Anda di halaman 1dari 10

Nama : Samuel Girsang

NIM : 19.275

Mata Kuliah : Seminar Praktika Kelas D

Dosen Pengampu : Pdt Azwar Anas Pasaribu M.Th

Pendampingan Pastoral Terhadap Penyandang Disabilitas Intelektual

BAB I

1. Pendahuluan

Pengertian Disabilitas berasal dari bahasa Inggris Disabillity, dalam kamus bahasa

Indonesia dikenal dengan istilah “cacat” yang memiliki beberapa arti, yaitu: (1) kekurangan

yang menyebabkan mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yang terdapat pada

benda, badan, batin, atau akhlak); (2) lecet (kerusakan, noda) yang menyebabkan

keadaannya menjadi kurang baik (kurang sempurna); (3) cela atau aib; (4) tidak/kurang

sempurna. Dari beberapa pengertian ini tampak jelas bahwa istilah "cacat" memiliki

konotasi yang negatif, peyoratif, dan tidak bersahabat terhadap mereka yang memiliki

kelainan. Persepsi yang muncul dari istilah "penyandang cacat adalah kelompok sosial ini

merupakan kelompok yang serba kekurangan, tidak mampu, perlu dikasihani, dan kurang

bermartabat. Persepsi seperti ini jelas bertentangan dengan tujuan konvensi internasional

yang mempromosikan penghormatan atas martabat "penyandang cacat dan melindungi dan

menjamin kesamaan hak asasi mereka sebagai manusia1.

Tetapi dapat dilihat bahwa dalam hal ini penulis membahas mengenai mereka yang

penyandang Disabilitas Intelektual, dimana penulis bergerak melalui keprihatinan kepada

Adik laki-laki yang mengalami disabilitas intelektual tersebut, dimana dapat dilihat bahwa

Disabilitas Intelektual merupakan suatu disfungsi atau keterbatasan baik secara Intelektual

ataupun adaptif yang dapat diukut atau dapat dilihat yang menimbulkan berkurangnya

kapasitas untuk beraksi dalam cara tertentu. Dimana dalam hal ini dapat diketahui bahwa

Disabilitas Intelektual merupakan suatu kondisi yang terjadi pada masa pertumbuhan

1
Alies Poetri Lintangsari Praktik Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas (Surabaya :Media Nusa Creative, 2022)
105
dimana seseorang akan mempunyai hambatan dalam fungsi Intelektual dan fungsi adaptif

yang akan membuat mereka mengalami kesulitan dalam segala aktifitas seharinya2.

Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa Keadaan warga jemaat dalam suatu gereja

tidaklah sama, baik dari segi pendidikan, ekonomi, status sosial, suku, budaya, dan

sebagainya. Kebutuhan warga jemaat pun berbeda-beda, baik dari tingkat usia (kategorial

anak, remaja, pemuda, lanjut usia), jenis kelamin (perempuan dan laki-laki), dan kondisi

lain nya. Tidak menutup kemungkinan di dalam tubuh gereja hadir juga komunitas rentan,

yaitu disabilitas. Penyandang disabilitas seharusnya menjadi pergumulan bersama seluruh

gereja yang hadir di tanah air sebab kehadirannya dapat saja sejak lahir maupun karena

faktor lain yang dialami dalam perjalanan kehidupannya di dunia. Para penyandang

disabilitas tidak hanya berada di dalam gereja (internal) melainkan juga di luar gereja

(eksternal) sehingga kehadirannya seharusnya menjadi bagian dalam hidup bersama sebuah

tatanan masyarakat3.

