensitas Nyeri Di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan penyakit dalam dan penerapan kompres
hangat pada leher untuk menurunkan intensitas nyeri Di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang.
b. Menganalisis diagnosis keperawatan penyakit dalam dan penerapan kompres
hangat pada leher untuk menurunkan intensitas nyeri Di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang.
c. Menyusun intervensi keperawatan penerapan kompres hangat pada leher
untuk menurunkan intensitas nyeri Di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.
d. Melakukan penerapan kompres hangat pada leher untuk menurunkan
intensitas nyeri Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
e. Melakukan evaluasi penerapan kompres hangat pada leher untuk menurunkan
intensitas nyeri Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
f. Melakukan discharge planning klien dengan kompres hangat pada leher untuk
menurunkan intensitas nyeri Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
6

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Bagi Insitusi Pendidikan
Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan keterampilan bagi mahasiswa
dan meningkatkan pengetahuan tentang perkembangan proses keperawatan
tantang penyakit dalam, yang mana dalam hal ini yaitu penerapan kompres
hangat pada leher untuk menurunkan intensitas nyeri Di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang.

2. Manfaat Bagi Rumah Sakit


Untuk menambah wawasan informasi mengenai pemanfaatan Seledri
(Apium graveolens) terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi.
dan pengalaman dalam melakukan penelitian khususnya dalam bidang
keperawatan medikal bedah, serta dapat di gunakan untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
3. Manfaat Bagi Penulis
Memberikan solusi dan sarana dalam memperoleh pengetahuan tentang
pentingnya asuhan keperawatan khususnya dibidang keperawatan penyakit
dalam dengan kasus kompres hangat pada leher untuk menurunkan
intensitas nyeri Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Umum Nyeri


1. Definisi
Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul
bila mana jaringan sedang dirusak yang menyebabkan individu tersebut
bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2008
dalam Saifullah, 2018).
Nyeri adalah kejadian yang tidak menyenangkan, mengubah gaya
hidup dan kesejahteraan individu (Handayani, 2018).
Nyeri adalah ketidaknyamanan yang dapat disebabkan oleh efek
dari penyakit-penyakit tertentu atau akibat cedera (Andarmoyo, 2019).

2. Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik,
thermos, elektrik, neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi),
gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah serta yang
terakhir adalah trauma psikologis (Handayani, 2021).

3. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut :
a. Nyeri berdasarkan tempatnya
Menurut Irman (2007) dalam Handayani (2021) dibagi menjadi :
1) Pheriperal pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri
ini termasuk nyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus
yang efektif untuk menimbulkan nyeri dikulit dapat berupa
rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila
hanya kulit yang

6
7

terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam,


meringis, atau seperti terbakar.
2) Deep pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam (nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri
somatis mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon,
ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki
lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal jelas.
3) Reffered pain
Merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/
struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di
daerah yang berbeda bukan dari daerah asalnya misalnya, nyeri
pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan iskemia jantung atau
serangan jantung.
4) Central pain
Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau
disfungsi primer pada sistem saraf pusat seperti spinal cord, batang
otak, thalamus, dan lain-lain.
b. Nyeri berdasarkan sifatnya
Meliala (2007) dalam Handayani (2019) menyebutkan bahwa nyeri ini
digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1) Incidental pain
Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
Nyeri ini biasanya sering terjadi pada pasien yang mengalami
kanker tulang.
2) Steady pain
Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
jangka waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik
ginjal akut merupakan salah satu jenis.
3) Proximal pain
8

Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat


sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap selama kurang lebih 10-15
menit, lalu menghilang kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan ringan beratnya
Nyeri ini dibagi ke dalam tiga bagian (Wartonah, 2005 dalam
Handayani, 2019) sebagai berikut :
1) Nyeri ringan
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri
ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi
dengan baik.
2) Nyeri sedang
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang.
Nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri dan mendiskripsikannya, dapat
mengikuti perintah dengan baik.
3) Nyeri berat
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat. Nyeri berat
secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan
alih posisi nafas panjang.
d. Nyeri berdasarkan waktu serangan
1) Nyeri akut
Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi dan
penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan
berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu individu untuk
segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat
(kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal dan
eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan. Durasi
9

nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya


dapat diperkirakan (Asmadi, 2008).
2) Nyeri kronis
Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan
atau lebih. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab
atau cedera spesifik. Nyeri kronis ini berbeda dengan nyeri akut
dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering mempengaruhi
semua aspek kehidupan penderitanya dan menimbulkan distress,
kegalauan emosi dan mengganggu fungsi fisik dan sosial (Potter &
Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).

4. Mekanisme Nyeri
Menurut Asmadi (2021) Ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme
nyeri. Teori tersebut diantaranya :
a. Teori Spesifik
Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur tubuh
melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indra perasa bersifat
spesifik, artinya saraf sensoris dingin hanya dapat diransang oleh
sensasi dingin. Menurut teori ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan
dengan pengaktifan ujung-ujjung serabut saraf bebas oleh perubahan
mekanik, ransangan kimia atau temperature yang berlebihan, persepsi
nyeri yang dibawa serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh spinotalamik
ke spesifik pusat nyeri di thalamus.
b. Teori Intensitas
Nyeri adalah hasil ransangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap
ransangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika
intensitasnya cukup kuat.
c. Teori gate control
10

Teori ini menjelaskan mekanisme transisi nyeri. Kegiatannya


tergantung pada aktifitas saraf afferen berdiameter besar atau kecil
yang dapat memengaruhi sel saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas
serat yang berdiameter besar menghambat transmisi yang artinya pintu
di tutup sedangkan serat saraf yang berdiameter kecil mempermudah
transmisi yang artinya pintu dibuka.

5. Pengukuran Nyeri
a. Numeric Rating Scale (NRS)
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat dan
ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan
mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numeric dari 0 (nol)
hingga 10 (sepuluh) (Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).
1) Skala 0 : Tanpa nyeri
2) Skala 1-3 : Nyeri ringan
3) Skala 4-6 : Nyeri sedang
4) Skala 7-9 : Nyeri berat
5) Skala 10 : Nyeri sangat berat

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS)

Sumber :(Potter& Perry, 2005 dalam Handayani, 2015)

b. Visual Analog Scale (VAS)


Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas
mengekspresikan nyeri, ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan
sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri sedang (Potter &
Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).
11

Gambar 2.2 Visual Analog Scale (VAS)

Sumber :(Potter& Perry, 2005 dalam Handayani, 2018)

c. Verbal Rating Scale (VRS)


Skala ini untuk menggambarkan rasa nyeri, efektif untuk menilai nyeri
akut, dianggap sederhana dan mudah dimengerti, ranking nyerinya
dimulai dari tidak nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan
(Khoirunnisa & Novitasari, 2015).
Gambar 2.3 Verbal Rating Scale (VRS)

