Anda di halaman 1dari 14

“IDEOLOGI MUHAMMADIYAH”

Oleh:

1. SITI ROMIYAH ...........


2. SITI MUSLIMAH NURDIN NIM. 1921002 (S1 Akt – Transfer)
3. ..........

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) MUHAMMADIYAH CILACAP


TAHUN 2019
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap organisasi tidak dapat dipisahkan dari pendirinya. Demikian
pula Muhammadiyah. Ia tidak dapat dipisahkan dari K.H.Ahmad Dahlan dalam mengambil
keputusan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada tahun 1912, itu dengan maksud
agar gagasan dan pokok-pokok pikiran beliau dapat diwujudkan melalui Persyarikatan yang
beliau dirikan itu. Beliau menyadari bahwa gagasan dan pokok-pokok pikiran itu tidak
mungkin dapat diwujudkan oleh seorang secara sendiri-sendiri termasuk oleh beliau sendiri,
tetapi harus oleh sekelompok orang secara bersama-sama dan bekerja sama. Secara garis
besar, pokok-pokok pikiran formal itu dapat dikelompokkan menjadi dua jenis pokok pikiran,
yaitu pokok pikiran yang bersifat ideologis dan pokok-pokok pikiran yang bersifat strategis.
Pokok-pokok pikiran yang dapat dikategorikan sebagai pokok pikiran yang bersifat ideologis.
Dalam masalah akidah umat Islam itu satu atau sama dan dalam masalah fikih umat
Islam terbagi dalam beberapa mazhab, seperti Mazhab Syafi’i, Mazhab Maliki, Mazhab
Hanafi dan Mazhab Ahmad bin Hanbal. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa di kalangan umat
Islam telah terjadi perbedaan pandangan dalam berbagai persoalan keagamaan, bahkan
kristalisasi perbedaan itu melahirkan mazhab-mazhab, terutama dalam soal teologi dan
hukum (fikih), padahal semuanya bersumber dari (hanya) satu syariah. Syariah sebagai jalan
utama yang mutlak diikuti dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam, maka
seharusnya paham dan praktik Islam juga tidak bermacam-macam, karena sumbernya
hanyalah satu yakni syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari ideologi Muhammadiyah itu sendiri?
2. Apa saja konsep dan isi ideologi Muhammadiyah?
3. Apa saja pendapat Muhammadiyah?
4. Apa saja Pandangan Muhammadiyah?
5.
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui ideologi Muhammadiyah

2. Untuk mengetahui Aqidah menurut Muhammadiyah

3. Untuk mengetahui ibadah menurut Muhammadiyah


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhammadiyah Sebagai Ideologi Gerakan Islam


