Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PERDAMAIAN DAN RESOLUSI KONFLIK (A)


Peran African Union dalam Resolusi Konflik antara Ethiopia dan Tigray People’s
Liberation Front (TPLF)
Dosen : H. Valhan Hamdiana Rachman, S.IP., MA

Disusun Oleh :

M. Zhafirdin Hadian Prayoga 192030025


Muhammad Arya Aditiya 192030027
Tryana Wirawati 192030055
Claudia Yohana Sihaloho 192030092
Cindani Anya Pragusti 192030103

Program Studi Hubungan Internasional


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pasundan
2022
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Konflik di wilayah Tigray Ethiopia telah memicu krisis kemanusiaan berskala besar dan

menarik perhatian internasional. Konflik yang meningkat telah menyebabkan kematian dan

pemindahan ribuan warga sipil, meningkatkan ketegangan etnis di Ethiopia, dan menyebabkan

krisis pangan yang dapat menyebabkan kelaparan yang meluas (Aidi, 2021). Konflik ini dimulai

saat Pemilihan Perdana Menteri Abiy Ahmed pada awal 2018 oleh parlemen Ethiopia yang

menandai awal transisi politik di negara Afrika Timur. Abiy, terpilih sebagai pemimpin baru

Ethiopian People’s Revolutionary Democratic Front (EPRDF) sebagai tanggapan atas protes dan

kerusuhan rakyat, menjanjikan transisi ke demokrasi multipartai (Blanchard, 2021). Pada saat itu

Abiy berusaha menggabungkan koalisi EPRDF menjadi Partai Kemakmuran baru atau Prosperity

Party, namun Tigray People's Liberation Front (TPLF) menentang pembentukan partai tersebut,

melihatnya sebagai bagian dari agenda untuk mengubah Ethiopia dari negara federal menjadi

negara kesatuan. Sehingga, konflik meletus pada November 2020, setelah tentara Ethiopia

menyerang pasukan Tigrayan, yang telah menguasai markas militer di Mekelle, ibu kota wilayah

Tigray, di Ethiopia utara (Pichon, 2022).

Uni Afrika sebagai organisasi regional di kawasan Afrika memiliki tujuan untuk

memperkuat intergrasi antar negara-negara Afrika, memperkuat suara Afrika di kancah

internasional, menyatukan seluruh negara di kawasan Afrika dalam rangka menyelesaikan

berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik negara-negara anggotanya (The African Union

Commission, n.d.). Di tengah laporan media tentang kekejaman, kelaparan yang menjulang, dan

berbagai permasalahan lainnya, peran Uni Afrika dalam konflik di Tigray ini menjadi sebuah

pertanyaan. Sebagai Organisasi Internasional kawasan, bagaimana Uni Afrika dapat memberikan

solusi-solusi untuk menyelesaikan konflik atas respon terhadap konflik antara Tigray-Ethiopia.
II. Pembahasan
2.1 Awal mula dan penyebab konflik Ethiopia-Tigray
Setelah 30 tahun berlalu, konflik Ethiopia antara pemerintahan pusat di bawah PM

Abiy Ahmed terhadap Tigrayan’s People Liberation Front (TPLF) kembali meruak sejak 4

November 2020 lalu. (BBC, n.d.) Terjadinya kembali konflik ini tidak jauh dari sejarah sosial

politik Ethiopia dalam relasi dengan etnisnya, terutama sejak Ethiopian People’s

Revolutionary Democratic Front (EPRDF) menjadi satu-satunya kekuatan politik di era 1990

an. EPRDF menduduki kursi pemerintahan, terhitung pada titik ini, EPRDF hampir 30 tahun

berkuasa di Ethiopia. Pada rezimnya ini, EPRDF memperkenalkan sebuah sistem otonomi

etnis federal, didefinisikan sebagai kewenangan penguasan terhadap wilayah kepada etnis

apapun yang dilihat paling dominan di wilayah tersebut. Dengan adanya hal ini maka membuat

etnis tertentu lebih dominan untuk memerintah dan potensi kekerasan structural, menindas

mereka yang berstatus minoritas.

Dengan terjalinnya hubungan yang erat antara EPRDF dengan TPLF, membuat etnis

Tigray mendapatkan keuntungan lebih dalam sektor politik serta sektor militer. Namun Setelah

meninggalnya Zenewi (elit politik TPLF). (The Guardian, n.d.) Menimbulkan keretakan pada

internal EPRDF dan meningkatnya protes massa untuk segera mereformasi pemerintahan.

