Anda di halaman 1dari 6

Latar Belakang Jepang didalam Perang Dunia ke-2

Kira-kira 77 tahun yang lalu, tepatnya 7 Desember 1941. Terjadi serangan militer
mendadak yang menggemparkan seluruh dunia, terutama publik Amerika Serikat.

Yak, mungkin beberapa di antara lo ada yang bisa nebak, serangan yang gua
maksud adalah serangan atas pangkalan militer AS di Pearl Harbor (Kepulauan
Hawaii) oleh 400+ pesawat tempur imperialis Jepang.

Serangan ini begitu mengejutkan karena dilakukan tanpa peringatan atau deklarasi
perang apapun. Terlebih, hal ini dilakukan oleh sebuah negara yang selama ini
mengucilkan diri dari dunia luar.

Sebuah negara yang sekilas tidak punya kepentingan apapun pada percaturan
politik dunia, tiba-tiba saja melakukan serangan mendadak pada salah satu
negara superpower, yang juga sekaligus menjadi pemicu Perang Dunia II.

“Kenapa yah Jepang cari gara-gara aja nyerang Pearl Harbor? Padahal selama
ratusan tahun Jepang selalu menutup diri terhadap dunia luar. Kenapa tiba-tiba
Jepang ikut memulai Perang Dunia II?”

Terkait dengan pertanyaan di atas, banyak orang menyamakan kondisi Jepang


dengan Jerman: “Ah, keduanya kan sama-sama dikuasai diktator dan militerisme
yang berniat menguasai dunia!”

Pada kenyataannya, tidak sesederhana itu. Penyebab, latar belakang, akar masalah
Jepang menyerang Pearl Harbor dan memulai PD2 di Pasifik berbeda jauh dari latar
belakang Jerman memulai PD2 di Eropa.

Nah, untuk mengurai akar masalahnya ini, mari kita telusuri bersama sejarah budaya
Jepang yang menarik ini.

Era Ninja dan Samurai…Berakhir!

Kita akan mulai penelusuran sejarah ini pada masa ketika kekuasaan kaum samurai
mulai berakhir, yaitu sekitar pertengahan abad ke-19.

Jepang saat itu adalah “Negara pertapa” yang menutup diri secara total selama
ribuan tahun terhadap dunia luar. Tidak ada orang asing yang boleh menginjakkan
kakinya di Jepang.

Sama seperti orang Jepang juga tidak boleh pergi meninggalkan kepulauan
Jepang. Secara praktis, orang Jepang ga pernah punya kontak sama sekali dengan
orang asing.
Bagi masyarakat Jepang, dunia di luar Jepang adalah ibarat planet lain yang penuh
misteri.

Politik isolasi Jepang akhirnya menerima tantangan dari pihak luar pada 31 Maret
1854, Komodor Matthew Perry dari AL Amerika Serikat dengan 10 kapal perangnya
memborbardir pantai timur Jepang serta MEMAKSA Jepang untuk mengakhiri
pertapaannya.

Pada saat itulah untuk pertama kalinya, orang-orang Jepang melihat teknologi militer
yang begitu berbeda dengan persenjataan mereka yang masih
menggunakan katana, wakizashi, yari, yumi, dll.

Kedatangan Matthew Perry dan tentara AS ke pantai Edo Jepang begitu


menggemparkan seluruh masyarakat Jepang.

Para bangsawan takut, rakyat kecewa, mereka mulai berpikir bahwa pemerintah
Jepang gagal & tidak berdaya menghadapi kapal perang asing.

Singkat cerita, kekecewaan rakyat dan para bangsawan berhasil memaksa


pemerintahan Jepang saat itu (Shogun Tokugawa) untuk digulingkan.

Para masyarakat berharap pemerintahan kembali dipimpin oleh sang Kaisar yang
selama ini dipasung kekuasaannya serta dikurung di dalam istananya sendiri oleh
pemerintahan Tokugawa.

Penggulingan ini berhasil, dan berdirilah negara Jepang “modern”, negara yang
mulai menerapkan prinsip politik ala Barat seperti parlemen, tentara profesional,
wajib militer modern, sistem kabinet, dan lain-lain.

Ribuan anak-anak muda Jepang dikirim untuk kuliah di Inggris, Perancis, Jerman,
dan lain-lain, untuk menjadi motor pembangunan negara Jepang baru!