Secara etimologis ideologi yang dibentuk dari kata idea, berarti pemikiran, konsep,
atau gagasan, dan logoi, logos artinya pengetahuan. Dengan demikian ideologi berarti ilmu
pengetahuan tentang ide-ide, tentang keyakinan atau gagasan. Orang yang pertama kali
menggunakan istilah ideologi adalah Antoine Destult, seorang filosuf Prancis, sebagai
“science of ideas, dimana di dalamnya ideologi dijabarkan sebagai sejumlah program yang
diharapkan membawa perubahan institusional dalam suatu masyarakat”. Dalam aplikasinya
ada beberapa tokoh yang memandang ideologi secara negative. Namun sesungguhnya istilah
ideologi itu bersifat netral, tidak memihak kemanapun.
Dilihat dari fungsinya yang diperankannya sebenarnya ideologi tidak lebih dari suatu
instrumental, adalah alat penjelas yang ketat, yang dibutuhkan guna mengarahkan pikiran dan
tindakan secara efisien bagi para pendukungnya.
Dalam Muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai sistem paham atau
keyakinan dan teori perjuangan untuk mengimplementasikan ajaran islam dalam kehidupan
umat melalui gerakan sosial-keagamaan. Karena rujukan dasarnya adalah islam, maka
ideologi muhammadiyah tidak akan bersifat dogmatik dan ekslusif secara taklid-buta,
sehingga tetap memiliki watak terbuka.
Muhammadiyah bukanlah Ideologi sebagaimana Ideologi dalam pengertian sistem
paham yang radikal, kaku, dan bercorak gerakan politik. Muhammadiyah kendati bukan
Ideologi, tetapi dalam perkembangannya sedikit atau banyak mengalami persentuhan dengan
konsep-konsep dan kepentingan ideologis. Dalam Muhammadiyah banyak diperbincangkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan “Ideologi Islam”, seperti konsep Islam sebagai dasar
Negara, masyarakat Islam, asas Islam dan konsep-konsep politik Islam.
Dalam pemikiran ideologis, M. Djindar tamimi mencatat bahwa:
“pada Muktamar ke 37 1968 di Yogyakarta telah diterima ide untuk mengadakan tajdid
dalam Muhammadiyah bidang: Ideologi(keyakinan dan cita-cita hidup), Khittah Perjuangn,
Gerak dan Amal usaha serta organisasi, dengan ruusan-rumusannya lebih dikonkritkan dan
disistematisir dalam Tanwir sesudah itu, seperti rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah dan Khittah Muhammadiyah.”
Pada waktu itu (1968) memang istilah Ideologi mulai dihindari, sehingga
Muhammadiyah memakai Istilah “Keyakinan dan Cita-cita Hidup” untuk konsep Ideologi.
Hal ini untuk menghindari kesamaan dengan Ideologi Negara, Pancasila.
Semua itu menunjukkan bahwa Muhammadiyah betapapun tidak menjadi sistem Ideologi,
tetapi tidak tertutup dari pengaruh pemikiran ideologis dan sampai batas tertentu mengadopsi
elemen-elemen Ideologi gerakan Islam.
Ideologi Gerakan Muhammadiyah dapat dipahami dalam beberapa dimensi dan esensi
pemikiran serta aksi gerakan sebagai berikut:
1. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan sistem paham dan teori perjuangan yang
dilandasi, dijiwai dan dibingkai serta dimaksudkan untuk mengamalkan Islam dalam seluruh
kehidupan umat manusia.
2. Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah manhaj (sistem, metode) dakwah Islam untuk
mengajak manusia beriman kepada Allah serta amar ma’ruf nahi munkar.
3. Ideologi gerakan Muhammadiyah ialah sistem dan teori perjuangan Islam untuk Tajdid
(pembaruan) sehingga slalu terbuka pada kritik dan memiliki agenda perubahan kea rah
kemajuan.
4. Ideologi gerakan Muhammadiyah memiliki kerangka pemikiran dalam Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammdiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup muhammadiyah,
Khittah Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan pemikiran-
pemikiran formal lainnya dalam sistem keyakinan dan kehidupan Islami dalam
Muhammadiyah.
5. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan teori dan strategi perjuangan Islam yang
menyeluruh dan mencakup seluruh aspek kehidupan untuk mewujudkan Masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.
6. Ideologi gerakan Muhammadiyah merupakan tali pengikat gerakan yang diwujudkan dalam
sistem organisasi, jama’ah, kepemimpinan, dan gerakan amal usaha untuk menjadikan Islam
sebagai rahmatan lil-‘alamin di muka bumi ini.

Dalam Muqaddimah AD Muhammadiyah dinyatakan, bahwa dalam perjuangan


melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya di mana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas merata, Muhammdiyah
mendasarkan segala gerak dan amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam
Muqaddimah Anggaran Dasar yaitu:
1. Hidup manusia harus berdasarkan tauhid, ibadah dan taat kepada Allah.
2. Hidup manusia bermasyarakat
3. mematuhi ajaran agama islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya
landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam Masyarakat adalah kewajiban
sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad saw.
6. melacarkan amal-usaha dan perjuangan dengan organisasi.
Ideologi-ideologi yang berbasis agama memiliki akar pada teologi dari agama-agama
yang bersangkutan. Di lingkungan umat Islam dikenal ideologi Islam, yang memiliki
keterkaitan dengan karakter Islam sebagai agama. Ideologi Islam berbeda dengan Marxisme,
Sosialisme dan Kapitalisme, maupun Ideologi lainnya yang tidak memiliki basis teologis.
Pandangan tentang kebebasan, pesaudaraan, kesamaan, kemanusiaan dan relasi-relasi social
dalam Ideologi Islam memiliki basis pada pandangan filosofis tentang teologi Islam, sehingga
memiliki pijakan yang kokoh.
Ideologi sebagaimana agama menurut Shariati memang memiliki pemihakan, yang
berbeda dari ilmu pengetahuan dan filsafat. Ideologi dan agama bahka memiliki fungsi kritik
terhadap status-quo. Para Nabi menurut Shariati membangun Ideologi, sehingga yang
dibutuhkan dalam memperjuangkan dan mencapai cita-cita yang diidamkan berdasarkan
keyakinan keagamaan.

