Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah terhadap dinding
pembuluh darah dan ditimbulkan oleh desakan darah terhadap dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Besar tekanan
bervariasi tergantung pada pembuluh darah dan denyut jantung. Tekanan
darah paling tinggi terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan
paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Pada keadaan
hipertensi, tekanan darah meningkat yang ditimbulkan karena darah
dipompakan melalui pembuluh darah dengan kekuatan berlebih. Hipertensi
merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari
sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg
setelah dua kali pengukuran terpisah (Sugiarto, 2011).

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama


(persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung
(penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke). Berdasarkan
penyebab, hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu hipertensi esensial atau
primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder yang
penyebabnya dapat ditentukan melalui tanda-tanda di antaranya kelainan
pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), dan penyakit
kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme). Selain faktor sosio-demografi seperti
jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan, penyakit tidak
menular sangat terkait dengan gaya hidup dan perilaku. Gaya hidup sedentary
yang hanya sedikit mengeluarkan energi, konsumsi makanan instan dengan
kandungan bahan kimia, perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan rendahnya
konsumsi buah dan sayur merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi. (Kemenkes, 2019).

Peranan Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS) dalam


homeostasis sistem kardiovaskuler, tekanan darah, serta keseimbangan cairan
dan elektrolit sudah diketahui sejak lama. Aktivasi sistem ini secara terus-

1
menerus akan membentuk angiotensin II. Angiotensin II dapat menyebabkan
vasokonstriksi, peningkatan aldosteron, dan retensi cairan yang akhirnya akan
menimbulkan hipertensi. Angiotensin II terbentuk dari angiotensin I dibantu
oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE), sehingga salah satu pengobatan
hipertensi adalah menghambat ACE dengan menggunakan Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor-I (ACE-I). Secara teori ACE-I berfungsi
menghambat pembentukan angiotensin II, namun penelitian pada pasien
hipertensi yang menggunakan ACE-I secara terus-menerus dengan dosis
efektif, menunjukkan bahwa kadar angiotensin II tetap tidak berkurang. Hal
ini menimbulkan pemahaman baru adanya jalur lain selain jalur ACE yang
dapat menghasilkan angiotensin II, yang disebut sebagai jalur non-ACE
(Becari et al., 2011).

RAAS dimulai dari adanya angiotensinogen. Angiotensinogen


diproduksi oleh hati, kemudian diubah menjadi angiotensin I oleh renin yang
diproduksi oleh sel jukstaglomerular. Angiotensin I kemudian diubah menjadi
angiotensin II oleh ACE. Akhir-akhir ini, beberapa studi menunjukkan bahwa
RAAS merupakan sistem yang lebih kompleks daripada yang telah diketahui.
Banyak peptida yang awalnya dianggap metabolit inaktif, ternyata memiliki
aktivitas biologis. Angiotensin III yang terbentuk dari angiotensin II dengan
bantuan enzim aminopeptidase A ternyata merangsang pelepasan aldosteron.
Angiotensin IV yang terbentuk dari angiotensin III dengan bantuan enzim
aminopeptidase N ternyata memiliki peran penting pada sistem saraf pusat
terutama dalam hal memori. Angiotensin 1-7 yang terbentuk dari aktivasi
reseptor MAS sepertinya memiliki efek berlawanan dengan angiotensin II
(Salgado et al., 2011).

Efek angiotensin terjadi saat reseptor angiotensin (AT), seperti AT tipe


1 (AT1), AT tipe 2 (AT2), tipe 4 (AT4), dan MAS, teraktivasi. AT1
diaktivasi oleh angiotensin II dan diekspresikan di paru, hati, ginjal, jantung,
pembuluh darah, otak, kelenjar adrenal, dan beberapa kelenjar endokrin. AT1
juga dapat dirangsang oleh mediator lain dengan tingkat afi nitas lemah,
seperti angiotensin III, angiotensin IV, dan angiotensin 1-7. AT2 paling
banyak diekspresikan di jaringan fetus dan juga pada kondisi injuri.

2
Angiotensin II dan angiotensin 1-7 merupakan ligand untuk AT2, aktivasi
reseptor ini akan menyebabkan vasodilatasi dan efek anti-proliferasi.
Angiotensin IV terikat pada AT4 yang terdapat di otak, jantung, paru, hati,
dan ginjal, berperan pada fungsi kognitif dan efek proliferatif. Reseptor MAS
diaktivasi oleh angiotensin 1-7, menyebabkan vasodilatasi dan efek
antiproliferasi (Becari C et al., 2011).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dari Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS) ?
2. Bagaimana mekanisme dari Renin Angiotensin Aldosterone System
(RAAS) ?
3. Apa sajakah contoh pangan yang bersifat sebagai ACE Inhibitor ?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mengetahui konsep dari Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS)
2. Mengetahui mekanisme dari dari Renin Angiotensin Aldosterone System
(RAAS)
3. Mengetahui beberapa contoh pangan yang bersifat sebagai ACE Inhibitor