Sumber :(Khoirunnisa& Novitasari, 2018)

d. Skala Wajah dan Barker


Skala nyeri enam wajah dengan eskpresi yang berbeda, menampilkan
wajah bahagia hingga wajah sedih. Digunakan untuk mengekspresikan
rasa nyeri pada anak mulai usia 3 (tiga) tahun (Potter & Perry, 2005
dalam Handayani, 2015).
Gambar 2.4 Skala Wajah dan Barker

Sumber :(Potter& Perry, 2005 dalam Handayani, 2019)


12
B. Konsep Terapi Kompres Hangat Pada Leher
1. Definisi Terapi Kompres hangat
Kompres hangat merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri dengan memberikan
energi panas melalui konduksi, dimana panas tersebut dapat menyebabkan vasodilatasi
(pelebaran pembuluh darah), meningkatkan relaksasi otot sehingga meningkatkan
sirkulasi dan menambah pemasukan, oksigen, serta nutrisi ke jaringan (Potter & Perry,
2021). Secara anatomis, banyak pembuluh darah arteri dan arteriol di leher yang menuju
ke otak (Snell, 2020). Pada nyeri kepala yang diderita oleh pasien hipertensi disebabkan
karena suplai darah ke otak mengalami penurunan dan peningkatan spasme pembuluh
darah. Kompres hangat dilakukan untuk merelaksasikan otot pada pembuluh darah dan
melebarkan pembuluh darah sehingga hal tersebut dapat meningkatkan pemasukan
oksigen dan nutrisi ke jaringan otak.

C. Konsep Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ tubuh secara terus–menerus lebih
dari suatu periode. Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertenti apa
bila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90mmHg. Hipertensi juga sering
diartikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari
120mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg.Tekanan darah yang selalu
tinggi merupakan salah stu risiko utama penyebab stroke, serangan jantunga,
gagal jantung kronis dan aneurisma arterial (Anies, 2018).
Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg setelah pemeriksaan berulang baik di klinik
maupun di rumah (Thomas et al., 2020). Secara umum hipertensi merupakan
penyakit tanpa gejala, namun apabila sudah progresif akan mengakibatkan
keadaan serius seperti kompikasi ginjal, jantung, mata dan organ vital lainnya
(Kurniawan & Sulaiman, 2019). Namun apabila terdapat gejala biasanya hampir
sama dengan penyakit lainnya, seperti sakit kepala, sepat lelah, penglihatan
kabur, telinga berdenging, rasa berat di tengkuk dan lainnya (Nada,2020).
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah
meningkat secara kronis.Hal tersebut dapat terjadi karena jantung berkerja lebih
keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
tubuh.Jika di biarkan, penyakit ini dapat menganggu fungsi organ-organ lain,
13
terutama organ organ vital seperti jantung dan ginjal (Riskesdaas, 2013).Dimana
hipertensi dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit jantung, stroke, gagal
ginjal kronik, kematian premature, dan kecacatan dalam (Indah, 2019).

1. Anatomi Jantung
a. Letak Jantung

Gambar 2.1 : Anatomi jantung

Sumber: Pusdik Sumber Daya Manusia Kesehatan,2017

Jantung adalah organ berotot, berbentuk kerucut, dan puncaknya terletak


dibawah dan cendrung miring kesebelah kiri, memiliki berat sekitar 300 gr yang
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, dan beratnya aktifitas fisik. Jantung
dewasa normal berdetak sekitar 60 sampai 80 kali per menit, yang menyemburkan
sekitar 70 ml darah dari kedua ventrikel per detakan, dan keluaran totalnya sekitar 5 L/
menit (Smeltzer and Bare, 2012). Sedangkan menurut (Syarifudin, 2006) menyatakan
bahwa bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul yang disebut
dengan basis kordis, Ukurannya lebih kurang sebesar kepalan tangan dan memiliki
berat sekitar 250- 300 gr.
14

Gambar 2.2 : Letak jantung

Sumber: Pusdik Sumber Daya Manusia Kesehatan, 2018.

Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (toraks),


diantara kedua paru.Selaput yang mengitari jantung disebut perikardium, yang
terdiri atas 2 lapisan, yaitu perikardium parietalis, merupakan lapisan luar yang
melekat pada tulang dada dan selaput paru.Dan perikardium viseralis yaitu lapisan
permukaan dari jantung itu sendiri yang juga disebut epikardium.Di dalam lapisan
jantung tersebut terdapat cairan perikardium, yang berfungsi untuk mengurangi
gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa.Dinding jantung terdiri
dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar yang disebut perikardium, lapisan tengah atau
miokardium merupakan lapisan berotot, dan lapisan dalam disebut endokardium
(Timurawan, 2020).

b. Lapisan Jantung
Jantung dilapisi oleh selaput yang kuat, dan dikelilingi oleh rongga
perikardium yang terdiri oleh 2 lapisan perikardum yang diantaranya perikardium
viseralis (epikardium) dan lapisan paritalis, bagian luar perikardium terdapat
pembuluh darah besar dan diletakkan oleh ligament pada kolumna vertebralis,
diafragma, dan bagian- bagian jaringan lain di dalam rongga mediastinum
(Yudha, 2017). Menurut (Aaronson, 2010) Jantung memiliki tiga lapisan dan
masing-masing lapisan memiliki fungsi yang berbeda, diantaranya yaitu:
1) Perikardium, merupakan selaput-selaput yang mengitari jantung yang terdiri atas
dua lapisan, yaitu: Perikardium parietalis (lapisan luar yang melekat pada tulang
dada dan selaput paru).
Perikardium visceralis (lapisan permukaan dari jantung yang disebut epikardium).
Diantara kedua lapisan diatas, terdapat 50 cc cairan perikardium yang berfungsi
15
sebagai pelumas agar tidak terjadinya gesekan antara perikardium dan epikardium
yang timbul akibat gerak jantung saat memompa
2) Miokardium, merupakan lapisan tengah (lapisan inti) dari jantung dan paling tebal
serta terdiri dari otot-otot jantung. Fungsinya ialah kontraksi jantung;
3) Endokardium, merupakan lapisan terluar yang terdiri dari jaringan endotel

c. Katup-katup Jantung

Gambar 2.3 : Katup jantung


Sumber: Pusdik Sumber Daya Manusia Kesehatan,2017.