B. AQIDAH
Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, beraqidah
Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk tewujudnya
masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk melaksanakan fungsi dan
misi sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa
Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya, sejak nabi Adam, Nuh,
Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi penututp Muhammad SAW, sebagai hidayah
dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup
materil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam
berdasarkan: Al-Qur’an (Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW)
Sunnah Rasul (Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam).

1. Dalam Bidang Aqidah


Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai konsekuensi logis dari
gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan merujuk langsung kepada suber
utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah, yang menolak segala bentuk campur tangan
pemikiran teologis. Karakteristik aqidah Muhammadiyah itu secara umum dapat dijelaskan
sebagai berikut: nash sebagai dasar rujukan. Semangat kembali kepada Alquran dan Sunnah
sebenarnya sudah menjadi tema umum pada setiap gerakan pembaharuan. Karena diyakini
sepenuhnya bahwa hanya dengan berpedoman pada kedua sumber utama itulah ajaran Islam
dapat hidup dan berkembang secara dinamis. Muhammadiyah juga menjadikan hal ini
sebagai tema sentral gerakannya, lebih-lebih dalam masalah ‘aqidah, seperti dinyatakan:
“Inilah pokok-pokok aqidah yang benar itu, yang terdapat dalam Alquran dan dikuatkan
dengan pemberitaan-pemberitaan yang mutawatir. “Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah
bahwa sumber aqidah Muhammadiyah adalah alquran dan Sunnah yang dikuatkan dengan
berita-berita yang mutawatir”. Ketentuan ini juga dijelaskan lagi dalam pokok-pokok Manhaj
Tarjih sebagai berikut: (5) Di dalam masalah aqidah hanya dipergunakan dalil-dalil yang
mutawatir, (6) Dalil-dalil umum Alquran dapat ditakhsis dengan hadits ahad, kecuali dalam
bidang aqidah, (16) dalam memahami nash, makna zhahir didahulukan daripada ta’wil dalam
bidang aqidah dan takwil sahabat dalam hal itu tidak harus diterima.
Ketentuan-ketentuan di atas jelas menggambarkan bahwa secara tegas aqidah
Muhammadiyah bersumber dari Alquran dan Sunnah tanpa interpretasi filosofis seperti yang
terdapat dalam aliran-aliran teologi pada umumnya. Sebagai konsekuensi dari penolakannya
terhadap pemikiran filosofis ini, maka dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi
mengundang perdebatan teologis dalam pemaknaannya, Muhammadiyah bersikap tawaqquf
seperti halnya kaum salaf.

a. keterbatasan peranan akal dalam soal aqidah Muhammadiyah termasuk kelompok


yang memandang kenisbian akal dalam masalah aqidah. Sehingga formulasi posisi
akal sebagai berikut “Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak
tercapai pengertian oleh akal dalam hal kepercayaan, sebab akal manusia tidak
mungkin mencapai pengertian tentang Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan sifat-
sifat yang ada pada-Nya.
b. kecondongan berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia. Pertama, segala
perbuatan telah ditentukan oleh Allah dan manusia hanya dapat berikhtiar.
c. Jika ditinjau dari sisi manusia perbuatan manusia merupakan hasil usaha sendiri.
Sedangkan bila ditinjau dari sis Tuhan, perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan.
d. Percaya kepada qadha’ dan qadar. Dalam Muhammdiyah qadha’ dan qadar diyakini
sebagai salah satu pokok aqidah yang terakhir dari formulasi rukun imannya, dengan
mengikuti formulasi yang diberikan oleh hadis mengenai pengertian Islam, Iman dan
Ihsan.
e. Menetapkan sifat-sifat Allah. Seperti halnya pada aspek-aspek aqidah lainnya,
pandangan Muhammadiyah mengenai sifat-sifat Allah tidak dijelaskan secara
mendetail. Keterampilan yang mendekati kebenaran Muhammadiyah tetap cenderung
kepada aqidah salaf.

