PEMBAHASAN
A. AKTIVA TETAP
pengertian aktiva tetap ini memiliki makna dan tujuan yang sama. Ada beberapa
definisi aktiva tetap yang diungkapkan oleh beberapa para ahli diantaranya:
3. Dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan serta;
Keuangan Menengah Versi IFRS (2012:271). Aset tetap adalah aset berwujud yang:
1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,
untuk diretalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa aktiva tetap
dimaksudkan untuk dijual kembali dan sifatnya relatif permanen atau dapat
Aktiva tetap yang diperoleh digunakan dalam kegiatan perusahaan, bukan diperjual-
2. Memiliki masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi atau satu siklus
operasi normal.
Pada karakteristik ini, dikenal istilah penyusutan dalam aktiva tetap, yaitu alokasi
biaya dari aktiva tetap tersebut dalam jangka waktu pemakaiannya atau umurnya.
4. Nilainya material.
Pengeluaran untuk perolehan aset harus merupakan pengeluaran yang nilainya besar
atau material bagi perusahaan tersebut. Dari aspek praktiknya, untuk karakteristik ini
mengenai nilai atau jumlah minimum pengeluaran yang dapat dikapitalisasi atau
(historical cost). Yang dimaksud dengan biaya perolehan meliputi setiap biaya yang
dapat diatribusikan secara langsung untuk membuat aktiva tersebut berada dalam
kondisi siap digunakan. Beberapa contoh biaya yang dapat diatribusikan secara
langsung selain nilai beli aktiva tersebut adalah biaya persiapan tempat, biaya
pengiriman, biaya simpan dan bongkar muat, bea impor, PPN masukan yang tidak
2006:128).
perusahaan membeli tanah, yang termasuk dalam harga perolehan adalah biaya
notaris, biaya balik nama, komisi kepada makelar, dan lain sebagainya.
Hal ini terjadi jika perusahaan membeli beberapa aktiva berwujud, dengan
satu nilai, misalnya membeli gedung pabrik beserta mesin dan peralatan yang lain
perolehan untuk setiap jenis aktiva yang dibeli. Harga perolehan dari masing-masing
apakah aktiva yang dipertukarkan sejenis atau tidak. Aktiva sejenis adalah aktiva
serupa yang memiliki fungsi serupa dalam bidang usaha yang sama, sekaligus
dengan nilai wajar yang serupa. Perlakuan akuntansinya dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
1) akuntansi untuk pertukaran aktiva yang tidak sejenis (kondisi laba rugi);
Tabel 3.1
Akuntansi Pertukaran Aktiva
Jenis pertukaran Akuntansi Alasan
berbeda.
terjadinya pertukaran.
Antara aktiva sejenis – dibandingkan dengan total diterima selain aktiva baru
ada kas yang diterima nilai wajar atas aktiva yang sejenis.
terjadinya pertukaran.
Aktiva baru yang diperoleh dari pertukaran dengan aktiva tidak sejenis diakui
sebesar nilai wajar aktiva yang dilepaskan atau nilai wajar aktiva yang diterima
tergantung mana yang lebih andal. Hal tersebut dilakukan dengan memasukkan nilai
kas atau setara kas yang diterima atau dibayarkan. Pertukaran antara aktiva yang
Suatu aktiva tetap dapat diperoleh dengan pertukaran aktiva sejenis yang
memiliki masa manfaat serupa, dalam bidang usaha yang sama, serta memiliki fungsi
diperoleh dengan penerbitan saham perusahaan maka nilai yang menjadi patokan
transaksi adalah nilai pasar dari saham tersebut, jika perusahaan tersebut go public.
Namun, jika perusahaan tersebut belum go public atau jika nilai pasar dari saham
perusahaan go public tersebut tidak dapat ditetukan, maka nilai wajar dari aktiva
tetap tersebut akan menjadi patokan transaksi. Penentuan nilai wajar dari aktiva
tetap dengan cara ini umumnya terjadi sebagai salah satu bentuk setoran pemegang
saham ke perusahaan dalam bentuk aktiva tetap, bukan berupa uang tunai.
