2. Kesimpulan:
Yusril Ihza Mahendra dalam menyimpulkan fenomena tersebut yang telah
dijelaskan diatas dengan berangkat dari pemaparan mengenai fakta-fakta yang
telah dilakukan oleh partai politik Masyumi di Indonesia dan partai politik
Jama’at-i-Islam di Pakistan, kemudian membuat analisis terhadap partai tersebut
dengan melihat karakteristik modernisme dan fundamentalisme yang sudah
dirumuskan dari teori yang sudah dipaparkan, kesimpulan tersebut kemudian
dijadikan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh
Yusril, yaitu sebagai berikut:
a. Modernisme dan fundamentalisme memiliki pandangan-pandangan dasar
(karakteristik yang terkait erat dengan perbedaan kecenderungan dalam
menafsirkan doktrin untuk menyelesaikan persoalan-persoalan politik.
Karakterisktik tersebut sebagaimana yang telah dijelaskan pada kerangka
teoritis di atas.
b. Pandangan-pandangan dasar tersebut mempengaruhi tipologi organisasi dan
tipologi program dari masing-masing partai modernis (Masyumi) di Indonesia
dan partai fundamentalis (Jama’at-i-Islam) di Paksitan.
3. Pertanyaan:
a. Ketika agama masuk wilayah politik, seringkali agama tersebut menjadi
sumber konflik dibandinngkan sumber etik, apa yang menjadi sebab
tersebut dan mengapa?
b. Apa yang menjadi karakteristik sebuah paham ke-Islaman itu disebut
sebagai Fundamentalis sehingga dapat menjadi kerangka untuk
mengidentifikasi?
c. Apa yang melatarbelakangi timbulnya Fundamentalisme dalam Islam?
d. Kenapa gerakan Fundamentalisme agama selalu dikaitkan dengan
kekerasan dan pemberontakan?
e. Apa yang menjadi faktor munculnya modernism dan fundamentalisme
dalam Islam?
B. Islam Dan Negara; Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, (Prof.
Dr. Bahtiar Effendy).
1. Gambaran Umum Penelitian:
Buku ini mengemukakan kasus-kasus relevan yang dapat memperkokoh
argumen yang tengah dikemukakan dalam teori dekonfessionalisasi Islam, teori
domestikasi Islam, teori pengelompokan madzab, perspektif trikotomi dan teori
Islam kultural. Nilai dari teori-teori tersebut akan dilihat untuk menentukan sejauh
mana kegunaannya dalam menjelaskan politik Islam di Indonesia.
Teori dekonfessionalisasi Islam ini dikembangkan oleh C.A.O. Van
Nieuwenhuijze. Ada dua artikel yang ditulis pada akhir 1950-an dan pertengahan
1960-an, ia mencoba menjelaskan hubungan politik antar Islam dan Negara
Nasional modern Indonesia, terutama untuk melihat peran Islam dalam revolusi
nasional dan pembangunan bangsa.
2. Kesimpulan:
Buku ini mengemukakan kasus-kasus relevan yang dapat memperkokoh
argumen yang tengah dikemukakan dalam teori dekonfessionalisasi Islam, teori
domestikasi Islam, teori pengelompokan madzab, perspektif trikotomi dan teori
Islam kultural. Studi ini menggunakan pendekatan historis dan hermeneutis atau
interpreatif.
Buku ini menjelaskan dengan sangat gamblang mengenai politik Islam
dan Negara. Sebagaimana yang terpapar diatas, bahwa ada bukti-bukti akomodasi
yang menunjukkan tumbuhnya sikap akomodatif negara terhadap Islam mencakup
diterapkannya kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan kepentingan
sosialekonomi dan politik kaum Muslim. Jika dikategorikan secara luas, bukti-
bukti akomodasi itu bisa digolongkan kedalam empat jenis yang berbeda yaitu (1)
akomodasi struktural (2) akomodasi legislatif (3) akomodasi infrastruktural dan
(4) akomodasi kultural.
2. Kesimpulan:
Dalam perspektif sosiologi ilmu pengetahuan, Syahrur telah melakukan
kritik ideologi terhadap ilmu ushul fiqh tradisional. Dalam kritiknya Syahrur
mencurigai bahwa adanya dominasi ideologi tirani yang membelenggu ilmu ushul
fiqh tradisional, yakni tersalurkannya lewat paradigma literalisme yang dibangun
oleh asy-Syafi’i. Oleh karena itu, ia berkepentingan menghancurkan dominasi
ideologi tirani ini dengan menegakkan supremasi sipil dan demokrasi dalam teori
hukum islam kontemporer.