BAB II

Pembahasan

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Pandangan Para Ahli

Dalam Teologinya Thurneysen terutama dipengaruhi oleh Cristoph Blumhardt dan

oleh Karl Barth, dimana menurut pandangan Blumdhardt yang berulang-ulang diajarkan

olehnya bahwa, Pelayanan Pastoral adalah suatu perjuangan. Mengapa? Karena dosa adalah

suatu kuasa, yang harus dimusnakan. Pelayanan pastoral membawa pembebasan dan

harapan. Pengeruh terbesar dialami oleh Thurneysen dari Karl Barth. Menurut Thurneysen

hal tersebut memiliki hubungan dengan Fenomena yang memberikan manusia

pengetahuan. Berdasarkan penyataan Allah dalam Yesus Kristus, Teologi memberikan

pengertian tentang manusia. Oleh sebab itu Aggapan Thurneysen mengenai hubungan

2
Endang Sri Wahyuni Upaya Mengatasi Keterbatasan Praktik Personal Hygiena Pada Disabilitas Intelektual
https://www.google.co.id/books/edition/VIDEO_BASED_INSTRUCTIONS/FCVXEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pengertian+Disabilitas+Intelektual&pg=PA7&printsec=frontcover Diakses Pada 30-08-2022
Pukul 20.30 WIB
3
Rosalina S. Lawalata Disabilitas Sebagai Ruang Berteologi (Yogyakarta : Kanisius, 2021) 1
anatar “Injil dan Hukum” sesuai dengan pandangan Barth ia mengajar bahwa hukum

adalah bentuk dari Injil dan Injil adalah isi dari hukum. Dimana menurutnya bahwa

pelayanan pastoral sebagai pemberitaan Injil dan hukum.

Oleh sebab itu Thurneysen menganggap pelayanan pastoral sebagai pemberitaan

Firman kepada Individu-individu. Pemberitaan Firman sebab tanpa pengetahuan dan

pengertian akan diri sendiri, manusia tidak dapat datang kepada Injil dan kepada

penyembuhan. kebenaran dan keselamatan tidak ia temukan dalam dirinya sendiri, karena

kebenaran dan keselamatan datang kepadanya dari luar, dan hanya dengan jalan itu

manusia ditolong. Maka dari itu pelayanan Pastoral sebagai pemberitaan Firman menurut

Thurneysen adalah satu-satunya bentuk pelayanan pastoral yang benar-benar melayani Injil

sebagai suatu berita kehadiran dan aktifitas Allah yang menyelamatkan dalam Yesus

Kristus. Isi pelayanan ini ialah pengampunan dosa seperti yang kita dengar4.

2.1.2 Landasan Alkitabiah

Selama ini pendekatan Teologis yang kerap dipakai untuk melihat persoalan orang-

orang dengan Disabilitas adalah Kejadian 1: 26-28 “Berfirmanlah Allah: baiklah kita menjadikan

manusia menurut gambar dan rupa kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-

burung di udara dan atas ternak dan atas seluru bumi dan atas segala binatang melata yang merayap

di bumi. Maka Alla menciptakan Manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah

diciptakan-Nya dia laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Dimana dapat dilihat

bahwa ayat ini secara umum ingin menekankan pada kesempurnaan manusia sebagai

ciptaan Allah yang juga sempurna. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memperlihatkan

bahwa dengan segala situasinya setiap manusia tetaplah merupakan gambar dan rupa Allah

yang sempurna (Imago Dei). Namun, persoalannya adalah jika melihat kepada orang

kebanyakan yang secara fisik maupun mental utuh dan sempurna, orang dengan disabilitas

mungkin akan tetap merasa berbeda, dan sulit rasanya untuk melihat bahwa dirinya

merupakan gambaran Allah yang sempurna, sehingga pendekatan ini sulit untuk diterima

sebab kurang memberdayakan.

Persoalan orang-orang dengan disabilitas mungkin sangat erat kaitannya dengan

pemikiran Teodise (Mempertanyakan Keadilan Tuhan) sehingga pendekatan dengan dasar


4
J.L.Ch. A Abineno Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2006), 21-22
teologis semacam ini dapat saja menimbulkan pertanyaan, “ mengapa Allah yang sempurna

membiarkan saya berada dalam keadaan yang tidak sempurna dan menderita seperti ini?”.