5. Sumbangan
konsep biaya historis diterapkan secara ketat, maka aktiva tetap tersebut akan dicatat
dengan nilai nol atau hanya sebesar biaya lain yang terjadi berkaitan dengan aktiva
tetap tersebut (seperti biaya balik nama) yang besarnya tidak mencerminkan nilai
aktiva tetap tersebut secara wajar. Namun, praktik akuntansi yang lazim dan sesuai
dengan PSAK 16 adalah mengakui bahwa aktiva tersebut sebesar nilai wajarnya.
(Sulistiawan 2006:136).
gedung pabrik sendiri atau merancang dan merakit sendiri mesin produksinya.
Dalam hal ini nilai perolehan aktiva tetap tersebut memasukkan semua biaya yang
terjadi untuk membuat aktiva tetap tersebut dalam kondisi siap untuk digunakan.
Biaya yang dimasukkan meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, dan overhead,
termasuk biaya tenaga ahli yang digunakan. Biaya abnormal yang terjadi, seperti
biaya bahan baku yang tidak terpakai, tidak boleh dimasukkan dalam nilai perolehan
cukup besar sehingga memerlukan dana tambahan dari pihak ketiga. Biaya atas
pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan aktiva tertentu harus
dikapitalisasikan sebagai bagian dari biaya perolehan aktiva tetap tersebut. Hal ini
(1) Aktiva yang memenuhi syarat kapitalisasi biaya pinjaman adalah aktiva yang
membutuhkan waktu yang cukup lama agar siap untuk dipergunakan sesuai
(2) Periode kapitalisasi adalah periode waktu dengan biaya pinjaman yag dapat
dikapitalisasikan.
tidak boleh melebihi biaya pinjaman aktual yang terjadi selama periode
tersebut.
adalah:
“Entitas tidak boleh mengakui biaya perawatan sehari-hari aset tetap sebagai bagian
dari aset bersangkutan. Biaya-biaya ini diakui dalam laba rugi saat terjadinya. Biaya
Pada saat perusahan mengeluarkan uang untuk aset tetap, perusahaan tersebut
perolehan dan penggunaan aset tetap dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
manfaat untuk tahun dimana pengeluaran tersebut dilakukan. Oleh karena itu,
a. Reparasi (Repairs)
Reparasi adalah perbaikan yang dilakukan terhadap kerusakan aset tetap yang
dimiliki oleh perusahaan agar aset tetap tersebut dapat menjalankan fungsinya. Biaya
reparasi merupakan biaya yang jumlahnya kecil jika reparasinya biasa dan jumlahnya
cukup besar jika reparasi besar. Biaya pemeliharaan reparasi kecil merupakan biaya
yang dikeluarkan untuk memelihara aset agar tetap dalam kondisi yang baik.
Sedangkan biaya reparasi besar yaitu dengan menambah harga perolehan aset tetap,
apabila biaya ini dikeluarkan untuk menaikkan nilai kegunaan aset dan tidak
menambah umurnya.
dikatakan bahwa manfaat reparasi seperti ini akan dirasakan dalam beberapa periode.
Oleh karena itu, biaya reparasi besar dilakukan dalam periode-periode yang
menerima manfaat.
b. Pemeliharaan (Maintenance)
agar tetap dala kondisi baik. Contoh pemeliharaan berupa pengecetan gedung.
meningkatkan atau menambah usianya, dan pengeluaran ini dicatat sebagai biaya.
c. Penggantian
mengganti aset atau suatu bagian aset dengan unit yang baru yang tipenya sama.
Penggantian seperti ini biasanya terjadi karena aset lama sudah tidak berfungsi
kembali (rusak).