Jantung memiliki beberapa katup – katup yang sangat penting dalam susunan
peredaran darah dan pergerakan jantung :

1) Valvula Trikuspidalis, terdapat diantara atrium dekstra dengan ventrikel dekstra


yang terdiri dari 3 katup
2) Valvula Bikuspidalis, terletak diantara atrium sinistra dengan ventrikel sinistra
yang terdiri dari 2 katup
3) Valvula Semilunaris Arteri Pulmonalis, terletak antara ventrikel dekstra dengan
arteri pulmonalis , tempat darah mengalir keparu - paru
4) Valvula Semilunaris Aorta, terletak antara ventrikel sinistra dengan aorta tempat
darah mengalir menuju ke seluruh tubuh (Syaifuddin, 2019).

d. Siklus Jantung Dan Peredaran Darah


Siklus jantung termasuk dalam bagian dari fisiologi jantung itu sendiri. Jantung
ketika bekerja secara berselang-seling berkontraksi untuk mengosongkan isi jantung
dan juga berelaksasi dalam rangka mengisi darah kembali. siklus jantung terdiri atas
periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan juga periode diastol (relaksasi dan
pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastol terpisah.
Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi (mekanisme listrik jantung) ke seluruh
jantung. Sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi atau tahapan relaksasi dari
16
otot jantung. Peredaran Darah Jantung, Vena kava superior dan vena kava inferior
mengalirkan darah ke atrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri
pulmonalis membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-paru(pulmo).
Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup valvula semilunaris
arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium
sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari ventrikel sinistra dan
aorta terdapat sebuah katup valvula semilunaris aorta.

2. Fisiologi Jantung
Fungsi jantung adalah memompa darah ke paru-paru dan seluruh tubuh untuk
memberikan sari-sari makanan dan 𝑂2 hingga terjadi metabolisme. Pembuluh arteri
dan vena berfungsi sebagai pipa yaitu bertugas menyalurkan darah dari jantung
keseluruh jaringan tubuh, perbedaan mendasar pada arteri dan vena terdapat pada
susunan histoanatomi yang menunjang fungsinya masing-masing (Yudha, 2017).
Menurut (Kadir, 2019) Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung kanan
menerima dan juga memompa darah yang mengandung oksigen rendah sedangkan
sisi jantung sebelah kiri adalah berfungsi untuk memompa darah yang mengandung
oksigen tinggi. Jantung terdiri dari beberapa ruang jantung yaitu atrium dan ventrikel
yang masing-masing dari ruang jantung tersebut dibagi menjadi dua yaitu atrium
kanan dan kiri, serta ventrikel kiri dan kanan. Berikut fungsi dari bagian- bagian
jantung yaitu :
a. Atrium
Atrium kanan terletak dibagian superior kanan jantung, fungsinya adalah
menerima darah dari seluruh jaringan kecuali paru-paru. Vena cava superior dan
vena cava inferior membawa darah yang tidak mengandung oksigen dari tubuh
kembali ke jantung. Sinus koroner membawa kembali darah dari dinding jantung
itu sendiri. Sedangkan atrium kiri terletak dibagian superior kiri jantung,
berukuran lebih kecil dari atrium kanan, tetapi dindingnya lebih tebal. Atrium kiri
menampung empat vena pulmonalis yang menggembalikan darah ter oksigenisasi
(darah yang kaya oksigen) dari paru-paru. Ventrikel berdinding tebal dan bertugas
mendorong darah keluar jalan menuju arteri (Ardiansyah,2019)
b. Ventrikel
Ventrikel kanan terletak dibagian inferior kanan pada apeks jantung. Darah
meninggalkan ventrikel kanan melalui trunkus pulmonal dan mengalir melewati
jarak yang pendek menuju paru-paru. Sedangkan ventrikel kiri terletak dibagian
17
inferior kiri pada apeks jantung. Tebal dindingnya tiga kali lebih tebal dari
dinding ventrikel kanan. Darah meninggalkan ventrikel kiri melalui aorta dan
mengalir keseluruh bagian tubuh kecuali paru-paru (Ardiansyah,2010).

3. Etiologi
Menurut (Indah, 2019) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:
1). Hipertensi Esensial atau Primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui.
Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 10%
nya tergolong hipertensi sekunder. Onset hipertensi primer terjadi pada usia 30-50
tahun. Hipertensi primer adalah suatu kondisi hipertensi dimana penyebab sekunder
dari hipertensi tidak ditemukan.Genetik dan ras merupakan bagian yang menjadi
penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk faktor lain yang diantaranya adalah
faktor stres, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan, demografi dan gaya
hidup.

2). Hipertensi Sekunder


Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tidoid (hipertiroid), penyakit
kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme). Golongan terbesar dari penderita hipertensi
adalah hipertensi esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak
ditunjukan ke penderita hipetensi esensial (Medika,2017).

4. Tanda dan Gejala


Menurut (Indah, 2019) tanda dan gejala, yaitu:
1). Tidak ada gejala
Tidakadagejala yang spesifik yang dapat dihubungakan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2). Gejala yang lazim


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kabanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu (Yanita,2018) :
18
a) Mengeluh Sakit Kepala, Pusing
b) Lemas, Kelelahan
c) Sesak Nafas
d) Kesadaran Menurun
e) Mual
f) Muntah
g) Epistaksis
h) Gelisah

5. Faktor Risiko

Pada kejadian hipertensi, faktor resiko dibagi menjadi dua kelompok yaitu
faktor resiko yang tidak dapat diubah dan faktor resiko yang dapat diubah (Sari,
2017).
1). Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a). Usia
Usia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi yang tidak dapat
diubah. Pada umumnya, semakin bertambahnya usia maka semakin besar pula resiko
terjadinya hipertensi. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan struktur pembuluh
darah seperti penyempitan lumen, serta dinding pembuluh darah menjadi kaku dan
elastisitasnya berkurang sehingga meningkatkan tekanan darah. Menurut beberapa
penelitian, terdapat kecenderuan bahwa pria dengan usia lebih dari 45 tahun lebih
rentan mengalami peningkatan tekanan darah, sedangkan wanita cenderung
mengalami peningkatan tekanan darah pada usia di atas 55 tahun (Sari,2017).
b). Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi yang tidak
dapat diubah. Dalam hal ini, pria cenderung lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan dengan wanita. Hal tersebut terjadi karena adanya dugaan bahwa pria
memiliki gaya hidup yang kurang sehat jika dibandingkan dengan wanita. Akan
tetapi, prevalensi hipertensi pada wanita mengalami peningkatan setelah memasuki
usia menopause. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perubahan hormonal yang
dialami wanita yang telah menopause (Medika,2017).
c). Keturunan (Genetik)
Keturunan atau genetik juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi
yang tidak dapat diubah. Risiko terkena hipertensi akan lebih tinggi pada orang
dengan keluarga dekat yang memiliki riwiyat hipertensi (Triyanto,2014). Selain itu,
19
faktor keturunan juga dapat berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam (Nacl)
dan renin membran sel.
2) Faktor risiko yang dapat diubah
a) Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan penumpukan lemak berlebih dalam tubuh.
Obesitas dapat diketahui dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT adalah
perbadingan antara berat badan dalam kilogram tinggi badan dalam meter kuadrat.
Pengukuran IMT biasanya dilakukan pada orang dewasa usia 18 tahun ke atas. IMT
dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat badan (Kg)
Tinggi badan (m2)
Obesitas dapat memicu terjadinya hipertensi akibat terganggunya aliran darah.
Dalam hal ini, orang dengan obesitas biasanya mengalami peningkatan kadar lemak
dalam darah (hiperlipidemia) sehingga berpotensi menimbulkan penyempitan
pembuluh darah (aterosklerosis). Penyempitan terjadi akibat penumpukan
palkateromosa yang berasal dari lemak. Penyempitan tersebut memicu jantung untuk
berkerja memompa darah lebih kuat agar kebutuhan oksigen dan zat lain yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat terpenuhi. Hal inilah yang menyebabkan tekanan darah
meningkat (Medika,2017).
Muhadi (2016) dalam JNC 8: Evidence-based Guide-Line Penanganan
Pasien Hipertensi Dewasa menyatakan bahwa penurunan berat badan dapat
mengurangi tekanan darah sistolik 5-20 mmHg/penurunan 10 kg. Untuk itu, penting
untuk penderita hipertensi untuk menghindari makanan berlemak, menerapkan
makanan tinggi serat, dan olahraga rutin (Sari,2017).