Oleh sebab itu dapat dilihat bahwa pertanyaan pokok dalam menemukan Identitas kembali

adalah, “Bagaimana mengerti atau menerima ajaran Imago Dei, atau manusia diciptakan sesuai

gambar dan rupa Allah, dalam pemahaman bahwa Allah itu sempurna telah membiarkan

saya menjadi tidak sempurna secara fisik?” Allah sempurna namun menciptakan atau

membiarkan saya sebagai mahluk yang tidak sempurna. Terkait hal ini dapat dilihat bahwa

ada pemikiran lain yang tampaknya mencoba untuk bersikap lebi ramah terhadap orang-

orang dengan disabilitas, yakni dengan menonjolkan sisi lain dari Imago Dei, yaitu soal citra

Allah yang dapat saja hadir dalam bentuk dan rupa manusia, dan apa pun keadaanya

semua manusia tetap berharga sebab setiap manusia adalah citra Allah.

Disinilah Gambar Yesus kemudian menjadi sangat penting bagaimana Yesus sebagai

gambaran dari Allah, atau anak Allah sendiri, telah mengambil rupa seorang manusia atau

hamba (Flp 2:7), kemudia berperan memperhatikan dan memperdulikan orang-orang

dengan beragam kekurangan, baik fisik ,maupun mental. Inilah yang menjadi titik

berangkat bagi penemuan bentuk Kristologi bagi orang-orang dengan Disabilitas 5. Oleh

sebab itu perlu dipergumulkan untuk menemukan relevansi Yesus bagi manusia, yaitu

sosok Yesus mampu menentukan atau mempengaruhi manusia, yang dimana

memampukan Yesus melewati ruang dan waktu melalui kesaksian Alkitab dan Iman setiap

individu. Sehingga dapat ditemukan Kristologi yang ditawarkan kepada kamu Difabel yang

mampu memungkinkan dan juga merasakan solidaritas atas penderitaan para penyandang

cacat atau difabel tersebut, dan dapat dilihat juga bahwa Iman para difabel tersebut kepada

Kristus tersebutlah yang menentukan apakah iman memiliki hati yang beriman.

2.1.3 Pandangan Teologi Mengenai Disabilitas

Dapat dilihat bahwa kesadaran tentang disabilitas sebenarnya sudah muncul di

kalangan World Council of Churches (WCC) sejak dekade 1990-an. Hal ini terbukti dengan

adanya desk untuk memo pulerkan istilah difabled (singkatan dari differently-abled). Istilah

ini sangat penting untuk menekankan bahwa orang orang cacat itu abled, bukan disabled,

sekalipun dengan cara yang berbeda dari orang kebanyakan. Saat ini sebutan yang dipakai

5
Ronald Arulangi, Dari Disabilitas ke Penebusan (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016),30-32
adalah orang dengan disabilitas (People with Disabilities PWD). Kendaitpun kata disabiltas

yang dirumuskan oleh Ecumenical Disabilitas Advocates Network tetap berdampak Negatif

bagi kondisi psikis dan bagi hubungan sosial bagi pribadi yang mengalaminya. Ditambah

instutusi Teologi kita belum mengembangkan teologi yang berpihak pada pribadi dengan

disabilitas dan justru menjadi dasar penindasan bagi Pribadi dengan Retardasi mental 6.

Amos Yong adalah Teolog yang menjelaskan Jejak-jejak Alkitabiah dan historis Eklesiologis

mengenai perkembangan Disabilitas. Yakni Disabilitas pada zaman Israel Kuno, Disabilitas

pada zaman Gereja Mula-mula, Disabilitas pada kekristenan dan abad-abad pertengahan,

dan Disabilitas pada zaman Reformasi dan awal modernitas. Perkembangan Teologi

Disabilitas dari masa ke masa kini memperlihatkan bahwa sejak awal ada beragam sikap

terhadap kaum Disabilitas. Ada yang menolak dan memandangnya rendah, ada juga

menerima mereka sebagai bagian dari Ciptaan Allah yang harus disambut.