Reparasi besar dan mempunyai manfaat selama sisa umur penggunaan, tetapi
tidak menambah umur penggunanya. Pengeluaran ini adalah untuk memperbaiki aset
tetap yang mengalami kerusakan sebagian atau seluruhnya, agar dapat menjalankan
Pengeluaran untuk reparasi ini adalah penggantian dari aset tetap yang
disebabkan karena bagian yang diganti dalam keadaan rusak berat. Pengeluaran ini
memberikan manfaat pada periode operasi diluar periode sekarang juga menambah
umur pengguaan aset tetap yang bersangkutan. Pengeluaran ini tidak dibukukan
penyusutan.
c. Perbaikan
Yang dimaksud dengan perbaikan adalah penggantian suatu aset dengan aset
yang baru untuk memperoleh kegunaan yang lebih besar. Perbaikan yang biayanya
kecil dapat diperlakukan seperti reparasi biasa, tetapi perbaikan yang memakan biaya
yang besar dicatat sebagai aset baru. Aset lama yang diganti dan akumulasi
fasilitas suatu aset. Apabila alat tambahan itu dipasang menjadi satu dengan mesin
maka biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh dan memasang alat itu merupakan
perubahan rute produksi, atau untuk mengurangi biaya produksi, jika jumlahnya
cukup berarti dan manfaat penyusunan kembali itu akan dirasakan lebih dari satu
Aset tetap pada dasarnya akan dihapuskan dengan berbagai cara diantaranya
dengan dijual, dipertukarkan dengan aset lain, dijual dalam bentuk rongsokan, dan
lain-lain. Pada saat aset tetap diberhentikan dari pemakaian maka semua rekening
yang berhubungan dengan aset tetap tersebut dihapuskan. Apabila aset tetap itu
dijual maka selisih antara harga jual dengan nilai buku atau nilai residu dicatat
sebagai laba atau rugi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh IAI dalam
dimasukkan ke dalam laporan laba rugi pada saat aset tersebut dihentikan
pengakuannya”.
B. PENYUSUTAN
1. Pengertian Penyusutan
dapat juga kita sebut sebagai “biaya yang dibebankan terhadap produksi akibat
nilai aset secara sistematis selama periode manfaat dari aset tersebut”.
pengalokasian secara sistematis dari harga perolehan aset tetap sepanjang masa
1. Harga Pokok
penyusutan. Mengenai berapa harga pokok aktiva tetap dan hal–hal apa yang
Yang dimaksud dengan nilai residu adalah nilai taksiran realisasi (penjualan
melalui kas) aktiva tetap tersebut setelah akhir penggunaannya atau pada saat mana
aktiva tetap itu harus ditarik dari kegiatan produksi. Nilai residu ini tidak mesti harus
3. Umur Teknis
penggunaan aktiva tetap itu dalam kegiatan produksi. Umur yang dimaksud disini
a. Umur Fisik
b. Umur Fungsional
Umur fisik berarti berapa lama aktiva tetap itu secara fisik mampu
fungsional berarti berapa lama aktiva tetap itu mampu untuk memproduksi barang–
misalnya produk yang dianggap tidak laku atau sudah ketinggalan zaman.
4. Pola Pemakaian
produksi.
3. Metode Penyusutan
mengasumsikan adanya penggunaan yang konstan dari suatu aset selama masa
manfaatnya. Metode ini merupakan metode yang mendasarkan alokasi dari fungsi
waktu penggunaan aset. Berdasarkan metode ini biaya depresiasi dihitung dengan
mengalokasikan nilai aset yang didepresiasikan selama masa manfaat aset secara
sama untuk setiap periodenya. Untuk menghitung biaya depresiasi digunakan rumus
sebagai berikut:
Atau
100%
Dalam persentase = = d%
Keterangan :
Tabel 3.2
Daftar Harga Perolehan dan Nilai Residu Aset Tetap
PT Perkebunan Nusantara IV
Tahun 2014
Diketahui:
C = Rp 497.816.432.114
S = Rp 326.942.255.396
n = 20
Penyelesaian:
C–S
D=
n
Rp 497.816.432.114 - Rp 326.942.255.396
D= = Rp 8.543.708.836
20
Atau
100%
Dalam persentase = =d%
n
100%
Dalam persentase = = 5% x
20
= 5% x (Rp 497.816.432.114 – Rp 326.942.255.396)
= Rp 8.543.708.836
Tabel 3.3
Perhitungan Nilai Buku Aset Bangunan Rumah
Dengan Menggunakan Metode Garis Lurus
Perhitungan metode garis lurus tahun 1: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 2:
Perhitungan metode garis lurus tahun ke 3: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 4:
Perhitungan metode garis lurus tahun ke 5: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 6:
Perhitungan metode garis lurus tahun ke 7: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 8:
Perhitungan metode garis lurus tahun ke 9: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 10:
Perhitungan metode garis lurus tahun ke 11: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 12:
Perhitungan metode garis lurus tahun ke 13: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 14:
Perhitungan metode garis lurus tahun ke 15: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 16:
Perhitungan metode garis lurus tahun ke 17: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 18:
Perhitungan metode garis lurus tahun ke 19: Perhitungan metode garis lurus tahun ke 20:
Tabel 3.4
Daftar Penyusutan dengan Metode Garis Lurus
Akum.