b) Merokok
Merokok juga dapat menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya hipertensi. Merokok
dapat menyebabkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot
jantung mengalami peningkatan. Bagi penderita yang memiliki aterosklerosis atau
penumpukan lemak pada pembuluh darah, merokok dapat memperparah kejadian
hipertensi dam berpotensi pada penyakit degeneratif lain seperti stroke dan penyakit
jantung (Medika,2017).
c) Komsumsi Alkohol dan Kafein berlebihan
Alkohol juga diketahui menjadi salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi. Hal
tersebut diduga akibat adanya peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel
20
darah merah, dan kekentalan darah yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Sementara itu, kafein diketahui dapat membuat jantung berpacu lebih cepat sehingga
mengalirkan darah lebih banyak setiap detik. Akan tetapi, dalam hal ini, kafein
memiliki reaksi yang berbeda pada setiap orang (Medika,2017).
d) Konsumsi Garam Berlebih
Sudah banyak diketahui bahwa konsumsi garam berlebih dapat menyebabkan
hipertensi. Hal tersebut dikarenakan (Nacl) mengandung natrium yang menarik
cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan sehingga menyebabkan penumpukan cairan
dalam tubuh. Hal inilah yang membuat peningkatan volume dan tekanan darah
(Medika, 2017).
e) Stress
Stress juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya hipertensi. Kejadian hipertensi
lebih besar terjadi pada individu yang memiliki kecenderungan stres emosional.
Keadaan seperti tertekan, murung, takut, dan rasa bersalah dapat merangsang
timbulnya hormon adrenalin dan memicu jantung berdetak lebih kencang sehingga
memicu peningkatan tekanan darah (Medika,2017).
f) Keseimbangan hormonal
Keseimbangan hormonal antara estrogen dan progresteron dapat mempengaruhi
tekanan darah.Dalam hal ini, wanita memiliki estrogen yang berfungsi mencegah
terjadinya pengentalan darah dan menjaga dinding pembuluh darah.Jika terjadi
ketidakseimbangan maka dapat memicu gangguan pada pembuluh darah.Gangguan
tersebut berdampak pada peningkatan tekanan darah. Gangguan keseimbangan
hormonal dapat terjadi pada penggunaan alat kontrasepsi hormonal seperti pil KB
(Medika,2017).

6. Klasifikasi

Batas normal tekanan darah adalah tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg
dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi
bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90
mmHg. Berdasarkan The Joint National Commite VIII (2019) tekanan darah dapat
diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya adalah:
21
Tabel 2.1
Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National CommiteVIII (Indah, 2019).
Batasan Tekanan Darah Kategori
≥150/90 mmHg Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes dan
cronic kidney disease
≥140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes
Sumber: The Joint National Commite VIII (2019).
American Heart Association (2019) menggolongkan hasil pengukuran tekanan darah menjadi:

Tabel 2.2
Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Heart Association
Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik
Normal <120 mmHg < 80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg
Hipertensi stage 3 ≥ 180 mmHg ≥ 110 mmHg
(keadaan gawat)
Sumber: American Heart Assosiation (Indah, 2019).
7. Patofisiologi

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara
yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga
mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tesebut. Darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
dari biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut
karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. Bertambahnya cairan dalam
sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat
kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari
dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat sehingga tekanan darah juga
meningkat.
22
Sebaiknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami
pelebaran, banyak cairan keluar dari sirkualsi, maka tekanan darah akan menurun.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahaan di dalam
fungsi ginjal dan sistem saraf otom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai
fungsi tubuh secara otomatis). Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan
darah melalui beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah
pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekanan darah ke normal.
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembungan garam dan air,
sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal. Ginjal juga
bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang
memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam
mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal
dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang
menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan atau cidera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah.
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah selama respon (reaksi fisik tubuh
terhadap ancaman dari luar); meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; dan
juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah
tertentu (misalnya otot rangka yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak);
mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan
volume darah dalam tubuh; melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan neropinefrin
(nonadrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah. Faktor stres merupakan
satu faktor pencetus terjadinya peningkatan tekanandarah dengan proses pelepasan
hormon epinefrin dan norepinefrin.

8. Manifestasi Klinis

Yanita (2019) menjelaskan gejala klinis yang di alami oleh para penderita
hipertensi biasanya berupa : pusing, mudah marah, telinga berdengung, susah tidur,
sesak napas, rasa berat pada tengkak, mudah lelah, mata berkunang, dan mimisan
(jarang dilaporkan). Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan
gejala sampai bertahun tahun. Gejala muncul jika ada kerusakan vaskuler dengan
manifestasi khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang
23
bersangkutan. Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi
bertahun tahun berupa nyeri kepala, kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai perubahan
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah,
edema pupil (edema pada diskus peptikus). Gejala lain umumnya terjadinya pada
penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung
secara tiba-tiba, tengkuk pegal dan lain lain.