Disabilitas menjadi sebuah kategori yang kompleks. Label disabilitas membawa

tuduhan yang kuat akan ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi sosial dewasa yang

dibutuhkan publik. Konseptualisasi ini melibatkan gagasan bahwa, di dalam masyarakat

ableist, orang “normal” telah mengkonstruksi dunia secara fisik dan kognitif untuk memberi

penghargaan terhadap mereka yang mempunyai kemampuan yang disukai dan

“mencacatkan” mereka yang mempunyai kemampuan yang tidak disukai. Dengan melihat

konsep ini, tubuh yang disabled bukan lagi sebuah objek yang berbeda melainkan sebuah

perangkat relasi-relasi sosial7. Satu tubuh yang disabled tidak dilihat sebagai sebuah entitas

tunggal melainkan dilihat di dalam keterkaitannya dengan tubuh-tubuh yang lain dan juga

sistem sosial yang mempunyai peran terhadapnya.

Dimana dalam hal ini dapat diketahui bahhwa perlu adanya Pendampingan pastoral

adalah gabungan dari kata yang mempunyai makna pelayanan.Istilah pendampingan

berasal dari kata kerja "mendampingi"- Mendampingi merupakan matu kegiatan menolong

orang lain. Istilah kedua, kata "pastor" dalam bahasa Latin atau dalam bahasa Yunani

disebut "poimen" yang artinya gembala8. Dimana Pertemuan antara pendamping dan yang

didampingi secara sukarela bukan dengan keterpaksaan, sehingga dapat menolong orang

6
John C. Simon, Dari Pengenalan Diri Menuju Majelis Sinode 80 (yogyakarta : Kanisius : 2021) ,41-42
7
Lennard J Davis Enforcing Normalcy: Disability, Deafness, and the Body (London : Verso, 1995) 9-11
8
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2001), 9
yang didampingi, agar dapat menghayati dan menghadapi setiap proses pergumulan

hidupnya, Sehingga diperlukan suatu pendampingan pastoral untuk dapat menolong

mereka mengeluarkan apa yang menjadi krisis dalam dirinya.

2.2 Data Penelitian & Analisis

Dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu

dengan cara memaparkan dan menjelaskan data-data yang diperoleli, baik melalui studi

literatur maupun penelitian di lapangan Kemudian, penulis akan membuat analisa dari data

yang telah dideskripsikan tersebut, sehingga diperoleh pemahaman dan pengetahuan yang

memadai mengenai pendam gan pastoral bagi penderita Disabilitas Intelektual. Dimana

dalam hal ini penulis melakukan penelitian lapangan melalui observasi dengan wawancara

untuk mendapatkan data kualitatif terhadap 3 Responden, yaitu Ibu sebagai kepala rumah

tangga, adik perempuan, adik laki-laki. Untuk Ibu dan kedua adik penulis, masing-masing

digali informasi dari 3 responden tersebut, sedangkan untuk adik saya yang Disabilitas

Intelektual. Dimana dalam ini penulis menggali informasi melalui 4 responden dimana

memiliki pergumulan yang berbeda mengenai pendapat yang diberikan terhadap adik

penulis yang sebagai seorang Disabilitas Intelektual9, akan tetapi melalui hasil wawancara

yang telah dilakukan yaitu adanya harapan supaya adik penulis yang seabagai seorang

penyandang Disabilitas Intelektual supaya bisa kedepannya dapat membentuk karakter

mereka melalui suatu pergumulan hidupnya sehingga pendampingan pastoral kepadanya

dapat bermanfaat dan membuatnya menjadi lebih baik dalam segala hal.

Dapat dilihat bahwa dalam hal ini penulis ingin memberitahukan bahwa dalam hal

ini penulis membahas suatu permasalahan yang terjadi pada adek kandung penulis yang

dimana pada saat lahirnya tidak ada kekurangan apapun (Lahir Normal), tetapi pada suatu

saat adanya suatu kejadian yaitu adek penulis tersebut mengalami step dan proses

pengobatan juga lama sehingga pada saat masa dia ingin sudah bisa berbicara sebelum step

sebetulnya sudah mulai berbicara tetapi dikarenakan itu adanya gangguan yang terjadi

kepadanya hingga pada saat itu dia mengalami kesulitan dalam segala hal, dan adek

penulis tersebut merupakan anak terakhir yan bernama Pudan Girsang.