Maka dari itu Abiy Ahmed berhasil menduduki kursi pemerintahan pada tahun 2018. Namun

setelah itu Ethiopia dihadapkan situasi sulit karena Covid-19 dan akhirnya konflik kembali

terjadi, pada konflik ini terdapat dua keinginan yang sama tetapi bertentangan. Pada satu sisi,

pemerintah ingin menengakan keadilan bagi seluruh etnis, dengan menghukum kejahatan

pemerintahan (oleh etnis) Tigray dalam sejarah dengan segala korupsi dan ketidakadilan di

masa lalu. Sedangkan TPLF menginginkan keadilan etnisnya di mata pemerintah, di mana

dalam pemerintahan Abiy, TPLF dijadikan scapegoat dalam setiap kasus persengketaan
korupsi dan menjadi biang permasalahan domestik yang terjadi di Ethiopia. (Jaya, n.d.) Pada

masa pemerintahannya, Abiy membubarkan EPRDF dan mengajak TPLF serta partai lainnya

yang berbasis etnis utama di Ethiopia untuk bergabung dengan partai baru bernama

‘’Prosperity Party’’ tetapi hal itu mendapatkan penolakan dari pihak TPLF, lalu pada 4

November 2020 terjadi sebuah serangan terhadap pos Ethiopian National Defence Force-

ENDF sehingga di ibukota Tigray terjadi konflik berkelanjutan. Sebagai respon dari serangan

tersebut. Pemerintah pusat membangun pasukan gabungan dengan tentara Amhara dan Eritrea.

Pasukan ini menjadi Langkah yang strategis untuk mempersempit pergerakan TPLF Tigray.

Aliansi ini di klaim telah berhasil menetralkan ketegangan TPLF. Namun realitanya, pasukan

gabungan masih melakukan invasi yang ofensif di wilayah Tigray. Masyarakat di Tigray

mengalami dampak yaitu diantaranya, masyarakat Tigray mengalami pemadaman listrik yang

berkelanjutan, kelaparan, gizi buruk, kacaunya media terutama pada situasi pandemi sejak

Agustus 2020. Lalu juga terjadi peningkatan kasus pemerkosaan dari 36 kasus hingga 136

kasus serta potensi unreported case lainnya yang terjadi.

2.2 Uni Afrika dan Kritik atas Konflik Tigray


Uni Afrika sebagai organisasi regional yang memiliki tujuan memajukan negara

anggota yang berada di satu wilayah, selain memajukan dalam aspek kerjasama ekonomi,

organisasi regional memiliki peran untuk menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan juga

sebagai wadah untuk menyelesaikan sengketa di antara anggota-anggota nya. Konflik diantara

Ethiopia dan Tigray ini dalam penyelesaian konfliknya menggunakan metode Mediasi, namun

ada kegagalan dalam metode tersebut karena penolakan dari Abiy yang sepenuhnya menolak

upaya mediasi dan menentang prinsip dasar Uni Afrika.


Pada Agustus 2021, Uni Afrika mencoba kembali upaya mediasi yang sebelumnya

gagal melalui utusan khusus lainnya, mantan Presiden Nigeria, Olesegun Obasanjo. Beliau

mengatakan bahwa tidak ada solusi militer untuk sebuah konflik dan akan mengacaukan

stabilitas politik di Ethiopia. Uni Afrika sebagai organisasi regional telah lamban dalam

menyelesaikan konflik diantara Ethiopia-Tigray. Uni Afrika kehilangan kredibilitasnya dalam

kaitannya dengan perang ketika gagal meredam kekerasan. Tidak pernah menuntut Eritrea

menarik pasukan dari perang Tigray. Sangat hati-hati menyebut posisi Obasanjo sebagai

"perwakilan tinggi" dan bukan "mediator". Juga arahannya adalah konflik Tanduk dan bukan

konflik Ethiopia-Tigray, anggukan yang jelas pada preferensi Abiy untuk tidak terlihat

bernegosiasi (Luna 2022) .

Kegagalan dalam metode diplomasi juga merupakan kelalaian dari tindakan Uni

Afrika, ketua Uni Afrika telah mengecewakan Afrika dan norma, prinsip serta institusi. Uni

Afrika perlu menggunakan metode mediasi yang lebih kredibel dan kuat dengan mediator yang

dapat diterima kedua belah pihak. Begitupun dengan dewan perdamaian dan keamanan Uni

Afrika dinilai harus lebih aktif untuk menahan ketua serta memperkuat prinsip yang terikat

agar menjadikan kawasan Uni Afrika ini menjadi kawasan yang dapat kredibel khususnya

dalam penyelesaian sengketa (Berhe 2022).