Tahun Harga Pokok Penyusutan Nilai Buku
Penyusutan
0 497.816.432.114 - - 497.816.432.114
Dari hasil perhitungan diatas dengan menggunakan metode garis lurus pada
akhir tahun ke-20 dapat disimpulkan bahwa nilai residunya adalah sebesar Rp
326.942.255.394. Hal ini dapat dilihat pada tabel diatas, dimana penyusutan setiap
326.942.255.394.
ditentukan dengan mengalikan biaya depresiasi dengan fraksi tahun sebagai tarif
denominatornya adalah jumlah tahun penggunaan aset (misalnya aset dengan masa
jumlah tahun sisa pada awal tahun yang belum didepresiasikan (misalkan pencatatan
beban depresiasi pada akhir tahun ketiga maka numeratornya adalah 3. Fraksi
pengali pada metode ini numerator tersebut akan menurun seiring waktu dan
denominatornya tetap (5/15, 4/15, 3/15. 2/15. 1/15). Untuk menghitung biaya
n+1
xn n = Jumlah perkiraan umur ekonomis
Diketahui:
C = Rp 497.816.432.114
S = Rp 326.942.255.396
n = 20
20 + 1
Jumlah angka tahun = x 20
2
420
=
20
= 210
umur ekonomis
D= x (harga perolehan – nilai residu)
Jumlah angka tahun
20
D= x (Rp 497.816.432.114 - Rp 326.942.255.396)
210
D = Rp 16.273.731.116
Tabel 3.5
Perhitungan Nilai Buku Aset Bangunan Rumah
Dengan Menggunakan Metode Jumlah Angka Tahun
Perhitungan metode jumlah angka tahun 1: Perhitungan metode jumlah angka tahun 2:
Perhitungan metode jumlah angka tahun 3: Perhitungan metode jumlah angka tahun 4:
Perhitungan metode jumlah angka tahun 7: Perhitungan metode jumlah angka tahun 8:
Perhitungan metode jumlah angka tahun 9: Perhitungan metode jumlah angka tahun 10:
Perhitungan metode jumlah angka tahun 11: Perhitungan metode jumlah angka tahun 12:
Perhitungan metode jumlah angka tahun 13: Perhitungan metode jumlah angka tahun 14:
Perhitungan metode jumlah angka tahun 15: Perhitungan metode jumlah angka tahun 16:
Perhitungan metode jumlah angka tahun 17: Perhitungan metode jumlah angka tahun 18:
Perhitungan metode jumlah angka tahun 19: Perhitungan metode jumlah angka tahun 20:
Tabel 3.6
Daftar penyusutan dengan metode jumlah angka tahun
Akum.