Jepang yang “memodernkan” pemerintahan dan militernya berhasil mengalahkan 2


negara raksasa: Cina (1894 – 1895) dan Rusia (1904 – 1905).

Di bidang politik, Jepang juga berhasil menjadi sekutu negara terkuat di dunia waktu
itu, yaitu Inggris (1902).

Kemenangan dan persekutuan ini membuat gengsi, kepercayaan diri seluruh


bangsa Jepang membumbung tinggi ke langit! Modernisasi sudah sukses! Sudah
saatnya Jepang menjadi penguasa Asia!

Ketika Inggris terlibat dalam Perang Dunia 1, Jepang turut bergabung sebagai
sekutu Inggris.
Inggris sangat terbantu oleh Jepang yang berperan sebagai penjaga wilayah
jajahan Inggris di Asia, sementara kapal perang Inggris dipulangkan untuk
menghadapi armada tempur Jerman.

Singkat kata, ketika PD1 berakhir, Jepang sebagai sekutu Inggris berada di pihak
pemenang!

Pasca PD1, percaturan politik dunia masih sangat panas. Banyak negara yang
khawatir ancaman perang di kemudian hari bisa membuat negaranya hancur.

Berbagai ketegangan politik paska perang, membuat banyak negara berlomba-


lomba membangun armada tempur, termasuk Amerika, Inggris, dan Jepang.

Dalam lomba ini, tentu Jepang yang bercita-cita menguasai Asia Pasifik tidak mau
ketinggalan. Ini saatnya Jepang menunjukkan dirinya sebagai penguasa Asia!

Namun demikian, perlombaan ini nampaknya tidak sehat bagi perekonomian dalam
jangka panjang. Yah namanya bikin kapal perang kan pasti menguras banyak
anggaran negara.

Untuk itu pada 12 November 1921- 6 February 1922, diselenggarakan sebuah


konferensi internasional (Washington Naval Conference) yang dihadiri oleh semua
kekuatan militer laut terkuat di dunia.

Tujuan utamanya adalah untuk meredakan perlombaan industri militer. Bagi negara
Jepang sendiri, ada 2 point yang bisa gua highlight dari perjanjian tersebut:

1. Semua pihak WAJIB MEMBATASI ARMADA TEMPURNYA! Jumlah berat


kapal tempur (battleship) Amerika dan Inggris dibatasi cuma 525 ribu ton!
Untuk Jepang, batasnya lebih kecil: 315 ribu ton! Artinya, perbandingannya
5:5:3.

2. Selama persekutuan Inggris dan Jepang masih ada, artinya armada Amerika
Serikat akan dikeroyok oleh 2 armada ini! Jadi supaya kekuatannya
seimbang, persekutuan Inggris dengan Jepang wajib diakhiri.

Dalam menanggapi 2 poin perjanjian ini, para pemimpin Jepang terbagi menjadi
beberapa faksi. Ada yang mendukung, ada juga yang menolak.

Tanpa sadar, perpecahan politik internal Jepang ini menjadi bibit masalah yang
nantinya akan menyeret Jepang pada Perang Dunia II:

Perpecahan Internal di Militer Jepang

Setelah perjanjian Washington ditandatangani, terjadi perpecahan pada kalangan


militer Jepang. Singkat cerita, angkatan bersenjata Jepang terpecah menjadi 4 faksi.
Keempat faksi ini hubungannya tidak stabil: terkadang bersaing memperebutkan
posisi, terkadang bahkan saling bunuh, tapi tak jarang juga mereka bersekutu.

Berikut adalah keempat faksi militer Jepang tersebut:

1. Faksi Perjanjian (Joyaku-ha)

Diisi oleh kalangan Angkatan Laut yang MENYETUJUI perjanjian Washington.


Mereka berpendapat, hasil perjanjian Washington yang membatasi pembangunan
militer Jepang dengan porsi 3/5 adalah hal yang masuk akal.

Di satu sisi, Jepang memang tidak memiliki kekuatan ekonomi maupun teknologi


yang cukup untuk bersaing dengan Amerika Serikat ataupun Inggris.

Di sisi lain, luas perairan yang perlu dijaga oleh AL Jepang juga tidak seluas
perairan negara Amerika yang mencakup 2 samudera, yaitu Pasifik dan Atlantik.