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS)


Renin Angiotensin Aldosteron System adalah suatu sistem regulasi
tekanan darah oleh enzim renin yang bekerja sama dengan hormon aldosteron
dan angiotensin. Pengertian lain menjelaskan bahwa RAAS adalah seluruh
sistem dari enzim renin sampai menjadi angiotensin II. Enzim renin
diproduksi oleh ginjal yang berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah.
Berikut merupakan bagan dari konsep Renin Angiotensin Aldosterone System
(RAAS)

Gambar 1. Konsep Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS)

Sistem RAAS dimulai dari adanya angiotensinogen. Angiotensinogen


diproduksi oleh organ hati yang kemudian diubah menjadi angiotensin I oleh
enzim renin. Angiotensin I kemudian diubah menjadi angiotensin II dengan
bantuan ACE (Angiotensin Converting Enzyme). Terbentuknya angiotensin II
ini menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluhan
darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.

4
Saat pembentukan angiotensin II, kelenjar adrenal di dekat ginjal akan
ikut terstimulasi untuk menghasilkan hormon aldosteron. Aldosteron ini
nantinya akan membuat ginjal lebih banyak menyaring air, elektrolit, serta
garam di dalam darah. Hal ini kemudian membuat jumlah cairan dan
elektrolit di dalam tubuh bertambah, sehingga tekanan darah pun meningkat.
Apabila aktivasi sistem RAAS ini terjadi secara terus menerus, maka akan
menimbulkan hipertensi.

Salah satu pengobatan penyakit hipertensi adalah dengan menghambat


ACE atau ACE Inhibitor. Fungsi dari ACE-I adalah menghambat
pembentukan angiotensin II, dimana angiotensin II ini dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah.

2.2 Mekanisme Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS)


Renin diproduksi oleh sel epiteloid dari sel juxtaglomerular di bawah
bentuk prekursor bernama preprorenin. Setelah itu dapat dilepaskan sebagai
prorenin atau dapat diproses menjadi renin aktif, yang akan disimpan dalam
butiran. Pelepasan butiran renin adalah langkah pembatas kecepatan dari
kaskade aldosteron renin-angiotensinogen. Langkah selanjutnya adalah
pelepasan angiotensinogen dari hati, yang akan dimetabolisme oleh renin,
sehingga membebaskan angiotensin I (ANG I).

Angiotensinogen termasuk dalam superfamili protein Serpin A8. Serpin


adalah superfamili protease inhibitor dan protein terkait yang besar dan
beragam. Ini dilepaskan ke aliran darah setelah pengangkatan 33-peptida
sinyal asam amino dan akan tetap dalam sirkulasi selama kurang lebih 5 jam.
Namun, masih belum jelas berapa banyak angiotensinogen utuh versus
angiotensinogen katabolisasi [yang disebut des- (Ang I) -Agt] hadir dalam
sirkulasi. Ada beberapa data dalam literatur yang menggambarkan proporsi
Agt utuh versus des- (Ang I) -Agt dalam sirkulasi. Penelitian lain
menunjukkan bahwa des- (Ang I) -Agt dapat menyebabkan angiogenesis.
Meskipun hati adalah sumber utama sintesis angiotensinogen, ada beberapa
sumber lain untuk enzim ini: otak, jantung, ginjal, paru-paru, kelenjar
adrenal, jaringan adiposa, pembuluh darah dan saluran pencernaan. Regulasi

5
jaringan independen dari tingkat angiotensinogen juga telah dibuktikan
(Ciocoiu et al., 2019).

ANG I akan berubah menjadi ANG II karena adanya angiotensin-


converting enzyme (ACE), yang dilepaskan dari sel endotel. Enzim pengubah
angiotensinogen adalah dikarboksipeptidase yang membelah dua asam amino
dari ANG I, sehingga menghasilkan ANG II.

Gambar 2. Mekanisme Renin Angiotensin-Aldosteron

Terdapat dua jenis ACE yang berbeda yakni somatik dan testikular
yang keduanya merupakan hasil dari penyambungan alternatif satu gen. Peran
ACE dalam membentuk ANG II dari ANG I sangat primordial karena fungsi
biologisnya karena ANG II adalah molekul efektor utama RAAS. ACE
bekerja pada peptida aktif biologis lainnya, tidak hanya pada ANG I, salah
satu yang paling representatif adalah bradikinin.