Tahun Penyusutan Nilai Buku
Penyusutan
0 - - 497.816.432.114
1 20/210 x Rp 170.874.176.718 = Rp 16.273.731.116 16.273.731.116 481.542.700.998
Dari hasil perhitungan diatas dengan menggunakan metode jumlah angka tahun pada
akhir tahun ke-20 dapat disimpulkan bahwa nilai residunya adalah sebesar Rp
326.942.255.396. Pada metode ini, nilai residu pada metode garis lurus dan metode
jumlah angka tahun sama. Hal ini dapat dilihat pada tabel diatas, dimana penyusutan
sehingga nilai akhir (residu) aset bangunan rumah tersebut adalah sebesar
326.942.255.396.
dengan nilai yang lebih tinggi pada awal periode dan secara gradual akan berkurang
pada tahun–tahun selanjutnya. Dalam metode ini beban penyusutan dihitung dengan
persentase tertentu yang dihitung melalui rumus tertentu dan dikalikan dengan nilai
buku. Oleh karena itu beban penyusutan semakin lama semakin mengecil.
Filosofinya sama dengan metode jumlah angka tahun. Untuk menghitung biaya
𝑛𝑛 r=
r = 1 - √ 𝑆𝑆 ∶ 𝐶𝐶
r = persentase penyusutan (rate)
Diketahui:
C = Rp 497.816.432.114
S = Rp 326.942.255.396
n = 20
Penyelesaian:
20
r = 1 - �0,656752639
r = 1 – 0,979197039
r = 0,020802961
Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-3: Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-4:
Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-5: Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-6:
Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-7: Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-8:
Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-9: Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-
𝐵𝐵𝐵𝐵10 = 406.752.269.502
11: 12:
Perhitungan metode saldo menurun tahun ke- Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-
13: 14:
Perhitungan metode jumlah angka tahun ke-15: Perhitungan metode jumlah angka tahun ke-16:
Perhitungan metode saldo menurun tahun ke- Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-
17: 18:
Perhitungan metode saldo menurun tahun ke- Perhitungan metode saldo menurun tahun ke-
19: 20:
Tabel 3.8
Daftar Penyusutan dengan Metode Saldo Menurun
Persentase Beban Akum.
Tahun Nilai Buku
Peny. Penyusutan Penyusutan
0 - - - 497.816.432.114
Dari hasil perhitungan diatas dengan menggunakan metode saldo menurun pada
akhir tahun ke-20 dapat disimpulkan bahwa nilai residunya adalah sebesar Rp
332.346.218.550 Berbeda dengan metode garis lurus dan metode jumlah angka tahun
yang hasilnya sama. Hal ini dikarenakan persentase penyusutan sebesar 0,020802961
sebelumnya.
penyusutan aktiva tetap yang diterapkan oleh perusahaan dapat disimpulkan bahwa
penyusutan aktiva tetap yang diterapkan oleh PTPN IV adalah menggunakan metode
garis lurus. Hal ini disebabkan karena cara perhitungannya yang begitu sederhana
(tidak rumit) dan lebih menguntungkan. Penggunaan metode penyusutan garis lurus
pada aktiva tetap yang dimiliki PTPN IV dapat dikatakan tepat dikarenakan
memenuhi kriteria.
PTPN IV menggunakan metode garis lurus untuk setiap aset tetap yang dimiliki
dalam perusahaan.
jenis aktiva alat berat, kendaraan proyek dan kendaraan kantor adalah menggunakan
penyusutan pada tahun-tahun berikutnya dalam metode ini akan diimbangi dengan
yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa depan dari
aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan
mengubah metode penyusutan jenis aktiva alat berat, kendaraan proyek dan
berganda.