2. Kesimpulan:
Buku ini begitu runut menjelaskan kondisi sosio-politik berdirinya MUI.
Selain Muhammad Atho cakap dalam menarasikan kalimat dengan baik, Ia juga
sangat runut dan begitu terbuka dalam menjelaskan latar belakang MUI terbentuk.
Bagi Muhammad Atho, perumusan fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI pada
masa itu cenderung membantu kebijakan pemerintah. Terlepas dari hal itu, bagi
Muhammad Atho, meski memiliki latar belakang yang, kataknlah tidak baik,
sebagai umat muslim kita pun perlu membantu, atau mendorong MUI lebih
berpihak kepada kepentingan umum. MUI pun telah membuktikan, dengan
berlakunya sebuah pedoman MUI dan juga dimasukkan dalam ayat empat
Anggaran Dasar MUI.
2. Kesimpulan:
Kemunculan kelompok paramiliter mendandakan awal munculnya aksi-
aksi terorisme di indonesia dipimpin oleh seorang jihadis, Ja’far Umar Thalib.
Gerakan ini juga yang menjadi pijakan maraknya ideologi radikalisme
berkembang dalam tubuh islam, meskipun pada akhirnya ideologi ini
berseberangan serius dengan lahirnya Jaringan Islam Liberal yang memiliki
ideologi liberal. latar belakang sosial-hhistori-ekonomi para jihadis dari laskar
jihad yang mayoritas merupakan dari kalangan abangan dan berasal dari keluarga
yang berprofesi sebagai petani. Hal yang menarik juga, bahwa data-data tersebut
diolah dengan menggunkan konsep-konsep metodologis sehingga mudah
dipahami dan dimengerti. Seperti konsep Habitus Pierre Bourdieu, sistem yang
menghantui para pemuda sebagai akibat dari urbanisasi mereka ke kota-kota dan
enclave Gabriel A. Almond, R. Scoot Appleby, dan Emmanuel Sivan untuk
menjelaskan ideologi revivalis-fundamentalis untuk menyeru kembali kepada
identitas dasar mereka.
2. Kesimpulan:
Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Pertama, NU mendasarkan
paham keagamaannya kepada sumber ajaran Islam, yaitu Al-quran, as-Sunnah,
ijma’ para ulama, dan qiyas. Dalam pengembangan Islam, NU melandaskan
pemikirannya pada paham Ahlussunnah wal Jama’ah yang biasa disingkat
dengan Aswaja. Kedua, dalam mrngaplikasikan pendekatan mazhabi tersebut,
Lajnah Bahtsul Masa’il menggunakan tiga metode istinbath hukum yang
diterapkan secara berjenjang, yaitu qauli, ilhaqi, dan manhaji. Ketiga, kitab yang
dijadikan rujukan dalam melakukan istinbath hukum adalah al’kutub al-mazahib
al-arba’ah ( kitab-kitab yang merujuk pada madzhab empat)
2. Kesimpulan:
Penyebaran gagasan pembaruan Islam ke Wilayah Indonesia pada abad
ke- 17 dan ke-18, oleh para ulama Melayu Indonesia (Jawi) yang terlibat dalam
jaringan ulama, yaitu Nur Al-Din Al-Raniri, Abd Al-Ra‟uf Al-Sinkili,
Muhammad Yusuf Al-Maqqassari. Pemikiran beliau berorientasi dalam bidang
tasawuf dan fiqih (syariat), adalah penghayatan agama secara tasawuf dan
pendekatan agama secara fiqih yang normatif. Dalam mencari hubungan yang
seimbang antara syariat dan tasawuf para ulama tersebut menyebarkan Neo-
Sufisme di Nusantara untuk mendorong upaya-upaya serius kearah rekontruksi
sosio-moral masyarakat Muslim.
Prospek masyarakat madani dalam perkembangan politik dan ekonomi
pada tatanan Indonesia baru tidak sekelabu dugaan sebagian orang, karena
masyarakat madani tidak identik dengan kemunculan kelompok-kelompok yang
atas nama demokrasi dan demokratisasi, berkeinginan mengubah status quo
politik apalagi dengan cara-cara radikal. Dengan kata lain perkembangan
masyarakat madani lebih dari sekedar pertumbuhan gerakan-gerakan
prodemokrasi dan kemunculan kelas menengah yang kritis dan oposisional
terhadap rezim-rezim yang opresif.