2.3 Tawaran Atau Solusi


9
Jenis Responden Adik Penulis yang sebagai Penyandang Disabilitas Intelektual
Dapat dilihat bahwa sesuai dengan saran yang diberikan oleh penyangga pada

pertemuan minggu lalu mengenai pendampingan pastoral terhadap objek secara lebih

dalam berdasarkan 4 fungsi pastoral, yakni: Healing (menyembuhkan), Sustaining

(menopang), Guiding (membimbing), dan Reconcilling (mendamaikan). Dimana dalam hal ini

dapat dilihat hal yang bisa menjadi suatu solusi kepada setiap keluarga dimana langkah

pertama ialah Reconcilling (mendamaikan) dalam hal ini dapat dikatakan bahwa fase

terberat dimana keluarga harus bisa mendamaikan diri mereka dengan segela sesuatu yang

terjadi dan tidak menyalahkan siapapun terlebih Tuhan, melainkan harus bisa

mendamaikan diri mereka. Lalu dalam hal tersebut menurut penulis Healing

(menyembuhkan) perlu adanya menyembuhkan dimana dalam hal tersebut keluarga bisa

berkonsultasi dengan para ahli ataupun dengan keluarga lain tentang apa yang dialami

olehnya supaya menemukan cara yang terbaik dalam memberikan pemikiran atau solusi

yang terbaik juga, lalu dapat dilihat juga bahwa dilakukan ialah Sustaining (menopang),

Guiding (membimbing) dimana menurut penulis sesuai dengan apa yang dialami penulis

dalam hal tersebut keluarga harus bisa memberikan sesuatu yang menopang dan

membimbing mereka yang disabilitas supaya dengan bimbingan tersebut dapat menjadi

suatu hal yang menjadi suatu hal yang bermanfaat bagi anak tersebut.

Dimana menurut penulis sesuai dengan apa yang dialami kami bersama keluarga

dimana ketika terjadi sesuatu hal seperti tersebut keluarga harus bisa bangkit dari apa yang

terjadi, lalu sesuai dengan apa yang dialami kami terlebih penulis dimana ketika pada saat

itu penulis selalu membawa adek ketika penulis seding beraktifitas bersama teman-teman

dimana dalam hal tersebut ingin membimbingnya supaya bisa bersosialisasi dengan

lingkungan sekitar lalu keluarga selalu menopangnya dengan melihat perkembangan yang

ada padanya lalu memberikan perhatiaan kepadanya dimana dalam hal tersebut keluarga

sudah berdamai dengan keadaan dan ingin bangkit dari keadaan, sehingga dapat dilihat

bahwa ada perkembangan yang dialami oleh adek penulis tersebut dan kemampuan untuk

berinteraksi dengan ligkungan juga mulai sudah ada keberanian pada dirinya.

BAB IV
KESIMPULAN

Istilah disabilitas atau dalam bahasa inggris disability digunakan untuk menunjukan

ketidak mampuan yang ada sejak dilahirkan atau cacat yang sifatnya permanen Kata istilal

yang di letakkan pada para penyandang cacat (baik dalam bahasa Indonesia atau pun