2.3 Uni Afrika dan Mediasi Konflik


Setelah mendapati berbagai kritikan atas lamban nya langkah Uni Afrika dalam

menyelesaikan konflik antara Ethiopia – TPLF, akhirnya pihak Uni Afrika mengambil langkah

yang lebih jauh dalam mendamaikan konflik yang ada. Sebelumnya Uni Afrika telah beberapa

kali diminta untuk ikut campur sebagai upaya mendamaikan konflik sejak November 2020

(Wanjohi, 2020). Namun, langkah yang lebih jelas baru dilakukan pada 5 Oktober 2022 ketika
Uni Afrika mengundang Pemerintah Ethiopia dan pemimpin pasukan TPLF untuk melakukan

‘’Peace Talks’’ di Pretoria, Afrika Selatan. Meskipun pada awalnya terdapat kendala dalam

melakukan pertemuan mediasi tersebut, pada 25 Oktober 2022 kedua belah pihak resmi

bertemu. Dalam pertemuan tersebut selain dihadiri oleh pemimpin kedua pihak yang

berkonflik, juga turut dihadiri oleh perwakilan Uni Afrika yaitu Olusegon Obasanjo serta

perwakilan dari PBB dan Amerika Serikat (DW.com, 2022).

Pada 2 November 2022, Pemerintah Ethiopia dan Pihak TPLF secara resmi

menandatangani perjanjian damai yang berisikan penghentian kekerasan senjata secara

permanen, memproteksi dan memulihkan layanan kemanusiaan serta restorasi konstitusional.

Penandatanganan perjanjian damai tersebut juga diikuti oleh Deklasari Nairobi pada 12

November yang berisikan komitmen lanjutan atas perjanjian perdamaian yang telah di capai.

Perjanjian perdamaian yang telah di capai tersebut disambut baik oleh berbagai pihak seperti

misalnya PBB, Amerika Serikat serta Uni Eropa (Pichon, 2022)

Upaya mediasi yang dilakukan oleh Uni Afrika pada akhirnya membuahkan hasil.

Perjanjian perdamaian tersebut dianggap Uni Afrika sebagai babak baru bagi perdamaian di

Ethiopia. Sudah sepatutnya Uni Afrika sebagai organisasi regional berusaha untuk

mendamaikan dan menyelesaikan konflik yang terjadi


III. Kesimpulan

Konflik di wilayah Tigray Ethiopia yang terjadi antara Ethiopia dan TPLF telah memicu krisis

kemanusiaan berskala besar dan menarik perhatian internasional. Konflik yang meningkat

telah menyebabkan kematian dan pemindahan ribuan warga sipil, meningkatkan ketegangan

etnis di Ethiopia, dan menyebabkan krisis pangan yang menyebabkan kelaparan yang meluas.

Berbagai cara telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam upaya mendamaikan konflik, namun

selalu menemui jalan buntu. Uni Afrika sebagai organisasi regional di kawasan Afrika pun

dinilai lamban dalam menyelesaikan konflik yang ada. Namun pada akhirnya sebuah upaya

membuahkan hasil, yaitu ketika Uni Afrika mengupayakan mediasi dengan menemukan kedua

belah pihak dalam ‘’Peace Talk’’ yang terjadi pada bulan Oktober 2022. Hasil dari mediasi

tersebut ialah ditandatanganinya perjanjian damai pada 2 November 2022. Hal tersebut

membuktikan bahwasanya organisasi internasional dapat mempengaruhi sebuah keputusan

aktor-aktor dalam sebuah rezim internasional.

Daftar Pustaka

DW.com. (2022). Kesepakatan Damai Tercapai dalam Konflik Tigray di Etiopia. Retrieved
from DW.com: https://www.dw.com/id/kesepakatan-damai-tercapai-dalam-konflik-
tigray-etiopia/a-63633292
Pichon, E. (2022). Ethiopia: War in Tigray Background and State Of Play. European
Parliamentary Research Service.
Wanjohi, C. (2022). TPLF asks AU to intervene in Ethiopia’s military offensive launched by
government. Retrieved from sabcnews.com:
https://www.sabcnews.com/sabcnews/tplf-asks-au-to-intervene-in-ethiopias-military-
offensive-launched-by-government/
BBC. n.d. “Ethiopia Tigray Crisis: Fear of Mass Starvation.”
Berhe, Mulugeta G. (2022). “Tigray War: Two Years on, the AU Has Failed to Broker Peace
and Silence the Guns.” The Conversation. 2022. https://theconversation.com/tigray-
war-two-years-on-the-au-has-failed-to-broker-peace-and-silence-the-guns-192420.
Jaya, Aditya Iswara. n.d. “Perang Ethiopia-Tigray: Kronologi, Penyebab Konflik.”
Luna. 2022. “How the African Union Failed Tigray.” Omna Tigray. 2022. omnatigray.org/the-
african-union-failed-tigray/.
The Guardian. n.d. “Ethiopia’s Meles Zenawi Dies of Undisclosed Illness.”
Aidi, H. (2021). The Tigray War and the African Union Policy Brief. Policy Center for the
New South, 32(August), 1–5. www.policycenter.ma
Blanchard, L. P. (2021). Ethiopia’s Transition and the Tigray Conflict. Crs.
https://crsreports.congress.gov.
Pichon, E. (2022). Ethiopia : War in Tigray Background and state of play (Issue December).
The African Union Commission. (n.d.). African Union. https://au.int/en

Anda mungkin juga menyukai