9. Komplikasi

Jika hipertensi tidak dikendalikan akan muncul dampak pada timbulnya


komplikasi penyakit lain diantaranya dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal, stroke,
infark miokard, gagal jantung, dan gangguan mata. Berikut adalah komplikasi yang
dapat terjadi (Yanita, 2017) :
1. Ginjal
Kerusakan bagian dalam arteri atau pembekuan darah yang terjadi pada ginjal akibat
hipertensi dapat menyebabkan penurunan bahkan kegagalan fungsi pada ginjal.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan progresif pada kapiler dan
glomelurus ginjal. Kerusakan yang terjadi pada glomelurus mengakibatkan darah
mengalir ke unit fungsional ginjal. Hal tersebut menyebabkan terganggunya nefron
dan terjadi hipoksia, bahkan kematian ginjal (Yanita,2017).
2. Stroke
Stroke adalah kondisi ketika terjadi kematian sel pada suatu area di otak. Hal ini
dapat terjadi akibat terputusnya pasokan darah ke otak yang disebabkan oleh
penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Penyumbatan dan pecahnya pembuluh
darah tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti aterosklerosis dan
hipertensi yang tidak terkontrol. Stroke biasanya terjadi secara mendadak dan dapat
menyebabkan kerusakan otak.
3. Penyakit Jantung
Jantung dapat bekerja dengan baik karena adanya suplai oksigen, cadangan energi
dan nutrisi, serta pembuangan produk yang berbahaya. Jika salah satu dari ketida
syarat tersebut terganggu maka jantung akan kehilangan fungsinya untuk memompa
darah secara efektif. Tekanan darah tinggi dapat membuat otot jantung bekerja lebih
keras untuk memompa darah. Kerja keras tersebut menyebabkanpembesaran ukuran
jantung sehingga suplai oksigen tidak cukup memenuhinya. Hal tersebut
menyebabkan gangguan aliran oksigen dan terjadilah serangan jantung, bahkan gagal
24
jantung (Yanita,2017). Kekurangan oksigen tersebut juga dapat terjadi akibat
pemebekuan darah dan penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah sehingga
pembuluh darah menjadi kaku dan sempit (aterosklerosis). Selain itu, adanya
aterosklerosis juga menyebabkan penyempitan dan penyumbatan pada pembuluh
darah, sehingga jantung bekerja lebih keras dalam memompa darah (Medika,2018).
4. Kerusakan Mata
Kerusakan mata hingga kebutaan juga dapat terjadi akibat hipertensi. Dalam hal ini
tekanan darah yang tinggi atau hipertensi yang berkepanjangan dapat merusak bagian
dalam arteri pada area mata dan memungkinkan untuk terjadinya pembekuan darah.
Jika hal ini terjadi pada retina mata maka dapat meyebabkan kerusakan mata atau
retinopati hingga kebutaan.
5. Infark Miokard
Infak miokard dapat terjadi apabila ateri koroner yang arteriosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokadium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut (Yanita,2017). Hipertensi
kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen di miokardium tidak dapat
terpenuhi dan dapat menyebabkan iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Demikian juga hipertrovi ventrikel dapat menimbulkan perubahan perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan (Medika,2017).

10. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) pemeriksaan penunjang dari hipertensi terdiri dari:
1). Pemeriksaan Laboratorim
a). Hb/Ht
Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengidentifikasi faktor resiko seperti hipokoagulasitas, anemia.
b). BUN/kretinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
c). Glukosa
Hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran
kadarketokolamin.
d). Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisaratkan difungsi ginjal dan ada DM.
25
2). CT scan
Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3). EKG
Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4).IUP
Mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti: batu ginjal, perbaikan ginjal.
5).Photo dada
Menunjukan destruksi kalfikasi pada area katup, pembesaran jantung.

11. Penatalaksanaan Hipertensi

Penanganan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

1). Pengobatan Farmokologi


a). Diuretik (hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
b).Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin dan reserpin)
Menghambat aktivitas saraf simpatis.
c).Vasodilator (prasosin, hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh
darah.
d).Antagonis kalsium ( diltiasem dan verapamil)
Menghambat kontraksi jantung.
2). Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Penatalaksanaan hipertensidengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara
modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu:

a) Mempertahankan berat badan ideal


Mempertahankan berat badan ideal sesuai body mass index (BMI) dengan rentang
18,5-24,9 kg/m2.
b) Kurangi asupan natrium
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah garam yaitu
tidak lebih dari 100 mmo/ hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam/ hari.
c) Batasi konsumsi alkohol
26
Radmarssy mengatakan bahwa konsumsi alkohol harus dibatasi karena komsumsi
alkohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat
mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka
yang tidak minum alkohol.
d) Makan K dan Ca cukup dari diet
Pertahankan asupan diet potassium (> 90 mmol (3500 mg)/ hari) dengan cara
konsumsin diet tinggi buah dan sayur dan diet rendah lemak dengan cara mengurangi
asupan lemak jenuh dan lemak otal. Kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air kencing.
e) Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya hipertensi,
tetapi merokok dapat menimngkatkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari mengkomsumsi tembakau
(rokok) karena dapat memperberat hipertensi.
f) Penurunan stress
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika episode
stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat tinggi.
g) Terapi massase
Pada prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk
memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan
komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energy terbuka dan aliran
energy tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko
hipertensi dapat ditekan.
h) Terapi Komplementer
Pengobatan tradisional atau komplementer alternatif telah menjadi salah satu rencana
strategis Kementrian Kesehatan tahun 2010-2014 Keputusan Menteri Kesehatan
No.HK/03.01/160/2010 dengan harapan meningkatnya pembinaan dan pengawasan
upaya kesehatan tradisional atau komplementer alternatif. Selain itu, di dalam SK
Menkes No.HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat disebutkan dalam pasal 8 ayat 3 (c) bahwa terapi komplementer merupakan
bagian dari praktik keperawatan (Kepmenkes, 2018).
27

12. Pathway

Umur Jenis kelamin Gaya gidup


Obesitas

Elastisitas arterios lerosis

Hipertensi

Kerisakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokontraksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal
Pembuluh darah

Resistensi pembuluh Suplai o2 otak


Sistemik
darah otak menurun Vaso kontraksi
pembuluh darah
ginjal Vasokontraksi

Nyeri akut Sinkop


Gangguan pola Blood flow Afterload meningkat
tidur menurun
Gangguan
perfusi jaringan
Respon ra Penurunan curah
jantung

Retensi ra

Edema
28

1. Konsep Masalah Keperawatan


Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi lima
tahap yaitu pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
1. Pengkajian:
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, nomer register, tanggal masuk rumah
sakit, diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain
itu klien juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,
atau menusuk.
c) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
d) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit memepengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari
29

3) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah,


komposmentis tergantung pada keadaan klien.
4) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang
berkaitan dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran,
cairan yang keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi
kondisi yang kronis atau batuk dan merokok.
5) Pantau keseimbangan cairan
6) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah
pada pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah turun, konfusi, dan gelisah)
7) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis
biasanya timbul selama minggu kedua) dan tanda vital.
8) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai
nyeri tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis.
9) Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah
laku, dan tingkat kesadaran.
10) Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi
perubahan frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit,
suhu tubuh, riwayat penyakit paru, dan jantung sebelumnya.
11) Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan
merokok.
b. Secara sistemik antara lain:
1) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, edema, nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
30