Jadi pada intinya, porsi 3/5 itu wajar dan bahkan menguntungkan bagi Jepang.

Anggota faksi ini adalah para admiral profesional yang mendapat pendidikan di luar
negeri seperti admiral Mitsumasa Yonai, Osami Nagano, Isoroku
Yamamoto, Shigeyoshi Inouye, dan lain-lain.

2. Faksi Armada (Kantai-ha):

Berbeda dengan Faksi Perjanjian, Faksi ini adalah pihak Angkatan Laut yang
MENOLAK perjanjian Washington. Bagi faksi armada, pembatasan ini adalah
soal harga diri Jepang!

Pembatasan industri militer sebesar 3/5, adalah tidak adil. Jepang telah diremehkan,
dianggap tidak sederajat, dan dikadalin oleh kekuatan Barat.

Oleh karena itu, Jepang harus menolak isi perjanjian ini dan membangun kekuatan
militer sesuai dengan takdirnya: sebagai penguasa Asia!

Anggota faksi ini adalah admiral ultranasionalis seperti Kato Kanji, Chuichi Nagumo,


Pangeran Hiroyasu Fushimi, dan lain-lain.

3. Faksi Jalan Kekaisaran (Kodo-ha):

Didirikan oleh jendral angkatan darat yang ultranasionalis seperti Sadao


Araki dan Jinzaburo Masaki.

Mereka hakul yakin bahwa kejayaan Jepang hanya bisa dicapai jika dibimbing oleh
semangat bushido (semangat samurai tradisional)!
Mereka beranggapan bahwa kekuatan semangat bushido yang diusung oleh
angkatan darat membimbing bangsa Jepang untuk menghapuskan semua pengaruh
buruk partai politik, korupsi, individualisme, dan budaya Barat!

Intinya, faksi ini adalah faksi ultra-nasionalis, dengan landasan semangat traditional
bushido, yang percaya bahwa Angkatan Darat adalah pihak yang ditakdirkan untuk
menjadi pemimpin Jepang.

4. Faksi Kontrol (Tosei-ha):

Berseberangan dengan faksi Jalan Kekaisaran, ada juga faksi angkatan darat
yang dipimpin oleh Tetsuzan Nagata, yang diikuti oleh Hideki Tojo dan beberapa
jendral lainnya.

Tidak seperti faksi Jalan Kekaisaran yang mementingkan tradisi & semangat
bushido, faksi kontrol ini berpendapat bahwa Jepang perlu mengutamakan
modernisasi untuk meningkatkan efisiensi.

Buat mereka, segala hal sebaiknya ditempuh dengan pertimbangan pragmatis demi


progresivitas, termasuk menyingkirkan tradisi. Jepang perlu segera meninggalkan
hal-hal tradisional yang tidak masuk akal, dan fokus pada keputusan-keputusan
yang efisien dan masuk akal.

Mereka juga yakin, Angkatan Darat adalah organisasi terbaik yang bisa memimpin
Jepang menuju modernisasi.

****

Perpecahan faksi di kalangan militer ini menciptakan kekacauan politik di Jepang


pasca PD1. Namun kekacauan ini jangan disamakan dengan kekacauan di Jerman.

Kalau masyarakat umum bisa menyebut “Jermannya Hitler” untuk merujuk pada saat
Jerman dikuasai mutlak oleh Hitler.

Di Jepang, tidak ada “Jepangnya Tojo” atau “Jepangnya Yamamoto” atau


Jepangnya siapapun, sebab situasi politik militer maupun sipil Jepang di tahun 1930
sangat kacau balau!

Segala bentuk kekacauan politik ini secara perlahan terus membawa langkah
Jepang menuju jalan peperangan. Sejujurnya jika ingin dijabarkan secara detail,
akan sangat rumit sekali ceritanya.

Tapi dalam artikel ini, gua akan coba merangkum menjadi 5 bagian penting, sebagai
berikut:
1. Dominasi Militer dalam Politik Jepang

2. Peperangan dengan Cina

3. Upaya Menguasai Sumber Daya Alam

4. Persekutuan Jepang dengan Hitler

5. Kemelut Politik Internal sebelum Serangan Pearl Harbor

Mungkin nanti di Part II akan dijelaskan bagaimana Dominiasi militer didalam


perpolitikan Jepang.

By..by…by

Anda mungkin juga menyukai