2. Bidang Hukum
Muhammadiyah melarang anggotanya bersikap taqlid, yaitu sikap mengikuti
pemikiran ulama tanpa mempertimbangkan argumentasi logis. Dan sikap keberagaman
menumal yang dibenarkan oleh Muhammadiyah adalah ittiba’, yaitu mengikuti pemikiran
ulama dengan mengetahui dalil dan argumentasi serta mengikutinya dengan pertimbangan
logika. Di samping itu, Muhammadiyah mengembangkan ijtihad sebagai karakteristik utama
organisasi ini. Adapun pokok-pokok utama pikiran Muhammadiyah dalam bidang hokum
yang dikembangkan oleh Majlis Tarjih antara lain:
1) Ijtihad dan istinbath atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang terdapat di dalam nash, dapat
dilakukan sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbdi dan memang merupakan hal yang
diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.
2) Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat madzhab dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum.
3) Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya Majlis Tarjih yang
paling benar. Koreksi dari siapa pun akan diterima sepanjang diberikan dalil-dalil yang lebih
kuat.
Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah keputusan yang pernah
ditetapkan. Ibadah ada dua macam, yaitu ibadah khusus, yaitu apa yang telah ditetapkan
Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu, dan ibadah
umum, yaitu segala perbuatan yang dibolehkan oleh Allah dalam rangka mendekatkan diri
kepadaNya. Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya dari Alquran dan
Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan akal sepanjang diketahui latar belakang dan
tujuannya. Meskipun harus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan
nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan.

3. Bidang Akhlak
Mengingat pentingnya akhlaq dalam kaitannya dengan keimanan seseorang, maka
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga dengan tegas menempatkan akhlaq sebagai salah
satu sendi dasar sikap keberagamaannya. Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah dijelaskan “Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia
dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi pada
nilai-nilai ciptaan manusia. “Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik dan burruk seperti
sabar, syukur, tawakal, birrul walidaini, syaja’ah dan sebagainya (Al-Akhlaqul Mahmudah)
dan sombong, takabur, dengki, riya’, ‘uququl walidain dan sebagainya (Al-Akhlaqul
Madzmuham)”.