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek


menelan ada
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
5) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
a) Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
c) Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya.
d) Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronkhi
11) Jantung
a) Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
b) Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba
31

c) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur


12) Abdomen
a) Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b) Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar
tidak teraba.
c) Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d) Auskultasi : Kaji bising usus
13) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan
buang air besar.
14) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan,
darah merembes atau tidak.
2. Tindakan Kolaborasi Perawat
Penggunaaan antikoagulasi, steroid, dan antibiotik, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,
dekongestan, analgetik, anti inflamasi, anti koagulan.. Penggunaan
alkohol (resiko akan kerusakan ginjal yang mempengaruhi koagulasi
dan pilihan anastesia dan juga potensial penarikan diri post operasi.
3. Pemeriksan Diagnostik antara lain:
a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
1) Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk
memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
2) Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya
kerusakan vaskuler.
3) Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat
atau menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit
mungkin terjadi sebagai respon terhadap peradangan.
32

4. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis,


inflamasi, iskemia, neoplasma.
5. Nursing Care Plan (NCP)
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan
keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria
hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi
dan mendokumentasikan rencana perawatan. Perencanaan
keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, dan siapa yang melakukan
dari semua tindakan keperawatan (Lita & Ardianti, 2019).
Pada penentuan intervensi keperawatan memiliki tahap yang harus
diperhatikan yaitu :
a. Menentukan prioritas masalah
b. Menentukan tujuan dan kriteria hasil
c. Menentukan rencana tindakan
33
Tabel 2.2 Nursing Care Plan

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri:
Definisi: keperawatan diharapkan Observasi
Pengalaman sensorik atau nyeri akut menurun - Identifikasi lokasi,
emosional yang berkaitan dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
dengan kerusakan jaringan frekuensi, kualitas,
aktuall atau fungsional, Tingkat Nyeri intensitas nyeri.
dengan onset mendadak atau No Indikator - Identifikasi skala nyeri.
lambat dan berintensitas 1. Keluhan nyeri - Identifikasi respon nyeri
ringan hingga berat yang 2. Meringis non verbal
beerlangsung kurang dari 3 3. Sikap protektif Teraupetik
bulan 4. Gelisah - Berikan teknik
Penyebab: 5. Berfokus pada nonfarmakologi untuk
1. Agen pencedera diri sendiri mengurangi rasa nyeri.
fisiologis (mis, inflamasi, Keterangan: - Kontrol lingkungan yang
iskemia, neoplasma). 1. Meningkat memperberat rasa nyeri
2. Agen pencedra kimiawi 2. Cukup meningkat (mis, suhu ruangan,
(mis, terbakar, bahan kimia 3. Sedang pencahayaan ,
iritan). 4. Cukup menurun kebisingan)
3. Agen pencedera fisik (mis, 5. Menurun - Fasilitasi istirahat tidur
abses, amputasi, terbakar, - Pertimbangkan jenis dan
terpotong, mengangkat sumber nyeri dalam
berat, prosedur operasi, pemilihan strategi
trauma, latihan fisik meredakan nyeri.
berlebihan) Edukasi
Gejala dan Tanda Mayor: - Jekaskan penyebab,
34
Subjektif periode, dan pemicu
1. Mengeluh nyeri nyeri.
Objektif - Jelaskan strategi
1. Tampak meringis. meredakan nyeri
2. Bersikap prootektif (mis, - Anjurkan memonitor
waspada, posisi nyeri secara mandiri
menghindari nyeri) - Anjurkan menggunakan
3. Gelisah analgesik secara tepat
4. Frekuensi nadi meningkat - Ajarkan teknik
5. Sulit tidur nonfarmakologis untuk
Gejala dan Tanda Minor mengurangi nyeri.
Objektif Kolaborasi
1. Tekanan darah meningkat. - Kolaborasi pemberian
2. Pola napas berubah. analgetik, jika perlu
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Manarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

6. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan pelaksanaan atau perwujudan dari
intervensi yang sudah ditetapkan dengan tujuan yang sama yaitu untuk memenuhi
kebutuhan pasien dan meningkatkan status kesehatannya (Rohmani, dkk, 2017).

7. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah pertandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan tenaga
medis yang lain agar mencapai tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan
(Kurniti, 2019).
35
8. Discharge Planning
Discharge planning adalah suatu proses yang sistematis dalam pelayanan
kesehatan untuk membantu pasien dan keluarga dalam menetapkan kebutuhan,
mengimplementasikan serta mengkoordinasikan rencana perawatan yang dilakukan
setelah pasien pulang dari rumah sakit sehingga dapat meningkatkan atau
mempertahankan derajat kesehatannya (Darliana, 2018).

B. Konsep Intervensi dan Telaah Jurnal


Penerapan kompres hangat pada leher untuk menurunkan intensitas nyeri,
didapatkan beberapa artikel penelitian yang dianalisis dalam penulisan studi
kasus ini, pencarian artikel dilakukan dengan metode PICO-VIA. Berikut ini
beberapa tahapan yang menjelaskan tentang pencarian artikel:
1. Pertanyaan Klinis
Bagaimana penerapan kompres hangat pada leher terhadap penurunan
nyeri kepala pada pasien Hipertensi.?

2. Kata Kunci (Keyword)


P (Problem/Population) : hipertensi
I (Intervention) : kompres hangat untuk nyeri kepala pada pasien hipertensi

C (Comparison) : -
O (Outcome) : Penurunan Nyeri
3. Kriteria Artikel
Terdapat beberapa kriteria inklusi dalam pemilihan referensi studi kasus
ini, yaitu:
a. Artikel yang memiliki judul dan isi yang relevan dengan tujuan penulis
yaitu penerapan kompres hangat untuk nyeri kepala pada pasien
hipertensi.
b. Artikel yang berbahasa Indonesia atau bahasa Inggris serta dalam
bentuk full text.
c. Artikel penelitian yang dipublikasikan sekitar tahun 2017 sampai
dengan 2022.
Adapun kriteria ekslusi dalam pemilihan referensi studi kasus ini, yakni
artikel yang tidak memiliki struktur lengkap dan review artikel.
4. Searching Literature (Journal)
Berdasarkan hasil pencarian yang telah dilakukan melalui 2 database yaitu
36
Pubmed (n=26) dan Google Scholar (n=202) dan kata kunci (keyword),
peneliti memperoleh 228 artikel yang terkait dengan kata kunci tersebut
37