Digunakan
Metode yang diterapkan PTPN IV adalah metode garis lurus dan metode
jumlah angka tahun. Dengan menggunakan metode ini, PTPN IV akan mendapatkan
Tabel 3.10
Alokasi Biaya Penyusutan Metode Garis Lurus
Tahun 2014
No Nama Aktiva Biaya Penyusutan Tahun 2014
1 Bangunan Rumah Rp 8.543.708.836
2 Bangunan Perusahaan Rp 12.943.197.594
3 Mesin-Mesin dan Instalasi Rp 50.963.937.705
4 Jalan, Jembatan dan Sal. Air Rp 28.483.310.370
5 Alat-Alat Pengangkutan Rp 3.582.131.061
6 Alat Pertanian & Inventaris Kecil Rp 8.945.467.782
7 Persemaian Instalasi Rp 229.869.462
Jumlah 113.691.622.810
Sumber: data perusahaan (Diolah kembali)
beban penyusutan dengan beberapa metode penyusutan yang umum dan diakui
penyusutan dengan nilai perolehan tahun pertama dan dengan nilai buku tahun-tahun
selanjutnya dan menghasilkan beban penyusutan yang makin menurun tiap tahunnya
Jadi biaya penyusutan untuk aktiva tetap dengan metode saldo menurun
Tabel 3.11
Alokasi Biaya Penyusutan Metode Saldo Menurun Ganda
Tahun 2014
No Nama Aktiva Biaya Penyusutan Tahun 2014
1 Bangunan Rumah Rp 17.087.417.672
2 Bangunan Perusahaan Rp 25.886.395.188
3 Mesin-Mesin dan Instalasi Rp 101.927.875.410
4 Jalan, Jembatan dan Sal. Air Rp 56.966.620.740
5 Alat-Alat Pengangkutan Rp 7.164.262.122
6 Alat Pertanian & Inventaris Kecil Rp 17.890.935.564
7 Persemaian Instalasi Rp 459.738.924
Jumlah Rp 227.383.245.620
Sumber: data perusahaan (Diolah kembali)
Perhitungan:
1. Bangunan Rumah
= 10% x Rp 170.874.176.718
= Rp 17.087.417.672
2. Bangunan Perusahaan
= 10% x Rp 258.863.951.880
= Rp 25.886.395.188
= 10% x Rp 1.019.278.754.100
= 6,25% x Rp 91.146.593.184
= Rp 56.966.620.740
5. Alat-Alat Pengangkutan
= 20% x Rp 3.582.131.061
= Rp 7.164.262.122
6. Alat Pertanian
= 20% x Rp 8.945.467.782
= Rp 17.890.935.924
7. Persemaian Instalasi
= 20% x Rp 229.869.462
= Rp 459.738.924
mengalikan rate dengan selisih harga perolehan dengan nilai residu. Rate per tahun
Dengan data-data yang diperoleh dari PTPN IV, maka rate per tahun aktiva
Dengan metode ini biaya penyusutan tiap tahun selalu menurun karena rate
yang semakin kecil jadi biaya penyusutan aktiva tetap adalah sebagai berikut:
Tabel 3.12
Alokasi Biaya Penyusutan Metode Jumlah Angka Tahun
Tahun 2014
No Nama Aktiva Biaya Penyusutan Tahun 2014
1 Bangunan Rumah Rp 16.273.731.116
2 Bangunan Perusahaan Rp 15.882.868.564
3 Mesin-Mesin dan Instalasi Rp 74.905.165.787
4 Jalan, Jembatan dan Sal. Air Rp 42.635.007.332
5 Alat-Alat Pengangkutan Rp 33.632.371.761
6 Alat Pertanian & Inventaris Kecil Rp 39.399.712.330
7 Persemaian Instalasi Rp 1.330.671.977
Jumlah Rp 224.059.528.867
Sumber: data perusahaan (Diolah kembali)
Perhitungan:
1. Bangunan Rumah
2. Bangunan Perusahaan
6. Alat Pertanian
7. Persemaian Instalasi
Perusahaan
besarnya biaya penyusutan aktiva tetap akan mempengaruhi besarnya laba yang
biaya produksi tidak langsung, besarnya biaya penyusutan aktiva tetap akan
mempengaruhi besarnya laba kotor yang diterima oleh perusahaan. Dengan kata lain,
besarnya laba (laba kotor) yang diperoleh perusahaan selama umur ekonomis dari
peneliti hanya akan membahas penyusutan aktiva tetap yang digunakan dalam
kegiatan operasional saja. Oleh karena itu, peneliti hanya akan membahas biaya
Tabel 3.13
Laba Kotor PT Perkebunan Nusantara IV
