Anda di halaman 1dari 10

ESSAY

‘Persyaratan LKTIN di UNISSULA Semarang’

Tema : Meningkatkan Stabilitas Nasional untuk memenangi Persaingan Global

Subtema : pendidikan, infrastruktur, ekonomi, teknologi, kesehatan, sos-bud, Hukum dan politik

Subtema : Pendidikan – efektivitas alokasi anggaran pendidikan sebagai mandatory spending APBN

Latar belakang : identifikasi kendala pengalokasian Anggaran pendidikan sebesar 20% dari alokasi APBN
yang sampai saat ini belum memberikan hasil yang optimal berupa peningkatan kualitas SDM dan hasil
penelitian yang dihasilkan. Dengan pendidikan yang baik, kualitas SDM akan baik dan mampu bersaing di
dunia. Anggaran yang dialokasikan sangat besar yang setiap tahunnya memberikan beban yang cukup
berat bagi pemerintah karena membatasi ruang fiscal yang dapat digunakan untuk membiayai program
prioritas pemerintah lainnya.

Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% walaupun bertujuan baik, namun karena “diikat”
mengakibatkan kebijakan fiskal menjadi tidak fleksible/efisien. Kenaikan belanja negara secara
otomatis akan meningkatkan belanja pendidikan, bahkan ketika belanja tsb utk keperluan
subsidi. Misalnya ketika harga minyak mentah (ICP) naik, maka beban subsidi juga akan naik
(dengan asumsi masih ada subsidi minyak). Karena subsidi naik, maka belanja negara juga naik.
Karena belanja negara naik maka anggaran pendidikan juga naik, diikuti kenaikan defisit,
kenaikan utang, dan kenaikan bunga utang....kenaikan bunga utang akan menambah belanja
negara dan hal ini mengakibatkan lagi kenaikan anggaran pendidikan...begitu seterusnya.

Amandemen UUD 1945 Pasal 31 Ayat (4) tentang Penyediaan Anggaran Pendidikan dari

APBN/APBD, mengamanatkan kewajiban penyediaan anggaran pendidikan sebesar

20,0 persen dari APBN/APBD .

Hipotesis :

1. Terjadi inefisiensi dan inefektivitas belanja Pendidikan yang dilakukan baik oleh pemerintah
pusat dan daerah, dan tidak bisa ditanggulangi selain reformasi pendidikan yang membutuhkan
anggaran sangat besar.
2. Terjadi inefisiensi dan inefektivitas pengalokasian anggaran pendidikan, apakah baiknya
terpusat, mekanisme pemberian bantuan/subsidi yang tepat sasaran, serta besarnya beban
pegawai yang menjadi bagian dari alokasi anggaran pendidikan yang seharusnya digunakan
untuk prioritas pendidikan lainnya seperti pembanguna sarana dan prasaran sekolah
3. Kualitas birokrasi baik dari segi adminitrasi maupun regulasi yang masih lemah di bidang
pendidikan baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Pergantian kurikulum, pergantian
pejabat, dan perubahan lainnya yang menyebabkan program pendidikan menjadi tindak
konsisten
4. Tidak adanya manajemen perubahan yang baik di tingkat pengajar saat adanya penerapan
kurikulum yang berbeda. Di sisi lain murid juga enggan memperlajari hal-hal teknis terkait
Kegiatan belajar mengajar di kelas.

Selanjutnya, realisasi anggaran fungsi pendidikan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Anggaran pendidikan melalui belanja

Pemerintah Pusat merupakan realisasi anggaran pada fungsi pendidikan untuk seluruh K/L, yang

terdiri dari beberapa subfungsi, yaitu: subfungsi pendidikan anak usia dini (PAUD), subfungsi

pendidikan dasar, subfungsi pendidikan menengah, subfungsi pendidikan nonformal dan formal,

subfungsi pendidikan tinggi, subfungsi pelayanan bantuan terhadap pendidikan, subfungsi


pendidikan keagamaan, subfungsi penelitian dan pengembangan pendidikan, dan subfungsi

pendidikan lainnya. Perkembangan realisasi untuk fungsi pendidikan dapat dilihat pada grafik
berikut:

Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 Amandemen ke 4 mengamanatkan bahwa negara memprioritaskan

anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi

kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, diamanatkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan

layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap

warga negara tanpa diskriminasi. Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:
013/PUUVI/2008,
Pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari

APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui

kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi

anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik, namun tidak

termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang

menjadi tanggung jawab Pemerintah. Untuk menjalankan amanat tersebut, dalam UU Nomor 41

Tahun 2008 tentang APBN Tahun Anggaran 2009, Pemerintah mengalokasikan 20 persen dari

APBN untuk anggaran pendidikan. Persentase anggaran pendidikan tersebut adalah perbandingan

alokasi anggaran pendidikan terhadap total alokasi anggaran belanja negara.