Perlunya modernisasi pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan abad
ke-20 dan era globalisasi, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengembangan kajian keislaman sebagai disiplin keilmuan universitas,
peningkatan kualitas sumberdaya manusia, serta pembentukan sekolah-sekolah
unggul. Pembaruan pendidikan pasantren agar mampu merespons perkembangan
yang terjadi disekitarnya tanpa meninggalkan ciri aslinya, dengan cara mendirikan
madrasah dan lembaga-lembaga pendidikan umum yang berada dibawah sistem
dan kurikulum Departemin Pendidikan dan Kebudayaan. Pembaruan surau
dengan sistem pendidikannya yang khas kembali mencapai puncak kejayaannya
hingga abad ke-20 bukan sekedar tempat belajar membaca Al-Qur‟an atau arena
sosialisasi anak-anak dan remaja, tetapi lebih dari itu adalah sebagai wahana
belajar ilmu pengetahuan umum dan keterampilan-keterampilan lainnya dalam
menunjang kehidupan masa depan yang lebih ceria.
2. Kesimpulan:
Buku yang berjudul Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi,
karya Abdurrahman Mas’ud merupakan salah satu buku yang sangat menarik
untuk dibaca. Hal ini dikarenakan, dalam buku tersebut terdapat banyak ilmu
yang bisa kita dapat. Buku ini sangat cocok untuk para penuntut ilmu, terutama
para santri. Diharapkan dengan membaca buku ini, kita lebih mengenal para
ulama-ulama yang berpengaruh besar dalam dunia pesantren, serta membuat kita
lebih termotivasi dalam menuntut ilmu.
2. Kesimpulan:
a. Hukum Perkawinan Muslim Indonesia dan Malaysia mengharuskan
adanya persetujuan pengadilan untuk bolehnya suami melakukan poligami
kecuali Serawak dan Kelantan.
b. Hukum Perkawinan Muslim Indonesia dan Malaysia mengharuskan
adanya catatan perkawinan. Meskipun pencatatan perkawinan bagi dua
negara ini bukan syarat sah akad nikah tapi syarat untuk mempunyai
kekuatan hukum sesuai dengan peraturan Perundang-undsngsn ysng
berlaku.
c. Hukum Perkawinan Muslim Indonesia dan Malaysia tidak mengakui
adanya pemaksaan wali (ijbar) dan mengharuskan adanya persetujuan dari
mempelai wanita untuk dapat dilangsungkan akad nikah.
d. Hukum Perkawinan Muslim Indonesia dan Malaysia tidak mengakui hak
talak sepihak suami. Suami dan istri mempunyai hak yang sama dalam
mengajukan permohonan perceraian ke Pengadilan.
e. Perundang-undangan Muslim di Indonesia dan Malaysia memposisikan
wanita lebih sejajar dengan kaum pria dibandingkan dengan konsep yang
ada dalam kitab-kitab fikih tradisional.
f. Lahirnya pembaruan Hukum Perkawinan Muslim yang meletakkan wanita
lebih sejajar dengan kaum laki-laki ini dipengaruhi oleh kecenderungan
pemikiran dan pemahaman nass yang lebih menekankan pada spirit nass
yang lebih egalitarian
g. Dilihat dari sisi waktu, usaha pemaruan Hukum Perkawinan di Indonesia
dan Malaysia relatif terhambat dibanding dengan nega Muslim lain.
h. Lahirnya UU Perkawinan Indonesia muncul sebagai tuntutan dari
masyarakat Indonesia, khususnya dari kaum pembaharu dan kaum wanita.
i. Penyebab kurang maksimalnya aplikasi Perundang-undangan Perkawinan
Indonesia dan Malaysia di lapangan adalah karena isi Perundang-
undangan tersebut tidak sejalan dengan norma yuridis, filosofis dan
sosiologis di kedua negara tersebut.
2. Kesimpulan:
Hukum menurut Islam mencakup ketentuan, perintah, ketetapan,
hukuman, kebijakan dan pengendalian yang berasal dari Allah dan legislasi
manusia untuk menegakkan keadilan dalam kehidupan individu dan masyarakat.
Malah sebuah ayat Qur'an mengisyarat kan adanya tiga unsur yang
mempersatukan masyarakat. Pertama adalah Kitab sebagai hukum yang harus
ditaati. Kedua adalah keadilan yang dilambangkan sebagai tim bangan untuk
menyelesaikan sengketa, dan ketiga adalah kekuasaan yang dilambangkan sebagai
besi untuk menegakkan hukum dan keadilan.