Selanjutnya, hasil pencarian yang telah di peroleh kemudian di seleksi dari


kesamaannya atau duplikasi antar artikel didapatkan 15 artikel dan
didapatkan 6 artikel yang telah di lakukan skrining berdasarkan judul
sesuai dengan tema dan telah dibaca dengan cermat melalui abstrak yang
telah ditentukan.
Selanjutnya peneliti melakukan skrining berdasarkan full text di dapatkan
sebanyak 6 artikel yang sesuai dengan tema studi kasus. Berdasarkan hasil
akhir kelayakan artikel yang diseleksi dan telah di sesuaikan dengan
kriteria inklusi, tujuan dan data analisis dari pertanyaan awal penulis
dalam mengumpulkan informasi mengenai penerapan kompres hangat
pada leher untuk nyeri hipertensi.
38

Tabel 2.3 Daftar Referensi Artikel


No Penulis Judul P (Problem/Population) I C (Comparsion) O (Outcome)
(Intervet
ion)
1 Valerian, dkk Penerapan pemberian Populasi dalam penelitian ini Pemberian terapi Tidak Ada Setelah diberikan intervensi di dapatkan
(2021), kompres hangat pada adalah semua pasien yang kompres hangat nilai p = 0,000 dengan tingkat kemaknaan
leher terhadap mengalami hipertensi di ruang pada leher untuk p <α (0,05) yang dimana nilai p 0,000 <
penurunan intensitas perawatan penyakit dalam menurunkan 0,05 maka dapat di simpulkan bahwa ada
nyeri kepala pada Rumah Sakit Nene Mallomo intesitas nyeri pada Pengaruh Pemberian Terapi komptres
pasien hipertensi Kabupaten Sidrap dengan pasien hipertensi hangat Terhadap Penuruanan intensitas
jumlah responden 67 orang. Nyeri kepala Pada Pasien hipertensi Di
Jumlah sampel penelitian ini Rumah Sakit RSUD tegurejo semarang.
sebanyak Sejalan dengan hasil penelitian Rohimah
15 0rang yang memenuhi (2015) telah membuktikan bahwa terapi
karakteristik. Tekhnik dalam kompres hangat pada tengkuk terhadap
penelitian ini adalah pemilihan penurunan intensitas nyeri kepala pada
sampel dengan purposive pasien hipertensi. Hasil penelitiannya
sampling. adalah terdapat penurunan nyeri yang
signifikan pada ketiga kelompok
intervensi di bandingkan kelompok control
(P value= 0,001). Terapi kompres hangat
memiliki efek paling besar untuk
menurunkan nyeri kepala pada pada pasien
hipertensi

2 Fadlilah (2019) Pengaruh kompres Populasi dalam penelitian ini Pengaruh Kompres Tidak Ada Hasil uji statistik dengan menggunakan uji
hangat terhadap nyeri adalah seluruh penderita Hangat Terhadap wilcoxon menunjukan bahwa nilai P value =
leher pada penderita hipertensi di Wilayah Kerja Nyeri Leher 0,003 dengan taraf signifikasi 5% (0,05),
hipertensi Puskesmas Depok Penderita dapat ditarik kesimpulan bahwa Ha diterima
1,Maguwoharjo,Sleman Hiperetensi dimana nilai P value = 0,003<0,05 hal ini
berjumlah 613 orang. Sampel menunjukan bahwa ada pengaruh pemberian
penelitian adalah penderita kompres hangat terhadap nyeri leher pada
hipertensi esensial di Wilayah penderita hipertensi esensial di Wilayah
Puskesmas Depok I, Sleman, Puskesmas Depok I, Sleman, Yogyakarta.
Yogyakarta yang memenuhi
kriteria inklusi dan berjumlah
40 responden dengan teknik
Accidental Sampling. Pada
penelitian ini terdiri dari 2
kelompok yaitu kelompok
intervensi terdiri dari 20
responden dan diberikan
39

perlakuan kompres hangat


dan kelompok control terdiri
dari 20 responden dan tidak
diberikan perlakuan.
40
BAB III

METODOLOGI

A. Desain
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban. Desain penelitian
mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan,
serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan tersebut. Desain
penelitian membantu peneliti untuk mendapatkan jawaban dari penelitian dengan
sahih, objektif, akurat serta hemat (Setiadi, 2019). Desain penelitian yang
digunakan dalam karya tulis ini merupakan deskriptif dalam bentuk studi kasus,
yaitu pelaksanaannya berfokus pada satu kasus tertentu yang diamati dan
dianalisis secara cermat sampai dengan tuntas. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi
keperawatan, dan discharge planning. Studi kasus departemen keperawatan
medikal bedah yang memfokuskan pada Penerapan terapi kompres hangat untuk
nyeri kepala pada pasien hipertensi di RS muhammadiyah palembang.

B. Subjek Studi Kasus


Partisipasi atau responden dalam penelitian ini berjumlah 1 orang penderita
nyeri kepala hipertensi di wilayah kerja RS muhammadiyah palembang.

C. Tempat Dan Waktu


a. Tempat Penelitian
Pengumpulan data ini dilaksanakan di wilayah kerja RS muhammadiyah
palembang.
b. Waktu Penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 09 Maret – 10 Mei 2023.

38
59
3942

D. Fokus Studi Kasus


Penerapan kompres hangat untuk nyeri kepala pada pasien hipertensi Terhadap
RS muhammadiyah palembang.

E. Kriteri Inklusi dan Ekslusi


1. Inklusi:
a. Pasien yang mengalami nyeri kepala
b. Pasien yang mengalami tekanan darah tinggi
d. Responden aktif dan mau bekerja sama bersedia menjadi partisipan.
2. Eksklusi:
a. Responden yang tidak memiliki gangguan pada saat setelah diberikan
kompres hangat.

F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari obyek
atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Definisi variabel-variabel
penelitian harus dirumuskan untuk menghindari kesesatan dalam mengumpulkan
data (Sugiyono, 2018). Dalam penelitian ini, definisi operasional variabelnya
adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Defenisi Operasional


No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

1. Nyeri Nyeri adalah suatu Observasi dan 1. Numeric 1. Skala


mekanisme pertahanan Wawancara Rating Nyeri
bagi tubuh yang timbul Scale 1-10.
bila mana jaringan (NRS
sedang dirusak yang
menyebabkan individu
tersebut bereaksi dengan
cara memindahkan
stimulus nyeri.
4043
G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam
mengumpulkan data. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto dalam edisi
sebelumnya adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis, sehingga mudah diolah.
Instrumen yang digunakan dalam studi kasus ini adalah instrumen pokok dan
instrumen penunjang. Instrumen pokok adalah manusia itu sendiri sedangkan
instrumen penunjang adalah wawancara dan observasi. Instrumen dalam studi
kasus ini berupa : Alat dan instrument yang dibutuhkan dalam penelitian adalah
format pengkajian anak, alat pemeriksaan fisik yang terdiri dari thermometer,
timbangan, penlight, stetoskop, dan alat perlindungan diri (APD) (Sugiyono,
2018).
44
41