Pemerintah berupaya untuk menjaga anggaran pendidikan agar tetap memenuhi amanat konstitusi

yaitu sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Dari sisi nominal, dalam periode tersebut anggaran

pendidikan mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu dari Rp208,3 triliun pada tahun
2009meningkat menjadi Rp266,9 triliun pada tahun 2011. Alokasi anggaran pendidikan melalui
belanja

Pemerintah Pusat meningkat dari Rp90,6 triliun menjadi Rp105,4 triliun.

Alokasi anggaran pendidikan pada Pemerintah Pusat digunakan antara lain untuk bantuan

operasional sekolah (BOS), penyediaan beasiswa untuk siswa/mahasiswa kurang mampu,

rehabilitasi ruang kelas, pembangunan unit sekolah baru dan ruang kelas baru, serta pembangunan

prasarana pendukung dan pemberian tunjangan profesi guru.

Alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah antara lain terdiri dari bagian anggaran yang

dialokasikan pada DBH, DAU, DAK, Dana Otsus dan Dana Penyesuaian. Bagian anggaran

pendidikan dalam DBH terdiri atas bagian DBH pertambangan minyak bumi dan gas bumi.

Penghitungan DBH pendidikan tersebut berdasarkan pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004. Bagian anggaran pendidikan dalam DAU terdiri atas DAU untuk gaji pendidik dan DAU

untuk non gaji. Bagian anggaran pendidikan dalam DAK ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara

Pemerintah dengan DPR. Bagian anggaran pendidikan dalam otonomi khusus dihitung berdasarkan

pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua dan pasal 182 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Bagian anggaran pendidikan dalam dana penyesuaian antara lain terdiri atas tunjangan profesi guru,

dana tambahan penghasilan guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), dan bantuan operasional

sekolah (BOS) yang penghitungannya bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

serta dana insentif daerah yang penggunaannya ditujukan terutama untuk pelaksanaan fungsi

pendidikan yang dialokasikan kepada daerah dengan mempertimbangkan kriteria tertentu.

Dari tahun 2009-2011, alokasi anggaran pendidikan pada transfer ke daerah juga mengalami

perkembangan yang sangat signifikan, yaitu dari Rp117,7 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp157,0

triliun pada tahun 2011. Alokasi anggaran tersebut sebagian besar disalurkan melalui DAU sebesar

69,8 persen; dana penyesuaian sebesar 21,2 persen, DAK sebesar 6,6 persen, Dana Otsus sebesar

1,8 persen dan sisanya DBH sebesar 0,5 persen. Pengalokasian anggaran untuk BOS melalui

transfer ke daerah dilakukan mulai tahun 2011, yang sebelumnya dialokasikan melalui belanja

Pemerintah Pusat. Anggaran pendidikan pada transfer ke daerah tersebut antara lain digunakan

untuk membayar tunjangan profesi guru dan dosen yang memiliki sertifikat pendidik, dana
tambahan

penghasilan guru PNSD bagi guru yang belum mendapat tunjangan profesi, penyaluran BOS,

peningkatan wajib belajar sembilan tahun dan rehabilitasi ruang kelas.

Selanjutnya, anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan yang selanjutnya disebut dana

pengembangan pendidikan nasional (DPPN) terdiri atas dana abadi (endowment funds) pendidikan

dan dana cadangan pendidikan, dimana dana tersebut dikelola oleh BLU bidang pendidikan
yaituLembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang merupakan satker dari Kementerian
Keuangan.

Endowment Fund adalah Dana Pengembangan Pendidikan Nasional yang dialokasikan dalam APBN

dan/atau APBN-P yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi

generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi (intergenerational equity).

Sedangkan Dana Cadangan Pendidikan adalah Dana Pengembangan Pendidikan Nasional yang

dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN-P untuk mengantisipasi keperluan rehabilitasi fasilitas

pendidikan yang rusak akibat bencana alam. Pengelolaan DPPN tersebut diatur dengan Peraturan

Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 238/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan,

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Endowment Fund dan Dana Cadangan Pendidikan.


Penyediaan DPPN ini dimulai tahun 2010 sebesar Rp1,0 triliun, kemudian tahun 2011 sebesar Rp2,6

triliun, dan tahun 2012 sebesar Rp7,0 triliun, sehingga total dana pokok DPPN yang bersumber dari

APBN sampai dengan tahun 2012 berjumlah Rp10,6 triliun

Pada tahun 2012, anggaran pendidikan diarahkan untuk mencapai tema prioritas bidang pendidikan

yaitu peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju

terangkatnya kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan karakter bangsa

yang kuat. Pembangunan bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya pertumbuhan ekonomi

yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga terdidik dengan kemampuan: 1)


menciptakan

lapangan kerja atau kewirausahaan dan 2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja.