Bradikinin akan diubah menjadi peptida tidak aktif melalui aksi ACE.
Jalur biologis untuk metabolisme bradikinin ini sangat signifikan secara in
vivo. Istilah kuno untuk ACE adalah kininase II. Karena bradikinin
meningkatkan vasodilatasi dan menginduksi efek natriuretik, penghambatan
farmakologis ACE akan mengurangi aktivitas kininase dan selanjutnya akan
menurunkan tekanan darah. Pembelahan ANG II oleh enzim pengubah
angiotensin tipe 2 menghasilkan angiotensin heptapeptida 1-7 (Ang 1-7).
Peptida ini mengikat reseptor Mas (MasR) dan menginduksi vasodilatasi hilir,

6
yang memiliki efek berlawanan dari aksi hipertensi pensinyalan AT1R. Sifat
kardioprotektif Ang 1-7 dapat mengurangi atau membalikkan gagal jantung
dan remodeling jantung hipertensi (Ciocoiu et al., 2019).

Gambar 3. Formasi Angiotensin II

2.3 Penelitan Terkait Pangan Sebagai ACE Inhibitor


a. “Aktivitas Antihipertensi Ekstrak Kering Terstandarisasi Kelopak
Bunga Rosela (Hibiscus Sabdariffa L.) Hasil Produksi Skala Pilot”
Hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah secara
terus menerus sebesar ≥ 140/90 mmHg, suatu kriteria ini menunjukkan
resiko terhadap penyakit kardiovaskuler yang berhubungan dengan
penyakit hipertensi yang cukup tinggi sehingga perlu mendapat perhatian
medis (Brunton, et al, 2010). Ekstrak kelopak bunga rosela sebagai ACE
inhibitor karena adanya senyawa delphinidin-3-osambubipside dan
cyanidin-3-osambubioside, bersifat diuretik, memiliki aktivitas sebagai
hepatoprotektif, serta memiliki perlindungan terhadap keadaan stress
oksidatif bagi penderita diabetes mellitus.

Berdasarkan penelitian sebelumnya pada dosis 60 mg/kg BB ekstrak


etanol kelopak bunga rosela memiliki aktivitas penurunan tekanan darah
pada tikus putih jantan dengan inhibisi 21,9% untuk tekanan darah sistol
dan nilai ini mendekati persentase inhibisi kelompok kontrol positif yaitu
kaptropil dengan dosis 4,5 mg/KgBB (Ningrum et al., 2008). Kelopak
bunga rosela merupakan tanaman yang berpotensi besar sebagai salah satu

7
herbal untuk hipertensi, maka perlu dilakukan pembuatan ekstrak skala
pilot sebagai prototipe ekstrak yang akan diproduksi di industri ekstrak
dalam skala yang lebih besar. Ekstrak yang dihasilkan dari skala pilot
perlu dilakukan uji aktivitas antihipertensi untuk mengetahui dosis
penggunaannya untuk manusia yang dapat memberikan efek optimal.

Proses pembuatan ekstrak skala pilot tidak merubah komponen


kimia dalam ekstrak. Hasil dari penelitian didapatkan dosis 250 mg/kgBB
ekstrak kering kelopak rosela memiliki aktivitas antihipertensi terbaik
(dosis efektif). Persen inhibisi aktivitas penurunan tekanan darah sistol
setelah pemberian larutan uji yang paling tinggi dihasilkan oleh larutan
ekstrak kering kelopak bunga rosela pada dosis 2 (250 mg/kgBB). Persen
inhibisi aktivitas penurunan tekanan darah diastol setelah pemberian
larutan uji yang paling tinggi dihasilkan oleh larutan ekstrak kering
kelopak bunga rosela pada dosis 2 (250 mg/kgBB). Ekstrak kering kelopak
bunga rosela (H. sabdariffa L.) hasil produksi skala pilot memiliki
aktivitas antihipertensi terhadap tikus putih jantan galur wistar.

Hasil penelitian Susilawati et al., 2018 tersebut menunjukkan bahwa


dosis 250 mg/kgBB ekstrak kering kelopak bunga rosela (H. sabdariffa L.)
memiliki aktivitas sebagai antihipertensi dengan persentase inhibisi sistol
dan diastol sebesar 27,74% dan 33,18 %. Hasil konversi dosis untuk
manusia yang menghasilkan efek penurunan tekanan darah pada manusia
adalah dosis 2,8 gram/70 kgBB atau 40 mg/kgBB.

b. “Analisis In Vivo Aktivitas Antihipertensi Dari Protein Biji Melinjo


(Gnetum Gnemon) Terhidrolisis”
Pengobatan penyakit hipertensi pada umumnya membutuhkan
jangka waktu yang panjang. Faktor keamana penggunaan obat jangka
panjang menjadi perhatian utama untuk pemilihan obat. Oleh karena itu,
diperlukan alternatif dalam menangani hipertensi. Salah satunya yaitu
dengan memberi asupan nutrisi yang baik untuk tubuh. Memperbaiki
asupan nutrisi tersebut bisa dengan menggunakan protein biji melinjo

8
(Gnetum gnemon) terhidrolisis yang merupakan suatu bahan nutraseutikal
yang mempunyai aktivitas ACE-inhibitor.