Mengenai Muhammadiyah menjadikan akhlaq sebagai salah satu garis


perjuangannya, hal ini selain secara tegas dinyatakan dalam nash, juga tidak dapat dipisahkan
dari akar historis yang melatarbelakangi kelahirannya. Kebodohan, perpecahan di antara
sesama orang Islam, melemahnya jiwa santun terhadap dhu’afa’, pernghormatan yang
berlebi-lebihan terhadap orang yang dianggap suci dan lain-lain adalah bentuk realisasi tidak
tegaknya ajaran akhlaqul karimah. Untuk menghidupkan akhlaq yang islami, maka
Muhammadiyah berusaha memperbaiki dasar-dasar ajaran yang sudah lama menjadi
keyakinan umat Islam, yaitu dengan menyampaikan ajaran yang benar-benar berdasar pada
ajaran Alquran dan Sunnah Maqbulah, membersihkan jiwa dari kesyirikan, sehingga
kepatuhan dan ketundukan hanya semata-mata kepada Allah. Usaha tersebut ditempuh
melalui pendidikan, sehingga sifat bodoh dan inferoritas berangsur-angsur habis kemudian
membina ukhuwah antar sesame muslim yang disemangati oleh Surat Ali Imron ayat 103.
Adapun sifat-sifat akhlak Islam dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Akhlaq Rabbani: Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlaq Islamlah
moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai
yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam hidup
manusia (Q.S.) Al-An’am / 6 : 153).
2) Akhlak Manusiawi. Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah manusia. Jiwa manusia
yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam.
Akhlaq Islam benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai
dengan fitrahnya.
3) Akhlak Universal. Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan menyangkut segala aspek
kehidupan manusia baik yang berdimensi vertikal, maupun horizontal. (Q.S. Al-An’nam :
151-152).
4) Akhlak Keseimbangan. Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu hidup di dunia
maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi maupun ukhrawi secara
seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat,
seimbang pula. (H.R. Buhkori).
5) Akhlaq Realistik. Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia walaupun manusia
dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lain,
namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu yaitu sangat mungkin melakukan
kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat. (Q.S.
Al- Baqarah / 27 : 173)
4. Bidang Mu’amalah Dunyawiyah Mua’malah
Aspek kemasyarakatan yang mengatur pegaulan hidup manusia diatas bumi ini, baik
tentang harta benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar negara dan lain
sebagainya. Di dalam prinsip-prinsip Majlis Tarjih poin 14 disebutkan “Dalam hal-hal
termasuk Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan akal
sangat diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.”
Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah yang terpenting antara lain:
a. Menganut prinsip mubah.
b. Harus dilakukan dengan saling rela artinya tidak ada yang dipaksa.
c. Harus saling menguntungkan. Artinya mu’amalah dilakukan untuk menarik manfaat dan
menolak kemudharatan.
d. Harus sesuai dengan prinsip keadilan.
C. IBADAH
Ibadah adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan
mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Pengertian ibadah sesuai dengan
Putusan Majlis Tarjih (PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih
Muhammadiyah,cet .III .h.276) diartikan bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah,
dengan jalan menta’ati segala perintah-perintah-Nya dan mengamalkan segala yang di
izinkan Allah.
Dalam hal Ibadah itu ada dua macam, yaitu:

1. Ibadah khusus (mahdlah).


Ibadah mahdlah ialah segala macam ibadah yang telah dinyatakan secara khusus, mengenai
tatacaranya atau kaifiyatnya,waktunya, dan ukurannya,termasuk rinciannya.