Inggris) selama ini lebih banyak mengacu kepada kondisi ke tidak mampuan, kelemahan,

ketidak berdayaan, kerusakan dan makna lain yang berkonotasi negatif Seperti tunanetra,

tunarungu minadaksa, tunagrahita, dan bahkan kata cacat itu sendiri merupakan kata yang

negatif10. Tuna berarti hilang atau tidak memiliki, sedangkan cacat berarti rusak. Begitu juga

dalam bahas inggris, ada kata disability yang artinya ke tidak mampuan, invalid yang

berarti tidak lengkap "Kata cacat itu sendiri Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

diartikan sebagai kekurangan yang menyebabkan nilai atau mulut kurang baik atau kurang

sempurna 32 (yang terdapat pada badan, benda batın atau akhlak) Bahwa jika kita

renungkan lagi setiap manusia yang lahir di dunia entah bentuk apapun adalah seorang

pribadi manusia yang utuh dengan keunikannya masing-masingIstilah disabilitas atau

dalam bahasa inggris disability digunakan untuk menunjukan ketidak mampuan yang ada

sejak dilahirkan atau cacat yang sifatnya permanen Kata istilal yang di letakkan pada para

penyandang cacat (baik dalam bahasa Indonesia atau pun Inggris) selama ini lebih banyak

mengacu kepada kondisi ke tidak mampuan, kelemahan, ketidak berdayaan, kerusakan dan

makna lain yang berkonotasi negatif Seperti tunanetra, tunarungu minadaksa, tunagrahita,

dan bahkan kata cacat itu sendiri merupakan kata yang negatif.

Tuna berarti hilang atau tidak memiliki, sedangkan cacat berarti rusak. Begitu juga

dalam bahas inggris, ada kata disability yang artinya ke tidak mampuan, invalid yang

berarti tidak lengkap "Kata cacat itu sendiri Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

diartikan sebagai kekurangan yang menyebabkan nilai atau mulut kurang baik atau kurang

sempurna 32 (yang terdapat pada badan, benda batın atau akhlak) Bahwa jika kita

renungkan lagi setiap manusia yang lahir di dunia entah bentuk apapun adalah seorang

pribadi manusia yang utuh dengan keunikannya masing-masing 11. Dalam pandangan

negatif seperti menganggap penyandang disabilitas adalah obyek yang harus di kasihani

dan dianggap tidak mampu atau hanya sebagai penghambat harus dihilangkan, anggapan-

10
Jurnal Perempuan “Mencari Ruang Untuk Difabel”, (Jakarta Selatan : Yayasan JYP Jurnal Perempuan) 18
11
Suharsono “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Semarang ; Widya karya, 2005) 198
anggapan tersebut perlahan harus di kikis. Undang-undang tentang disabilitas telah

menjelaskan secara jelas istilah disabilitas itu sendiri, penyandang disabilitas adalah setiap

orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensork dalam

jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar dapat megalami

hambatan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga lain12.

Daftar Pustaka

12
Tim Indepth Rights PPRBM, “Hak-Hak Penyandang Disabilitas”, (Malang :CBM, 2016), 8
A Abineno J.L.Ch. Pedoman Praktis Untuk Pelayanan Pastoral Jakarta : BPK Gunung Mulia,

2006

Arulangi Ronald, Dari Disabilitas ke Penebusan Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016

Beek Aart Van, Pendampingan Pastoral Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2001

Davis Lennard J Enforcing Normalcy: Disability, Deafness, and the Body London : Verso, 1995

https://www.google.co.id/books/edition/VIDEO_BASED_INSTRUCTIONS/FCVXEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=pengertian+Disabilitas+Intelektual&pg=PA7&printsec=frontcover

Jurnal Perempuan “Mencari Ruang Untuk Difabel” .Jakarta Selatan : Yayasan JYP Jurnal Poetri

Lawalata Rosalina S. Disabilitas Sebagai Ruang Berteologi Yogyakarta : Kanisius, 2021

Lintangsari Alies Praktik Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas Surabaya :Media Nusa

Creative, 2022

Perempuan Suharsono “Kamus Besar Bahasa Indonesia” .Semarang ; Widya karya, 2005

Rights PPRBM Tim Indepth “Hak-Hak Penyandang Disabilitas”. Malang :CBM, 2016

Simon John C., Dari Pengenalan Diri Menuju Majelis Sinode 80 yogyakarta : Kanisius : 2021

Anda mungkin juga menyukai