Kebijakan bidang pendidikan pada tahun 2012 diarahkan pada:

1. peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata;

2. peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan menengah,

3. peningkatan kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi,

4. peningkatan profesionalisme dan pemerataan distribusi guru dan tenaga kependidikan,

5. peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan anak usia dini, pendidikan non-formal

dan informal,

6. pemantapan pelaksanaan sistem pendidikan nasional,

7. pemantapan pendidikan karakter bangsa,

8. peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan, dan

9. peningkatan budaya gemar membaca dan layanan perpustakaan.

Demi terwujudnya tema prioritas bidang pendidikan tersebut, maka alokasi anggaran pendidikan

yang ditetapkan dalam APBN-P 2012 adalah sebesar Rp310,8 triliun (20,2 persen), yang terdiri dari

anggaran pendidikan melalui belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp117,2 triliun; anggaran

pendidikan melalui transfer ke daerah sebesar Rp186,6 triliun dan anggaran pendidikan melalui
pengeluaran pembiayaan sebesar Rp7,0 triliun. Adapun perkembangan anggaran pendidikan tahun
2009 – 2012 dapat dilihat pada tabel berikut:

Fungsi Pendidikan

Pembangunan pendidikan dicapai dengan meningkatkan pemerataan akses, kualitas,

relevansi, dan daya saing. Alokasi anggaran fungsi pendidikan mencerminkan upaya

pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan

dan sebagai salah satu upaya untuk memenuhi amanat konstitusi bahwa alokasi anggaran

pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN. Untuk mewujudkan hal tersebut,

Pemerintah pada RAPBN tahun 2017 mengalokasikan anggaran fungsi pendidikan sebesar

Rp141.766,1 miliar. Anggaran tersebut menurun dari pagunya dalam APBNP tahun 2016

yang mencapai Rp143.262,1 miliar. Penurunan tersebut terutama disebabkan meningkatnya

anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah terkait dengan pembagian kewenangan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sebagai upaya mendukung pembangunan pendidikan tersebut, Pemerintah akan

melaksanakan kebijakan yang diarahkan pada: (1) peningkatan akses dan kualitas layanan

pendidikan dasar serta perluasan dan peningkatan pemerataan akses, kualitas, dan

relevansi pendidikan menengah; (2) peningkatan kualitas pembelajaran melalui penguatan

penjaminan mutu pendidikan, pengembangan kurikulum sesuai kebutuhan zaman,

penguatan sistem penilaian pendidikan yang komprehensif dan kredibel, tenaga pendidik

yang profesional dan kompeten yang disertai dengan peningkatan kualitas, pengelolaan, dan

penempatan guru yang merata; (3) revitalisasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

(LPTK) untuk meningkatkan mutu pendidikan keguruan; (4) peningkatan akses dan kualitas

pendidikan masyarakat dan layanan pendidikan anak usia dini; (5) peningkatan kualitas

pendidikan vokasi serta pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja; (6) peningkatan

akses, kualitas, relevansi, dan daya saing pendidikan tinggi; dan (7) peningkatan kualitas

pendidikan kewarganegaraan, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan.

Sasaran yang diharapkan dapat tercapai dari fungsi pendidikan pada tahun 2017, antara

lain: (1) meningkatnya akses layanan pendidikan dasar, dengan indikator banyaknya

jumlah siswa pada jenjang pendidikan dasar penerima bantuan Program Indonesia

Pintar melalui KIP sebanyak 16,0 juta siswa; (2) meningkatnya akses layanan pendidikan

menengah dengan indikator banyaknya jumlah siswa pada jenjang pendidikan menengah

SMA/SMALB/MA/SMK/Ulya/Sederajat penerima bantuan Program Indonesia Pintar

melalui KIP sebanyak 3,6 juta siswa; (3) meningkatnya akses layanan pendidikan tinggi

dengan salah satu indikatornya yaitu tercapainya mahasiswa penerima bantuan Bidik Misi sebanyak
360.529; (4) tersedianya layanan pendidikan keaksaraan dan kesetaraan

yang tercermin dari banyaknya orang dewasa yang memperoleh layanan pendidikan

kesetaraan dasar dengan target sebanyak 66.135 orang, dan banyaknya orang dewasa

yang memperoleh layanan pendidikan setara menengah umum dan vokasional dengan

target sebanyak 110.000 orang; (5) meningkatnya kualitas kelembagaan ilmu pengetahuan

dan pendidikan tinggi yang dicerminkan dengan pengembangan kelembagaan

perguruan tinggi melalui dibukanya 400 prodi baru dan 20 prodi profesi insinyur;

(6) meningkatnya kualitas pembelajaran melalui peningkatan kapasitas kelembagaan


46 LPTK; dan (7) meningkatnya guru dan dosen yang memiliki kompetensi profesional

yang dicerminkan antara lain dengan target sebanyak 101.125 guru dan 10.170 dosen yang

bersertifikasi pendidik.

Anda mungkin juga menyukai