Keputusan Lajnah Tarjih dan Lajnah Bahsul Masa'il sebe narnya adalah
fatwa dalam bidang-bidang tertentu, tetapi tidak bersifat lepas semata, karena
pimpinan organisasi Muhammadiyah dan NU bertanggungjawab untuk pelak
sanaannya. Keputusan tersebut berasal dari pertanyaan masyarakat. Lajnah Tarjih
maupun Lajnah Bahsul Masa'il melakukan tarjih (mengambil pendapat terkuat)
dalam menyim pulkan ketentuan-ketentuan hukum Islam. Lajnah Tarjih dan
Lajnah Bahsul Masa' il mengakui adanya ijtihad kolektif, tetapi dengan nama
yang berbeda. Dalam hal rujukan, selain kepada sumber utama Islam dan
sekunder, sebagian kepu tusan kedua lembaga dalam masalah-masalah ini juga
merujuk kepada UUD 1945 dan peraturan perundang undangan yang berlaku di
Indonesia. Keputusan-keputusan Lajnah Tarjih dan Lajnah Bahsul Masa'il secara
tidak langsung telah berperan dalam mengkristalkan hukum Islam melalui jalur
organisasi dan buku-buku.
K. Keadilan Distributive Dalam Ekonomi Islam, (Prof. Dr. Euis Amalia, M.Ag.).
1. Gambaran Umum Penelitian:
Salah satu hal yang penting untuk diteliti dan dikaji dalam konteks
keindonesiaan adalah kelompok masyarakat miskin di Indonesia adalah mayoritas
muslim dan dan bekerja di sektor Usaha Kecil Mikro (UKM) yang bersifat
informal. Keinginan untuk memperkuat eksistensi LKMS di Indonesia sangat
penting untuk menunjang akses permodalan UKM yang merupakan kelompok
marginal dan rentan terhadap kemiskinan. Adapun bidang kajian yang terpenting
dalam perekonomian adalah bidang distribusi. Posisi distribusi menjadi penting
dalam teori ekonomi mikro, baik dalam sistem ekonomi Islam maupun kapitalis.
Berkaitan dengan masalah ini, penulis perlu melakukan penelitian dan penelaahan
lebih lanjut mengenai berbagai kebijakan dan peraturan yang ada terkait
pengembangan UKM dan LKM, khususnya yang beroperasi dengan
menggunakan pola syariah di Indonesia baik dari sisi substansi maupun
implementasinya.
2. Kesimpulan:
Langkah Strategis dalam Upaya Mewujudkan Keadilan Distributif
a. Penguatan UKM
Setidaknya ada empat terget yang harus dicapai dalam
pembenahan internal UKM, yaitu pertama, meningkatkan produktivitas
sehingga UKM memiliki daya saing tinggi, kedua, meningkatkan akses
UKM padalembaga jasa keuangan; ketiga, memperbaiki managemen
internal UKM; dan ke empat, memberikan jaminan / iklim pemasaran
yang efektif, sehat, dan berkesinambungan. Keempat hal tersebut bila
tidak dilakukan dikhawatirkan akan memperlebar kesenjagan antara
golongan UKM dan usaha besar.
b. Penguatan Kapabilitas Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Untuk penguatan LKM dan khususnya LKM Syariah diperlukan
dua sisi. Dari sisi internal berupa penguatan kelembagaan sehingga LKMS
dapat tumbuh menjadi organisasi yang mapan dan kredibel dan dari sisi
eksternal berupa peranan para stakeholder dalam hal ini pemerintah,
perusahaan, perbankan dan masyarakat dalam upaya mendukung iklim
kondusif dan menyiapkan infrastuktur yang memandai bagi tumbuh
kembangnya LKMS di Indonesia.
2. Kesimpulan:
Ada dua pandangan berkaitan dengan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan :
a. Teori nature, yang berpandangan bahwa perbedaan biologis melahirkan
pemisahan fungsi dan tanggung jawab. Laki-laki dianggap lebih kuat,
produktif, rasional, agresif dan progresif diberi otoritas di ruang public,
sedangkan perempuan yang dibatasi organ reproduksinya dianggap lebih
lembut dan emosional ditempatkan di ruang domestik.
b. Teori nurture, yang berpandangan bahwa perbedaan peran sosial antara
laki-laki adalah konstruksi sosial semata yang dinamis dan terus berubah.