2. Ibadah yang bersifat umum (ghairu mahdlah). Ibadah yang ghairu mahdlah yakni
ibadah yang bersifat umum yang di izinkan oleh Allah, yang tidak ada aturan tertentu,
waktu yang mengikat, dan ukuran atau rincian lebih lanjut. (M. Dailamy SP. Ibadah
Dalam Islam.2010.h.5-6).
a. Pandangan Muhammadiyah dalam hal Ibadah Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam
berdasarkan:
1) Al-Quran : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
2) Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Quran yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah
SAW,tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
b. Penyebab Timbulnya Perbedaan Pendapat dalam Ibadah
Pada zaman Nabi Muhammad SAW atau zaman turunnya wahyu ,perbedaan pendapat
boleh dikatakan sangat kecil peluangnya. Hal ini karena apabila ada perbedaan pendapat
dapat langsung bertanya kepada Rasulullah. Hanya sahabat-sahabat yang tinggal di luar
Madinahlah yang mencoba menggunakan ijtihad. Ijtihad bukanlah suatu intervensi terhadap
hukum Allah, karena ia tidak lebih sekadar pemahaman langsung terhadap teks-teks syariah ,
atau paling jauh merupakan upaya konstruksi hukumberdasarkan teks yang dikajinya.
Penggunaan nalar lebih tepat untuk sekadar menemukan makna yang sudah ada dalam
kandungan syariah itu sendiri. Nalar hanya berfungsimenyingkap hukum yang sudah ada
dalam teks ayat atau hadits, bukan bertindak sebagaipencipta hukum sendiri.
Meskipun demikian, penggunaan nalar (ijtihad) merupakan awal dari munculnya
perbedaan pendapat dalam memahami syariat. Jadi walaupun syariat hanyalah satu, tetapi
pemahaman ulama melahirkan perbedaan pendapat dalam soal hukum dan teologi.
Tampaknya, hukum sebagai kandungan dari syariah, tidak otomatis identik dengan syariah.
Perbedaannya ialah bahwa syariah itu tida beragam, karena berasal dari Allah dan Rasul-Nya
sebagai pencipta syariat sedang hukum yang tidak lain dari kandungan syariah itu sendiri
diperoleh sebagai hasil penggalian dan pemikiran dari para mujtahid. Dengan kata lain, jika
syariah hanyalah berasal dari Allah dan Rasul-Nya semata, maka lain dengan hukum yang
salah satu sumbernya ialah ijtihad di samping Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Dalam
menggunakan nalarnya, para ulama menghadapi dua kemungkinan, yakni mereka langsung
mengetahui hukum dari dalilnya yang tegas, atau mereka dapat mengetahui hukum setelah
menggunakan nalar sesuai dengan konteks persoalannya, yang disebut fikih kontekstual. Hal
terakhir ini jika objek hukum yang dimaksudkan tidak disebut secara tegas dalam nash-nash
syariah. Baik pemahaman tekstual maupun pemahaman kontekstual , dua-duanya merupakan
ijtihad, yang memberi peluang adanya perbedaan pendapat.
Jika syariah dalam arti nash-nash (referensi) yang mengandung hukum adalah berasal dari
Allah, sedangkan fikih merupakan hasil upaya dari manusia, maka konsekuensinya ialah
syariah berlaku secara mutlak dan universal untuk segala zaman dan tempat, sedang fikih
hanyalah bersifat relatif, sesuai pikiran ulama serta kondisi zaman dan lingkungannya
masing-masing. Selain perbedaan pikiran, masih ada faktor-faktor lain yang membawa ke
perbedaan pandangan ulama.
Untuk jelasnya, faktor-faktor penyebab perbedaan pandangan ulama dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Berbeda dalam memahami dan atau mengartikan teks atau nash sumber dasarnya.Contohnya
dalam hal arti kata menyentuh lawan jensi sebagai salah satu hal yang membatalkan wudhu;
sebagian memahami dengan arti persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan, sedang
lainnya memahami dengan arti bersetubuh.
2. Perbedaan penilaian terhadap hadis yang dijadikan dasar pengamalan
Hadis tentang mengqadhakan hutang puasa bagi ahli waris atau walinya.
Dari Aisyah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda, “ Barang siapa
meninggaldunia dan dia masih mempunyai tanggungan puasa, maka hendaklah walinya
mempuasanya ( menyaur utangnya). Bagi mereka yang bulat-bulat menerima hadis shahih
berdasarkan kriteria sanad, akan mengamalkan isi hadis. Namun, bagi yang tidak mengakui
kesahihan hadis tersebut pasti tidak akan berpayah- payah mengqadha hutang puasa yang
meninggal. Kesahihan hadis tersebut dipertanyakan mengingat bertentangan dengan:
(a) Al-Quran Surah Al-Najm ayat 38-40, S. Al-An’am (6): 164,S. Al-Isra (17):15,S. Fathir (35)
:18, S al-Zumar (39):7.
(b) Al Quran Surah Al-Baqarah (2) :286
(c) Hadis Abu Hurairah (M . Dailamy SP. Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.51-54)