Metode Penyusutan yang Digunakan adalah Metode Garis Lurus
Tahun 2014
Pendapatan 6.213.939.790.677
Beban Usaha 1.373.722.080.127
Laba/Rugi Kotor 4.840.217.710.550
Sumber: data perusahaan (Diolah kembali)
Tabel 3.14
Laba Kotor PT Perkebunan Nusantara IV
Metode Penyusutan yang Digunakan adalah Metode Saldo Menurun Berganda
Tahun 2014
Pendapatan 6.213.939.790.677
Beban Usaha 1.487.413.702.937
Laba/Rugi Kotor 4.726.526.087.740
Sumber: data perusahaan (Diolah kembali)
Tabel 3.15
Laba Kotor PT Perkebunan Nusantara IV
Metode Penyusutan yang Digunakan adalah Metode Jumlah Angka Tahun
Tahun 2014
Pendapatan 6.213.939.790.677
Beban Usaha 1.484.089.986.184
Laba/Rugi Kotor 4.729.849.804.493
Sumber: data perusahaan (Diolah kembali)
Tabel 3.16
Laba Kotor PT Perkebunan Nusantara IV
Metode Penyusutan yang Digunakan adalah Metode Jumlah Angka
Beban Penyusutan Laba Usaha Tahun
Metode penyusutan
Tahun 2014 2014
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa laba usaha dengan menggunakan
metode penyusutan saldo menurun ganda dan jumlah angka tahun. Dari laporan laba
kotor diatas selisih antara metode penyusutan garis lurus dan metode penyusutan
saldo menurun ganda adalah sebesar Rp 123.474.928.155, dan selisih antara metode
penyusutan garis lurus dan metode penyusutan jumlah angka tahun adalah sebesar
Rp 100.584.595.712.
penggunaan metode penyusutan aktiva tetap yang berbeda terhadap laba kotor yang
penyusutan aktiva tetap terhadap laba perusahaan dapat dilihat dengan cara:
Besarnya rasio biaya penyusutan aktiva tetap terhadap laba kotor perusahaan adalah
sebagai berikut:
Rp 4.830.434.405.205 - Rp 4.706.959.477.050
P= x 100% = 2%
Rp 4.830.434.405.205
Rp 4.830.434.405.205 - Rp Rp 4.729.849.809.493
P= x 100% = 2%
Rp 4.830.434.405.205
Pada Tabel 3.17 disajikan selisih laba dalam persentase (%) antara metode
penyusutan garis lurus dengan metode saldo menurun ganda dan metode penyusutan
Tabel 3.17
Daftar Selisih Lebih Laba Usaha Antara Metode Garis lurus dengan Metode
Alternatif
Metode Penyusutan Tahun 2014
garis lurus. Hal ini disebabkan karena proses perhitungan penyusutan aset tersebut
sangat sederhana dan tidak rumit. Contoh perhitungan metode penyusutan garis lurus
memutuskan memakai metode garis lurus pada perusahaannya adalah laba kotor
penyusutan lainnya.
hubungan antara metode penyusutan dengan laba perusahaan secara umum dengan
bahwa hasil perhitungan tersebut berada pada kriteria yang telah ditetapkan peneliti
aktiva tetap yang berbeda tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya laba
penerapan beberapa metode penyusutan aktiva tetap pada perusahaan ini tidak
berpengaruh secara signifikan. Hal ini ditujukan bahwa penggunaan metode garis
lurus hanya lebih tinggi 2% dibandingkan dengan metode menurun berganda dengan
kenaikan sebesar 2% dibandingkan dengan metode jumlah angka tahun. (tabel 3.17).
A. Kesimpulan
Nusantara IV, ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
laba usaha yang diperoleh perusahaan. Laba usaha menurut metode garis
luruh tahun 2014 secara kumulatif lebih tinggi dibandingkan dengan laba
penyusutan jumlah angka tahun. Hal ini terjadi karena selama tahun tersebut
B. Saran
menurun, karena metode garis lurus ini lebih tepat untuk aktiva tetap yang