H. Pengumpulan Data
Data yang di kumpulkan dari pengkajian tersebut meliputi nama pasien,
jenis kelamin, umur, pasien nyeri post op fraktur di Wilayah Kerja RSMP.
Instrumen dalam studi kasus ini berupa : alat tulis, lembar pencatatan data,
lembar pengkajian. Cara pengambilan data dengan melakukan pengkajian
langsung ke pasien dan keluarga pasien : membuat surat izin penelitian di BAAK
kemudian mengantarkan surat penelitian ke Wilayah Kerja RSUP
Muhammadiyah Palembang. Pengumpulan data pada penelitian berikut ini
dilakukan dengan cara observasi, pengukuran, wawancara mendalamatau
anamnesa (pengkajian dengan wawancara langsung dengan pasien atau
keluarga), pemeriksaan fisik, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama
secara serempak (Sugiyono, 2016).
1. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien,
seperti keadaan umum pasien dan keadaan pasien, selain itu juga
mengobservasi hasil tindakan yang telah dilakukan pada pasien, misalnya
reaksi klien.
2. Pengukuran
Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metoda
mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan seperti melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital.
3. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
topik tertentu. Pada penelitian ini wawancara dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara jenis ini
merupakan kombinasi dari wawancara tidak terpimpin dan wawancara
terpimpin. Meskipun dapat unsur kebebasan, tapi ada pengarah pembicara
secara tegas dan mengarah sesuai dengan format pengkajian. Jadi
45
42

wawancara ini mempunyai ciri yang fleksibelitas (keluwesan) tapi arahnya


yang jelas. Artinya, pewawancara diberi kebebasan untuk mengolah sendri
pertanyaan sehingga memperoleh jawaban yang diharapkan dan responden
secara bebas dapat memberikan informasi selengkap mungkin. Dalam
penelitian ini wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data identitas,
keluhan pasien, riwayat kesehatan, dan aktivitas sehari-hari pasien.
4. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang
(Sugiyono, 2018).

I. Etika Studi Kasus


Untuk melakukan pengumpulan data perlu membawa rekomendasi dari
institusi pendidikan Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah
Palembang dengan cara mengajukan permohonan izin pengumpulan data kepada
KUPT Wilayah Kerja RSMP RS Muhammadiyah Palembang. Setelah mendapat
persetujuan, pengumpulan data perlu menekankan masalah etika menurut
(Nursalam, 2019) yang meliputi :
1. Lembar persetujuan pengumpulan data (informed consent).
Pasien harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan
pengumpulan data yang akan dilaksanakan, mempunyai hak bebas untuk
berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent juga
perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan
untuk pengembangan ilmu. Pasien diberikan penjelasan mengenai tindakan
yang akan dilakukan hanya untuk kepentingan studi kasus. Pasien diberikan
kertas yang berisikan pernyataan kesediaan menjadi responden dalam
penelitian studi kasus secara suka rela.
2. Rahasia (Privacy)
Untuk menjaga kerahasiaan responden. Pengumpulan data tidak akan
mencantum nama responden. Pada saat penyusunan laporan Asuhan
43
46

Keperawatan, peneliti hanya mencantumkan kode huruf pertama pada nama


identitas klien, Usia, jenis kelamin.
3. Kerahasiaan (Confidentialy)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, pengumpulan data meyakinkan
kepada klien bahwa pastisipasinya dalam pengumpulan data ini hanya untuk
mengumpulkan data dan informasi yang telah diberikan dan meyakinkan
bahwa data atau informasi responden dijamin hanya pengumpulan data dan
pengetahuan. Pasien diberikan informasi mengenai tujuan pengumpulan data,
yaitu hanya untuk keperluan Studi Kasus dan tidak menyebarluaskan
mengenai informasi yang telah di dapat.
4. Rescpect for justice inclusiveness
Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi
prinsip keterbukaan dalam pengumpulan data, maka harus bekerja secara
jujur, berhati-hati, professional, berperikemanusiaan dan akan
memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, intimitas, psikologis,
serta perasaan subjek studi kasus. Lingkungan pengumpulan data
dikondisikan untuk memenuhi prinsip keterbukaan dengan membuat
prosedur studi kasus yang jelas, keadilan dikonotasikan didistribusikan yang
sama terhadap keuntungan dan beban antara kelompok intervensi dan
perlakuan secara merata atau sesuai kebutuhan. Melakukan pengkajian
sampai discharge planning pada pasien yang mengalami kejang demam
dengan jujur dan tidak ada unsur kerahasiaan.
5. Respect for privacy and confidencetiality
Studi kasus pasti menjamin privasi dan hak asasi untuk informasi yang dapat
pengumpulan data ini akan merahasiakan berbagai informasi terhadap
responden yaitu dengan pengkodean yang hanya diketahui oleh studi kasus.
Peneliti menjaga informasi yang telah diberikan dan menjaga kerahasiaan
identitas pasien pada penulisan studi kasus.
6. Balancing harm and benefit
44
47

Studi kasus ini telah dirancang sesuai standar prosedur pelaksanaan oleh
pengumpulan data guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal
mungkin terhadap subjek pengumpulan data. Subjek pengumpulan data dapat
digeneralisasikan dalam populasi (benefience), memaksimalisasikan uraian
yang didapatkan subjek pengumpulan data (non maleficence). Studi Kasus ini
dilaksanakan sesuai prosedur pemberian Asuhan Keperawatan yang sudah
memiliki Standar Operasional Prosedur.
48
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2018, Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi1. Jakarta
Selatan.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI,2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1: Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI,2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1: Jakarta
Selatan.
Journal, E. S., Keperawatan, S. I., & Masyarakat, I. K. (2020). PADA PENDERITA HIPERTENSI
Info Artikel Abstrak. 1(1), 26–32.

Kasron.(2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: CV Trans Info Media.

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia. Kemenkes RI. Jakarta: Kemenkes RI.

Kurnia, A. (2020). Self-Management HIPERTENSI. Surabaya: CV.Jakad Media Publishing.

Kurniadi, H & Nurrahmani, U. (2015). Stop! Gejala penyakit jantung koroner, kolesterol tinggi,
diabetes melitus, hipertensi. Yogyakarta: Istana Medis.

Notoatmodjo, S., (2018) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Peatch, Evelyn C. (2016). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: CV Priama Grafika.

Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Ed.) (Vol. 44). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Tim Bumi Medika. 2017. Berdamai dengan Hipertensi. Jakarta: Bumi Medika

World Health Organization (WHO). 2019. Data Penyakit Hipertensi 2019.

Anda mungkin juga menyukai