Pada protein biji melinjo terhidrolisis terdapat aktivitas ACE-


inhibitor. ACE-inhibitor dapat menghambat kerja dari Angiotensin
Converting Enzyme yang mempunyai peran dalam patofisologi terjadinya
hipertensi. Hewan coba atau hewan laboratorium pada penelitian ini
menggunakan tikus galur Wistar (Rattus norvegicus). Dalam penelitian ini,
protein dosis 10 mg/KgBB, 20 mg/KgBB, dan 30 mg/KgBB menurunkan
tekanan darah langsung menuju tekanan darah normal.

Kesimpulan dari penelitian Puspitaningrum et al., 2014 tersebut


yaitu protein biji melinjo (Gnetum gnemon) terhidrolisis dapat
menurunkan tekanan darah pada tikus Wistar yang dibuat hipertensi. Perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai susunan rantai protein biji
melinjo (Gnetum gnemon) terhidrolisis yang mempunyai aktivitas ACE-
inhibitor ini dan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan produksi
bahan nutraseutikal dari protein biji melinjo (Gnetum gnemon) dalam skala
besar.

9
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
Renin Angiotensin Aldosteron System adalah suatu sistem regulasi
tekanan darah oleh enzim renin yang bekerja sama dengan hormon aldosteron
dan angiotensin yang bermula dari enzim renin sampai menjadi angiotensin
II. Sistem RAAS dimulai dari adanya angiotensinogen yang diproduksi oleh
hati yang kemudian diubah menjadi angiotensin I oleh enzim renin.
Angiotensin I kemudian diubah menjadi angiotensin II dengan bantuan ACE
(Angiotensin Converting Enzyme). Terbentuknya angiotensin II ini
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluhan darah
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan pada pangan


berpotensi sebagai ACE inhibitor diantaranya ekstrak kelopak bunga yang
berfungsi sebagai ACE inhibitor karena adanya senyawa delphinidin-3-
osambubipside dan cyanidin-3-osambubioside dan bersifat diuretik. Hasil
konversi dosis untuk manusia yang menghasilkan efek penurunan tekanan
darah pada manusia adalah dosis 2,8 gram/70 kgBB atau 40 mg/kgBB. Selain
itu, protein biji melinjo terhidrolisis terdapat aktivitas ACE-inhibitor. ACE-
inhibitor dapat menghambat kerja dari Angiotensin Converting Enzyme yang
mempunyai peran dalam patofisologi terjadinya hipertensi.

1.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini masih banyak sekali kekurangan baik
dalam informasi yang diberikan maupun bentuk penulisan secara
keseluruhan. Sehingga diharapkan akan ada makalah yang melengkapi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Andrian, Kevin. 2020. Ketahui Beragam Fungsi Enzim Renin. Artikel. Alodokter.
Kemenkes RI
Aris Sugiarto. 2011. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat
(Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar) p:29-50, 90-126.
Becari C, Oliveira EB, Salgado MCO. 2011. Alternative Pathways For
Angiotensin II Generation In The Cardiovascular System. Brazilian J. Medical
a Biological Res. 44:914-9.
Becari C, Teixeira FR, Oliveira EB, Salgado MCO. 2011. Angiotensin-
Converting Enzyme Inhibition Augments The Expression Of Rat Elastase-2, An
Angiotensin II-Forming Enzyme. Am J Physiol Heart Circ Physiol.
301:565-70.
Ciocoiu, M., Bararu-Bojan, I., Vladeanu, M., & Badescu, C. (2019). The Renin
Angiotensin-Aldosterone System: Genomics, Proteomics and Therapeutic
Implications. In Renin-Angiotensin System. IntechOpen.
Kementerian Kesehatan RI. 2019. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Badan
Litbangkes, Kemenkes.
Puspitaningrum, Y. T., Efendi, E., & Siswoyo, T. A. (2014). Analisis In Vivo
Aktivitas Antihipertensi Dari Protein Biji Melinjo (Gnetum Gnemon)
Terhidrolisis. Pustaka Kesehatan, 2(2), 327-331.
Susanto, Jefri P. 2015. Konsep Baru Renin Angiotensin System (RAS). Continuing
Professional Development-225, Vol. 42 No. 2
Susilawati, Y., Rahmatullah, T. S., Muhtadi, A., Sofyan, F. F., & Tjitraresmi, A.
(2018). Aktivitas Antihipertensi Ekstrak Kering Terstandarisasi Kelopak
Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Hasil Produksi Skala Pilot. Jurnal
Sains dan Kesehatan, 1(10), 554-560.

11

Anda mungkin juga menyukai