Contoh lain adalah salat Qabliyah Jumat ada yarng berpendapat bahwa semua salat
Wajib pasti ada salat rawatibnya. Oleh karena itu sebelum salat Jumat ada salat Qabliyah.
Namun ada yang berpendapat lain. “…ada riwayat yang menyebutkan bahwa apabila masuk
masjid sebelum waktu salat Jumat, para sahabat ra melaksanakan salat dengan begitu
hebatnya, masyaallah. Kemudian para sahabat itu duduk tanpa melaksanakan salat setelah
adzan dikumandangkan,tetapi justru mereka mendengarkan khutbah lalu melaksanakan salat
Jumat”. Dengan demikian, salat yang dilaksanakan sebelum salat Jumat hanyalah salat sunah
tahiyatul masjid. Semua riwayat yang terkait dengan salat sunah qabliyah Jumat berstatus
dha’if, dan tidak dapat dijadikan hujjah (landasan argumentasi). Sebab, hal sunah hanya dapat
ditetapkan dengan hadis shahih dan maqbul. (Ibadah Salah Kaprah, Wahid Abdul Salam Bali
hal.358) Al-Albani rahimahullah menuturkan : “ Semua hadis yang berisikan tentang salat
sunah qabliyah Jumat yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad sama sekali tidak ada yang
berstatus shahih, walau satuhadis pun. Satu dengan yang lain sama lemahnya. (As-Silsilah
Ash-shahihah hlm232 dalam 474 Ibadah Salah Kaprah, Wahid Abdul Salam Bali hal.360
terbitan Amzah .Jakarta 2006).
3. Perbedaan disebabkan berpegang pada teks secara tekstual dan yang lainnya secara
kontekstual.Contohnya pada teks tentang memanjangkan kain sampai menutup matakaki
sebagaimana di temukan pada hadis riwayat Muslim. Dari Abu Dzardari Nabi SAW beliau
bersabda, “ Ada tiga kelompok (manusia) yang Allah tidak akan berkenan berbicara
dengannya besok pada hari kiamat, tidak pula akan melihatnya ,tidak pula akan mensucikan
mereka (bahkan). Mereka akan mendapatkan siksa yang pedih”. Beliau katakan hal itu
sampai tiga kali dan Abu Dzar berkata, “Celaka dan rugi mereka! Siapakah mereka wahai
Rasulullah?” Beliau bersabda, “al-musbil ( orang yang memanjangkan kainnya sampai
menutupi matakaki), al-mannan (orang yang suka menyebu-nyebut pemberiannya, orang
yang melariskan dagangannya dengan sumpah dusta.”
Secara tekstual ,hais shahih tersebut menyatakan dengan tegas salah satu dari tiga kelompok
orang yang akan mendapat kansiksa pedih besuk pada hari kiamat. Akan tetapi sebagian oleh
ang Islam lainnya ada yang berpendapat lain. Betulkah hanya karena orang ketika salat
tertutup matakakinya , kemudian akan disiksa oleh Allah dengan siksaan yang pedih.Tidak
bakal disucikan Allah, dan Allah tidak berkenan berbicara dengannya. (M . Dailamy SP.
Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.57-58).
4. Berbeda disebabkan perbedaan landasan dasar dan beribadah.
Adzan Jumat dua kali yang pertama pada saat masuk waktu dan yang kedua setelahnya, serta
melakukan shalat dua rakaat di antaranya . Ini bertentangan dengan petunjuk Rasulullah saw,
Abu Bakar, dan Umar yang mana mereka hanya mengumandangkan adzan sekali .
Sedangkan yang dilakukan pada masa Usman, adzan tambahan dilakukan sebelum masuk
waktu dan bukan setelahnya, dan ini dilakukan di pasar dan bukan di dalam masjid. Contoh
lain adalah hadis Ibnu Mas’ud yang artinya “Apa –apa yang dipandang baik oleh orang-orang
Islam maka ia adalah baik di sisi Allah.”. Sebagian umat Islam beranggapan bahwa
melakukan hal-hal yang dipandangnya baik sebagai ibadah kepada Allah, asalkan dengan
baik, niat yang baik dan caranya juga baik, walaupun hal tersebut tidak diperintahkan oleh
Allah ataupun Rasul-Nya.
Sebaliknya , di antara umat Islam ada yang berkeyakinan ,bahwa melaksanakan suatu
peribadatan walau kelihatannya baik dan dilaksanakan dengan cara yang baik sekalipun
,selagi tidak diperintahkan oleh Allah atau Rasul-Nya ,dipandangnya telah melakukan
kebid’ahan. Hal ini merujuk pada hadis Aisyah yang artinya, “Barangsiapa melakukan
(peribadatan) yang bukan aku perintahkan, maka akan tertolak. (M. Dailamy
SP.Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.86,87,93)
5. Berbeda karena pola fiqih istinbath dan fiqih maqashid.
Istinbath artinya mengeluarkan hukum dari dalil – dalilnya.Pola fiqih seperti ini bersifat kaku
sebagaimana apa adanya bunyi nash. Cenderung bersifat tekstualis. Kebanyakan ulama
mazhab adalah cenderung istinbath. Hasil fikih ini tidak keluar dari hukum kepada hukum.
Fiqih maqashid diartikan fikih yang lebih mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan universal,
seperti kemaslahatan keadilan dan kesetaraan daripada hukum-hukum yang bersifat
partikuler. (M. Dailamy SP.Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.135-136). Dalam perkara
ini contohnya adalah dalam hal memberi salam kepada siapapun termasuk nonmuslim. Juga
dalam hal pembagian waris.
6. Berbeda disebabkan mengikuti mazhab dan yang lainnya mengikuti Rasulullah.
Bagi orang yang mengikuti mazhab Syafei misalkan, pada salat subuh harus pakai Qunut.
Sedangkan yang beribadah dengan dasar tuntunan dari Rasulullah tidak menggunakan Qunut
pada waktu salat subuh ,kecuali Qunut nazilah yang tidak hanya pada shalat subuh. (M.
Dailamy SP.Melaksanakan Ajaran Agama.2011.h.241).
Masalah qunut, semua mashab menerima adanya qunut, dan sebagian menganggapnya
sebagai sunah Rasulullah SAW. Perbedaan mereka ialah waktu pelaksanaannya, sebagian
mengatakan bahwa dilaksanakan sebelum ruku, pendapat lain mengatakan sesudah ruku. Hal
yang krusial ialah, apakah qunut itu diharuskan pada setiap shalat subuh. Al-Syafi`i,
mentradisikannya pada setiap shalat subuh, sementara yang lainnya membolehkan pada
setiap shalat, kapan saja terjadi musibah di kalangan umat Islam. Mazhab ini berdasar pada
asal-mula qunut, yani ketika terjadi pembunuhan masal atas sejumlah penghafal Al-Qur’an
oleh kaum musyrikin, seperti dalam hadits yang bersumber dari Anas bin Malik . Masalah
qunut termasuk masalah klasik dan terus berbeda pendapat di kalangan umat Islam. Hal ini
disebabkan telah berpengaruhnya pendapat para ulama dahulu yang memang sudah
memperselisihkannya. Di antara fuqaha ada yang berpendapat bahwa qunut shubuh itu
hukumnya mustahab (disukai) Ini adalah pendapat Imam Malik. Menurut Imam Syafi’i
hukumnya dalam shalat shubuh itu sunnat. Lain lagi dengan Imam Abu Hanifah tidak boleh
qunut dalam shalat shubuh, tetapi qunut hanya boleh dikerjakan dalam shalat witir.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dalam Muhammadiyah ideologi dapat dipahami sebagai sistem paham atau keyakinan dan
teori perjuangan untuk mengimplementasikan ajaran islam dalam kehidupan umat melalui
gerakan sosial-keagamaan. Karena rujukan dasarnya adalah islam, maka ideologi
muhammadiyah tidak akan bersifat dogmatik dan ekslusif secara taklid-buta, sehingga tetap
memiliki watak terbuka.
Muhammadiyah bukanlah Ideologi sebagaimana Ideologi dalam pengertian sistem paham
yang radikal, kaku, dan bercorak gerakan politik. Muhammadiyah kendati bukan Ideologi,
tetapi dalam perkembangannya sedikit atau banyak mengalami persentuhan dengan konsep-
konsep dan kepentingan ideologis. Dalam Muhammadiyah banyak diperbincangkan masalah-
masalah yang berkaitan dengan “Ideologi Islam”, seperti konsep Islam sebagai dasar Negara,
masyarakat Islam, asas Islam dan konsep-konsep politik Islam.
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai konsekuensi logis dari
gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan merujuk langsung kepada suber
utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah, yang menolak segala bentuk campur tangan
pemikiran teologis. Sumber aqidah Muhammadiyah adalah alquran dan Sunnah yang
dikuatkan dengan berita-berita yang mutawatir”.

B. SARAN
Berdasarkan materi diatas, maka diharapkan pembaca dapat menganalisis pembahasan
yang penulis sajikan. Serta pembaca diharapkan memberikan kritikan agar penulis dapat
memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

http://blog.umy.ac.id/agusbangka/2012/01/05/ideologimuhammadiyah/

http://luqm.multiply.com/journal/item/74).

http://yassirdzulfiqor.blogspot.com/2012/05/ajaran-pokok-aqidah-islam-sesuai- paham.html

Anda mungkin juga menyukai